You are on page 1of 16

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Krisis Tiroid

1. Defenisi
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai demam tinggi dan disfungsi system kardiovaskuler, system syaraf dan system saluran cerna. Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadinya dekompensasi tubuh terhadap tirotoksikosis. Tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskanoleh tindakan koperatif, inffeksi atau trauma. Krisis tiroid adalah komplikasi serius dari tirotoksikosis dengan angka kematian 20-60%. Krisis tiroid merupakan suatu penyakit yang mengacu pada kejadian mendadak yang mengancam jiwa akibat peningkatan dari hormone tiroid sehingga terjadi kemunduran fungsi organ.

2. Etiologi
Krisis tiroid dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus, peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negatif HT terhadap pelepasan keduanya. Krisis tiroid akibat malfungsi hipofisi memberikan gambaran kadar HT dan TSH yang tinggi. TRF akan rendah karena umpan balik negatif dari HT dan TSH. Krisis tiroid akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan HT yang tinggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan. Patofisiologi Manifestasi klinis yang ditunjukkan pada gangguan endokrin ini berkisar antara asimptomatik sampai akut dan mengancam jiwa.Pada umumnya kondisi ini dapat dibagi menjadi bagian yaitu disfungsi hipothlamus anterior yang mencakup tiroid , adrenal , dan penyakt endokrin lainnya , serta disfungsi hypothalamus posterior yang terutama mencakup gangguan sekresi hormone antideuretik. Penyebab lainnya terjadinya Krisis tiroid antara lain infeksi , trauma , stress fisiologi yang menyebabkan peningktan jumlah tiroksin sehingga menyebabkan tirotoksis , pembedahan , dan obat-obatan yang dapat memperburuk kondisi klien.

Ada tiga mekanisme fisiologis yang diketahui yang dapat mengakibatkan krisis tiroid; Pelepasan seketika hormone tiroid dalam jumlah yang besar Hiperaktifitas adrenergic Hipolisis dan pembentuakan asam lemak yang berlebihan

Pelepasan tiba-tiba hormone tiroid dalam jumlah yang besar diduga menyebabkan hipermetabolikyang terjadi selama krisis tiroid. Analisis laboratrim dari triiodotironin (T3) atau tiroksin (T4) mungkin tiak nyata dalam fenomena ini dan mungkin hanya mencerminkan nilai yangs serupa dengan status hipertroid pasien yang telah diketahui. Hiperaktifitas dari adrenergic dapat dipandang sebagai kemungkinan penghubung pada krisis tiroid. Meskipun hormone tiroid dan katekolamin selama krisi tiroid berada dalam batas normal.Masih belum pasti apakah efek hipersekresi hormone tiroid atau peningkatan kadar katokelamin menyebabkan peningkatan sensitfitas dan fungsi hormone efektor.Interaksi tiroidkatekolamin mengakibatkan peningkatan keceptan reaksi kimia , meningkatan konsumsi nutien , mengkatkan produksi panas, perubahan keseimbangan cairan elektrolit dan status katabolic Dengan lipolisis yang berlebihan koma peningkatan jumlah asaam lemak mengoksidasi dan menghasilkan energy panas yang berlimpah yang sulit untuk dihilangkan melalui jalan vsodilatasi.Energi pnas ini tidak berbentuk adenosine trifosfat pada tingkat molekuler , dan juga tidak dapat dignakan oleh sel. Faktor pencetus : a. Penyakit Grave b. Toxic multinodular c. Solitary toxic adenoma d. Tiroiditis e. Penyakit troboblastis f. Pelepasan hormon tiroid secara berlebihan g. Pemakaian yodium yang berlebihan h. Kanker pituitari i. Obat-obatan seperti Amiodarone

3. Manifestasi klinis
a. System kardiovaskuler Dipicu oleh peningkatan afinitas reseptor adrenergic di jantung. Takikardi Murmur sistolik Peningkatan volume pompa jantung Peningkatan kardiak output Peningkatan tekanan darah sistolik Ektrasistole Takikardi atrium paroksimal Tidak cukupnya kontraksi ventrikuler Papitasi Nyeri dada Peningkatan kontraktilitas gagal jantung kongestif Edema pulmonal Syok kardiogenik

b. System saraf pusat Dihasilkan dari peningkatan respon katekolamin Hiperkinesis Gugup Kelemahan otot

Bingung Konflusi Intolerasi panas Tremor Emosi labil (agitasi hingga delirium) Psikosis Apatis Stupor Diaphoresis

c. System gastrointestinal Mual Muntah Diare Pembesaran hati Nyeri abdomen Kehilangan berat badan Peningkatan selera makan

d. System integument Pruritus Hiperpigmentasi kulit Straight hair Alopesia

e. System termoregulasi Hypertemi Kehilangan panas Diaphoresis

f. Serum atau urin

Hyperkalsemi Hyperglikemi Hypoalbuminemia Hypoprotrombin Hypokolesterolemia Kreatinuria

4. Penatalaksanaan kriris tiroid


Penatalaksanaan krisis tiroid perlu proses dalam beberapa langkah. Idealnya, terapi yang diberikan harus mengatasi faktor pencetus, menghambat sintesis, sekresi, dan aksi perifer hormon tiroid. Penanganan suportif yang agresif dilakukan kemudian untuk menstabilkan homeostasis dan membalikkan dekompensasi multi organ. Pemeriksaan tambahan perlu dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengatasi faktor pencetusnya yang kemudian diikuti oleh pengobatan definitif untuk mencegah kekambuhan. Krisis tiroid merupakan krisis fulminan yang memerlukan perawatan intensif dan pengawasan terus-menerus. 1.Mencari dan mengatasi faktor pencetus 2.Penatalaksanaan: menghambat sintesis hormon tiroid Senyawa anti-tiroid seperti propylthiouracil, (PTU), methimazole (MMI)digunakan untuk menghambat sintesis hormon tiroid. PTU juga menghambat konversiT4 menjadi T3 di sirkulasi perifer dan lebih disukai daripada MMI pada kasus-kasuskrisis tiroid. Sedangkan MMI merupakan agen farmakoogik yang umum digunakanpada keadaan hipertiroidisme.

Keduanya menghambat inkorporasi iodium ke TBGdalam waktu satu jam setelah diminum. Riwayat hepatotoksisitas atau agranulositosisdari terapi tioamida sebelumnya merupakan kontraindikasi kedua obat tersebut. PTU diindikasikan untun hipertiroidisme yang disebabkab oleh penyakit Graves. Laporanpenelitian yang mendukungnya menunjukkan adanya peningkatan risiko terjadinyatoksisitas hati atas penggunaan PTU dibandingkan dengan metimazol. Kerusakan hatiserius telah ditemukan pada penggunaan metimazol pada lima kasus (tiga diantaranyameninggal). PTU sekarang dipertimbangkan sebagai terapi obat lini kedua kecualipada pasien yang alergi atau intoleran terhadap metimazol atau untuk wanita dengankehamilan trimester pertama. Penggunaan metimazol selama kehamilan dilaporkanmenyebabkan embriopati, termasuk aplasia kutis, meskipun merupakan kasus yangjarang ditemui. Awasi secara ketat terapi PTU atas kemungkinan timbulnya gejala dan tandakerusakan hati, terutama selama 6 bulan pertama setelah terapi dimulai. Untuk suspek kerusakan hati, hentikan bertahap terapi PTU dan uji kembali hasil pemeriksaankerusakan hati dan berikan perawatan suportif. PTU tidak boleh digunakan padapasien anak kecuali pasien alergi atau intoleran terhadap metimazol dan tidak ada lagipilihan obat lain yang tersedia. Berikan edukasi pada pasien agar menghubungi dokter jika terjadi gejala-gejala berikut: kelelahan, kelemahan, nyeri perut, hilang nafsumakan, gatal, atau menguningnya mata maupun kulit pasien. 3.Penatalaksanaan: menghambat sekresi hormon tiroid Setelah terapi anti-tiroid dimulai, hormon yang telah dilepaskan dapat dihambatdengan sejumlah besar dosis iodium yang menurunkan uptake iodium di kelenjar tiroid. Cairan lugol atau cairan jenuh kalium iodida dapat digunakan untuk tujuan ini.Terapi iodium harus diberikan setelah sekitar satu jam setelah pemberian PTU atauMMI. Perlu diketahui bahwa iodium yang digunakan secara tunggal akan membantumeningkatkan cadangan hormon tiroid dan dapat semakin meningkatkan statustirotoksik. Bahan kontras yang teiodinasi untuk keperluan radiografi, yaitu natriumipodat, dapat diberikan untuk keperluan iodium dan untuk menghambat konversi T4menjadi T3 di sirkulasi perifer. Kalium iodida dapat menurunkan aliran darah kekelenjar tiroid dan hanya digunakan sebelum operasi pada tirotoksikosis. Pasien yangintoleran terhadap iodium dapat diobati dengan litium yang juga mengganggupelepasan hormon tiroid. Pasien yang tidak dapat menggunakan PTU atau MMI

jugadapat

diobati

dengan

litium

karena

penggunaan

iodium

tunggal

dapat

diperdebatkan.Litium menghambat pelepasan hormon tiroid melalui pemberiannya. Plasmaferesis,pertukaran plasma, transfusi tukar dengan dialisis peritoneal, dan perfusiplasma charcoal adalah teknik lain yang digunakan untuk menghilangkan hormonyang berlebih di sirkulasi darah. Namun, sekarang teknik-teknik ini hanya digunakanpada pasien yang tidak merespon terhadap penanganan lini awal. Preparat intravenanatrium iodida (diberikan 1 g dengan infus pelan per 8-12 jam) telah ditarik daripasaran. 4.Penatalaksanaan: menghambat aksi perifer hormon tiroid Propranolol adalah obat pilihan untuk melawan aksi perifer hormon tiroid.Propranolol menghambat reseptor beta-adrenergik dan mencegah konversi T4 menjadiT3. Obat ini menimbulkan perubahan dramatis pada manifestasi klinis dan efektif dalam mengurangi gejala. Namun, propranolol menghasilkan respon klinis yangdiinginkan pada krisis tiroid hanya pada dosis yang besar. Pemberian secara intravenamemerlukan pengawasan berkesinambungan terhadap irama jantung pasien. Sekarang, esmolol merupakan agen beta-blocker aksi ultra-cepat yang berhasildigunakan pada krisis tiroid. Agen-agen beta-blocker non-selektif, seperti propranololmaupun esmolol, tidak dapat digunakan pada pasien dengan gagal jantung kongestif,bronkospasme, atau riwayat asma. Untuk kasus-kasus ini, dapat digunakan obat-obatseperti guanetidin atau reserpin. Pengobatan dengan reserpin berhasil pada kasus-kasus krisis tiroid yang resisten terhadap dosis besar propranolol. Namun, guanetidindan reserpin tidak dapat digunakan pada dalam keadaan kolaps kardiovaskular atausyok. 5.Penatalaksanaan: penanganan suportif Terapi cairan dan elektrolit yang agresif diperlukan untuk mengatasi dehidrasi danhipotensi. Keadaan hipermetabolik yang berlebihan dengan peningkatan transit ususdan takipnu akan membawa pada kehilangan cairan yang cukup bermakna. Kebutuhancairan dapat meningkat menjadi 3-5 L per hari. Dengan demikian, pengawasan invasif disarankan pada pasien-pasien lanjut usia dan dengan gagal jantung kongestif. Agenyang meningkatkan tekanan darah dapat digunakan saat hipotensi menetap setelahpenggantian cairan yang adekuat. Berikan pulan cairan intravena yang mengandungglukosa untuk mendukung kebutuhan gizi. Multivitamin, terutama vitamin B 1, dapat ditambahkan untuk mencegah ensefalopati Wernicke. Hipertermia diatasi melalui aksisentral dan perifer. Asetaminofen merupakan obat pilihan untuk hal tersebut karenaaspirin dapat menggantikan hormon tiroid untuk terikat pada reseptornya dan

malahmeningkatkan beratnya krisis tiroid. Spons yang dingin, es, dan alkohol dapatdigunakan untuk menyerap panas secara perifer. Oksigen yang dihumidifikasi dingindisarankan untuk pasien ini. Penggunaan glukokortikoid pada krisis tiroid dikaitkan dengan peningkatan angkaharapan hidup. Awalnya, glukokortikoid digunakan untuk mengobati kemungkinaninsufisiensi relatif akibat percepatan produksi dan degradasi pada saat statushipermetabolik berlangsung. Namun, pasien mungkin mengalami defisiensi autoimuntipe 2 dimana penyakit Graves disertai oleh insufisiensi adrenal absolut.Glukokortikoid dapat menurunkan uptake iodium dan titer antibodi yang terstimulasioleh hormon tiroid disertai stabilisasi anyaman vaskuler. Sebagai tambahan, deksametason dan hidrokortison dapat memiliki efek menghambat konversi T4menjadi T3. Dengan demikian, dosis glukokortikoid, seperti deksametason danhidrokortison, sekarang rutin diberikan. Meskipun seringkali muncul pada pasien lanjut usia, dekompensasi jantung juga dapatmuncul pada pasien yang muda dan bahkan pada pasien tanpa penyakit jantungsebelumnya. Pemberian digitalis diperlukan untuk mengendalikan laju ventrikel padapasien dengan fibrilasi atrium. Obat-obat anti-koagulasi mungkin diperlukan untuk fibrilasi atrium dan dapat diberikan jika tidak ada kontraindikasi. Digoksin dapatdigunakan pada dosis yang lebih besar daripada dosis yang digunakan pada kondisilain. Awasi secara ketat kadar digoksin untuk mencegah keracunan. Seiringmembaiknya keadaan pasien, dosis digoksin dapat mulai diturunkan. Gagal jantungkongestif muncul sebagai akibat gangguan kontraktilitas miokardium dan mungkinmemerlukan pengawasan dengan kateter Swan-Ganz. Keadaan hiperadrenergik telah dilaporkan pada pasien hipertiroid. Hilangnya tonusvagal selama tirotoksikosis dapat memicu iskemia miokardial transien danpengawasan jangka panjang elektrokardiogram (EKG) dapat meningkatkan deteksitakiaritmia dan iskemia miokardial tersebut. Blokade saluran kalsium mungkinmerupakan terapi yang lebih cocok dengan melawan efek agonis kalsium yang terkaithormon tiroid pada miokardium dan memperbaiki ketidakseimbangan simpatovagal. 6.Penatalaksanaan: efek samping Efek samping PTU yang pernah dilaporkan adalah perdarahan atau gusi mudahberdarah, kerusakan hati (anoreksia, pruritus, nyeri perut kanan atas, peningkatankadar transaminase hingga tiga kali nilai normal), infeksi (terjadi akibatagranulositosis), pruritus hingga dermatitis eksfoliatif, vaskulitis maupun ulkus oralvaskulitik, dan pioderma gangrenosum. Meskipun

termasuk rekomendasi D, beberapapendapat ahli masih merekomendasikan bahwa obat ini harus tetap dipertimbangkansebagai lini pertama terapi penyakit Graves selama kehamilan. Risiko kerusakan hatiserius, seperti gagal hati dan kematian, telah dilaporkan pada dewasa dan anak,terutama selama enam bulan pertama terapi. Agranulositosis adalah efek samping yang jarang terjadi pada penggunaan obat anti-tiroid dan merupakan etiologi atas infeksi yang didapat dari komunitas danmengancam jiwa pasien yang menggunakan obat-obat ini. Manifestasi klinis yangsering muncul adalah demam (92%) dan sakit tenggorokan (85%). Diagnosis klinisawal biasanya adalah faringitis akut (46%), tonsilitis akut (38%), pneumonia (15%)dan infeksi saluran kencing (8%). Kultur darah positif untuk Pseudomonasaeruginosa, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Capnocytophaga species. Kematian disebabkan oleh infeksi yang tidak terkendali, krisis tiroid dan gagal organ yang multipel. Basil Gram negatif, seperti Klebsiella pneumonia dan P. aeruginosa, merupakan patogen yang paling sering ditemui pada isolat klinis. Antibiotik spektrumluas dengan aktifitas anti-pseudomonas harus diberikan pada pasien denganagranulositosis yang disebabkan oleh obat anti-tiroid yang menampilkan manifestasiklinis infeksi yang berat. Penatalaksanaan keperawatan Intervensi keperawatan berfokus pada hipermetabolisme, yang dapat menyebabkan dekompensasi system organ, keseimbangan cairan dan elektrolit, dan memburuknya system neurologist. Dalam tindakan ini termasuk penurunan stimulasi eksternal yang tidak perlu, penurunan konsumsi oksigen secara keseluruhan dengan mengatur tingkat aktivitas klien. Setelah peroide krisis, intervensi diarahkan pada penyuluhan pasien dan pencegahan memburuknya penyakit.

5. Diagnosa keperawatan 1. ANALISA DATA


NO 1 ANALISA DATA DO :

DIAGNOSA KEPERAWATAN Hipetermia

Suhu tubuh tinggi yang gawat 380C - 400 C Diaporesis Panas Kulit memerah Takikardi 130 200 x/menit

DS : 2 DO : DS : 3 DO :

Takipnea Tidak tahan terhadap panas Kulit teraba hangat Dehidrasi Keringat banyak Biasanya klien mengatakan badannya terasa panas Biasanya klien mengatakan kulitnya memerah dan dia tidak tahan panas Defisit volume cairan Hipetermia Takipnea Diaporesis Muntah Diare Penurunan berat badan dengan tiba-tiba Klien mengatakan badannya letih Klien mengatakan BABnya encer Klien mengatakan muntah Klien mengatakan badannya terasa panas Klien mengatakan sering haus Penurunan curah jantung Takikardia Palpitasi : terasa jantung cepat Peningkatan kontraksi kardiak Penurunan tekanan diastole darah Peningkatan tekanan sistolik darah Nyeri dada Kulit berkeringat Murmur

DS :

Nausea Muntah Klien mengatakan dadanya terasa sakit Klien mengatakan jantungnya berdebardebar

2. NANDA, NIC dan NOC


NO 1

NANDA
Hipertermia

NOC
a. Termoregulasi Kriteria hasil : Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan Suhu tubuh dalam batas normal Keletihan tidak tampak Perubahan warna kulit tidak muncul Berkeringat saat panas Menggigil saat dingin Denyut nadi dalam rentang yang diharapkan Pernafasan dalam rentang yang diharapkan Status hidrasi adekuat Melaporkan kenyamanan termal

NIC
a. Pengawasan kulit Aktifitas : Observasi warna, kehangatan, pembengkakan, denyut nadi, teksture, edema, dan ulserasi pada ekstremitas. Inspeksi kulit dan membran mukosa dari adanya kemerahan, panas yang luar biasa, atau drainase. Pantau area kulit yang kemerahan dan rusak. Pantau kulit dari adanya infeksi, khususnya di daerah yang edema. Pantau kulit dan membran mukosa dari adanya perubahan warna dan memar. Pantau kulit dari adanya kelembapan dan kekeringan yang berlebihan. Pantau warna kulit. Pantau suhu kulit. Catat perubahan pada kulit dan membran mukosa. Berikan tindakan untuk mencegah akibat lanjut yang lebih buruk, jika dibutuhkan.

b. Regulasi suhu Aktivitas : Monitor temperatur tiap 2 hari Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi

Defisit volume cairan

a. Status nutrisi : asupan makanan dan cairan Kriteria hasil : Asupan makanan oral Asupan pemberian makanan melalui selang Asupan cairan oral Asupan cairan TPN (total parenteral nutrition) intake b. Keseimbangan cairan Kriteria hasil : Tekanan darah dalam batas normal Tekanan arteri dalam batas normal Keseimbangan masukan dan haluaran 24 jam Bunyi nafas tambahan tidak ada Berat badan stabil Mata tidak cekung Haus yang abnormal tidak ada Hidrasi kulit Membran mukosa lembab Elektrolit serum dalam batas normal Hematokrit dalam batas normal c. Hidrasi Kriteria hasil : Dehidrasi kulit Membran mukus yang basah

Monitor warna kulit dan temperatur Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipotermia dan hipertermia Pantau asupan nutrisi dan cairan yang adekuat a. Terapi intravena Aktifitas : Verifikasi pesanan terapi IV Instruksikan pada pasien tentang prosedur Pertahankan teknik steril Kenali apakah pasien alergi pada pengobatan, iodin, atau tape Kenali apakah pasien punya masalah penggumpalan darah atau sedang menjalani pengobatan yang bisa mempengaruhi pembekuan darah Anjurkan pasien untuk tenang selama penusukan vena Berikan dukungan emosional Pilih vena yang tepat untuk penusukan vena Awali pemasangan IV pada lengan yang berlawanan untuk pasien dengan arteriovenous fistula atau shunt Pilih tipe jarum yang tepat, tergantung pada tujuan dan lamanya pemakaian Pilih jarum ukuran 18-gauge, bila mungkin, untuk pengisian darah pada orang dewasa Pasang tourniquet 3-4 di atas tempat penusukan jarum Instruksikan pada pasien untuk menjaga ekstremitas lebih rendah dari jantung Lakukan pijatan pada lengan tangan pasien mulai dari proksimal ke distal Lakukan pengetukan setelah pemasangan tourniquet Bersihkan area dengan cara yang tepat, sesuai protokol Berikan 1% lidocaine pada area insersi

Kehausan abnormal tidak ditemukan Bunyi nafas tambahan tidak ditemukan Nafas pendek tidak ditemukan Mata cekung tidak ditemukan Kemampuan berkeringat Demam tidak ditemukan Tekanan darah dalam batas normal Hematokrit dalam batas normal

Suntikkan jarum sesuai instruksi/petunjuk pabrik Pastikan apakah tempatnya telah tepat dengan memperhatikan adanya darah pada ujung selang tempat penyuntikan Buka tourniquet sesegera mungkin Pastikan jarum pada tempatnya Hubungkan jarum dengan selang IV Pasang balutan tipis antara sisi insersi IV Beri nama pada sisi balutan Berikan papan lengan, untuk mencegah terjadinya compromise circulation Pertahankan tindakan kewaspadaan universal b. Manajemen cairan Aktifitas : Pertahankan catatan intake dan output yang akurat Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan Monitor vital sign Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian Kolaborasikan pemberian cairan IV Monitor status nutrisi Berikan cairan IV pada suhu ruangan Dorong masukan oral Berikan penggantian nesogatrik sesuai output Dorong keluarga untuk membantu pasien makan Tawarkan snack ( jus buah, buah segar ) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk a. Perawatan jantung

Penurunan

a. Perfusi jaringan :

curah jantung

jantung Kriteria hasil : Tekanan dalam paru dalam rentang yang diharapkan Indeks jantung dalam rentang yang diharapkan Angina tidak ada Diaporesis besar tidak ada Nausea tidak ada Muntah tidak ada Tanda vital dalam batas normal b. Status sirkulasi Kriteria hasil : Tekanan darah sistolik, diastolik, dan rerata rentang tekanan darah dalam batas normal Denyut jantung dalam batas normal Edema perifer tidak ada Status kognitif dalam batas normal

Aktifitas : Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi) Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput Monitor status kardiovaskuler Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi Monitor balance cairan Monitor adanya perubahan tekanan darah Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan Monitor toleransi aktivitas pasien Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu Anjurkan untuk menurunkan stress b. Monitor pernafasan Aktifitas : Monitor frekuensi, rata-rata, irama, kedalaman dan usaha bernafas Monitor pola nafas seperti bradipnu, takipnu, hiperventilasi, pernafasan kussmaul, Ceyne stokes, apnu, biot dan pola ataksi Auskultasi bunyi nafas, catat ventilasi yang turun atau hilang Monitor hasil dari ventilator, catat peningkatan dalam pernapasan dan penurunan volume tidal jika dibutuhkan Monitor peningkatan keletihan, kecemasan dan kebutuhan akan oksigen Auskultasi lagi paru setelah dilakukan treatmen c. Manajemen syok

Aktifitas : Pantau tekanan darah dan parameter hemodinamik, apabila tersedia (monitor tekanan vena sentral dan kapiler paru-paru atau tekanan nadi arteri) Lakukan bed rest dan kurangi aktivitas. Catat kejadian terjadinya takikardi, penurunan tekanan darah, atau terjadi tekanan arteri yang rendah dibawah normal, kepucatan, penurunan kapiler refill, dan diaphoresis. Pantau bunyi jantung rata-rata untuk bradikardi atau takikardi selama 10 menit, jika diperlukan. Observasi ekstremitas untuk warna, panasnya, bengkaknya, nadi, tekstur, edema, dan ulserasi. Pantau fungsi ginjal ( BUN dan kadar Cr), jika diperlukan. Pantau status cairan, termasuk intake dan output, jika diperlukan. Monitor tanda-tanda vital, termasuk tekanan darah. Pertahankan kepatenan jalan masuk IV Evaluasi efek dari terapi cairan. Atur pemberian cairan untuk menjaga tekanan darah dan cardiac output, jika diperlukan. Pantau tingkat stres pasien

Daftar Pustaka
addy1571.files.wordpress.com/2009/01/bab-i.doc ( diakses tanggal 4 april 2011 ) Hall, George & Jennifer Hunter. 2010. Core Topics in Endocrinology in Anaesthesia and Critical Care. USA. Cambridge University Press http://www.scribd.com/doc/50695144/KRISIS-TIROID ( diakses tanggal 4 april 2011 ) Hudak & Gallo .1996.Keperawatan kritis pendekatan holistic edisi 4 volume 2.EGC.Jakarta. Iowa Interventions Project. (1996). Nursing Interventions Classification (NIC). 2nd ed. Mosby. Inc Iowa Outcomes Project. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC). 2 nd ed. Mosby. Inc Nanda. (2009) . Nursing Diagnoses: Defenitions and Classification (NANDA) 2009-2011. WilleyBlackwell. Nowak,Thomas J and handford,A.Gordon.2004.Pathophysiologiy:Conceps and applications for profesionals.THIRD EDITIONS.The Mc.Graw-Hill Companies:North America. Urden, Linda D., Stacy, K. M. & Lough, M. E. 2006. Critical care nursing : Diagnosis and management ( 5 ed. ). Missouri : Mosby www.scribe.com/doc/30959900/Refrat -tiroitis-tiroid ( diakses tanggal 4 April 2011 )

You might also like