You are on page 1of 28

TUGAS STASE ILMU KESEHATAN JIWA

REFRAT PSIKOFARMAKA Dokter Pembimbing : dr. RH Budi Yulianto, Sp KJ

Disusun Oleh : Radita Wijaya Sakti, S Ked J 500 050 027

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2011

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Skizofrenia dapat merupakan penyakit yang ditentukan secara genetik, tetapi juga terdapat bukti yang menunjukkan kejadian intra uteri dan komplikasi obstetrik. Obat neuroleptik banyak mengedalikan banyak gejala skizofrenia. Obat tersebut mempunyai sebagian besar efek pada gejala positif seperti halusinasi dan waham. Gejala negati f seperti menarik diri dari lingkungan sosial dan apatis emosional kurang dipengaruhi oleh obat neuroleptik. (Profitasari, 2010) Obat neuroleptik membtuhkan waktu beberapa minggu untuk mengendalikan gejala skizofren dan sebagian pasien akan membutuhkan pengobatan rumatan selama bertahun-tahun. Relaps sering terjadi bahkan pada pasien yang dipertahankan dengan obat dan lebih dari dua pertiganya mengalami relaps dalam satu tahun bila menghentikan terapi. Sayangnya, neuroleptik juga memblok reseptor dopamin pada gnaglia basalis dan sering juga menyebabkan gangguan pergerakan (efek ekstra piramidal) yang menyebabkan stres dan kecacatan. (Mansjoer, 2000) Berbagai agen farmakologis yang digunakan untuk menerapi berbagai gangguan psikiatrik disebut dengan tiga istilah umumyang dapat saling menggantikan: obat psikotropik, obat psikoaktif, dan obat psikoterapuetik. Dahulu agen tersebut dibagi dalam empat kategori : 1. Obat antipsikotik atau neuroleptik, digunakan untuk menerapi psikosis. 2. Obat anti depresan, digunakan untuk menerapi depresi. 3. Obat anti manik dan penstabil mood, digunakan untuk menerapi gangguan bipolar. 4. Obat anti ansietas dan anti ansiolitik, digunakan untuk menerapi keadaan ansietas. Meskipun demikian, sekarang ini pembagian tersebut kurang sah disebabkan berbagai alasan yang mendasari. Sedangkan pendapat lain mengemukakan klasifikasi obat psikotropika yang baru. Berikut tabel yang menunjukkan klasifikasi obat psikofarmaka dengan istilah dan obat acuan yang dipakai :

Golongan Antipsikosis

Sinonim Neuroleptika, Major Tranquillizer, Ataractics

Obat acuan Chlorpromazine

Antidepresan Thymoleptics, Psychic energizers Anti manik Mood modulator, mood stabilizer, Antimanics Anti ansietas Psycholeptics, Minor Tranquillizer, Anxyolitic Anti insomnia Anti obsesif konvulsif Hypnotics, Somnifacient, Hipnotika Drugs used in Obsesivecompulsive Disorder Anti panik Drugs used in Panic disorder (Andri, 2009)

Amitriptyline

Lithium Carbonate

Diazepam/ Chlordiazepoxide Phenobarbital

Chlomipramin

Imipramine

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup pasien. (Andri, 2009)

B. Klasifikasi Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis, antidepresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif,. Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain: transquilizer, neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika. (Andri, 2009) Dari masing-masing golongan mempunyai derivat beserta sediaannya masing-masing, antaralain sebagai berikut: I. Obat Antipsikosis

A. Derivat Fenotiazin 1. Senyawa dimetilaminopropil Klorpromazin Promazin Trilupromazin

2. Senyawa piperidil Mepazin Tioredazin

3. Senyawa piperazin Arsetofenazin Karfenazin Plufenazin Perfenazin Proklorperazin Trifluoperazin tiopropazat

B. Non Fenotiazin II. Klorprotiksen

C. Butirofenon Haloperidol Antiansietas A. Benzodiazepin Diazepam, klordiazepoksid, klorazepat B. Golongan lain III. IV. Obat Antidepresi A. Penghambat MAO Isokarboksazid, nialamid, fenelzin B. Senyawa Dibenzazepin Imipramin, desmetilimipramin, amitriptilin, desmetilamitriptilin.

D. Senyawa lain Maoksapin maprotilin, trazadon, fluoksetin, bupropion, nomifensin, mianserin. Obat Antipsikogenik Meskalin, dietilamid asam lisrgat, dan marihuana (ganja). (Metta, 2005)

A.

Anti Psikosis

Obat anti psikosis mempunyai beberapa sinonim antara lain; neuroleptik dan tranquilizer mayor. Salah satunya adalah chlorpromazine (CPZ), yang diperkenalkan pertama kali tahun 1951 sebagai premedikasi dalam anastesi akibat efeknya yang membuat relaksasi tingkat kewaspadaan seseorang. CPZ segera dicobakan pada penderita skizofrenia dan ternyata berefek mengurangi delusi dan halusinasi tanpa efek sedatif yang berlebihan. (Metta, 2005)

No Golongan 1 Fenotiazin

Obat Chlorpromazin

Sediaan Tablet 25 dan 100 mg, Injeksi 25 mg/ml Tablet 50 dan 100 mg Tablet 1 mg dan 5 mg Tablet 2, 4, 8 mg Tablet 2,5 mg, 5 mg Tablet 0,5 mg, 1,5 mg 5 mg Injeksi 5 mg/ml Amp 2.5 mg/ ml Pimozide Tablet 1 dan 4 mg Tablet 1, 2, 3 mg

Dosis Anjuran 150-600 mg/hari 150-600 mg/hari 10-15 mg/hari 12-24 mg/hari 10-15 mg/hari 5-15 mg/hari

Thioridazin Trifluoperazin Perfenazin Flufenazin Halloperidol

Butifenon

Droperidol 3 Difenilbutil Piperidin Risperidon

7,5 -15 mg/hari 1-4 mg/hari 2-6 mg/hari

4 Atypical (Andri, 2009)

I.

Golongan Fenotiazin

1. Farmakodinamik CPZ mempunyai farmako dinamik yang luas. Beberapa diantanya ada pada organ-ogan antaralain : Susunan saraf pusat: Menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh-tak acuh terhadap rangsang dari lingkungan. Pada pemakaian lama dapat timbul toleransi terhadap efek sedasi. Berbeda dengan barbiturat, CPZ tidak dapat timbulnya kejang. Otot rangka : CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot skelet yang berada dalam keadaan spastik. Cara kerja relaksasi diduga bersifat sentral. Efek endokrin : CPZ dapat menghambat ovulasi dan menstruasi. Semua fenotiazin kecuali klozapin dapat menimbulkan hiperprolaktinemia lewat efek sentral penghambatan dopamin. Kardiovaskuler : dapat menimbulkan hipotensi berdasarkan beberapa mekanisme diantaranya timbulnya efek inotropik pada jantung.(Metta, 2005) mencegah

2. Farmakokinetik Pada umumnya semua fenotiazin diabsorbsi dengan baik bila diberikan peroral maupun parenteral. Penyebaran luas ke semua jaringan dengan kdar tertinggi di paru-

paru, hati dan limfa. Sebagian fenotiazin mengalami hidroksilasi dan konjugasi sebagian lain diubah menjadi sulfoksid yang kemudian diekskresi dalam feses maupun urin. Setelah pemberian CPZ dosis besar, maka masih ditemikan ekskresi CPZ atau metabolitnya selama 6-12 bulan (Metta, 2005) & (Profitasari, 2010)

3. Efek Samping

Beberapa efek samping obat yang dapat ditimbulkan obat anti psikosi antara lain : Sedasi dan inhibisi psikomotor Ganggua otonom( hipotensi, antikolinergik berupa mulut kering, kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur dan tekanan intra okular meninggi serta gangguan irama jantung) Efeksamping lain adalah perluasan dari farmakodinamiknya. Gejala idiosinkrasi mungkin timbul seperti, ikterus, dermatitis dan leukopenia. Reaksi ini disertai eosinofilia dalam darah perifer.

Gangguan ekstrapiramidal (diskodia akut, akatisia dan sindrome parkinson) Ganggua endokrin (amenore dan ginekomastia), biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Dan efek samping yang ireversibel; tardive dyskinesia (gerakan involunter berulang pada lidah, wajah, mulut / rahang dan anggota gerak dimana waktu tidur keluhan tersebut menghilang) (Mansjoer, 2000) & (Metta, 2005)

4. Indikasi Indikasi utama fenotiazin adalah skizofrenia gangguan psikosis yang sering ditemukan. Gangguan yang sering diatasi oleh fenotiazin dan golongan antipsikosis lain dalah : ketegangan, hiperaktivitas, combativennes, hostality, halusinasi, delusi akut, anoreksia, negativisme dan menarik diri. Pengaruhnya terhadap insight, judgement, daya ingat dan orientasi kurang. Pemberian antipsikotik sangat memudahkan perawatan pasien. Domperidon secara invitro merupakan antagonis dopamin, seperti CPZ. Obat ini diindikasikan pada pasien mual dan muntah. Jadi efek obat ini mirip metoclopramid.

Walaupun antipsikosis sangat bermanfaat untuk mengatasi gejala psikosis akut, namun penggunaan antipsikosi saja tidak mencukupi untuk merawat pasien psikotik. (Mansjoer, 2000)

5. Kontra Indikasi Kontra indikasi untuk obat ini adalah penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris yang tinggi, ketergantungan alkohol, penyakit susunan saraf pusat dan gangguan kesadaran. (Mansjoer, 2000)

II.

Golongan Butirofenon

Haloperidol mampu menenangkan keadaan mania penderita psikosis yang karena hal tertentu tidak dapat diberi fenotiazin. Reaksi ekstrapiramidal timbul pada 80% penderita yang diobati haloperidol.

1. Farmakodinamik Struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazin pada orang normal efek haloperidol mirip fenotiazin piperazin. Haloperidol memperlihatkan antipsikotik yang kuat dan efektif untuk fase mania penyakit manik depresif dan skizofrenia. Efek fenotiazi piperazin dan butirofenon berbeda secara kuantitatif karena butirrofenon selain menghambat efek dopamin juga meningkatkan turnover rate nya. Pada beberapa organ golongan ini mempunyai efek diantaranya : Susunan saraf pusat : haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang eksitasi. Efek sedatif haloperidol kurang kuat dibanding CPZ namun keduanya sama-sama memperlambat gelombang teta jika dilihat dengan EEG. Keduanya juga sama-sama kuat dalam menurunkan ambang konvulsi. Haloperidol menghambat dopamin dan juga hipotalamus, juga menghambat muntah yang ditimbulkan apomorfin. (Metta, 2005) Sistem kardiovaskular dan respirasi : haloperidol menyebabkan hipotensi, tapi tidak sesering dan sehebat yang diakibatkan CPZ. Halopaeridol menyebabkan takikardi. Haloperidol dan CPZ dapat menimbulkan potensiasi dengan obat penghambat respirasi. Endokrin : seperti CPZ, haloperidol menyebabkan galaktore dan respon endokrin lain.

2. Farmakokinetik Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam plasma tercapai dalam 2-6 jam sejak menelan obat, menetap sampai 27 jam dan masih ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu. Obat ini ditimbun dalam hati dan 1% obat diekskresikan lewat empedu. Ekskresinya lambat melalui ginjal. Kirakira 40% diekskresi dalam 5 hari setelah pemberian dosis tunggal. (Metta, 2005)

3. Indikasi Indikasi utama adalah untuk psikosis. Butirofenon merupakan obat pilihan untuk mengobati sindrome Gilles dela tourette, suatu kelainan aneh yang ditandai dengan kejang otot hebat grimace dan mengeluarkan kata-kata jorok. (Profitasari, 2010)

4. Efek samping Menimbulkan rekasi ekstrapiramidal dengan insidensi yang tinggi terutama pada penderita usia muda. Pengobatan dengan haloperidol harus dimulai dengan hatihati. Dapat terjadi depresi akaibat reversi keadaan mania atau sebagai efek samping yang sebenarnya. Perubahan hematologik sering dilaporkan yaitu leukopenia dan agranulositosis. Ikterus juga merupakan efek samping namun angka kejadiannya rendah. Sebaiknya obat ini tidak diberikan pada wanita hamil karena sifatnya yang teratogenik.

III.

Golongan Atypical

Risperidone

dibandingkan dengan semua jenis

antipsikotik atipikal,

risperidone merupakan yang paling banyak diteliti. Hal tersebut disebabkan efektifitas risperidone, dapat ditoleransi pada dosis rendah (1,5-6mg/hari) dan memberikan perbaikan yang nyata pada pasien skizofrenia usia lanjut. Rainer et al meneliti penggunaan Risperidone dalam rentang dosis fleksibel 0,5-2mg/hari untuk mengatasi agresi, agitasi dan gangguan psikotik pada 34 pasien demensia rawat inap dengan rata-rata usia 76 tahun. Hasilnya terjadi perbaikan gejala yang dinilai dari Clinical Global Impression (CGI) pada 82% responden penelitian. Frekuensi dan keparahan halusinasi, waham, agresi dan iritabilitas juga menurun, yang dilihat dari rating Neuropsychiatric

Inventory (NPI). Penggunaan risperidone pada kelompok tersebut juga tidak membuat perubahan pada fungsi kognitif pasien yang dilihat melalui skor Mini-Mental State Examination (MMSE), Age Concentration Test [AKT] dan Brief Syndrome Test [SKT]. Risperidone juga secara umum dapat ditoleransi dan tidak menimbulkan efek samping ekstra piramidial yang bermakna. Penelitian yang melibatkan lebih banyak pasien dan tempat dilakukan oleh Arriola et al pada 263 pasien dengan rata-rata usia 75,5 tahun. Dosis risperidone yang digunakan pada penelitian (rata-rata(SD)) adalah 1,4 (0,7) mg/day pada 1 bulan dan 1,5 (0,8) mg/hari pada 3 bulan. Perbaikan gejala diukur menggunakan Neuropsychiatric Inventory (NPI) dan skala Clinical Global Impression of Severity (CGI-S). Hasilnya terdapat penurunan skor NPI dan CGI-S yang secara statistik bermakna. Perbaikan gejala terutama pada gejala agitasi/ agresif dan ganguan tidur. Penelitian tersebut juga mencatat adanya perbaikan dari gejala ekstrapiramidal. Penelitian lain melibatkan pengumpulan data dari tiga penelitian acak dengan menggunakan plasebo (randomized, placebo-controlled trials) untuk melihat efikasi dan keamanan risperidone dalam mengobati agitasi, afresi dan gejala psikosis pada pasien demensia usia lanjut pada panti werdha. Dosis rata-rata yang digunakan adalah 1mg/hari. Ditemukan adanya perbaikan skor CGI, Cohen-Mansfield agitation inventory (CMAI) dan behavioral pathology in Alzheimers disease (BEHAVE-AD) pada semua responden penelitian yang menggunakan risperidone dibandingkan plasebo. Penelitian tersebut seperti penelitian yang lain yang menggunakan risperidone juga tidak menemukan adanya efek samping ortostatik, antikolinergik, jatuh dan penurunan kognitif pada penggunaan sesuai rentang dosis pada penelitian. Selain untuk mengatasi gejala agresivitas, agitasi dan psikotik yang berkaitan dengan demensia, risperidone juga digunakan pada pasien usia lanjut yang menderita skizofrenia. Kepustakaan mencatat risperidone dan olanzapine adalah dua antipsikotik atipikal yang paling sering digunakan pada populasi pasien usia lanjut. Penelitian tersamar berganda dilakukan selama 8 minggu terhadap 175 pasien rawat jalan, pasien rawat inap dan panti werdha yang berusia 60 tahun ke atas menggunakan risperidone (1 mg to 3 mg/hari) atau olanzapine (5 mg to 20 mg/hari). Hasilnya terdapat perbaikan pada nilai skor PANSS pada kedua kelompok. Efek samping ektrapiramidal

terlihat pada 9,2% pasien kelompok risperidone dan 15,9% pasien kelompok olanzapine. Secara umum skor total dari Extrapyramidal Symptom Rating Scale menurun pada kedua kelompok di akhir penelitian. Peningkatan berat badan juga didapatkan di dua kelompok namun lebih jarang terjadi pada pasien yang menggunakan risperidone. (Andri, 2009) B. Anti Ansietas

Obat anti-ansietas mempunyai beberapa sinonim, antara lain psikoleptik, transquilizer minor dan anksioliktik. Dalam membicarakan obat antiansietas yang menjadi obat racun adalah diazepam atau klordiazepoksid. (Mansjoer, 2000) Obat ini pada umumnya memiliki sifat yang sama yaitu sebagai sedatif. Anti ansietas yang utama adalah golongan benzodiazepin. Generik, golongan dan sediaan serta dosis obat anti ansietas dapat dilihat pada tabel berikut : No Generik 1 Diazepam 2 3 Klordiazepoksoid Lorazepam Golongan Benzodiazepin Benzodiazepin Benzodiazepin Sediaan Tab 10 mg Cap 5-10mg Tab0,25-0,5- 1 mg Tab 5 mg Cap 50 mg Tab 10 mg Cap 5-10mg Tab0,25-0,51 mg Dosis 2-3 x 10 mg/hr 2-3 x 5 mg / Hr 3 x 0,25-0,5 mg/hr

4 5 6 7 8

Clobazam Brumazepin Oksazolom Klorazepat Alprazolam

Benzodiazepin Benzodiazepin Benzodiazepin Benzodiazepin Benzodiazepin

2-3 x 5 mg/hr 100-200 mg/hari 2-3 x 10 mg/hr 2-3 x 5 mg / Hr 3 x 0,25-0,5 mg/hr

9 10 11

Prazepam Sulpirid Buspiron (Andri, 2009)

Benzodiazepin Tab 5 mg Non Benzodiazepin Cap 50 mg Non Benzodiazepin Tab 10 mg

2-3 x 5 mg/hr 100-200 mg/hari 15-30 mg/hari

1. Farmakodinamik Cara kerja obat ini adalah potensiasi inhibisi neuron dengan GABA sebagai mediatornya. Efek farmakodinamik derivat benzodiazepin lebih luas daripada efek mepobramat dan barbiturat. Klordiazepoksid tidak hanya bekerja sentral, tetapi juga perifer pada susunan saraf kolinergik, adrenergik dan triptaminergik.

2. Farmakokinetik Setelah pemberian oral, klordiazepoksid mencapai kadar tertinggi dalam 8 jam dan menetap tinggi sampai 24 jam. Ekskresi benzodiazepin melalui ginjal secara lambat. Setelah pemberian satu dosis obat masih ditemukan dalam urin setelah beberapa hari.

3. Indikasi Derivat benzodiazepin digunakan untuk meimbulkan sedasi, menghilangkan rasa cemas dan keadaan psikosomatik yang ada hubungannya dengan rasa cemas. Selain sebagai anti ansietas derivat benzodiazepin juga digunakan sebagai anti konvulsi, pelemas otot, hipnotik dan induksi anestesi general.

4. Kontra Indikasi Derivat benzodiazepin jangan diberikan bersama alkohol, barbiturat atau fenotiazin. Kombinasi ini akan menimbulkan efek depresi yang berlebihan.

5. Cara Pemberian

Klobazam : untuk pasien dewasa dan lanjut usia yang ingin tetap aktif Lorazepam : untuk pasien dengan kelainan fungsi hati dan ginjal. Alprazolam efektif untuk anti ansietas antisipatorik, mula kerja lebih cepat dan mempunyai efek antidepresan. Sulpirid -50 efektif untuk meredakan gejala somatik dari sindrome ansietas dan paling kecil menimbulkan risiko ketergantungan.

6. Efek Samping Efek samping dapat berupa : 1. Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor berkurang, kemampuan kognitif melemah) 2. Relaksasi otot (rasa lemas, cepat lelah dll) 3. Potensi menimbulkan ketergantungan lebih rendah dari narkotika oleh karena at therapeutic dose dose they have low reinforcing propertis 4. Potensi menimbulkan ketergantungan obat dikarenakan obat yang masih dapat dipertahankan setelah dosis terakhir berlangsung sangat singkat. 5. Penghentian obat secara mendadak akan menimbulkan gejala putus obat ( rebound phenomen); pasien menjadi iritable, bingung, gelisah, insomnia, tremor, palpitasi, keringat dingin, konvulsi dan lain-lain. (Mansjoer, 2000)

C. Anti Depresi

Depresi adalah gangguan yang heterogen. Ada beberapa klasifikasi depresi menrut DSM-IIIR yang dikeluarkan oleh beberapa ahli psikiatri di Amerika. Secara sederhana pembagian depresi adalah sebagai berikut : 1. Depresi reaktif skunder Paling umum dijumpai sebagai respon terhadap penyebab nyata, misalkan; penyakit dan kesedihan. Dulu dikenal sebagai depresi eksogen. 2. Depresi endogen Merupakan gangguan biokimia yang ditentukan secara genetik, bermanifestasi sebagai ketidakmampuan untuk mengatasi sters yang biasa. 3. Depresi yang berhubungan dengan gangguan afektif bipolar, yaitu depresi dan mania yang terjadi bergantian.

Obat antidepresan mempunyai bebrap sinonim antaralain, timoleptik atau psychic energizer. Yang akan dibahas dalam pustaka ini adalah obat antidepresi golongsn penghambat MAO dan antidepresi trisiklik. Penggolongan obat, sediaan dan dosis anjuran dapat dilihat pada tabel berikut :

(Andri, 2009) I. Penghambat Mono Amin Oksidase A. Farmakodinamik Penghambat mono amin oksidase digunakan sebagai antidepresi sejak 15 tahun yang lalu. MAO dalam tubuh terdapat pada intraseluler tepatnya di mitokondria. MAO dalam tubuh berfungsi dalam meningkatkan kadar ephrineprin, norephrineprin dan 5HT dalam otak. Sedangkan hubungannya dengan proses psikis belum diketahui.

MAOI bekerja di sistem saraf pusat, sistem saraf simpatik, hati dan saluran gastrointestinal. Pada dosis diatas 60mg/ hari dapat menghambat ambilan kembali atau meningkatkan pelepasan dopamin dan norepinephrin serta serotonin hingga pada tingkat yang lebih sedikit. Efek utama MAOI dalam psikiatri adalah pada SSP. Disamping efeknya pada mood depresi, MAOI dikaitkan dengan gangguan tidur dan arsitektur tidur yang bermakna secara klinis. (Profitasari, 2010)

B. Farmakokinetik Penhelzyn, tranylcyplomin, dan isocarboxazid mudah diabsorbsi di saluran cerna dan mencapai konsentrasi puncak dalam 2 jam. Waktu paruh dalam plasma berkisar antara 2 sampai 3 jam; waktu paruh dalam jaringan lebih lama. Karena obat ini menonaktifan MAO secara reversibel, efek terapuetik dosis tunggal MAOI ireversibel dapat berlangsung selama 2minggu. Golongan penghambat reversibel monoamin (RIMA) meclobemide cepat diabsorbsi dan memiliki waktu paruh selama 0,5-3,5 jam. Ini artinya memiliki efek yang lebih singkat daripada MAOI.

C. Indikasi Indikasi MAOI serupa dengan obat anti depresi trisiklik dan tetrasiklik. MAOI terutama efektif pada gangguan panik dengan agorafobia, stress pasca trauma, gangguan makan, fobia sosial dan gangguan nyeri. Sejumlah penelitian mencatat bahwa obat MAOI banyak digunakan sebagai pilihan untuk terapi depresi dengan gejala hipersomnia, hiperfagia, ansietas dan tidak adanya gejala vegetatif.

D. Kontra Indikasi MAOI harus digunaka sangat hati-hati pada orang dengan penyakit ginjal, kardiovaskular dan hipotiroidisme. Obat ini juga dikontra indikasikan bagi pasien dengan kehamilan walaupun sedikit sekali dilaporkan bahwa obat ini bersifat teratogenik.

E. Efek Samping Efek samping MAOI adalah hipotensi ortostatik, insomnia, berat badan bertambah, edema, dan disfungsi seksual. Efek simpang MAOI yang jarang terjadi antaralain, krisis hipertensi spontan yang dicetuskan oleh bukan tiramin, terjadi pertama setelah pajanan dengan obat. Parestesia, mioklonus, dan nyeri otot kadang-

kadang ditemukan pada orang yang diterapi dengan MAOI. Parestesia disebabkan oleh adanya defisiansi piridoksin yang dicetuskan oleh MAOI yang dapat berespon dengan penambahan piridoksin 50-150 mg per oral per hari. Efek samping RIMA moclobemide yang paling lazim adalah mual, pusing, dan gangguan tidur.

II.

Antidepresan Trisiklik

1. Farmakodinamik Umumnya yang digunakan sekarang adalah dalam golongan trisiklik (misalnya imipramin, amitriptilin, dothiepin dan lofepramin). Golongan obat ini bekerja dengan menghambat ambilan kembali neurotransmiter di otak. Dari beragam jenis anti depresi trisiklik terdapat perbedaan beraneka perbedaan potensi dan selektivitas hambatan ambilan kembali berbagai neurotransmiter. Ada yang sangat sensitiv terhadap norepinephrin dan ada yang sensitiv terhadap serotonin dan ada pula yang dopamin. Pada orang normal obat ini memberikan efek lelah obat tidak meningkatkan alam perasaan (elevation of mood) dan meningkatnya rasa cemas. Pemberian jangka lama dapat menyebabkan penurunan konsentrasi dan proses berfikir serupa yang ditimbulkan oleh CPZ. Sebaliknya, bila obat diberikan dalam jangka lama bagi penderita depresi, terjadi peningkatan alam perasaan. Belum dapat dijelaskan mengapa hilangnya gejala depresi baru terlihat setelah pengobatan sekitar 2-3 minggu. Tidak jelas hubungan antara efek obat dengan kadar dalam plasma. Mekanisme anti depresi imaparin tidak jelas, tetapi terjadinya mania, euforia dan insomnia pada penderita psikiatri menunjukkan bahwa obat ini berefek stimulasi. Trisiklik (TCA) memblokade reuptake dari noradrenalin dan serotonin yang menuju neuron presinaps. SSRI hanya memblokade reuptake dari serotonin. MAOI menghambat pengrusakan serotonin pada sinaps. Mianserin dan mirtazapin memblokade reseptor alfa 2 presinaps. Setiap mekanisme kerja dari antidepresan melibatkan modulasi pre atau post sinaps atau disebut respon elektrofisiologis. (Andri, 2009)

2. Farmakokinetik Efek obat setelah pemberian 75-100 mg terbagi dalam beberapa kali pemberian dalam 2 hari dan 50 mg untuk hari selanjutnya sampai dosis tercapai 200-250mg akan menimbulkan efek setelah 2-3 minggu pemberian.

3. Kontra Indikasi Penyakit jantung koroner, glaukoma, retensi urin, hiperplasi prostat dan gangguan fungsi hati.(Mansjoer, 2000)

4. Efek Samping Pada susunan saraf pusat, imaparin menunjukkan efek muskarinik, sehingga dapat terjadi efek penglihatan kabur, mulut kering, obstipasi dan retensi urin. Imiparin sering menimbulkan ikterik ikterus kolestatik, gejala akan hilang setelah pengobatan dihentikan. Selain itu kadang timbul eksantema dan pada keadaan toksisk dapat terjadi hipertensi dan hiperpireksia namun juga sering menimbulkan hipotensi ortostatik.

D. Anti Mania

Obat anti mania mempunyai beberapa sinonim antara lain mood modulators, mood stabilizers dan antimanik. Dalam membicarakan obat antimania yang menjadi acuan adalah litium karbonat. Berikut berbagai obat anti mania dengan berbagai sediaan dan dosis anjurannya.

1. Farmakodinamik Litium tidak bersifat sedatif, depresif atau suatu euforian. Mekanisme kerjanya sebagai mood stabilizing agent belum diketahui dengan pasti walaupun ada dugaan berefek terhadap membran biologik. Yang khas dari sifat litium adalah dapat menembus membran biologik. Disini diduga litium dapat mengganti peran natrium dalam menimbulkan potensial aksi neuron. Dalam suatu percobaan, litium kadar rendah dapat membantu metabolisme monoamin biogenik yang berperan dalam patofosiologi terjadinya gangguan mood. (UI)

2. Farmakokinetik Setelah dikonsumsi, litium sepenuhnya diabsorbsi lewat saluran

gastrointestinal. Puncak kadar serum dalam 1 hingga 1,5 jam untuk sediaan standar dan 4,5 jam untuk sediaan lepas terkendali. Litium tidak tidak terikat

dalam protein plasma, tidak didistribusikan sama pada air tubuh. Litium tidak melintasi sawar darah dengan cepat. Waktu paruh 7 jam setelah asupan. Litium hampir selurhnya diekskresi di ginjal. Dan menurun ekskresinya jika ada kelainan ginjal. (kaplan)

3. Indikasi dan Pemberian Kira-kira 80% pasien manik berespon terhadap litium meskipun respon litium sendiri membuthkan waktu 1-3 minggu terapi konsentrasi terapuetik. Untuk mengatasi periode mania dengan segera, sebelum efek tercapai diobati dulu dengan golongan benzodiazepin (klonopin) dan lorazepam pada 1-3 minggu pertama. Gejala pada seperlima hingga setengah pasien skizofrenia berkurang setelah diberikan litium bersamaan dengan antipsiokotik.( kaplan)

4. Kontra Indikasi Litium tidak boleh diberikan pada perempuan hamil pada trimester pertama karena risiko terjadinya defek lahir. Malformasi adalah kejadian tersering terutama anomali Eibstein pada katub trikuspid. Pada perempuan pasca melahirkan yang diterapi dengan obat ini, mempunyai risiko toksisitas pada bayi dan ini dapat dikurangi risikonya dengan hidrasi saat persalinan.

5. Efek Samping

a) Gejala efek samping dini pada pengobatan jangka panjang: Mulut kering, haus, saluran cerna (mual, muntah dan diare), kelemahan otot, poliuria, tremor. Tidak ada gangguan sedasi maupun ekstrapiramidal.

b) Efek samping lain : Hipotiroidisme, peningkatan berat badan, edem tungkai, gangguan daya ingat, konsentrasi dan pikiran, serta leukositosis. c) Gejala intoksikasi : Gejala dini seperti, muntah, diare, tremor kasar, mengantuk dan penurunan konsentrasi.

Gejala semakin memberat ditandai dengan, kesadaran menurun, oliguri dan kejang-kejang. Maka perlu diadakan pengawasan yang ketat pada terapi ini. (Metta, 2005)

E. Anti Insomnia

Obat anti insomnia mempunyai beberapa sinonim antaralain hipnotik, somnifacient, atau hipnotika hipnotik, somnifacient, atau hipnotika dan somnifasien. Obat yang menjadi acuan adalah fenobarbital. Obat- obat yang dapat dipakai sebagai golongan anti insomnia antaralain seperti berikut dalam tabel.

1. Farmakodinamik Obat anti-insomnia bekerja pada reseptor BZ1 di susunan saraf pusat yang berperan dalam memperantarai proses tidur.

2. Cara penggunaan Dosis anjuran untuk pemberian tunggal 15-30 menit sebelum tidur. Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat. Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahanlahan untuk menghidari oversedation dan intoksikasi. Lama pemberian tidak lebih dari 2 minggu agar risiko ketergantungan kecil.

3. Kontra Indikasi Sleep apnoe syndrome Congestive heart failure Chronic respiratory disease Wanita hamil dan menyusui

4. Efek Samping Supresi SSP pada saat tidur Rebound Phenomen Disinhibiting efect yang menyebabkan perilaku penyerangan dan ganas pada penggunaan golongan benzodiazepine dalam waktu yang lama. (Mansjoer, 2000)

F. Anti Obsesif-Kompulsi

Obat yang menjadi acuan adalah klompramine. Obat ini dapat digolongkan atas : obat anti osesi kompulsi trisiklik (klompramine) dan obat anti obsesi kompulsi SSRI (sentrali paroksin, flovokamin dan fluoksetin).

1. Farmakodinamik Obat ini bekerja dengan menghambat re-uptake neurotransmitter serotonin sehingga gejala mereda.

2. Cara Pemberian Sampai sekarang obat pilihan untuk gangguan obsesi kompulsi adalah klomipramin. Terhadap meraka yang peka dapat dialihkan ke golongan SSRI dimana efek samping relatif aman. Obat dimulai dengan dosis rendah klomopramin mulai dengan 25-50 mg /hari (dosis tunggal malam hari), dinaikkan secara bertahap dengan penambahan 25 mg/hari sampai tercaapi dosis efektif (biasanya 200-300 mg/hari). Dosis pemeliharan umumnya agak tinggi, meskipun bersifat individual, klomipramin sekitar 100-200 mg/hari dan sertralin 100 mg/hari. Sebelum dihentikan lakukan pengurangan dosis secara tappering off. Meskipun respon dapat terlihat dalam 1-2 minggu, untuk mendapatkan hasil yang memadai setidaknya diperlukan waktu 2- 3 bulan dengan dosis antara 75-225 mg/hari

3. Efek Samping 1. Efek samping obat anti kompulsi trisiklik sama dengan seperti obat anti depresan trisiklik, antaralain : 2. Efek antihistamin : sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, dan kemampuan kognitif yang menurun. 3. Efek anti kolinergik : mulut kering, keluhan lambung, retensi urin sampai disuria, penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual dan takikardi. 4. Efek anti adrenergik alfa : perubahan EKG dan hipotensi ortostatik. 5. Efek neurotoksik : tremor halus, kejang epileptik, agitasi dan insomnia.

G. Anti Panik

Dalam membicarakan antipanik yang menjadi obat acuan adalah imipramin. Penggolongan obat anti panik dibagi atas : Obat anti panik trisiklik (contoh : imipramin, klomipramin) Obat anti panik benzodiazepin ( contoh : alprazolam) Obat anti panik RIMA (contoh : mokoblemid) Obat antipanik SSRI (contoh : sertalin, fluoksetin, paroksetin dan fluoksamin)

1. Farmakodinamik Sindrom panik berkaitan dengan hipersensitivitas dari serotonic reseptor di SSP. Mekanisme kerja obat antipanik adalah menghambat reuptake serotonin pada celah sinaptik antar neuron.

2. Cara Pemakaian Semua jenis obat sama efektif dalam mengatasi panik pada taraf ringan maupun sedang. Mulai dengan dosis rendah, tingkatkan secara perlahan dalam beberapa minggu. Dosis efektif biasanya dicapai dalam 2-3 bulan. Lamanya pemberian obat tergantung dari individual, umunya selama 6-12 bulan, kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila kondisi penderita sudah memungkinkan. Dalam waktu 3 bulan bebas obat 75% penderita menunjukkan gejala kambuh. Dalam keadaan ini maka pemberian obat dengan dosis semula diulangi selama 2 tahun. Setelah itu dihentikan secara bertahap selama 3 bulan.

3. Kontra Indikasi Pada penggunaan fluoksatin, kontra indikasi terhadap pasien yang telah menggunakan MAO selama 2 minggu terakhir. Tidak dianjurkan pada anak-anak dan ibu hamil. (Trisna, 2008)

4. Efek Samping Efek samping obat anti panik golongan trisiklik antaralain sebagai berikut :

a) Efek samping obat anti kompulsi trisiklik sama dengan seperti obat anti depresan trisiklik, antaralain : b) Efek antihistamin : sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, dan kemampuan kognitif yang menurun. c) Efek anti kolinergik : mulut kering, keluhan lambung, retensi urin sampai disuria, penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual dan takikardi. d) Efek anti adrenergik alfa : perubahan EKG dan hipotensi ortostatik. e) Efek neurotoksik : tremor halus, kejang epileptik, agitasi dan insomnia. (Mansjoer,2000)

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Dalam pengobatan terhadap gangguan jiwa, dikenal terapi biologis yang menggunakan berbagai agen farmakologis yang digunakan untuk menerapi berbagai gangguan psikiatrik disebut dengan tiga istilah umumyang dapat saling

menggantikan: obat psikotropik, obat psikoaktif, dan obat psikoterapuetik. Dahulu agen tersebut dibagi dalam empat kategori : Obat antipsikotik atau neuroleptik, obat anti depresan, obat anti manik dan penstabil mood, obat anti ansietas dan anti ansiolitik. Pembagian obat sekarang ini mengalami perubahan menjadi Antipsikosis, anti depresan, anti manik, anti ansietas, anti insomnia, anti obsesif kompulsif dan anti panik. Masing-masing obat mempunyai farmako dinamik, farmako kinetik, dosis dan cara penggunaan, indikasi dan kontra indikasi serta efek samping yang berbeda. Dari klasifikasi tersebut, masing-masing obat terdiri dari beberapa golongan yang mempunyai derivat atau sediaan masing-masing sebagai berikut :

I. Obat Antipsikosis E. Derivat Fenotiazin 4. Senyawa dimetilaminopropil Klorpromazin Promazin Trilupromazin

5. Senyawa piperidil Mepazin Tioredazin

6. Senyawa piperazin Arsetofenazin Karfenazin Plufenazin Perfenazin Proklorperazin

Trifluoperazin tiopropazat

F. Non Fenotiazin V. Klorprotiksen

G. Butirofenon Haloperidol Antiansietas C. Benzodiazepin Diazepam, klordiazepoksid, klorazepat D. Golongan lain VI. VII. Obat Antidepresi C. Penghambat MAO Isokarboksazid, nialamid, fenelzin D. Senyawa Dibenzazepin Imipramin, desmetilimipramin, amitriptilin, desmetilamitriptilin.

H. Senyawa lain Maoksapin maprotilin, trazadon, fluoksetin, bupropion, nomifensin, mianserin. Obat Antipsikogenik Meskalin, dietilamid asam lisrgat, dan marihuana (ganja).

DAFTAR PUSTAKA

Andri. Tatalaksana Psikofarmaka dalam Manajemen Gejala Psikosis Penderita Usia Lanjut Volume 59. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta. 2009. Pp 444-49. Mansjoer, Arif dkk. Terapi Farmakologis Psikiatri dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Media Aesculapius. Jakarta. 2000. Pp 237-46. Metta, Sinta Sari & Santoso, Sarjono O. Psikotropik dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Gaya Baru. Jakarta. 2005. Pp 148-62. Neal, Michael J. Ansiolitik dan Hipnotik dalam At a Glance Farmakologi Medis edisi 5. Penerbit Erlangga. Jakarta. 2006. Pp 54-55. Sadock, Benjamin J & Virginia A. Editor Profitasari dkk. Terapi Biologis dalam Buku Ajar Psikiatri Klinis. EGC. Jakarta. 2010. Pp 459-534. Trisna, Yulia & Kosasih. Psikofarmaka dalam ISO Indinesia. ISFI. Jakarta. 2008. Pp 231-5.

You might also like