You are on page 1of 46

Junsu memeriksa tasnya dengan terburu-buru. Entah kenapa perasaannya tidak enak.

Tidak hanya itu, rasa sesak didadanya pun nyaris membuatnya pingsan untuk kesek ian kalinya. 'Dimana? Kenapa tidak ada di sini?' batinnya. Ia benar-benar gelisah. Ia mengeluarkan seluruh benda yang ada dalam tasnya. Mulai dari PSP, i-pod, hing ga barang-barang berukuran kecil seperti pulpen dan pensilpun dikeluarkannya. Chansung yang tidak sengaja melihatnya menghampiri Junsu. "Mencari apa hyung?" tanyanya. Junsu menoleh kearah orang yang mengejutkannya, menatapnya kemudian tersenyum. " Bukan apa-apa Chansung-ah..." jawabnya bohong. Chansung menatap Junsu curiga, namun tak lama kemudian ia pun tersenyum. "Jika kau butuh bantuan bilang saja padaku hyung... aku pasti akan membantumu" u jarnya sambil tersenyum tulus. "gomawo Chansung-ah... tapi ini bukan apa-apa kok" tolak Junsu halus. Chansung menghela nafas pendek, memaklumi kekeraskepalaan hyungnya ini. "ya sudah kalau begitu... aku ke ruang latihan dulu ya hyung..." ujarnya menyera h. Junsu hanya mengangguk menjawabnya dan menatap Chansung hingga akhirnya sang mak nae menghilang dibalik pintu. Setelah itu ia kembali mengobrak-abrik tasnya, mel anjutkan mencari benda yang sedari tadi ia cari. 'tidak mungkin aku melupakannya... aku yakin memasukkannya kedalam tas tadi' bat innya. Secara perlahan rasa sesak yang dari tadi ditahannya semakin menjadi-jadi dan ia mulai limbung. Secara tak sengaja ia menjatuhkan beberapa barang. Sesaat ia sad ar bahwa barang yang dicarinya sedari tadi juga terjatuh dan menggelinding hingg a akhirnya terhenti karena membentur sepatu seseorang. Junsu menoleh kearah yang punya sepatu yang kini tengah mengambil botol berisika n obat tersebut. Rasa cemas menguasai dirinya dan membuat keadaannya semakin bur uk. "Ini obat apa hyung?" tanya Junho si pemilik sepatu. Junsu segera mengambil obat tersebut, namun saat akan berbalik tangannya ditahan oleh Junho. "Apa kau tidak apa-apa hyung? Wajahmu pucat" tanya Junho lagi. Ia khawatir melih at keadaan Junsu yang biasanya selalu ceria tiba-tiba saja menjadi lemas seperti saat ini. Junsu memaksakan sebuah senyuman. "Aku baik-baik saja Junho. Terima kasih sudah mengambilnya" ujarnya lemah bahkan nyaris berbisik. Sedetik kemudian Junsu ambru k tak sadarkan diri, dan dengan sigap Junho menangkap tubuh hyungnya ini. (Junho POV) Kupandangi tubuh Junsu hyung yang terbaring lemah di atas sofa. Bukannya aku tak

khawatir dengan keadaannya, tapi aku tak mau membuat yang lain khawatir. Aku ya kin Junsu hyung juga berbuat seperti ini karena tidak mau khawatir dengan keadaa nnya. Setelah kuminumkan obat yang dicarinya tadi, perlahan-lahan nafasnya mulai kemba li teratur. Dasar keras kepala. Ia masih memaksakan dirinya untuk mengikuti lati han yang sama dengan kami padahal ia menderita asma. "nnggh..." perlahan tapi pasti Junsu hyung mulai membuka matanya. Ia terlihat ka get melihatku menungguinya. "hyung, gwenchana?" tanyaku. Ia mengangguk. "gwenchana" jawabnya. "Kenapa kau disini?" tanyanya. Aku tersenyum pilu. "Hanya ingin menjagamu saja hyung. Kau tadi pingsan saat men cari obat ini" jawabku sambil memberikan obat tersebut. Junsu hyung kelihatan sangat terkejut saat aku memberikan obatnya. Ia langsung m engambil obat tersebut dan menyimpannya. "terima kasih sudah memberikannya" ujar nya pendek. Aku mengernyitkan dahi, tak habis pikir dengan sikapnya itu. "kau benar baik-bai k saja hyung?" tanyaku. Lagi-lagi ia hanya mengangguk menjawabku. Ia bangkit dan memasukkan obatnya keda lam tas lalu berjalan keluar ruangan. "Kau mau kemana hyung?" tanyaku heran. "Mau latihan, bukankah ini sudah terlambat?" jawabnya. Aku segera menyusul dan menahannya. "kau yakin akan latihan dengan keadaanmu yan g seperti sekarang ini hyung?" tanyaku lagi. Aku benar-benar tidak habis pikir k enapa ia begitu keras kepala dan memaksakan dirinya. "Aku tidak apa-apa Junho, tak perlu khawatir" jawabnya dengan senyum lebarnya. Entah kenapa pertahananku runtuh begitu saja melihat senyumnya. Tapi bagaimanapu n hati kecilku ingin ia istirahat. "Syukurlah kalau memang begitu hyung, tapi jangan terlalu memaksakan dirimu" uja rku lalu pergi mendahuluinya menuju ruang latihan. (Junsu POV) Aku menatap Junho yang melangkah duluan menuju ruang latihan. Apa dia tahu tenta ng penyakitku? Semoga saja ia tidak tahu. Aku tidak ingin mereka semua tahu tent ang hal ini. Tapi ngomong-ngomong tadi aku kan belum meminum obatnya? Apa Junho yang meminumkannya padaku? Aissh! Kenapa dengan hanya memikirkannya saja wajahku terasa panas? Ayolah Kim Junsu, kau harus latihan hari ini. Kau harus kosentras i. Aku melanjutkan langkahku menuju ruang latihan. Sesampainya disana semuanya suda h berkumpul, termasuk Junho yang kini sedang menyendiri di anak tangga. "Kenapa lama sekali hyung? Kami sudah menunggumu dari tadi" tanya Wooyoung sedik it kesal. "Mianhae... tadi aku mencari kacamataku tapi sepertinya ketinggalan" jawabku boh

ong. Aku tersenyum agar mereka tidak mengkhawatirkanku. "tapi kalau mencari kacamata saja tidak akan selama itu hyung" tambah Nickhun. "Aku ketiduran" bohongku lagi. "Mianhae" ujarku sambil membungkuk. "gwenchana hyung. Ayo kita mulai latihan" ajak Chansung dengan sikap bocahnya ya ng menurutku kadang tidak sesuai dengan wajahnya, tapi tetap saja dia itu bocah. Aku jadi ingat waktu ia melempar balok es ke arah Boom hyung dan telak mengenai punggungnya. Benar-benar maknae yang sedikit kurang ajar, tapi setahuku Cho Kyu hyun, sang maknae dari Super Junior lebih kurang ajar lagi. Apa maknae itu meman g ditakdirkan bersikap seperti itu? pemikiran yang bodoh Kim Junsu. "hyung, ayo kita mulai latihan" ajak Chansung lagi. Aku mengangguk setuju. "Junho! Ayo kita mulai latihan. Sampai kapan kau akan bengong begitu?" ujar Taec yeon. Aku menatap Junho yang tengah bangkit dan mendekati Taecyeon. "Aku ini bukan sedang bengong hyung, aku hanya sedang berpikir" katanya mengorek si. "Apapun itulah namanya. Ayo kita mulai latihannya" ujar Taecyeon sambil mengacak -acak rambut Junho. Junho menatapku lama kemudian tersenyum. Tanpa aku sadari kedua sudut bibirku te rangkat sehingga membentuk sebuah senyuman membalas senyuman yang ia berikan. Ta pi entah kenapa aku merasa sakit melihat senyumannya. Harus kuakui Junho adalah orang yang sangat perhatian kepada orang lain, dibalik sikapnya yang tenang dan terkadang dingin. Tadi ia juga menunggui hingga aku sa dar. Aissh... kenapa aku jadi memikirkan dia terus sih... Ayolah Kim Junsu! Kau harus kosentrasi pada latihanmu! Satu lagi! Jangan sampai penyakit ini menggangg u latihanku. Lagipula aku kan sudah minum obat meskipun diminumkan oleh Junho. T uh kan... lagi-lagi aku jadi memikirkan dia. Pasti tidak ada yang beres dengan o takku. (Chansung POV) Rasanya aneh melihat Junho hyung terlalu lama menatap Junsu hyung. Dengan tatapa n yang aneh pula. Apa ada sesuatu diantara mereka. "Kau kenapa Chansung? Jangan memikirkan hal yang akan membuatmu pusing" ujar Tae cyeon hyung mengagetkanku. "Aniyo... aku hanya memikirkan Jaeboom hyung. Aku rindu padanya" jawabku setenga h berbohong. Taecyeon hyung menghela nafas. "benar juga, apa dia tidak akan mengunjungi kita lagi?" tanyanya. "molla" jawabku. Taecyeon hyung menatapku heran lalu tertawa. "Aku ini tidak bertanya padamu Chan sung-ah... sepertinya kau memang sedang memikirkan sesuatu tadi" ujarnya sambil memamerkan deretan gigi putihnya yang berkilau. "Aku memang sedang berpikir hyung, bukan kah tadi sudah kukatakan padamu?" tanya ku agak kesal.

"Iya... iya... aku tahu... sudah kau mandi sana. Badanmu bau!" ujarnya sambil te rkekeh. "Nee..." jawabku. Dengan malas aku pun beranjak menuju kamar mandi. Namun saat melewati dapur, aku melihat junsu hyung sedang meminum sesuatu. Entahlah, aku tidak tahu apa itu, m ungkin saja itu vitamin. Mengingat akhir-akhir ini ia sering kelihatan pucat dan kelelahan. Semoga saja tidak terjadi apa-apa padamu hyung. Yah... setelah Jaebo om hyung pergi, kini Junsu hyung lah yang menggantikan posisinya. Mungkin itulah yang membuatnya kelelahan. (Author POV) Junsu tengah terdiam, bersandar pada dinding ruang latihan dengan mata terpejam. Ruangan masih sangat sepi, berhubung hari ini jadwal latihan mereka dimulai sek itar jam 8 malam. Ia berpikir, mengenai penyakitnya, mengenai kelompoknya dan ju ga mengenai Junho. "Aish... Lagi-lagi..." keluhnya pelan. Ia membuka matanya dengan segera untuk me nghilangkan bayangan Junho dari pikirannya. "Sadarlah wahai Junsu..." Pintu berdecit pelan, menandakan seseorang memaksanya untuk terbuka. "Makin lama makin jelek saja pintu ini," keluh Chansung seraya mendengus dan men endang pintu ruang latihan mereka. "Oh! Junsu hyung! Ngapain jam segini udah sta nd-by?" Junsu menatap Chansung dan tersenyum. "Aku tidak tahu mau mengerjakan apa, jadi aku kemari saja. Hitung-hitung biar ak u tidak terlambat lagi." Chansung tertawa dan berjalan masuk sambil melepaskan j aket yang dikenakannya. Ia duduk di samping Junsu. "Tapi apakah kau harus duduk di bawah begini? Kan ada kursi?" tanya Chansung ser aya menuding sebuah kursi kayu di sudut ruangan. Junsu terkekeh. "Aku merasa lebih membumi kalau duduk di lantai," jawab Junsu. Chansung menyerin gai. "Kau memang aneh, hyung," kekehnya. "Tampaknya yang lain masih lama datangnya, k arena baru jam 5." Chansung bangkit. "Kalau begitu aku mau beres-beres dulu, deh ," gumamnya seraya bangkit. Junsu turut bangkit dan menyibak tirai usang jendela dengan sapuan tangannya. "Kau sendiri kenapa datang jam segini, Sung ah?" tanya Junsu. Chansung terdiam, ia mendengung sejenak, lalu tersenyum. "Tidak tahu," jawabnya enteng seraya mengangkat bahu. Mereka tertawa. Chansung mulai membersihkan lantai kayu ruang latihan dengan lap pel yang tersed ia, sementara Junsu mulai membuka tiap jendela di ruangan itu untuk membiarkan u dara bersirkulasi dengan bebas. "Oh ya, hyung," panggil Chansung di tengah kerjanya. Junsu menoleh pada Chansung . "Hnn?" sahutnya. "Belakangan ini kau terlihat pucat, apa kau sakit?" tanya Chansung. Junsu tidak langsung menjawab, ia terdiam sejenak. "Hyung?" panggil Chansung lagi.

"Ani," tukas Junsu sambil tertawa gugup. "Aku baik-baik saja, kok." Chansung men atap Junsu dengan serius. "Benar-benar baik-baik saja?" tanya Chansung. Junsu mengangguk. "Tentu. Aku baik-baik saja, hanya mungkin sedikit kelelahan. Kau tidak perlu kha watir." Senyum Chansung terkembang. "Syukurlah kalau begitu," kekehnya sambil kembali bekerja. "Kalau begitu teruska n meminum vitaminmu, hyung!" Junsu tersentak. "Vitamin?" tanya Junsu. Chansung menatapnya dengan heran. "Bukankah kau sedang mengkonsumsi vitamin?" tanya Chansung. "Ah! Ya," sahut Junsu berbohong. "Ya, ya, vitamin yang itu." "Halah, kau ini, hyung," kekeh Chansung. "Dengan suplemen-mu sendiri saja lupa." Junsu menatap punggung Chansung, tangannya terengut kuat. Ia merasa gugup, terus berpikir apakah Chansung mengetahui soal penyakitnya. Apakah teman-temannya men getahui masalah ini? Pintu kembali terbuka. "Astaga!" decak Junho. "Chansung! Kau rajin sekali!" "Yha, hyung! Tidak sopan sekali kau! Memang kau pikir aku pemalas?" tanya Chansu ng sedikit menyalak. Junho terkekeh. "Aku 'kan tidak bilang begitu, ppabo!" tukas Junho sambil menjulurkan lidahnya d an melenggang melangkahi Chansung. "'Misi ya." "Oh, hyung, kau disini?" sapa Junho. Ia menatap Junsu yang terlihat lebih pucat dari biasanya. "Hnn," sahut Junsu sambil menyunggingkan sedikit senyuman. "Hai, Junho..." "Kau kenapa, hyung?" tanya Chansung yang sudah berdiri dan menatap Junsu heran. "Aku tidak apa-apa," sahut Junsu seraya berjalan menuju pintu. "Aku ke WC dulu, ya." Ia pun berlalu. Chansung dan Junho saling bertatapan. "Kenapa dia?" tanya Junho. Chansung menanggapi dengan mengangkat bahunya, dan ke duanya menatap pintu dengan keheranan. (Junsu POV) Hampir saja.. Untung Chansung menganggap itu hanya suplemen biasa. Kau harus leb ih berhati-hati lagi Junsu.. Benar-benar harus lebih waspada.. Aku tidak tahu de ngan Chansung, tapi aku tahu Junho sudah merasakan sesuatu terjadi padaku. Aku t idak mau dia tahu, aku tidak mau mereka tahu. Meski pun penyakitku hanyalah peny akit asma, tapi aku yakin mereka pasti akan memperlakukan aku berbeda jika merek a tahu. Aku hanya ingin menari... Aku hanya ingin bersama mereka... Aku hanya in gin bersama dengan J-aish... Hentikan Junsu! Semakin lama otakmu semakin ngawur! Dasar bodoh! Kutatap pantulan wajahku di cermin, kemudian menghela nafas. Aku sedikit bersyuk ur penyakitku tidak kambuh, setidaknya tidak sampai saat ini. Kalau aku sampai p ingsan lagi seperti kemarin, apa yang harus kukatakan pada mereka?

"Kau harus kuat," kukatakan pada diriku di cermin. "Kim Junsu.. Kau adalah orang yang kuat," bisikku lagi. Akhirnya, aku pun mulai membasahi wajahku dengan air segar dari keran, dan segera kembali ke ruang latihan. (Author POV) Junsu kaget saat kembali memasuki ruang latihan. "Kenapa hari ini semuanya tibatiba jadi rajin begini?" tanyanya heran. "Junsu hyung, kau juga sudah datang?" tanya Nickhun yang sama herannya. Junsu mengangguk. "Hnn" "Junsu hyung yang pertama kali datang" ujar Chansung. Taecyeon, Wooyoung dan Nickhun yang baru saja datang langsung menatap Junsu tak percaya. "kenapa cepat sekali hyung?" tanya ketiganya serempak. "Aku tidak mau terlambat lagi" jawab Junsu sambil tersenyum. "Kalian bertiga, ke napa datang secepat ini? Kau juga Taecyeon, bukankah kau ada jadwal syuting hari ini?" tanyanya panjang lebar. "Kami hanya sedang tidak ada kerjaan jadi kemari saja" jawab Nickhun dan Wooyoun g kompak. Junsu mengungguk kecil lalu mengalohkan perhatiannya pada Taecyeon, menunggu jaw aban dari member tertinggi tersebut. "Tiba-tiba saja jadwal syuting ku dibatalkan karena sutradaranya sakit" jawabnya . Junsu menghela nafas panjang. "Benar-benar kebetulan yang sangat tidak terduga" komentarnya. Yang lainnya hanya tertawa kecil mendengar komentar sang lead vocal. Aneh, keras kepala, ceplas-ceplos, bahkan sering terlihat polos dan lugu. Yah... karakter y ang tidak jauh beda dengan Jaeboom sebenarnya. "karena kita semua sudah berkumpul bagaimana jika kita mulai saja latihannya?" u sul Junsu tanpa mempedulikan pemikiran rekan-rekannya tentang dirinya. "Kau yakin hyung? Wajahmu masih kelihatan sedikit pucat" tanya Chansung khawatir . Junsu menatap Chansung. "Ne, aku sehat-sehat saja kok... tidak perlu mengkhawati rkan aku" jawabnya seraya tersenyum. "Ya sudahlah kalau memang begitu" ujar Chansung menyerah. Setelah melakukan sedikit persiapan dan pemanasan, mereka pun memulai latihan. S elama latihan tersebut, sepasang mata terus menatap Junsu tanpa melepaskannya se dikitpun. (Junho POV) Selalu saja memaksakan diri. Yah... meskipun keadaannya sudah lebih baik dari ke maren tapi tetap saja membuatku cemas. Hyung, apa kau tidak tahu kalau aku ini m encemaskanmu? Ah tidak, lebih tepatnya kami semua. Kami semua mencemaskanmu hyun

g. "Junho, kenapa setiap kali aku melihatmu kau selalu melamun?" tanya Taecyeon hyu ng menghancurkan semua lamunanku. "aku ini tidak sedang melamun hyung, hanya sedang berpikir" koreksiku. Ia menghela nafas. "kau selalu bilang seperti itu sejak beberapa hari yang lalu, tapi kau tidak pernah mau mengatakan apa yang sedang kau pikirkan" ujarnya. "Apakah harus?" "Yah... setidaknya kau tidak menyimpan masalahmu sendiri" jawabnya. Aku menghela nafas. Kalau aku katakan, Junsu hyung pasti tau kalau aku sudah tah u tentang penyakitnya dan aku yakin itu akan membuatnya kesal. "tapi aku tidak mau mengatakannya hyung, lagipula ini bukan masalah yang besar k ok" jawabku. Taecyeon hyung menatapku lalu ia menghela nafas. "ya sudah kalau kau tidak mau, tapi kami semua pasti akan siap membantumu menyelesaikan masalahmu itu kok" ujar nya lalu menghampiri yang lainnya. Aku kembali menatap Junsu hyung yang tengah istirahat di pojokan. Dilihat dari k eadaannya, sepertinya ia sudah kehabisan nafas. Apa yang bisa kulakukan ya? Tanp a pikir panjang, aku mengambil sebotol air mineral dan menghampirinya. "minum dulu hyung" ujarku sambil memberikan air mineral yang kuambil tadi. "Gomawo Junho-ah" ujarnya lalu meminum air mineral tersebut. Aku kembali menatapnya. Entah sejak kapan aku tidak bisa melepaskan mataku dari sosoknya. Sosok yang terkadang terlihat bijaksana namun terkadang juga terlihat sangat lugu dan polos. Salahkah menyimpan perasaan ini padamu hyung? "Junho, kau kenapa menatapku seperti itu?" tanyanya menyadarkanku dari lamunanku . "aniyo. Hyung, bagaimana kalau latihan hari ini disudahi saja. Kau kelihatan san gat lelah" usulku. Junsu hyung terlihat berpikir. Ayolah hyung, setujui saja usulku. Aku tidak mau melihatmu tiba-tiba ambruk seperti kemaren karena kelelahan dan juga penyakitmu itu. "Aku baik-baik saja Junho. Aku masih bisa latihan kok" jawabnya sambil tersenyum . Senyum yang begitu hangat namun juga menghancurkan semua harapanku saat itu ju ga. Ku paksakan diriku untuk tersenyum. "kalau itu keputusanmu tidak apa-apa hyung, tapi kumohon jangan memaksakan dirimu lagi" bisikku padanya. Aku yakin ia menden garnya karena raut wajahnya langsung berubah. (Chansung POV) "Waduh!" seruku ketika Junho hyung berjalan melewatiku. Nyaris saja kami bertubr ukan. Ada apa dengannya? Kupalingkan wajahku pada Junsu hyung yang berwajah kusu t. Nah, apalagi yang terjadi padanya sekarang? Kuputuskan untuk menghampirinya.

"Hyuung!" seruku. Junsu hyung mendongak dan tersenyum padaku. "Ya?" sahutnya. Kuselidiki setiap inchi wajahnya lalu kuhela nafasku dan kulabuh kan tubuhku di sisinya. "Memikirkan sesuatu? Kau tampak buruk kalau sedang berpikir keras, hyung." Ia te rtawa pelan. "Aniyo, Chansung ah," tukasnya. Aku tahu dia berbohong. Terlihat jelas dari raut wajahnya. Kuhela nafasku. "Hyung, ayolah, aku tahu kau sedang ada masalah," keluhku sambil mengembungkan p ipiku merajuk. Biasanya jurusku ini berhasil, tidak tahu dengan sekarang. Akhirn ya ia pun menyerah dan menghela nafas panjang. "Arasso, arasso," sahutnya. Ia meneguk air minum ditangannya. "Aku menunggu," kataku sambil melipat kakiku dan menopang daguku diatasnya. Juns u hyung tersenyum. "Aku hanya sedang berpikir gerakan apa lagi yang mungkin aku tambahkan di konser nanti?" jawabnya. Aku menatapnya heran, mencari celah apakah dia berbohong atau tidak. "Hanya itu?" selidikku lagi. Ia mengangguk. "Hanya itu," sahutnya seraya mengangkat tangannya membentuk simbol bahwa ia bers umpah. "Sudahlah, jangan khawatir." Aku menghela nafas lalu bangkit. "Hyung yang jangan khawatir," sergahku. "Jangan terlalu banyak berpikir, hyung, tidak baik untuk kesehatan." "Arasso," kekehnya. Aku pun melenggang pergi. "Semuanya!" seru Junsu hyung menga getkan. Kami berbalik menatapnya. "Ada apa, hyung?" timpal Taecyeon hyung sambil mengusap keringatnya dengan handu k. "Semangat untuk besok, ya!" serunya seraya tersenyum. Aku terkekeh. "Kau bersemangat sekali, hyung!" kekehku. "Ayo kembali latihan!" serunya seraya melompat bangkit. Aku tersenyum, kupalingk ah tatapanku pada Junho hyung yang sedari tadi hanya berdiri diam, menatap Junsu hyung dengan tatapan tidak setuju. Ada apa disini? Tidak... Ada apa diantara me reka? (Author POV) Akhirnya hari yang dinanti tiba juga. Mereka sudah berada di ruang ganti dan ber siap-siap untuk tampil di KBS Music Bank. Mereka sudah siap dengan kostum mereka masing-masing, Wooyoung, Nickhun, Taecyeon dan Chansung sedang berbincang semen tara Junho berdiri di samping Junsu yang tengah menata rambutnya. "Ada apa?" tanya Junsu tanpa menatap Junho. Junho bersandar pada meja rias dan m elipat tangannya di depan dadanya. "Hyung," panggil Junho. "Hnn?" sahut Junsu.

"Kau benar-benar akan melakukan ini?" tanya Junho. Junsu berhenti dan menatap Ju nho, kemudian tertawa pelan dan kembali menata rambutnya. "Apa maksudmu?" tanya Junsu. "Tentu aku akan melakukannya. Mana mungkin aku tida k ikut tampil?" Junho menurunkan kedua tangannya dengan getir. "Tapi keadaanmu..." "Aku baik-baik saja, Junho," cela Junsu seraya meraih tangan Junho dan menatapny a tajam. "Kau tidak perlu khawatir." "Arasso," jawab Junho seraya menampik tangan Junsu. "Jangan salahkan aku jika se suatu terjadi padamu!" "Junho-ah!" seru Junsu ketika Junho berbalik dan langsung pergi. "Oh, hyung! Kau mau kemana?" tanya Chansung setengah berteriak. "WC!" hardik Junho ketus. Chansung, Nickhun, Wooyoung dan Taecyeon saling bertatapan. "Ada apa dengannya?" tanya Taecyeon. "Hyung?" Junsu mendongak. "Mulla.." "Apa dia sakit perut karena gugup?" celetuk Nickhun. "Mungkin," sahut Wooyoung. Mereka berempat kembali saling pandang, dan akhirnya mereka putuskan untuk tidak ambil pusing dan kembali berbincang. Junsu terdiam, menatap pintu ruangan mereka dengan perasaan bersalah. "Mianhae.." bisiknya. Junho mendorong pintu WC dan mengarahkan dirinya ke westafel dan menatap bayanga nnya di cermin. Ia memejamkan matanya dan menghela nafas panjang. "Kapan kau akan sadar, hyung?" keluh Junho. "Kapan kau akan sadar kalau aku ini mengkhawatirkanmu?" Junho membuka matanya, memutar keran dan mencuci mukanya, me mbiarkan sedikit make-up nya luntur terbawa air. "Keparat!" gerutu Junho. "Yha, Lee Junho! Hilangkan pikiran negatifmu!" Ia menar ik beberapa helai tissue, menghapus air di wajahnya, melemparnya masuk ke dalam tempat sampah lalu beranjak pergi dari WC. "Baiklah, ini waktunya," kata Junsu sambil tersenyum menatap sisa member 2PM di hadapannya. "Lakukan yang terbaik!" kekeh Nickhun. Yang lain menyanggupi dengan anggukan. "Baiklah, sekarang giliran kalian," ujar Director sambil meminta mereka naik ke atas panggung. "Baiklah! Hwaiting!" seru Chansung sambil melompat naik. Sorakan antusias penonton mengiringi mereka ketika musik mulai dilantunkan. Dimu lai dari gerakan-gerakan masing-masing member, hingga akhirnya mereka pun memula i performance mereka, membawakan lagu 'Heartbeat' dengan semangat yang menggebu. Sorakan demi sorakan terdengar seiring dengan gerakan tiap member. Hingga lagu h

ampir selesai, sorakan pun masih tetap terdengar nyaring menyemangati mereka. Kini, giliran Junsu untuk menutup performance mereka seperti biasa. Bergaya salt o dan terjatuh seperti performance sebelumnya. Namun ada yang aneh, nafasnya ber ubah berat, keringatnya mulai mengalir deras. Setelah para member meninggalkanny a sendiri di atas panggung, tidak ada jalan lain baginya selain melakukan apa ya ng menjadi tanggung jawabnya. Ia melompat, berusaha untuk melakukan salto, namun tidak berhasil, ia pun terjatuh, dan nafasnya kembali tercekat. Meski begitu, s orakan kuat diberikan oleh penonton pada mereka. "Andwae..." desis Junsu. "Jangan sekarang..." Lampu pun padam. Sisa member di belakang panggung sudah saling melemparkan pujia n karena mereka bermain indah hari ini. Namun tidak dengan Junho. Ia terdiam, me nunggu Junsu bangkit dari posisi jatuhnya dengan cemas. "Hei, Junsu hyung!" seru Nickhun. "Apa yang terjadi padanya?" Junho mendecak kesal. "Sial!" gerutunya sambil berlari naik ke atas panggung. "K HUN HYUNG! BANTU AKU!" Nickhun dan Chansung yang paling dekat dengan mereka akhirnya melompat naik ke a tas panggung dan menghampiri tubuh Junsu. "Hyung! Hyung!" seru Junho sambil mengguncang tubuh Junsu yang terkulai lemah. "Ada apa, hyung?" tanya Chansung. "Chansung ah, panggil siapkan mobil, kita ke Rumah Sakit secepatnya!" perintah J unho. Tanpa banyak tanya, Chansung pun menyanggupinya dan berlari pergi. Wooyoun g dan Taecyeon akhirnya menghampiri mereka. "Junsu hyung kenapa?" tanya Wooyoung. "Khun hyung, bantu aku," kata Junho seraya mengangkat tubuh Junsu. "Oke," sahut Nickhun. "Wooyoung hyung, Taecyeon hyung," panggil Junho. "Kalian tetaplah disini sementa ra aku, Chansung dan Khun akan ke Rumah Sakit." "Arasso.. tapi Junsu hyung kenapa?" tanya Taecyeon. Junho menggigit bibirnya. "Aku beri tahu nanti!" serunya seraya membawa Junsu pergi. "Junho!" seru Nickhun sambil berlari mengikuti Junho. 'Hyung, bertahanlah!' batin Junho. Sesampainya di Rumah Sakit, Junsu langsung dilarikan ke Ruang Unit Darurat. Junh o, Chansuung dan Nickhun menunggu keterangan dokter dengan perasaan yang sangat cemas. Terlebih-lebih Junho. Ia tidak bisa duduk diam. Ia mondar-mandir di depan pintu sambil sesekali melihat ke dalam rauangan. Chansung dan Nickhun yang sema kin bingung dengan apa yang terjadi akhirnya bertanya pada Junho. "Hyung" panggil Chansung. Junho mengalihkan operhatiannya pada dua member yang sempat terlupakan olehnya. "Hnn" sahutnya.

"Sebenarnya apa yang terjadi pada Junsu hyung? Kenapa dia tiba-tiba tidak sadark an diri?" tanya Chansung khawatir. Junho menatap Chansung dan Nickhun bergantian lalu menghela nafas panjang. "Juns u hyung... ia menderita asma" jawabnya lirih. Chansung dan Nickhun membelalak tak percaya. "ka... kau bercanda kan" tanya Nick hun tak percaya. Junho menatap kedua rekannya tajam "Aku serius. Apa kalian sama sekali tidak men yadarinya?" salaknya. "Aku kesal dia tidak mau mendengarku. Selalu saja keras ke pala padahal kondisinya begitu" ujarnya lagi. Kini bicaranya lebih lunak. "J... Junho..." "Ini benar-benar menyebalkan! Sebagai temannya aku sama sekali tidak bisa menjag anya. Aku benci diriku. Benci diriku yang tak berguna ini" lirihnya. Kakinya tib a-tiba terasa lemas dan akhirnya ia terduduk didepan pintu. "Aku benci ini..." "Junho, sudahlah... jangan menyalahkan dirimu terus?" ujar Nickhun mencoba menen angkan Junho. Ia benar-benar tak menyangka Junho yang biasanya tenang bisa berea ksi seperti ini. (Chansung POV) Asma? Jadi selama ini Junsu hyung menderita Asma? Pantas saja ia selalu kelihata n pucat dan kehabisan nafas saat latihan. Kenapa ia tidak mengatakan kepada kami ? Dan lebih bodohnya lagi kenapa aku sama sekali tidak sadar? Kau benar-benar bo doh Hwang Chansung! Taecyeon hyung dan Wooyoung hyung juga sudah menyusul kami. Sama seperti ku dan Nickhun hyung, mereka sangat terkejut saat tahu bahwa selama ini Junsu hyung men derita Asma. Selain itu Junho hyung terus-menerus menyalahkan dirinya meskipun d okter bilang keadaan Junsu hyung sudah lebih baik, tapi tetap saja dia tidak bol eh melakukan kegiatan yang akan menguras tenaganya. Aku rasa jika aku ada di pos isi Junho hyung sekarang, aku asti akan menyalahkan diriku juga. "Chansung, ayo masuk kedalam. Kita sudah boleh meilhat keadaannya" ajak Wooyoung hyung. Aku mengangguk menjawabnya. Kembali kualihkan perhatianku pada Junho hyung yang masih terduduk lemas di kursi. Kenapa? Kenapa dia bisa bersikap seperti itu? Dim ana Junho hyung yang kukenal? Dan kenapa dia juga tahu bahwa Junsu hyung menderi ta Asma dan tidak memberitahukannya kepada kami? "Hyung, kau tidak masuk?" tanyaku. Ia menatapku lalu tersenyum pilu. "Kalian duluan saja. Aku tidak bisa bertemu de ngannya sekarang" jawabnya. Aku memaksakan diri tersenyum dan melangkah masuk kedalam ruangan tempat Junsu h yung. "Mianhae... aku sudah menyembunyikan hal ini pada kalian" suara Junsu hyung meny ambutku. "Sudahlah hyung, yang penting sekarang kau tidak apa-apa" jawab Wooyoun g hyung. "Benar hyung, sekarang pikirkan saja kesehatanmu. Jangan memaksakan dirimu lagi" selaku. Junsu hyung menatapku kaget. Berarti memang benar, tapi kenapa Junho hy ung bisa tahu?

"Gomawo Chansung-ah" ujarnya sambil tersenyum. Senyum yang selama ini tanpa kusa dari sangat indah dan lembut. "Cheon hyung" jawabku tersenyum. Kami pun membicarakan tentang kejadian tadi. Benar-benar ciri khas Junsu hyung. Ia tidak mau membuat orang lain khawatir sehingga tidak memberitahukan penyakitn ya pada kami. Lalu bagaimana dengan Junho hyung. Kenapa dia bisa tahu? CEKLEK! Pintu kembali terbuka. Bisa kulihat Junho hyung berdiri disana dengan wajah tena ng dengan kekhawatiran yang terlihat jelas diwajahnya. Tapi bagaimana bisa? (Junsu POV) "Apa kau sudah baikan hyung?" tanya Junho sambil mendekatiku. Sepertinya dia kha watir sekali. "Ne, gomawo Junho-ah" balasku. Ia pun tersenyum membalasnya. Kuperhatikan dia le bih seksama lagi. Matanya merah. Kenapa? "hyung, bukannya apa-apa. Kami mengerti perasaanmu, tapi untuk selanjutnya kami tidak bisa membiarkanmu latihan seperti biasanya. Menyanyi saja pasti sudah meng uras nafasmu" tiba-tiba saja Nickhun membicarakan hal yang paling kutakutkan sel ama ini. "Benar hyung, kami minta maaf. Untuk selanjutnya aku rasa hyung istirahat dulu d an jangan ikut menari dengan kami hingga penyakitmu benar-benar sembuh" tambah T aecyeon. "Tapi... " selaku. "Tidak ada tapi-tapian hyung. Tidak hanya Junho saja yang khawatir dengan keadaa nmu. Kami semua juga" tegas Wooyoung. Tak kusangka dia bisa berkata tegas. Aku menunduk. Tak berani menatap mereka semua termasuk Junho. Mungkinkah selama ini Junho mengetahui tentang penyakitku sehingga tadi ia berkata seperti itu? Ta pi bagaimana dia bisa tahu? "Junho-ah" panggilku. Kutatap matanya yang merah entah kenapa. "hnn" sahutnya. "Kenapa? Kenapa kau bisa tahu kalau aku menderita Asma?" tanyaku. Ia terbelalak. Jelas kalau ia tak menyangka aku akan menanyakan hal itu. Yang la in juga menatapnya. Jelas bahwa mereka juga penasaran. Ia menghela nafas panjang . "Aku tidak sengaja melihat obatmu hyung. Obatmu itu sama dengan obat yang dulu k u konsumsi saat masih sekolah dasar. Sama denganmu, aku juga pernah menderita as ma sepertimu hyung" jawabnya. Aku sama sekali tak menyangka ia tahu hanya gara-gara obat yang ku konsumsi. Dan apa yang baru saja kudengar? Dia pernah menderita asma juga? "Kau benar-benar mengejutkan Junho. Kau bisa tahu hanya dengan melihat obatnya" ujar Wooyoung takjub.

Yah... kurasa siapapun pasti akan takjub dengannya. Tapi tetap saja ada yang men gganjal. Tapi apa? Beberapa hari kemudian, Junsu sudah diperbolehkan pulang. Sesuai dengan perkataa n rekan-rekannya. Ia sama sekali tidak diperbolehkan latihan lagi kecuali latiha n vocal. Bagaimanapun dia adalah lead vocal, lagipula pihak manajemen juga sudah memberi izin hingga asmanya tidak pernah kambuh lagi. Saat ini, Junsu sedang melihat rekan-rekannya latihan dance. Jujur saja ia sanga t ingin bergabung dengan mereka, tentu saja yang lain melarangnya. Terlebih-lebi h Chansung dan Junho. "Hyung, kau terlihat sangat bosan" ujar Wooyoung saat istirahat. "memang bosan. Aku ingin ikut menari juga..." jawabnya. "Hyung, sabarlah. Kata dokter, beberapa minggu lagi kalau keadaanmu semakin baik , kau boleh untuk latihan lagi" ujar Chansung, mengingat kata-kata dokter yang m emeriksa Junsu. "Jinjja? Syukurlah kalau begitu. Aku benar-benar tidak tahan duduk diam disini p adahal kalian semua latihan" ujarnya senang. "Benar-benar, kau ini tidak bisa diam ya hyung" ujar Nickhun dan Taecyeon bersam aan sehingga membuat Wooyoung menatap tajam keduanya. "wae?" tanya Nickhun polos. "Aniya, hanya merasa aneh saja" jawab Wooyoung agak ketus. Junsu dan Chansung ha nya tersenyum melihatnya. "kau ini aneh" komentar Taecyeon sambil mengacak-acak rambut Wooyoung. Sementara itu, Junho hanya menyendiri di anak tangga. Tak berniat untuk bergabun g bersama yang lainnya. Chansung yang menyadari Junho tidak bergabung bersama me reka, mendekati Junho dan mencoba mengajaknya berbicara. "Hyung, kau tidak ikut bergabung?" tanya Chansung. Junho menatap sang maknae kemudian tersenyum. "Aniyo, aku sedang berpikir" jawab nya. Chansung mengerutkan dahinya, menatap Junho selidik. "kau sedang ada masalah ya hyung?" tanyanya. Junho menggeleng. "sama sekali tidak. Kenapa kau berpikiran seperti itu?" tanyan ya heran. "Aniyo, hanya saja hyung terlihat lebih diam dari biasanya" jawabnya lalu melabu hkan dirinya disebelah Junho. "Aku bersyukur kalau memang seperti itu hyung" tam bahnya lagi. Junho mengacak-acak rambut lembut Chansung. "Kau jangan terlalu banya berpikir C hansung-ah, nanti stress" ujarnya lembut sambil tertawa kecil. Chansung tersenyum melihat Junho. "Hyung, boleh aku bercerita padamu?" tanyanya. "Tentu saja saeng, kau mau cerita apa?"

Chansung menghela nafas panjang. "Sebenarnya... aku... menyukai Junsu hyung" (Junho POV) "Sebenarnya... aku... menyukai Junsu hyung" DEGG! Apa katanya tadi? Menyukai Junsu hyung? Apa aku tak salah dengar? Kutatap Chansung tak percaya. "Benarkah?" tanyaku meyakinkan diriku. Tampak semburat merah menghiasi wajahnya. Ia mengangguk pelan. "Jangan cerita-ce rita pada yang lain ya hyung, aku mengatakannya padamu karena aku yakin kau takk an mengecewakanku" ujarnya. Aku menunduk, tak mau menatapnya. Karena jika aku menatapnya maka selesailah sem uanya. Mataku takkan mungkin bisa berbohong. "Hyung, kau tidak apa-apa kan?" panggilnya sambil mengibaskan tangannya didepan wajahku. Aku menghela nafas lalu memaksakan diriku tersenyum. "Tenang saja Chansung-ah. A ku pasti akan membantumu" ujarku. "Cheongmal? Gomawo hyung" ujarnya senang sambil memelukku. Aku pun membalas pelu kannya. "Ne... aku akan membantumu, jadi jangan sungkan padaku" tambahku lagi sambil mel epaskan pelukkannya. Ia tersenyum manis. Benar-benar tulus dan tampak seperti anak-anak. Aku tidak ak an mungkin menyakitinya. Dia sangat mempercayaiku. Sudah saatnya aku menyudahi i ni semua. "Ya! Junho-ah! Chansung-ah! Ayo kita mulai lagi latihannya" panggil Taecyeon hyu ng. "Ne hyung, kami segera kesana" jawab Chansung. "Ayo hyung, kita latihan lagi" aj aknya padaku. Aku mengangguk menjawabnya. Kami pun bangkit dan mulai latihan kem bali. Disela-sela latihan, kulihat Junsu hyung menatap kami semua sambil tersenyum. Se nyum yang sangat aku sukai. Andai saja senyum itu ia tunjukkan hanya padaku. Say ang sekarang aku tak bisa lagi mengharapkannya. Aku harus mundur dan membunuh pe rasaan ini sebelum hatiku tersakiti lebih dalam lagi. Berhenti berharap senyum i tu hanya untukku seorang. (Author POV) Junho membuka pintu kamarnya, ia melirik pada jam dinding yang menunjukkan pukul 1 pagi. Ia menggeliat kuat, sedikit mengeluh kenapa ia harus terbangun begini p agi. Ia beranjak menuju dapur, dan meneguk segelas penuh air mineral untuk meleg akan dahaganya. Ia menghela nafas panjang sambil menyandarkan tubuhnya di meja m akan, sejurus kemudian matanya membulat menatap ruang tamu. Tidak aneh baginya jika melihat Wooyoung dan Chansung bergeletakan di ruang tamu , karena mereka memang sering begitu. Yang membuatnya aneh adalah, apa yang Juns

u lakukan tidur di sofa seperti itu? Junho menatap lantai, dimana Chansung bergu ling nyenyak di tempatnya. "Mana Wooyoung hyung?" bisik Junho heran sambil melihat kanan-kiri untuk mencari sosok Wooyoung yang biasanya mendiami sofa dimalam hari. Ia menatap televisi ya ng masih menyala, lalu ia pun meraih remote dan mematikannya. Tatapan Junho kembali jatuh pada Junsu. Ia menghampirinya, lalu berlutut di hada pan sofa, menatap wajah Junsu lekat-lekat, kemudian tersenyum. "Tetaplah sehat seperti ini, hyung," bisik Junho. Junho menghela nafas dan menga ngkat tangannya, baru saja ia akan membelai pipi Junsu ketika ia teringat akan C hansung. Junho menghentikan gerakannya, lalu dengan segera menurunkan tangannya dan melirik Chansung yang masih tertidur. Junho kembali menghela nafas dan kemba li menatap Junsu. Ia bangkit, mengambil selimut di kamarnya dan kembali ke ruang tamu untuk menyampirkannya pada Junsu. Junho kembali menatap Junsu dan tersenyu m, lalu mendekatkan bibirnya pada telinga Junsu berharap ia mendengar. "Tetaplah tersenyum," bisiknya seraya tersenyum pilu. "Meski bukan untukku.." Ju nho menarik tubuhnya dan kembali berjalan masuk ke dalam kamarnya. "Ppabo..." bisik Junsu seraya menarik selimut menutupi wajahnya. Aku senang Junho hyung menepati kata-katanya. Dia benar-benar membantuku agar bi sa bersama dengan Junsu hyung, tapi sejak saat itu juga dia tidak mau menatapku langsung. Aku tidak tahu kenapa, setiap kutanya dia selalu mengalihkan pembicara an. Junho hyung sama sekali tidak mau menjawabnya. Sama seperti sekarang ini, kami sedang ada dikamarnya sambil mencari sesuatu yan g bisa digunakan untuk mengerjai member lain. Meskipun tenang tetap saja dia pun ya sisi jahil juga. Aku sering menjadi targetnya akhir-akhir ini. "Hyung, memangnya siapa yang mau kau jahili hari ini?" tanyaku. Seingatku Junho hyung jarang sekali menjahili Junsu hyung. Malah sebaliknya, Junsu hyung yang me ngerjainya. "aku ingin balas dendam pada Junsu hyung. Seenaknya saja menipuku kemaren" jawab nya kesal. "menipu? Memangnya Junsu hyung bilang apa?" tanyaku penasaran. "dia bilang dia mau mentraktirku di supermarket. Tidak tahunya dia hanya menyuru hku membawa barang belanjaan. Benar-benar menyebalkan!" ceritanya. Aku hanya tertawa kecil. Tapi aneh sekali. Padahal kemaren aku sudah menawarkan diri untuk menemani Junsu hyung belanja, tapi dia menolak dengan alasan barang y ang dibelinya tidak banyak. Tapi dia malah menelpon Junho hyung yang baru saja s elesai syuting 'Dream Team' untuk menemaninya. Apa jangan-jangan... "Chansung-ah, kenapa kau tiba-tiba diam begitu?" tanya Junho hyung mengembalikan pikiranku. "a... aniyo. Aku hanya kepikiran sesuatu" jawabku. "oh..." ujar Junho hyung. "Hyung, kenapa kau mau membantuku?" tanyaku. Lagi, Junho hyung langsung mengalihkan perhatiannya pada benda-benada yang kami persiapkan untuk rencana bodoh kami.

"Karena kau itu dongsaengku Chansung-ah. Kenapa tiba-tiba kau bertanya seperti i tu?" tanyanya balik. Aku menggeleng. "hanya penasaran saja hyung" jawabku. Yah benar, aku memang penasaran sekali kenapa Junho hyung begitu cepat mengataka n dia mau membantuku tanpa menanyakan kenapa aku bisa menyukai Junsu hyung. Sela in itu sikapnya pada Junsu hyung benar-benar berubah, seperti menjauhinya. Seben arnya ada apa? Otakku ini tidak bisa menemukan jawabannya. (Author POV) Taecyeon, Wooyoung, Chansung dan Nickhun hanya bisa menatap tak percaya dengan a pa yang baru saja mereka lihat. Junho dan Junsu bertengkar hanya karena masalah sepele. Hanya karena Junho tiba-tiba pergi begitu saja tanpa melirik Junsu saat sang lead vocal menyapanya. "Ya! Junho-ah! Kenapa kau tidak mau menatapku?" tanya Junsu kesal. Sejak beberap a hari yang lalu Junho memang tidak mau menatap Junsu dan Chansung "Memangnya aku harus menatapmu hyung? Tidakkan? Sudahlah, aku mau istirahat!" ja wab Junho tak kalah kesal. Ia berlalu ke kamarnya kemudian membanting pintu. "Aiissh... dia benar-benar membuatku kesal! Terserah padamu saja! Kau tak mau bi cara denganku juga tak apa! Dasar Bodoh!" hardik Junsu lalu menghilang di balik pintu kamarnya yang juga menjadi korban pembantingan. Empat member yang lainnya hanya bisa mengelus dada mereka yang kaget karena ulah Junho dan Junsu yang membanting pintu. "Mereka berdua itu kenapa sih? Kenapa tiba-tiba masalahnya bisa jadi seperti ini ?" tanya Wooyoung bingung. "molla hyung, padahal dari tadi mereka tidak apa-apa" jawab Chansung. "Bukankah menurut kalian sikap Junho belakangan ini agak aneh? Ia terkesan seper ti menjauhi Junsu hyung" ujar Taecyeon tiba-tiba. "benar juga ya, padahal sebelumnya ia perhatian sekali sama Junsu hyung. Apa dia salah makan?" tambah Nickhun dengan pertanyaan bodohnya. "Mungkin memang ada yang salah" bisik Chansung tidak sengaja. Yang lainnya langsung menatap Chansung penasaran. "Apa maksudmu Chansung-ah?" ta nya Wooyoung. Chansung langsung menyesali kata-katanya. "M...Maksudku... mungkin saja Junho hy ung memang salah makan" jawabnya tergagap. Wooyoung, Nickhun dan Taecyeon kecewa mendengar jawaban Chansung. "Kau ini... kami pikir kau tahu sesuatu" ujar Nickhun menghempaskan badannya ke pangkuan Wooyoung. "ya! Apa-apaan kau!" hardik Wooyoung. Nickhun hanya tersenyum menanggapinya. Sem entara Taecyeon geleng-geleng kepala melihat sikap manja Nickhun. Lain dengan Chansung, ia kembali larut dalam pikirannya. Melihat Junho tak mau m enatapnya dan Junsu membuatnya penasaran ada apa dengan Junho. Sejak kejadian di rumah sakit dulu, ia tidak pernah melihat Junho yang dulu lagi. Begitu pun denga

n Junsu. Tak pernah ia melihat Junsu semarah ini sebelumnya. 'sebenarnya apa yang terjadi dengan kalian hyung?' batinnya. (Junsu POV) Aku mengotak-atik komputer dengan kesal. Awalnya aku berharap mungkin saja denga n mengerjakan komposing lagu hatiku akan lebih enakkan. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Hatiku benar-benar tidak bisa tenang. Apa maksudnya dia bersikap seperti ini setelah berkata seperti itu padaku? Apa y ang kau khawatirkan Junho? Kenapa kau berkata seperti itu padaku? Ada apa dengan mu? Tanpa kusadari airmataku jatuh begitu saja. Kenapa? Kenapa perasaan ini begitu m embuatku menderita? Pintu diketuk pelan. "Hyung?" suara Chansung memanggil suaraku dengan nyaring. Buru-buru kuhapus air mataku dengan ujung baju, dan kupandang monitor lekat-lekat. "Aku masuk ya?" katanya ragu. Kemudian kenop pintu kamarku memutar dan pintu pun terbuka. Chansung melongok masuk, dan menatapku. "Kau baik-baik saja, hyung?" tanyanya lugu. Aku mengangguk. Aku tahu, jika aku b icara suaraku akan sangat bergetar, dan itu akan membongkar semuanya. Membongkar , bahwa aku menangis. Chansung berjalan menghampiriku, lalu duduk di ranjangku. Ia melipat kakinya, lalu menopang kepalanya. "Kau ini kenapa sih, hyung?" "Apanya?" tanyaku sedikit malas. Chansung menghela nafas. "Antara kau dan Junho hyung... Apa yang terjadi?" tanya Chansung. Jantungku berd etak tidak nyaman, aku terdiam. "Kalau tidak mau cerita ya sudah," kata Chansung sedikit kecewa. Ia bangkit, nam un segera kutahan tangannya dan kutatap wajahnya. "Ani, tinggallah.. Aku butuh seseorang untuk kuajak bicara," kataku seraya bangk it dari kursiku dan memintanya untuk kembali duduk di ranjang sementara aku dudu k disampingnya. Kusandarkan tubuhku pada dinding dengan satu helaan nafas panjan g. Kau gila, Junsu... Kau sudah gila... Chansung menatapku. "Jadi kau kenapa?" tanyanya. Aku menghela nafas panjang. Bar u hendak kukeluarkan unek-unekku ketika pintu kamarku terbuka. Junho berdiri dis itu, menatapku dan Chansung bergantian. "Hyung..." panggil Chansung. "Mencari siapa?" tanyaku kasar. Junho menatapku tajam, lalu membuang muka. "Wooyoung!" sahutnya keras sembari kembali menutup pintu sama kerasnya. Chansung menatapku, sementara aku segera membuang muka dan mengatur nafasku yang sudah b erderu, berkeinginan untuk menghajar Junho. Aku tidak tahu kenapa ia begitu tak acuh padaku belakangan ini. Junho ya... Tidakkah kau tahu, aku tidak butuh siapa pun disini selain kau... Kutundukkan kepalaku. "Hyung?" panggil Chansung sambil meraih pundakku. "Aku tidak apa-apa, Chansung ah..." sergahku. Kenapa suaraku begitu bergetar? Ke

napa jantungku begitu berdenyut nyeri? Kenapa? "Aku tahu," kata Chansung kemudian. "Ini berkaitan dengan Junho hyung, bukan?" D engan cepat kuangkat wajahku dan menatapnya. Ia tersenyum, namun ada sesuatu pad a senyuman itu. Rasa pilu? "Chansung ah..." desahku. Chansung menghela nafas. "Kami semua merasakannya, hyung," potong Chansung. "Junho hyung memang berubah." Aku kembali terdiam. "Ne," sahutku. "Ia menjauh dariku... Aku tidak mengerti mengapa dia begitu..." "Aku rindu dia yang begitu perhatian," kataku kemudian. Entah mengapa kata-kata itu mengalir begitu saja dari bibirku. Kutatap Chansung yang masih menatapku. "M ungkin ini juga salahku.." "Mengapa menjadi salahmu?" tanya Chansung. Aku menghela nafas. "Aku begitu keras kepala," jawabku. "Seharusnya aku tahu, bahwa kalian begitu me ngkhawatirkan aku... Bahwa aku mungkin akan membuat kalian semua pusing... Namun aku hanya ingin menari bersama kalian di atas panggung, aku tidak ingin santai disaat kalian berlatih keras." Chansung meraih tanganku. "Hyung... Kau bodoh..." "Eh?" Chansung tersenyum, mengembangkan senyumannya yang manis. "Kau masih bisa menari bersama kami, kami tidak akan meninggalkanmu. Tap i kau harus tahu batasanmu, karena aku-ani, kami tidak ingin kau menderita." "Ya, kurasa begitu," sahutku lemas. "Aku sudah begitu egois.. Hingga Junho pun.. . ani... hingga aku membuat kalian pusing begini. Mianhae..." "Hyung," panggil Chansung. Aku mendongak. "Hnn?" "Apa mungkin... Kau menyukai Junho hyung?" tanya Chansung. Aku tersentak, kutata p wajah Chansung, tatapannya tajam padaku. Tidak pernah kulihat ia seserius ini. Aku tahu, aku tidak pandai berbohong, kuakui aku memang menyukai Junho dan tida k ingin kehilangannya. "Ne," sahutku kemudian. "Aku menyukainya..." Chansung menatapku lama, namun kemu dian senyumannya kembali terkembang. "Sudah kuduga!" kekehnya. "Baiklah! Biarkan dongsaengmu ini membantu kalian!" "Chansung ah..." "Gottcheongmal!" tukasnya. Ia bangkit lalu beranjak menuju pintu. "Aku akan beru saha keras agar kalian bersama! Yaksokhae!" Aku tersenyum padanya. "Gomawo," kataku. Chansung menggeleng. "Tidak perlu berterima kasih," kekeh Chansung. "Kalau begitu, aku mau menyusun siasat dulu, ya!" "Oh," sahutku seraya mengangguk. Ia membuka pintu dan menghilang dengan cepat.

Junho... cepatlah kembali... (Chansung POV) Aku sudah tidak kuat lagi. Kututup pintu kamar Junsu hyung dengan cepat. Sejenak kusandarkan tubuhku yang lemas di pintu itu. Entah mengapa senyumku menghilang. Seharusnya aku tahu... Hwang Chansung, mengapa kau begitu bodoh? Seharusnya aku tahu bahwa Junho hyung dan Junsu hyung menyukai satu sama lain. S eharusnya kau tahu itu dari cara mereka saling menatap. Seharusnya kau tahu seja k dulu. Mataku terasa panas dan dadaku berdenyut nyeri. "Chansung ah?" panggil Nickhun hyung. Aku mendongak. "Kau kenapa?" "Aniyo," tukasku seraya memaksakan sebuah senyuman untuknya. "Aku sakit perut." "Lha?" "Aku ke WC dulu, ya, hyung!" kataku sambil melarikan diriku ke WC. Kubuka pintu WC dengan cepat, menutupnya dengan segera dan memutar kunci. Nafasku berderu ken cang, air mataku sudah meleleh. Kuputar keran westafel dan kubiarkan diriku mena ngis. Menenggelamkan suara tangisanku dengan suara deras air dari keran. Apakah ini ya ng namanya patah hati? Apakah perasaan ini yang sudah kuberikan kepada Junho hyu ng? Aku sungguh tidak tahu diri... Kutekan dadaku yang nyeri. Kududukan diriku di kloset yang tertutup, kemudian ku benamkan wajahku pada tadahan kedua tanganku. Membiarkan sakit hati ini meluruh dengan semua air mata yang kukeluarkan hari ini. (Junho POV) Keparat! Kubanting pintu atap dan kuhela nafasku panjang. Kutatap langit yang sedikit men dung di atasku. Aku sudah berjanji untuk membantu Chansung, tapi mengapa perasaa n sakit ini masih begitu terasa olehku? Lee Junho kau tolol! Kau sendiri yang me mutuskan untuk menjauhi Junsu hyung, maka hadapilah konsekuensinya jika Chansung menjadi dekat dengannya! Sialan... Kenapa aku tidak bisa menahan rasa marahku? Aku bukan diriku yang biasanya. Sang at lumrah bagi Chansung untuk berada di kamar Junsu hyung tadi. Ya, karena merek a adalah calon pasangan, bukan? Namun mengapa emosi ini begitu meledak-ledak? Se akan aku ingin membunuh Chansung... Seakan aku ingin menghempaskan tubuh Chansun g dan menculik Junsu hyung untuk diriku sendiri? Bajingan kau Junho... Hyung macam apa kau ini? Apakah kau bajingan yang mau menjilat ludahmu sendiri? Aniyo... Aku adalah orang yang terpelajar dan aku tahu apa arti dari komitmen.. Aku tidak boleh mengecewakan Chansung.. Tidak dongsaengku yang satu itu..

Kutundukkan wajahku, menatap sebuah tetesan air di depan kakiku. Hujan? Kuangkat wajahku menatap langit yang masih mendung. Aniyo. Tidak hujan. Kemudian kusentu h pipiku. Basah... Sial, apakah aku menangis? Untuk siapa air mata ini? Air mata apa ini? "HAAAAAAAAAAAAAA!" teriakku kepada langit. Jebal... Biarkan Chansung dan Junsu hyung bahagia.. Bukankah sudah kusuruh kau u ntuk menghilang? Hei, perasaan bodoh? Mengapa kau masih berdiam ditempatmu? Semakin lama tangisku semakin kuat. Kudekap mulutku dan kuhajar dadaku untuk men ghilangkan rasa sakit yang begitu dalam. Dan beberapa saat kemudian, aku pun men angis di bawah hujan. (Author POV) "Khun hyung, apa kau melihat Junho?" tanya Wooyoung pada Nikchun yang masih beng ong karena melihat tingkah Chansung yang tidak seperti biasanya. "Aniyo. Waeyo?" tanya Nickhun. "Ah... dia kemana sih? Tadi Eunhyuk hyung mencarinya... mau ngajak latihan baren g katanya." ujar Wooyoung agak kesal. Nickhun mengernyitkan dahinya. "Hanya Junho saja?" tanyanya selidik. "Entahlah... menejer yang berpesan padaku" jawab Wooyoung cepat. "Sudah ya... ak u mau cari Junho dulu. Hujan-hujan begini dia pergi kemana sih?" Wooyoung melang kah cepat menuju pintu, namun saat ia membuka pintu, ia kaget melihat keadaan Ju nho yang basah kuyup. "J... Junho? Kenapa kau basah kuyup begini?" tanya Wooyoung kaget sekaligus khaw atir. Junho sama sekali tidak menjawab, ia melangkah melewati Wooyoung dan Nikchun yan g menatapnya heran menuju kamar mandi. "Hyung..." panggil Chansung yang baru saja keluar dari toilet. Ia kaget melihat Junho pulang dalam keadaan basah kuyup. Lagi-lagi junho tidak menjawab. Ia hanya menatap Chansung kemudian tersenyum lem ah dan menghilang di balik pintu kamar mandi. Chansung menggigit bibir bawahnya. Ia benar-benar merasa bersalah karena telah m embuat Junho menjadi seperti ini. Dengan cepat ia menahan pintu kamar mandi sebe lum Junho menutupnya dengan sempurna. "Hyung, bisa kita bicara sebentar?" tanyanya cepat. "Nanti saja Chansung-ah... aku mau mandi dulu." jawab Junho pelan tanpa menatap Chansung. "Baiklah." sahut Chansung lalu membiarkan Junho mengunci pintu. Ia melangkah menuju ruang tengah, bergabung dengan Wooyoung dan Nickhun yang mas ih kaget melihat Junho. "Ada apa dengannya? Tak biasa-biasanya dia seperti itu." tanya Nickhun bingung. "Molla, dia tidak pernah cerita padaku." jawab Wooyoung lalu melabuhkan tubuhnya

di samping Nickhun. Ia menatap Chansung yang baru saja datang. "Chansung, apa J unho pernah bercerita padamu?" tanyanya. Chansung terdiam. Junho tidak pernah bercerita apapun padanya, tapi ia tahu bahw a selama ini dia lah yang menyebabkan Junho seperti ini. "Chansung-ah..." panggil Nickhun. Chansung mengerjap. "Ne hyung. Wae?" "Apa Junho pernah bercerita sesuatu padamu?" tanya Nickhun lagi mengulang pertan yaan Wooyoung. Chansung menggeleng. "Tidak, Junho hyung tidak pernah bercerita apapun padaku. T api..." Chansung tidak sanggup melanjutkan perkataannya. "Tapi kenapa?" tanya Wooyoung penasaran. Chansung menghela nafas. "Bukan apa-apa hyung, nanti aku akan coba menanyakannya ." jawab Chansung sambil terseyum lemah. Wooyoung dan Nickhun kembali kecewa mendengar jawaban Chansung. Sementara itu Ch ansung bertekad untuk membantu dua hyung yang sangat disayanginya itu. Ia tidak mau membuat Junho terluka gara-gara dia. Lagipula ia tahu jika ia memaksakan per asaannya, maka tidak akan ada yang bahagia diantara mereka. Cukup lama Junho berada di kamar mandi. Meskipun berusaha untuk terlihat lebih b aik namun usahanya gagal. Tangisannya sama sekali tidak berhenti. Ia membiarkan air shower membasahi tubuhnya yang semula memang sudah basah kuyup karena diguyu r hujan. "Ayolah Junho... Kau sudah berjanji padanya, jangan kecewakan dia." ujarnya pada dirinya sendiri. Ia menenangkan dirinya setelah menangis keras. Menangisi betap a bodohnya dirinya tidak bisa membunuh perasaan yang seharusnya tidak boleh ada dalam dirinya. "Apa ada orang didalam?" tiba-tiba suara Junsu mengalihkan perhatiannya. Junho m enghela nafas panjang, berusaha agar suaranya tidak bergetar. "Ne hyung, aku di dalam." jawabnya. Tidak terdengar sahutan dari luar. Setelah sedikit mengeringkan rambutnya, ia pu n keluar. Ia kaget saat melihat Junsu berada di depan pintu. Tak beda dengannya, Junsu pun terlihat kaget karena Junho tiba-tiba keluar dari kamar mandi. Junsu menatap Junho, mata mereka bertemu, namun kemudian Junho dengan segera mem alingkan pandangannya. "Kau mau masuk, hyung?" tanya Junho. Junsu terdiam sejenak, lalu mengangguk. "Oh." sahutnya pelan. Junho menghela nafas. "Arasso." ujar Junho. Ia kembali mengacak rambutnya dengan handuk, ia memiringka n tubuhnya agar Junsu bisa melewatinya, namun Junsu diam tak bergeming ditempat. "Hyung, permisi..." "Junho ah.." panggil Junsu. Ia mengangkat tangannya dan menghalangi tubuh Junho. "Wae?" tanya Junho. Junsu menggigit bibirnya lalu memantapkan hatinya untuk bica ra.

"Bisa kita bicara? Ada yang ingin kukatakan padamu." kata Junsu. Junho tidak lan gsung menjawab. Sebagian dari hatinya mengatakan bahwa ia ingin menerima tawaran itu, namun sebagian lagi menolak mentah-mentah tawaran itu. 'Ingat Chansung, Junho,' batin Junho. Ia menatap Junsu lalu menggeleng pelan. "Tidak ada yang ingin kubicarakan denganmu, mianhae." tukas Junho datar sambil m endorong tubuh Junsu kesisi dan berjalan melewatinya. Junsu terdiam, berusaha me nahan air matanya yang sudah dipelupuk mata. Junsu memejamkan matanya, kemudian merengut dadanya, membiarkan beberapa tetes air mata mengalir sebelum ia masuk k e dalam kamar mandi dan menangis. Junho berjalan cepat menuju kamarnya, ia menyampirkan handuknya di atas kepala, membiarkan wajahnya tertutupi hingga tidak seorang pun sadar ia tengah menahan t angis. 'Mianhae, hyung...' batinnya lagi. Tangannya yang gemetar dengan cepat ia arahkan menuju kenop pintu, lalu memutarnya. "Hyung, kau sudah selesai?" sapa Chansung yang mendongakkan kepalanya dari PSP d itangannya. Junho mengangguk lalu mengambil selembar pakaian lalu memakainya. "Kau menunggu disini?" tanya Junho agak heran. Chansung mengangguk lalu menghentikan permainannya kemudian menghela nafas panja ng. Ia pun menatap Junho yang kini kembali mengeringkan rambutnya dengan handuk. "Boleh aku bertanya sesuatu padamu hyung?" tanya Chansung sambil melipat kakinya . Junho menatap Chansung heran kemudian tersenyum. "Tentu saja, kau mau bertanya a pa?" tanya Junho kembali. "A... apa kau pernah merasa jatuh cinta dan kemudian patah hati?" tanya Chansung hati-hati. Junho tak langsung menjawab. Ia menatap Chansung tajam, mencari alasan kenapa ti ba-tiba sang maknae bertanya seperti itu padanya. "Kenapa kau bertanya seperti itu Chansung-ah? Apa Junsu hyung menolakmu?" tanya Junho selidik. Chansung menggeleng cepat. "Aniyo, aku hanya ingin tahu saja karena hyung jarang bercerita tentang hal itu padaku" sanggahnya. Junho menghela nafas panjang lalu duduk disebelah Chansung. "Ne, aku pernah mera sakannya" jawabnya lirih. "Pasti rasanya sakit sekali?" ujar Chansung. Junho menggeleng. "Awalnya memang sakit, tapi jika kau melihatnya bahagia maka k au juga akan ikut merasa bahagia" sanggahnya. Chansung menatap Junho nanar. Ingin ia menangis sambil memeluk hyung nya yang sa tu ini. Junho sudah sangat baik padanya hingga mengorbankan perasaannya sendiri. Ingin sekali ia meminta maaf karena sikap egoisnya. Namun semua itu ia tahan de mi kedua hyungnya. "Gomawo." ujar Chansung sambil tersenyum.

Junho mendongak, menatap Chansung tajam. "Untuk apa?" tanyanya tak mengerti. Chansung terdiam sesaat. "Untuk semuanya yang sudah kau lakukan untukku." sahutn ya. Junho tersenyum. "Tak perlu berterima kasih Chansung-ah, sudah sewajarnya aku me mbantumu. Kau ini kan sudah kuanggap seperti adik kandungku sendiri." jawab Junh o sambil mengacak-acak rambut Chansung yang agak panjang. Chansung pun ikut ters enyum. "Hyung, sekarang kau tidak perlu membantuku untuk bersama Junsu hyung lagi." uja r Chansung. Junho tersentak kaget. Ia memandang Chansung tak percaya. "Wae? Apa kau sudah ja dian dengan Junsu hyung?" tanyanya kaget. Chansung menggeleng. "Aniyo." "Jadi kau benar di tolak olehnya?" tanya Junho lagi. "Tidak juga." jawab Chansung. Junho menatap Chansung, ia tak mengerti kenapa Chansung tiba-tiba berkata sepert i itu. "Lalu kenapa?" tanyanya. Chansung tersenyum pilu. "Aku sudah memutuskan menyerah hyung, Junsu hyung menyu kai orang lain." jawabnya lirih. Junho menyandar lemas. "Begitu..." bisiknya lirih. "Tapi kau tidak boleh menyera h Chansung-ah. Kau harus berusaha mencapai cintamu." ujar Junho semangat. Chansung menatap Junho, namun dengan cepat pula Junho mengalihkan perhatiannya. Chansung menggenggam tangan Junho erat. "Aku tidak ingin menyakiti kalian berdua hyung." Junho tersentak. Ia menatap Chansung kaget. "Apa maksudmu Chansung-ah?" "Aku tahu selama ini hyung menyukai Junsu hyung." jawab Chansung pasti. "A... Aku tidak.." "Jangan berbohong hyung, aku bisa melihatnya!" ujar Chansung keras. Junho terdiam. Ia tak bisa mengelak lagi. "Aku tidak apa-apa Chansung-ah..." uja rnya lirih. "Bohong!" sanggah Chansung cepat. "Jika kau baik-baik saja, maka kau tidak akan seperti sekarang ini." Junho bangkit lalu menatap Chansung dan kemudian tersenyum. "Jangan korbankan pe rasaanmu untukku Chansung-ah, jangan pernah kau lakukan itu." ujarnya lirih lalu menghilang di balik pintu. "Junho hyung!" panggil Chansung. "Kau benar-benar bodoh hyung, kau melarangku me lakukannya tapi kau sendiri melakukannya. Kau benar-benar bodoh. Tak tahu kah ka u bahwa Junsu hyung juga menyukaimu?" ujar Chansung berharap Junho akan mendenga rnya. (Junsu POV)

Lagi-lagi air mataku mengalir. Kenapa dia menjauhi seperti ini? Kenapa kau melak ukan ini padaku Junho? Penolakanmu kemarin sudah menjelaskan semuanya. Aku tak b isa berharap lagi sekarang. Meskipun Chansung mengatakan akan membantuku, tetap saja aku tidak bisa berharap banyak. "Junsu hyung, boleh aku masuk?" suara ketukan dan panggilan Taecyeon memaksaku u ntuk menghapus air mataku dan menjawab panggilannya. "Masuk saja." jawabku parau. Aku mengalihkan perhatianku pada keyboard yang ada di samping komputer saat Taecyeon memasuki kamar agar ia tidak bisa melihat air mataku. "Hyung, gwenchana?" tanyanya khawatir. Aku mengangguk. "Ne, aku baik-baik saja." jawabku sambil tersenyum. Ia ikut tersenyum. "Hyung, tadi manejer bilang kau sudah boleh latihan lagi bersama kami." ujarnya. "Jinjja? Syukurlah kalau begitu. Aku bosan hanya latihan vokal tiap hari." ujark u senang. Ini benar-benar kejutan yang menyenangkan. Kuharap karena kesibukan la tihan nanti, aku bisa melupakan masalahku meskipun aku tau itu sulit. (Author POV) Wooyoung mengetuk pintu kamarnya dan Junho perlahan. "Junho-ah, aku masuk ya?" tanyanya hati-hati. Takut jika nanti Junho marah padan ya mengingat sejak beberapa hari yang lalu ia bertengkar dengan Junsu. Perlahan ia membuka pintu, ia menatap Junho yang berbaring menghadap dinding di tempat tidur. "Junho, kau baik-baik saja?" tanya Wooyoung khawatir. Ini kedua kalinya ia melih at Junho terpuruk seperti sekarang setelah kejadian di rumah sakit dulu. Junho mengangguk."Ne hyung, aku baik-baik saja." jawabnya seraya berbalik mengha dap Wooyoung. Wooyoung kaget melihat wajah Junho yang lebih keruh dibandingkan saat pulang tad i "Ada apa hyung?" tanya Junho sambil memaksakan sebuah senyum. "Ah, itu, tadi manejer bilang Junsu hyung sudah boleh latihan lagi hari ini." ja wab Wooyoung. Junho menatap Wooyoung tak percaya. "Cheongmal?" tanyanya tak percaya. Wooyoung mengangguk. "Ne" jawabnya. Junho tersenyum lembut mendengarnya. "Syukurlah kalau begitu." ujarnya senang. Wooyoung nyaris saja tidak mempercayai apa yang baru saja ia lihat dan dengar, n amun sejurus kemudian ia juga ikut tersenyum. "Ayo! Kita latihan sekarang" ajak Wooyoung. Junho mengangguk menjawabnya. Ada rasa lega dalam dirinya, namun rasa sedih dan cemas jauh lebih dominan. Ia bertekad akan terus membantu Chansung meskipun Chan

sung sendiri sudah memutuskan untuk menyerah. Selain itu ia tidak ingin Chansung juga melakukan hal bodoh sepertinya. Part 7 "Mau kemana kau?" tanya Nickhun pada Junsu yang baru saja melekatkan jaket pada kulitnya. Junsu mengangkat bahunya. "Mulla, Chansung mengajakku makan di luar." jawab Junsu. "Kenapa? Kau mau ikut?" Nickhun menggeleng. "Tidak, hanya bertanya saja." jawabnya. "Mana Chansung?" Jun su mengedarkan pandangannya. "Entahlah. Chansung-ah! Ppali!" serunya. Pintu kamar Chansung terbuka, ia keluar dengan terburu-buru sambil menyisir ramb utnya dengan tangan. "Mianhae," kekehnya sambil tersenyum lebar. "Ayo kita pergi, hyung~!" "Oh! Hei! Chamka!" seru Wooyoung. "Ada apa?" tanya Junsu. "Kalian melihat Junho? Dari tadi pagi aku tidak lihat dia," tanya Wooyoung. "Her an aku, kemana perginya bocah itu?" "Tidak lihat." jawab Junsu cepat. "Aku juga tidak." timpal Nickhun. "Chansung?" tanya Wooyoung. Chansung tersenyum. "Sudahlah, hyung, Junho hyung 'kan sudah besar! Biarkan saja kenapa, sih?" kekeh Chansung. Ia meraih tangan Junsu dan menariknya. "Kami perg i, ya?" "Kalian baik-baiklah di rumah," kata Junsu sambil membiarkan Chansung menarik ta ngannya pergi. Pintu tertutup ketika Nickhun menyilangkan tangannya di dada dan menatap kepergi an mereka dengan sebal. "Kau kenapa?" tanya Wooyoung. Nickhun mendelik padanya. "Tidak apa-apa," tukasnya pendek sambil meloyor pergi. Wooyoung menghela nafas. "Khun-ah~!" panggilnya sambil mengejar Nickhun yang tam pak jengkel. (Chansung POV) "Kau mau membawa aku kemana, sih?" tanya Junsu hyung. Aku yang berjalan disebela hnya hanya tersenyum riang. "Sudahlah, hyung, kau diam saja dan biarkan aku menraktirmu." jawabku. Junsu hyu ng menghela nafas. "Kau memang anak yang baik." kekehnya sambil mengacak rambutku. Akan kukenang ti ap detikku bersamanya mulai saat ini. Akan kukenang tiap sensasi getaran yang ku rasakan darinya mulai saat ini.

"Aku memang baik." sahutku sambil menggembungkan pipi. "Jangan samakan aku denga n maknae-nya Super Junior, ya!" Tawa Junsu hyung meledak seketika. "Maksudmu Kyuhyun?" kikiknya geli. Aku senang ia sudah bisa tertawa lagi. "Oh," sahutku pura-pura jengkel. Junsu hyung kembali mengacak rambutku. "Aigoo! Kau mana boleh seperti dia? Aku senang kau adalah kau, Chansung ah!" kek eh Junsu hyung. Jujur saja, hatiku berdesir gembira ketika mendengar kalimatnya itu. Senyumku ti dak bisa berhenti terkembang. Terima kasih, hyung, karena sudah membuatku begini bahagia. "Hyung," panggilku. Ia menatapku dengan wajah yang masih tersenyum. "Gomawo." "Untuk apa?" "Karena kau tersenyum lagi," kataku seraya kembali mengembangkan senyumku. "Gomawo." Junsu hyung tersenyum. "Aniyo," tukasnya. "Aku yang harusnya berterima kasih." "Wae?" tanyaku. "Karena kau sudah membuatku tersenyum lagi." jawabnya. Jantungku kembali berpacu kuat. Ternyata tidak semudah itu untuk menyerah dari p erasaan ini. Memang tidak mudah seperti membalikkan udang dalam wajan. "Pokoknya aku ingin kau berjanji padaku, hyung." tuntutku. "Berjanji apa?" Junsu hyung menatapku keheranan. "Berjanjilah untuk tetap tersenyum, karena wajahmu sangat buruk kalau bibirmu te rtekuk." ujarku. Junsu hyung tertawa. "Arasso, arasso..." kekehnya. "Yaksokhae." "Nah! Kita sudah tiba!" seruku sambil menghentikan langkahku di depan sebuah kaf e mungil di tengah kota. Junsu hyung menatapku. "Wah! Aku suka sekali tempat ini!" serunya. Aku membusungkan dada, berniat menyo mbongkan diri. "Tentu saja! Maka itu aku membawamu kemari!" kekehku. Ya, selain itu aku ingin m elakukan sesuatu padamu hari ini disini, ditempat kesayanganmu dan Junho hyung i ni. "Ayo masuk!" "Arasso." sahut Junsu hyung begitu kutarik tangannya. Kami duduk di sebuah meja untuk berempat, ketika baru saja menempelkan bokong kami pada kursi besi di bawa h kami, Junsu hyung menatapku heran. "Kita 'kan hanya berdua, kenapa duduk di meja empat kursi?" tanya Junsu hyung. A ku mengangkat bahuku. "Terasa lebih luas, hyung." candaku. Junsu hyung menggelengkan kepalanya maklum.

"Dasar." kekehnya. "Hyung, pesanlah dulu, aku ke WC sebentar, ya?" kataku. Junsu hyung mengangguk. "Cepat kembali, ya." katanya. Kuanggukan kepalaku seraya bangkit. Kemudian kulan gkahkan kakiku menjauhi mejanya itu dan akhirnya aku menunggu. Ponselku berbunyi, menandakan telepon masuk. "Yoboseyo?" sapaku. "Chansung ah, kau dimana? Aku sudah di depan kafe-nya." kata Junho hyung. Aku bi sa melihatnya berkacak pinggang di depan kafe. Kusunggingkan senyumanku. "Masuk saja, hyung." kataku. "Aku duduk di kursi dekat kolam ikan." "Oh, arasso." kataku. "Jangan pesan makanan dulu, ya!" "Ara, ara." kekehku. Kuturunkan tanganku, kupandangi Junho hyung yang masih menc ariku. Sebentar lagi... Sebentar lagi... Junho hyung menghampiri kursiku dan Jun su hyung, kemudian ia tersenyum dan menepuk pundak Junsu hyung, lalu mereka sali ng pandang dan aku tidak bisa melihat apa-apa lagi, karena mataku begitu kabur k arena air mata. (Junsu POV) Dasar Chansung. Bisa saja dia membawaku kemari. Aku sedang memilah-milah menu untuk kusantap nanti. Kira-kira Chansung akan meme san apa, ya? Aku menimbang-nimbang apa yang akan aku makan berdasarkan harganya juga, bisa-bisa Chansung tekor nanti kalau aku tidak tahu diri. Kulirik arlojiku, sudah hampir 10 menit dia di dalam WC, apa yang dia lakukan? A pakah dia buang air besar? Haha. Bodoh, mungkin mengantri. Seseorang menepuk pundakku. "Maaf lama, Chansung ah," helanya. Kubalikkan kepala ku, dan aku terperanjat begitu mengetahui siapa yang ada dihadapanku. Junho. Ia menatapku dengan kaget. "Junho-ah..." "Hyung..?" Junho cepat-cepat menarik tangannya dari pundakku. "Apa yang kau-?" "Aku dan Chansung..-" jawabanku terputus. Chansung..? Apa jangan-jangan ini semu a idenya? Mempertemukan aku dan Junho seperti ini adalah idenya? "Apa yang kau l akukan disini?" tanyaku. Junho menggigit bibirnya. "Chansung memintaku kemari," jawabnya enggan. "Dia mengajakku makan siang." Sejenak aku merasa senang karena Junho ada disini, namun aku sadar mungkin keada annya akan menjadi aneh antara aku dan Junho. "Oh..." sahutku. "Hyuung~~!" seru Chansung sambil melompat keluar dari koridor menuju WC. Ia ters enyum lebar sekali. "Chansung-ah!" protesku dan Junho bersamaan. "Kenapa?" tanya Chansung cengar-cen

gir sambil memposisikan dirinya di hadapanku. "Duduk dulu, Junho hyung." Junho terlihat enggan. "Kalian sedang makan siang.. kupikir lebih baik aku pergi saja," katanya. Chansu ng buru-buru meraih tangannya dan memaksanya untuk mengisi kursi diantara aku da n Chansung. "Mana boleh begitu?" protes Chansung. "Aku 'kan mengundang kalian untuk makan be rsamaku, bagaimana sih?" "Arasso." sahut Junho masam. Aku mulai gelisah, kakiku mulai bergerak tidak nyaman di bawah meja. "Ayo pesan, pesan..." kata Chansung sambil membuka buku menu dengan cepat. "Pelayaaan!" Setelah kami memesan makanan kami, Chansung pun menatap kami, menatapku lalu ber alih pada Junho. "Kalian sedang sariawan?" tanya Chansung. "Eh?" "Kalian tidak bicara, sih," keluhnya jengkel. "Masa sedari tadi hanya aku yang b icara?" "Aku tidak bicara saat acara makan," jawab Junho sambil mengalihkan perhatiannya pada ponselnya. Aku terdiam, tidak tahu harus menimpali apa. "Alah, hyung," keluh Chansung. "Santai saja kenapa, sih?" "Junsu hyung! Kau melamun lagi!" protes Chansung. Aku tersentak. "Ya?" sahutku. "Aku tidak melamun." Chansung menggembungkan pipinya dengan kesal , "Kalian ini aneh," keluhnya. Dan itu adalah kalimat terakhir yang dikatakannya sebelum akhirnya kami menjalan i makan siang yang sunyi. (Junho POV) Chansung ternyata serius dengan perkataannya kemarin, bahwa ia akan menyerah. Ti dak, Chansung, kau tidak boleh berbuat begini hanya untukku. Kau tidak boleh. Ak an lebih baik jika aku yang menyerah, dan bukan kau. Hatiku berdetak tidak nyaman, mengetahui Junsu hyung duduk di sampingku. Bimbang kembali terasa olehku. Tuhan, jika saja aku bisa menghentikan waktu, ingin rasa nya kutatap wajahnya meski hanya satu menit. Namun aku tidak bisa melakukan itu. Aku sudah selesai dengan kewajibanku menghabiskan makanan di hadapanku, kemudian kutatap Chansung yang sedang meneguk air minumnya. "Chansung-ah." panggilku. "Aaaah!" serunya dengan mata yang membulat.

"Waeyo, Chansung-ah?" tanya Junsu hyung. Hatiku sedikit linu mendengar kekhawati rannya pada Chansung. "Aku ingin pipis lagi!" bisiknya sambil bergidik. "Aah! Aku benci cuaca dingin!" Ia mendorong kursinya lalu bangkit dan berlari kecil pergi ke arah WC. Kuteguk h abis air minumku, dan kutatap piring bekas makanku lekat-lekat, berharap menemuk an sesuatu yang bisa membuat pikiranku teralihkan dari Chansung dan Junsu hyung. "Dasar Chansung." kekeh Junsu hyung dengan tawa yang terputus. Kurengut tanganku erat-erat. "Kalau pada awalnya akan mengajakmu dan aku, mengapa tidak bilang saja dari awal ?" keluhku. "Karena dia tahu kau tidak akan datang." jawab Junsu hyung menampar hatiku. Kuta tap wajahnya. Ia menunduk. "Bukan begitu?" "Apa maksudmu?" tanyaku. Meski aku tahu apa maksudmu, hyung. Meski apa yang kau katakan memang benar. "Kau akan menolak ajakan Chansung begitu kau tahu bahwa ia mengajakku, bukan beg itu?" tanya Junsu hyung. "Bukankah kau begitu enggan bertemu denganku?" Ia mengangkat wajahnya, matanya pilu, namun ia tersenyum. "Aku bisa mengerti sek arang, Junho." Kupalingkan wajahku pada piringku lagi. "Meski aku tidak tahu alasanmu menarik d iri dariku," katanya lagi. "Namun setidaknya aku bisa mengerti bahwa kau tidak m enyukaiku." Aku pun menggigit bibir. Bukan itu yang kurasakan, hyung! Bukan itu! Aku sungguh menyukaimu. Namun aku hanya ingin Chansung bahagia, dan kau pun bahagia. "Kuharap kita masih bisa berlaku seperti teman di depan mereka," ujar Junsu hyun g. "Aku tidak peduli jika kita tidak saling bicara. Tapi setidaknya, bertemanlah denganku di hadapan sisa member yang lain." "Kuusahakan." jawabku singkat. Kubuang mukaku jauh-jauh dari pandangannya. Tidak bisa lagi kutahan kemarahan yang meluap-luap pada diriku sendiri. Mengapa harus berakhir seperti ini? Andai saja aku bisa dewasa dan menerima kekalahanku denga n lapang dada sejak awal. Hubunganku dan Junsu hyung tidak akan seburuk sekarang . Ponselku berbunyi, panggilan dari Chansung. Kutekan menu 'speakerphone' agar Jun su hyung bisa ikut dengar. "Yoboseyo," sapaku. "Hyung! Mianhae! Aku harus pulang duluan karena ada urusan mendadak! Kalian pula nglah berdua!" seru Chansung. "Mwo?" tanya Junsu hyung. "Mianhae, hyung, ini benar-benar urgent! Tenang saja, tagihan makanannya sudah k ubayar tadi!" seru Chansung. "Sudah, ya? Daaah!" "Chansung-ah!" seruku. "Dasar!" Aku dan Junsu hyung sempat terdiam lama. Hingga kemudian aku bangkit.

"Kau mau kemana?" tanya Junsu hyung. Kutatap dia. "Pulang, tentu tidak akan pulang bersama bukan?" jawabku sambil lalu. Kuhela naf asku panjang. Aku benar-benar berdosa padamu, hyung... Maafkan aku. Aku harus me mbuat perhitungan dengan Chansung nanti. (Author POV) Chansung tengah menatap langit ketika pintu atap terbuka dan Junho menghampiriny a. "Untuk apa kau lakukan itu?" tanya Junho. Chansung menatapnya murung. "Bukankah sudah kukatakan aku menyerah?" tanya Chansung. Junho mengepalkan tanga nnya. "Apakah kau tidak mendengarku?" tanya Junho. "Aku tidak apa-apa! Kau tidak perlu melakukan hal itu!" "Wae? Wae? Kenapa kau boleh menyerah sementara aku tidak!" tanya Chansung. Junho menatap Chansung. "Karena kau dongsaengku!" seru Junho. Chansung mengepalkan tangannya. "Maka karena kau hyung-ku aku melakukan ini!" timpal Chansung. "Tidak bisakah ka u mengerti, hyung? Aku ingin melakukannya untuk kalian." "Andwae, Chansung-ah, kau tidak boleh melakukannya," sergah Junho kehabisan kata -kata. "Kau tidak boleh menjadi sepertiku. Cukup aku." Chansung menggeleng. "Shirro!" celanya. "Aku ingin melakukan hal ini karena aku begitu menginginkan Junho hyung-ku yang dulu!" Junho tersentak. "Mwo?" "Aku ingin Junho hyung-ku yang dulu!" ulang Chansung keras. "Aku tidak kenal sia pa kau sekarang, aku hanya ingin Junho hyung-ku yang dulu! Kembalikan dia maka a ku akan berhenti melakukan ini!" "Geumanhae!" tukas Junho. "Kau tahu aku tidak bisa..." "Maka terimalah bahwa aku menyerah dan aku ingin menyatukanmu dengan Junsu hyung !" seru Chansung. "Geumanhae!" "Hyung... aku tahu kau menyukainya, dan perasaanmu sudah kau pupuk jauh lebih la ma dariku, aku tahu apa yang sudah kulakukan padamu dengan kelakuanku ini. Aku m elukaimu, aku membuatmu menderita, aku-" "Bagaimana jika kukatakan aku tidak menyukainya?" tanya Junho. Chansung terdiam seketika. "Mwo?" "AKU TIDAK MENYUKAI JUNSU HYUNG!" seru Junho. Chansung menatapnya terkejut. Trak! Pandangan Chansung dan Junho teralihkan. Keduanya terbelalak menatap Junsu yang berdiri di depan pintu atap. Wajahnya pucat, tangannya gemetar dan matanya merah berair.

"Junsu hyung..." desis Junho pilu. Junsu melangkah mundur, ia tersenyum. "A-aku tidak mendengar apa-apa," katanya gugup. "Aku tidak mendengar apa-apa...! " Junsu berbalik dan berlari pergi. Pupus sudah segala harapannya. Hancur sudah im piannya saat itu juga. Chansung kembali menatap Junho, lalu menyerbunya dan meng hajar pipinya. Junho terjungkal dan terjatuh. "KAU PENGECUT!" seru Chansung. Junho menatap Chansung dengan kaget. "Kau begitu mencintainya, tapi kau begitu pengecut untuk mengakuinya!" seru Chan sung murka. Air mata sudah menggenang. "Apa kau pikir dengan berlaku seperti ini tidak akan menyakiti siapa-siapa? Kau salah! Kau menyakiti Junsu hyung! Kau men yakiti kami! Dan kau menyakiti dirimu sendiri!" Junho menatap air mata Chansung yang sudah mengalir deras saking marahnya dia. "Aku menyerah, hyung! Aku menyerah karena aku peduli padamu! Aku menyerah karena aku peduli pada kebahagiaanmu!" kata Chansung. "Dan aku menyerah karena cintaku bertepuk sebelah tangan!" "M-mwoya?" tanya Junho. Chansung menghapus air matanya dengan cepat. "Kau tahu... Apa kau tahu sebesar apa Junsu hyung menyukaimu?" teriak Chansung. Hati Junho terasa hancur. Dia sudah begitu menyakiti perasaan orang yang dicinta inya, dengan segera air mata pun meleleh dari matanya. "Apa kau tahu sebesar apa Junsu hyung merindukanmu?" teriak Chansung lagi. "Kena pa begitu bodoh?" Junho menatap Chansung. "M-mianhae..." "Bukan aku, hyung. Bukan aku, tapi Junsu hyung!" sergah Chansung. "Pergilah.." "Chansung-ah..." "PERGI!" seru Chansung. "Junsu hyung begitu terluka, apa kau masih akan membiarkannya? Bukankah kau menc intainya? Pergilah, hyung! Katakan padanya kau mencintainya!" Tanpa menunggu lebih lama lagi, Junho mendorong tubuhnya untuk berdiri, kemudian berlari menyusul Junsu. Chansung jatuh terduduk, ia menunduk dan memukul-mukul dadanya yang begitu linu, sementara semakin lama tangisnya semakin keras. "Junsu hyung!" serunya pada langit. "Junsu hyung!" "JUNSU HYUNG!" seru Junho. Ia mengejar sosok Junsu yang berlari jauh keluar dari dorm mereka. "HYUNG! CHAMKAMAN!" Junho tersandung, nyaris ia terjatuh, namun ia menyeimbangkan tubuhnya dan kemba li mengejar Junsu. Kekhawatiran menjalar kesekujur tubuh Junho. "Hyung! Berhenti berlari dan dengarkan apa yang harus kukatakan!" seru Junho.

"Tidak ada yang harus dibicarakan!" sergah Junsu dengan nafas terengah. "Bukanka h itu yang kau katakan?" Dada Junho sudah menderu panas. "Hyung! Berhentilah sebelum kau kehabisan nafas! " Namun Junsu mengabaikannya. Ia tetap berlari hingga ia terjatuh ketika mereka ti ba di sebuah lapangan kecil. "Hyung!" seru Junho. Ia mempercepat larinya dan menghampiri Junsu yang terjatuh. "Gwaenchana?" Junsu mendorong tubuh Junho, dan menatapnya dengan matanya yang berlinang air ma ta. "Pergi! Jangan pedulikan aku! Bukankah kau tidak menyukaiku? Bukankah kau be nci padaku?" "Hyung," suara Junho merendah. "Mianhae... Cheongmal mianhae..." Junsu menampar pipi Junho. "Kau ..." "Tampar aku, hyung! Lakukanlah jika itu bisa meluruhkan sedikit kebencianmu pada ku!" kata Junho. "Aku tahu aku bersalah padamu! Tapi kumohon dengarkanlah aku!" "Aku tidak ingin mendengar apapun lagi!" tukas Junsu. "Aku tidak ingin mendengar kata-kata dinginmu lagi, Junho-ah..." "Aku begitu merindukanmu, aku begitu menyukaimu, tetapi kenapa kau seperti ini p adaku?" isak Junsu. "Aku terus berusaha untuk bersabar. Tapi sekarang aku sudah tidak kuat lagi." "Hyung..." "Aku lelah merasa rindu, aku lelah mencintaimu," rintih Junsu sambil bangkit dan menarik tubuhnya menjauh dari Junho. "Kau tidak pernah tahu..." "Aku tidak tahu. Ya, aku memang tidak pernah tahu," jawab Junho, ia bangkit. "Ta pi biarkan aku mengetahuinya, hyung... Biarkan aku mengetahuinya sekarang..." "Untuk apa?" teriak Junsu. "Untuk apa kau mengetahuinya?" "KARENA AKU MENCINTAIMU!" seru Junho. "Karena aku jatuh cinta padamu!" Junsu men atap Junho dengan pilu. "Aku begitu membenci diriku, aku benci diriku yang sudah melukaimu," desis Junho . Ia menunduk dalam. "Maafkan aku... Ampuni aku, hyung..." "Junho-ah..." "Tidakkah kau tahu betapa sakit hatiku setiap kulihat kau bersama Chansung? Beta pa aku ingin menjadikanmu milikku seorang? Betapa aku sudah menjadi orang yang b egitu brengsek di mata semua orang?" lirih Junho. "Aku tahu. Aku adalah bajingan dimatamu. Aku kasar, dingin, tak acuh pada perasaanmu. Karena kupikir perasaan ini hanya milikku... Kupikir hanya milikku... Kupikir dengan menjauhimu aku bisa menghilangkan perasaan ini, namun aku malah menyakitimu..." Junho berlutut di h adapan Junsu. "Kumohon ampuni aku..." "Apa yang harus kulakukan agar kau bisa memaafkan aku?" bisik Junho dengan suara yang sangat parau. Junsu masih diam ditempat, masih menangis dan menatap Junho

di hadapannya. "Junho-ah..." bisik Junsu pada akhirnya. Ia berlutut di depan Junho, lalu merang kul tubuhnya, dan membenamkan wajahnya di pundak Junho, sementara Junho membalas pelukannya dengan erat. "Mianhae," isak Junho. "Cheongmal mianhae.." "Sudah cukup kau menyakiti dirimu sendiri," bisik Junsu. "Maaf karena aku tidak lebih cepat menyatakan perasaanku padamu, hyung," kata Ju nho. Junsu menggeleng pelan. "Maafkan aku karena membuatmu merasa tersiksa," timpal Junsu. Nafasnya berat dan tersengal. "Hyung?" panggil Junho. "Junho-ah... obatku..." desis Junsu. "Hyung!" seru Junho. Ia bangkit, lalu menggotong tubuh Junsu dengannya. "Bertaha nlah! Bertahanlah sebentar!" "Junho-ah.. gomawo.." bisiknya. "Hyung!" seru Junho. Ia menatap Junsu yang sudah terpejam dipelukannya. "HYUNG!" "Kupikir kau akan mati," kata Nickhun yang disahuti jitakan keras dari Taecyeon dan Wooyoung dikepalanya. Junsu tersenyum. "Maaf membuat khawatir lagi." "Aniyo," keluh Wooyoung. "Kalau begini berarti kau disuspend lagi dari latihan, hyung," kata Taecyeon. "Mwo?" ratap Junsu. "Tentu saja!" keluh Junho. "Kubunuh kau kalau ikut latihan!" "Aah, Junho-ya! Kau kejam sekali!" Nickhun menghela nafas. "Kalian sudah baikan?" tanya Nickhun. "Iya, kenapa kalian mendadak mesra begitu?" selidik Wooyoung. "Mesra apanya?" tanya Junho. "Cih," gerutu Nickhun. "Dasar gerombolan orang tolol. Kalian pikir kami tidak sa dar dengan perubahan sikap kalian? Dasar manusia labil." Junsu dan Junho saling tatap. "Jadi selama ini kalian tahu?" tanya Junsu. "Bahkan kucing tetangga pun akan sadar dengan tingkah kalian itu!" gerutu Wooyou ng. "Jadi apa yang terjadi di antara kalian sebenarnya?" tanya Taecyeon.

"Eh... kami," kata-kata Junho terputus karena tiba-tiba pintu kamar rawat Junsu terbuka lebar. Chansung melompat masuk dengan senyum lebar. "Hyuuung~~~~" serunya sambil membawa sebuket bunga untuk Junsu. "Nih. Cepat semb uh, ya?" "Gomawo," kata Junsu seraya menerima buket bunga itu dari tangan Chansung. "AH!" "Ada apa?" "Aku minta PJ!" seru Chansung seraya menengadahkan tangannya dan menyodorkannya masing-masing pada Junsu dan Junho. "PJ?" tanya Junho. Chansung menyeringai lebar. "Pajak Jadian! Kalian sudah jadian, 'kan? Chulkaeyo!" kekeh Chansung jahil. "MWO?" seru Nickhun, Wooyoung dan Taecyeon. "C-Chansung-aaah!" Chansung hanya tersenyum, menyeringai lebar menatap Junsu dan Junho yang masingmasing berwajah kemerahan. Ia membelai dadanya dan menghela nafas. Meski masih s edikit sakit, namun setidaknya perasaannya lebih baik sekarang. THE END ----Chansung menatap langit hitam dengan taburan bintang diatasnya. Pikirannya melay ang pada kisah cinta semua hyungnya. "Pertama Junsu hyung dan Junho hyung, lalu Nickhun hyung dan Wooyoung hyung, ter akhir Taecyeon hyung dan Jaebeom hyung. Kisah mereka berakhir indah meskipun dia walnya begitu rumit" ujarnya. Rasa sakit dihatinya kini perlahan-lahan mulai membaik. Ya, rasa sakit dan bersa lah yang dulu ia rasakan saat dimana ia menjadi orang ketiga antar Junsu dan Jun ho. Terlebih lagi saat ia tahu Junho telah mengorbankan perasaannya. Chansung terus tenggelam dalam pikirannya hingga ia tak menyadari seseorang memp erhatikannya dan mulai mendekatinya. "Kau benar-benar senang melihat langit ya hyung" ujar sosok tersebut menyadarkan Chansung dari lamunannya. Chansung menoleh lalu tersenyum menatap sosok yang su dah menyapanya. "Kau membuatku kaget saja Jinwoon-ah" ujar Chansung seraya meluruskan duduknya. Jinwoon hanya menatap Chansung datar lalu melabuhkan dirinya disebelah Chansung. "Sudah malam begini kau tak berniat pulang hyung?" tanya Jinwoon basa basi. Chan sung tersenyum lalu kembali menatap langit. "Aku ingin melihatnya sebentar lagi" jawabnya. Jinwoon mengikuti arah pandang Chansung, tapi beberapa menit kemudian ia menundu

k. Menenggelamkan kepalanya diantara kedua lututnya. Chansung yang menyadari hal itu kembali mengalihkan perhatiannya pada sosok disebelahnya. "Kau kenapa Jinwoon-ah? Apa kau sedang ada masalah?" tanya Chansung khawatir. Ji nwoon mengangkat kepalanya dan menggeleng. "Aniyo" jawabnya. Ia menatap Chansung tajam. "Hyung, apa yang namanya patah hati itu sakit?" tanya Jinwoon lirih. Chansung menatap Jinwoon kaget sekaligus heran. Heran kenapa Jinwoon tiba-tiba b ertanya seperti itu dan kaget karena pertanyaan itu membuatnya ingat akan diriny a sendiri. "Kau... baik-baik saja Jinwoon-ah?" tanyanya. Jinwoon mengangguk lemah. "Ne hyung, aku tidak apa-apa. Gottcheongmal" jawabnya lemah. "Lalu kenapa kau bertanya seperti itu" Jinwoon menghela nafas panjang. "Karena kau pernah merasakannya saat kau tahu Junsu hyung dan Junho hyung saling menyukai dan kau menjadi orang ketiga diantara mereka" jawabnya panjang lebar. Chansung mengerjap tak percaya. "Ba... bagaimana kau bisa tahu?" Jinwoon tak langsung menjawab. Ia berdiri membe lakangi Chansung. "Karena aku selalu memperhatikanmu hyung. Ya, selalu" jawabnya lalu melangkah me nuju pintu. Chansung tak bergerak dari tempatnya. Entah kenapa hatinya terasa sakit saat men dengar kata-kata yang keluar dari bibir Jinwoon. Tapi ia tak mau rasa penasaran lebih menguasai dirinya dan akhirnya ia pun menyusul Jinwoon. "Jinwoon-ah!" panggil Chansung begitu ia melihat Jinwoon berjalan tanpa semangat didepannya. Jinwoon kanget melihat Chansung menyusulnya, meskipun begitu ia tetap memberikan sebuah senyuman. "Ada apa hyung?" tanyanya. Chansung menyejajarkan dirinya dengan Jinwoon dan kembali berjalan. Ia menatap J inwoon dengan pandangan 'kenapa kau malah bertanya seperti itu?' "Kau... bagaimana kau bisa tahu?" tanya Chansung begitu nafasnya sudah agak tera tur. Jinwoon tersenyum. "Kan aku sudah bilang kalau aku memperhatikammu" jawabnya ringan. Entah kemana p erginya kesuraman yang tadi melanda dirinya. "Maksudmu?" Jinwoon menyeringai jahil. "Ya aku memperhatikanmu. Lagipula bukankah kau sendiri yang mengatakannya padaku hyung?" jawabnya. Chansung terbelalak namun tak lama kemudian ia menghadiahkan Jinwoon sebuah jita kan dikepala dongsaeng satu manajemennya ini. Ia menyadari betapa pelupanya diri nya sehingga bisa dikerjai oleh Jinwoon.

"Kau benar-benar membuatku kaget. Kenapa malah mengerjaiku sih?" tanya Chansung tak terima. Ia baru saja ingat bahwa Jinwoon jauh lebih usil darinya. Jinwoon mengelus bagian kepalanya yang tadi dijitak Chansung sambil tersenyum ja hil. "Habis kalau melihatmu begitu, aku jadi ingin mengerjaimu hyung" jawabnya cengen gesan. Chanrung menghela nafas. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi, tapi ia benar-benar merasa senang mendengar bahwa Jinwoon memperhatikannya. "Kau mau pulang?" tanya Chansung. Jinwoon mengangguk. "Ne, tapi aku mau menunggu Jokwon hyung dulu" jawabnya. "Kita duluan saja, bagaimana? Aku akan mengantarmu. Jaraknya kan dekat" usul Cha nsung dengan seringai jahilnya sukses membuat Jinwoon terperangah, namun kembali tersenyum hangat dan tentu saja jahil. "Jika kau tidak keberatan hyung" terimanya dengan senang hati" . . (Jinwoon POV) Ternyata memang tidak peka, tapi justru itu lebih baik dibandingkan dia peka dan menyadari semuanya. "Jinwoon-ah! Kenapa kau malah pulamg duluan?" tanya Jokwon hyung kesal. Sudah bi sa diduga memang. "Mianhae hyung. Aku..." "Dia tadi diantar Chansung" ujar Seulong hyung sebelum aku menjawab. Kini ketiga hyungku ini menatapku penasaran. Aissh... Aku tidah suka dalam kondisi yang dip ojokkan begini. "Jadi bagaimana?" Changmin hyung bertanya lebih dulu. Kuhela nafasku malas. Ini benar-benar pertanyaan yang paling aku benci. "Apanya yang bagaimana?" tanyaku. Kali ini Jokwon hyung yang menghela nafasnya. "Jangan bepura-pura tidak tahu Jinwoon-ah. Bagaimana hubunganmu dengannya? Apa k alian sudah jadian?" tanyanya beruntun. Harus kuakui aku memang tidak bisa menyembunyikan perasaanku dengan baik sehingg a ketiga orang yang ada dihadapanku ini mengetahui rahasia yang sudah kukunci de ngan sangat rapat. "Biasa saja, tak ada perkembangan" jawabku sedikit lemas. Seulong hyung menghela nafas kecewa. Begitu juga dengan Changmin hyung dan Seulong hyung. Tak ada beda nya. "Apa kau tak berniat menyatakan perasaanmu? Apa kau akan terus menunggu hingga a khirnya ia menyadari perasaanmu dan mengatakan bahwa ia juga menyukaimu Jinwoonah?" tanya Seulong hyung. Aku menggeleng cepat.

"Aniyo, aku hanya menunggu waktu yang tepat" sanggahku. "Kapan Jinwoon-ah? Jujur aku takjub padamu yang bisa menahan perasaanmu hingga s aat ini, tapi jika hanya menunggu itu akan..." "Aku tak ingin ia terkejut dengan pernyataanku hyung" potongku cepat. "aku hanya menunggu sampai luka dihatinya benar-benar sembuh sepenuhnya. Aku hanya menungg u hingga Chansung hyung bisa melupakan Junsu hyung" tambahku. Keheningan terjadi saat aku menyelesaikan kata-kataku. Mungkin mereka kaget aku berkata seperti ini. Aku hanya ingin mereka tahu apa yang sedang kupertimbangkan saat ini. "Kau... Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Jokwon hyung tergagap. "Entahlah. Instingku berkata bahwa Chansung hyung masih belum bisa melupakan per asaannya pada Junsu hyung" jawabku bohong. Ya, tentu saja itu bohong. Aku mendengar sendiri bahwa ia menyukai Junsu hyung, bahkan semua masalah yang terjadi saat itu. Bagaimana aku bisa tau? Karena Chansung hyung sendirilah yang mengatakannya lang sung padaku. Ia mengatakan padaku betapa bodohnya dia tak menyadari perasaan Jun Brothers itu sehingga Junho hyung berubah 180 derajat. Ia juga meminta bantuank u untuk menyatukan keduanya dan kisah mereka berakhir bahagia. Meskipun begitu k adang ia mengeluh hatinya masih terasa sakit, tapi ia mengatakan bahwa ia akan b erusahakan melupakan perasaannya pada Junsu hyung meskipun itu sulit. Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba ia menceritakan semua itu padaku. Mungkin ia tid ak mampu mengatakan perasaannya pada Nickhun hyung atau Taecyeon hyung karena ke duanya juga menghadapi masalah yang berbeda namun lebih rumit dari masalahnya se ndiri. Tapi kenapa harus aku? Kenapa bukan Seulong hyung atau Jokwon hyung? Kena pa aku? Apakah dia tidak tahu kalau itu justru akan menyakitiku? "Woon-ah... Jinwoon-ah!" Aku mengerjap beberapa kali. Bisa kulihat wajah mereka khawatir menatapku. "Gwenchana Jinwoon-ah?" tanya Changmin hyung seraya menaruh tanganmya didahiku. Aku tersenyum. "Gwenchana hyung. Wae?" "Kau tidak menyahut saat kami panggil tadi. Kami pikir kau pingsan dengan mata t erbuka" jawab Jokwon hyung. Aku menahan tawa mendengarnya. "Itu tidak mungkin hyung, aku hanya sedang memikirjan sesuatu" ujarku. "Sesuatu? Apa Chansung?" tanya Changmin hyung berhasil membuat wajahku merah sek etika. "HYUUUUNG~~~!" . . (Chansung POV) Kenapa ya? Aku merasa kalau Jinwoon sering bersikap aneh akhir-akhir ini. Sepert

i ada yang sedang ia sembunyikan dariku. "Oi! Chansung! Kau melamun lagi?" Aku mengalihkan pandanganku dari langit malam yang ada diatas sana. Kulihat Junh o hyung menatapku tajam. "Aniyo, hanya berpikir" jawabku mengopy jawabannya terdahulu. "Kau jangan mengopy jawabanku!" ujarnya kesal. "Mianhae hyung..." sahutku sambil nyengir. Junho hyung tersenyum. Senang akhirnya dia kembali seperti dulu lagi. Kembali me njadi Junho hyung yang hangat dan gila seperti Wooyoung hyung. "Kau sedang memikirkan apa?" tanya Junho hyung seraya menempatkan dirinya disamp ingku. "Jinwoon. Dia terlihat aneh belakangan ini." jawabku sambil kembali menatap lang it malam yang entah sejak kapan selalu kupandangi setiap kali ada waktu. "Jinwoon? Maksudmu Jung Jinwoon? Jung Jinwoon maknaenya 2AM? Yang kakinya bau da n punya bulu aneh disikutnya itu?" tanya Junho hyung beruntun. Aku menatapnya. "Hyung, aku hanya mengenal satu orang yang bernama Jung Jinwoon. Lagian kenapa k au sampai menanyakan hal yang begituan segala?" tanyaku tak habis pikir. Junho h yung menghela nafas. "Hanya memastikan saja. Mana tau kau memikirkan Jinwoon yang lain" jawabnya ente ng. "tapi..." "Tapi apa hyung?" tanyaku penasaran. Entah kenapa aku merasa Junho hyung mengeta hui sesuatu. "Kenapa kau memikirkannya? Maksudku kenapa kau tiba-tiba..." Junho hyung tidak m elanjutkan kata-katanya. Aku mengerti kenapa Junho hyung bertanya seperti itu, karena sebelumnya aku sama sekali tidak pernah memikirkan Jinwoon sampai seperti ini. Aku menghela nafas s ambil kembali menatap langit. "Entahlah, aku hanya merasa dia bersikap aneh akhir-akhir ini. Dia menjadi lebih pendiam dan tidak segila biasanya" jawabku. "Tapi menurutku dia masih kelihatan seperti biasanya kok" ujar Junho hyung. "tap i dia memang tak segila Jokwon hyung ataupun Changmin hyung" lanjutnya. Aku sweatdrop mendengarnya. "Jokwon hyung atau Changmin hyung memang paling gila hyung, dan setahuku Jinwoon sama sekali belum pernah mengalahkan tingkat kegila an mereka" sahutku. "Nah, itu kau tahu. Lalu kenapa?" "Mollayo, hanya saja aku merara jika kami hanya berdua saja dia terlihat aneh. T ak jarang ia tiba-tiba mengalihkan pandangannya dariku. Apa aku sudah berbuat sa lah padanya ya?" Junho hyung menatapku lama. "Ka... Kau merasa seperti itu?" tanyanya heran. Aku mengangguk.

"Ne, tapi setiap kutanya ada apa dia bilang tidak ada apa-apa" jawabku. Junho hy ung bangkit lalu menghela nafas. "Wajar saja kalau dia menjawab seperti itu. Menurutku lebih baik kau pikirkan ja wabannya sendiri dari pada kau bertanya langsung padanya" ujarnya pelan lalu per gi. Aku kembali menatap keatas. Melihat gelapnya langit malam dengan taburan bintang diatasnya. Pikiranku kembali tertuju padanya. Seingatku dulu Junho hyung juga p ernah bersikap seperti itu saat... Tunggu! Jangan bilang kalau... Aaaarrgh! Itu tidak mungkin! Jinwoon tidak mungkin menyukaiku. Hwang Chansung! Cepat kembali ke alam sadarmu! Kurasa otakmu mengalami kerusakan ! Dengan cepat aku bangkit dan kembali menuju apartemen. Aku ingin mandi. Menyegar kan pikiranku yang sudah mengalami kerusakan gara-gara berpikir dari tadi. . . (Author POV) "Yha! Chansung-ah! Pelan-pelan makannya!" tegur Junsu saat menatap Chansung yang makan dengan lahapnya. "Aku lapar hyung" jawab Chansung pendek Junsu menghela nafas panjang. Ia maklum jika Chansung makan dengan sangat lahap hingga tidak mendengarkan orang yang sedang berbicara. Namun hari ini sedikit be rbeda, tidak pernah ia melihat Chansung makan secara membabi buta seperti saat i ni. "Kau sedang ada masalah Chansung-ah?" tanya Wooyoung yang entah sejak kapan ada disana. "Tidak hyung, hanya ada yang membuatku penasaran saja" jawab Chansung lalu kemba li menyantap makanannya. Kali ini tidak ada yang mau bertanya lebih lanjut. Mereka hanya menatap Chansung dengan tatapan tak percaya. Ya, tentu saja karena baru kali ini Chansung menden garkan orang lain saat makan. "Hyung, aku berangkat duluan yah, dah~~" ujar Chansung tiba-tiba. Tanpa babibu l agi ia langsung menghilang dibalik pintu meninggalkan Junsu dan Wooyoung yang me longo menatap kepergiannya. "Apa hanya perasaanku saja? Chansung terlihat aneh dimataku" ujar Wooyoung sambi l mengerjapkan matanya beberapa kali. "Tidak, karena aku juga merasa begitu" ujar Junsu membenarkan ucapan Wooyoung. Jinwoon menghela nafas panjang. Ditengah-tengah latihan bersama yang lainnya, en tah kenapa perutnya tiba-tiba sakit sehingga mengharuskanya pergi ke toilet. "Aneh, apa tadi aku salah makan?" tanyanya pada dirinya sendiri begitu ia menyel esaikan ritualnya yang gagal. "atau aku masuk angin ya? tapi aku sama sekali tid ak merasa pusing. Yha! Jung Jinwoon! Kau ini kenapa?" tanyanya pada bayangannya

yang ada di cermin didepannya. Setelah membasahi wajahnya, ia kembali ke ruang latihannya. Namun ditengah jalan , ia tidak sengaja bertemu dengan Chansung. "Jinwoon-ah" panggil Chansung saat Jinwoon membalikkan badanya untuk menghindari sang Maknae 2PM ini. Mau tak mau Jinwwon pun terpakda kembali menghadap Chansun g yang kini tengah mendekatinya. "Apa kau ada waktu? Aku ingin bicara denganmu" tanya Chansung. Jinwoon mengerjap tak percaya, namun sebisa mungkin ia berusaha terlihat tenang. "Mainhae hyung, tapi aku sedang latihan" jawabnya datar. Chansung menghela nafas kecewa. 'ddrrrt... ddrrrrt...' tiba-tiba saja handphone Jinwoon bergetar. Segera saja Ji nwoon mengangkatnya. "Yeobseyo, ne hyung... ne... arasso" Jinwoon menutup sambungan telepon dan memas uukan handphone nya kedalam saku kamudian menatap Chansung yang kini juga tengah menatapnya. "Kau mau bicara apa hyung? Baru saja Jokwon hyung bilang latihannya sudah selesa i" ujar Jinwoon. Chansung tersenyum senang. "Jangan disini. Kita bicara sambil jalan-jalan saja. Kajja" ujar Chansung sambil menarik tangan Jinwoon yang kini tengah bersemu merah. Tanpa mereka sadari bebe rapa pasang memperhatikan mereka sambil tersenyum puas. Setelah sampai disebuah taman yang tak jauh dari kantor manajemen mereka, keduan ya pun duduk di suatu tempat yang sangat jarang didatangi orang lain sambil meni kmati minuman kaleng yang mereka beli sebelumnya. "Kau mau bicara apa hyung?" tanya Jinwoon membuka suara. Chansung menatap Jinwoo n yang kini tengah menegak minumannya. "Apa kau sedang ada masalah Jinwoon-ah?" tanya Chansung to the point. "Aniyo. Wae?" "Bukan apa-apa. Hanya saja sikapmu membuatku kepikiran" sahut Chansung. Jinwoon terperangah mendengarnya. Asa perasaan yang kini tengah meledak di hatinya. "Kau... kenapa tidak mau menatapku Jinwoon-ah? Kau tidak sedang menyembunyikan p erasaanmu kan?" Jinwoon hanya diam, bingung akan menjawab apa. Tepatnya ia tidak tahu harus menj awab apa. "Aku..." "Kau tidak mungkin menyukaiku kan?" . . (Jinwoon POV) Kenapa tiba-tiba Chansung hyung mengajakku bicara seperti ini? aku sama sekali t

ak nyaman dengan keadaaan ini. perasaanku tak enak. "Apa kau sedang ada masalah Jinwoon-ah?" "Aniyo. Wae?" "Bukan apa-apa. Hanya saja sikapmu membuatku kepikiran" jawabnya. Aku terperanga h. Kenapa kau menanyakan itu hyung? Kau... "Kau... kenapa tidak mau menatapku Jinwoon-ah? Kau tidak sedang menyembunyikan p erasaanmu kan?" lanjutnya Aku terdiam. Bingung apa aku harus menjawabnya dengan kejujuran atau kebohongan. Tapi... kalau keadaannya sudah begini bukankah aku tidak bisa mundur lagi? Mung kin inilah waktunya. Aku akan menyatakan perasaanku. "Aku..." Tidak! Ini sulit! Nafasku sesak, suaraku tercekat. Jantungku pun tak mau bekerja sama dan ini benar-benar membuatku semakin tak nyaman. "Kau tidak mungkin menyukaiku kan?" DEGG! Apa? Aku? Dia? Cukup! Ini sudah menandakan kalau aku memang tak mungkin bisa ber samamu hyung. Ku coba untuk menenagkan diriku dan tersenyum. "Te... tentu saja tidak mungkin hyung. Kenapa kau tiba-tiba berpikir seperti itu ?" jawabku tergagap sambil berdiri membelakanginya. Aku tidak ingin ia melihat p erasaanku saat ini yang terlihat jelas diwajahku. "Entahlah, aku tidak tau kenapa tiba-tiba aku jadi berpikiran seperti itu. Mungk in ada yang salah denganku" ujarnya. Aku mengerjap. Tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Tak peduli bagaim ana raut wajahku saat ini. aku kembali menatap Chansung hyung yang kini sedang m enatapku... aku tidak tahu apa artinya. "Hyung..." "Kau menangis Jinwoon-ah?" tanyanya. apakah itu bermaksud untuk mengalihkan pemb icaraan atau tidak aku tidak tahu. Aku menunduk seraya menyentuhkan jemariku ke wajahku. Basah? Jadi aku benar-bena r menangis? Sial! Jung Jinwoon! Kendalikan dirimu! Kembali kupaksakan sebuah sen yuman dan mengangkat kepalaku. "Aniyo, mataku kelilipan" bohongku seraya mengucek-ngucek matakuseakan-akan aku memang kelilipan. "Jinwoon-ah..." Aku kembali menatapnya. Kali ini telah berdiri tepat didepanku. Menatapku tajam seakan-akan menusuk dalam ke dalam hatiku. Seperti mencari sebuah jawaban. Denga n cepat aku mengalihkan pandanganku. Aku tak suka keadaan ini. "Wae? Waeyo Jinwoon-ah?" tanyanya lirih. "Kenapa kau berubah seperti ini Jinwoon

-ah?" "aku sama sekali tidak berubah kok hyung. Hanya saja tadi aku kelilipan dan meli hat Tacyeon hyung dan Jaebeom hyung sedang jalan berduaan" jawabku setengah berb ohong. "Mworago? Taecyeon hyung dan Jaeboem hyung? Dimana?" tanyanya. Seperti itu cukup berhasil membuat perhatiannya terbagi. "Tadi di sana" ujarku sambil menunjuk sebuah kios yang kini hanya dihampiri oleh beberapa anak kecil. "sepertiya mereka sudah pergi" lanjutku. Aku kembali menegak bir yang ada ditanganku yang sempat terlupakan. Untung saja bir ini tidak kuat. Kalau aku mabuk itu akan membuat semuanya menjadi kacau. "sepertinya begitu" sahut Chansung hyung. Selanjutnya kamu berdua tak bicara apa pun lagi. Terperangkap dalam pikiran sendiri. . . (Chansung POV) Aku lega ternyata Jinnwoon tidak menyukaiku. Pikiranku u merasa ada lobang yang menganga dihatiku? Jujur saja on akan membenarkan pertanyaanku. Tapi jika dia memang kap dan raut wajahnya seperti itu? Haruskah kutanyakan "Jinwoon-ah" panggilku. Ia menoleh. "Ne hyung?" "Ka... Kau benar... Apa semua yang kau katakan tadi benar?" tanyaku. Kulihat ia sedikit kaget mendegar pertanyaanku. Namun sedetik kemudian ia menata p langit senja dengan pandangan yang sulit aku artikan. "Apa kau berharap lain hyung?" tanyanya tanpa menatapku. "Aniyo, hanya ingin memastikan saja" jawabku. Perlahan ia kembali menunduk dan t ersenyum lemah. "kalau begitu anggap saja semua yang kau dengar tadi adalah yang sesungguhnya hy ung" ujarnya seraya menatapku... pilu? Namun secepat mungkin ia mengalihkan perh atiannya. "Jinwoon-ah?" panggilku. Ia tak menyahut, ia terus menatap langit yang mulai gel ap. Benarkah? Jika semunya benar kenapa dia menjawab dan menatapku seperti itu? . . (Author POV) Chansung dan Jinwoon masih larut dalam pikiran mereka masing-masing. Tak ada yan g berniat untuk membuka pembicaraan setelah diam sejak sejam yang lalu. Udara ma melenceng. Tapi kenapa ak sesaat aku berharap Jinwo tak menyukaiku, kenapa si kembali?

lam yang dingin pun membuat keduanya menyudahi keheningan ini. "Kau kedinginan Jinwoon-ah?" tanya Chansung, memngingat Jinwoon hanya memakai Tshirt dan jeans agar tidak mencolok. Jinwoon mendongak. "Gwenchana hyung. Geottcheongmal" jawabnya seraya tersenyum. Sedetik kemudian ia justru menggosok-gosokkan telapak tangannya seraya meniupnya. Chansung tersenyu m dan memakaikan jeket yang dipakainta ke tubuh Jinwoon. " kau itu tidak pintar bohong Jinwoon-ah" ujarnya. Jinwoon menunduk. Mencoba menenangkan jantungnya yang kini kembali berdetak tak karuan. . "Ayo pulang. Aku tidak mau kau masuk angin gara-gara ini" ajak Chansung. Jinwoon mengangkat kepalanya lalu tersenyum. Senyum yang sangat manis sehingga membuat Chansung terpesona sesaat. "Yosh! Ayo kita pulang hyung" ujar Jinwoon layaknya anak kecil yang diajak ke ta man bermain oleh orang tuanya. Chansung pun mau tak mau ikut tersenyum, lalu mengacak-acak rambut lembut Jinwoo n. "Ayo! Kau tahu Jinwoon-ah? Aku senang kau bersikap seperti ini. teruslah begini" ujar Chansung sambil menarik tangan Jinwoon tanpa mengetahui wajah Jinwoon yang kini bahkan lebih merah dari gurita rebus. Chansung kaget mendapati semua hyungnya berkumpul diruang tamu seakan-akan menun ggunya. "Aku pulang..." ujarnya sambil tersenyum lebar. "Chansung-ah, bagaimana?" tanya Nickhun membuka suara. "Apanya yang bagaimana hyung?" tanya Chansung bingung. "Kau dan Jinwoon-ah, bukankah tadi kalian pergi ke taman? Kami perhatikan tadi k alian bicara serius" ujar Taecyeon diiikuti oleh Jaebeom. Chansung tersentak. "A... Aku... Maksudku kami hanya mengobrol biasa saja" jawab nya tergagap. Nickhun, Junsu, Wooyoung, Taecyeon dan Jaeboem menghela nafas kecewa. "Kupikir kalian sudah ada kemajuan..." ujar Junsu dan Wooyoung bersamaan lalu me reka pun pergi kekamar masing-masing diikuti oleh yang lainnya. Hanya Junho saja yang tetap bertahan ditempatnya. "Chansung-ah" panggil Junho begitu yang lainnya sudah menghilang. "Ne hyung" "Apa saja yang kalian bicarakan tadi?" tanyanya. Chansung menegak ludah gugup. "hanya obrolan biasa saja hyung. Wae?" tanyanya Junho menghela nafas. "Kau jangan bohong Chansung0ah. Jinwoon terlihat aneh saat

ditaman tadi" ujarnya Mata Chansung membelalak. "hyung, kalian tidak mengikuti kami kan?" tanyanya "Aku saja kurasa, tapi kebetulan bertemu Taecyeon hyung dan Jaeboem hyung disana " jawab Junho jujur. "Kenapa? Kenapa mengikuti kami?" tanya Chansung tak percaya. "karena aku merasa kau akan menanyakan perasaan Jinwoon padamu" Chansung terdiam. Entah sejak kapan Junho menjadi tipe kelemahannya. "kau tidak menanyakannya kah Chansung-ah?" tanya Junho tajam. Chansung menunduk. "ne hyung, aku menanyakannya" jawab Chansung lemah. Junho menghela nafas panjang . "Apa jawabnya?" tanyanya lagi. Chansung mendongak. "Dia bilang 'tentu saja dia tidak mungkin menyukaiku'. Jujur saja seaat aku berh arap dia akan bilang menyukaiku" jawab Chansung lemah. Junho menatap Chansung ta jam. "Pabboya" desis Junho. Chansung terbelalak kaget. "Hyung?" "Apa kau tau apa jawabannya yang sesungguhnya?" "Aku..." "Apa kau tidak tahu Jinwoon itu sudah menyimpan perasaannya sejak lama?" Chansung tersentak kaget. 'Karena itukah sikapnya berubah? Tapi kenapa tadi...' batinnya. "Tapi... kenapa dia berbohong padaku?" tanya Chansung. Junho menatap Chansung lama lalu mebalikkan badannya. "kau akan mengerti kalau k au menjadi aku" jawabnya lalu pergi meninggalkan Chansung yang kini berdiri kaku tak percaya. Jinwoon menatap langit gelap ng menuju kamar apartemennya iarkan bergetar begitu saja. ama sekali tak berniat untuk dari atap apartemennya. Ia sama sekali tidak langsu tadi. Handphone-nya yang terletak di sampingnya dib Nama Chansung tertulis dilayar ponselnya. Ya, dia s menjawab telpon.

"Aissh... buat apa kau menghubungiku sih hyung?" gerutunya kesal lalau melepaska n baterai hapenya dengan kasar. Kembali ia menatap langit, sesekali memukul dadanya dengan keras. "AAAAAAAAAAAAARRRGH!" Jinwoon berteriak sekuat tenaganya untuk meluapkan emosinya. Ya, emosi yang suda h sejak kapan ditahannya. "Pabboya! Kau bodoh sekali Jung Jinwoon! Seharusnya kau menyerah dari dulu! bodo h sekali kau menyimpannya sampai seperti ini! Akhirnya dia malah menolakmu kan?

JUNG JINWOON PABBO!" serunya sambil memukul dadanya dengan keras. Memukulnya den gan harapan rasa sakit itu bisa pergi secepatnya. GREBB! Tiba-tiba saja seseorang menghentikannya. Menahan tangannya seraya memeluknya da ri belakang. "Hentikan Jinwoon-ah" ujarnya lemah. Jinwoon tersentak saat tahu siapa orang yang telah menghentikannya. Sesegera mun gkin ai melepaskan dirinya dari orang itu dan mendorongnya sekuat tenaga hingga terjatuh. Jinwoon menatapnya tajam. "kenapa kau kemari Chansung hyung?" tanyanya kasar. Chansung tersentak. Baru kali ini ia melihat sisi Jinwoon yang ini. "Pergi!" usir Jinwoon dan lagi-lagi membuat Chansung kembali kaget. "Jinwoon-ah..." "Pergi!" usir Jinwoon lagi. Yah... ini lah yang membuat Chansung semakin tak per caya dengan sosok yang ada di depannya. "Mianhae... Cheongmal mianhae Jinwoon-ah..." ujar Chansung lirih. Jinwoon menata p Cansung aneh. "Untuk apa? Aku rasa tidak ada yang perlu dimaafkan hyung" jawabnya dingin namun ekspresinya sudah sedikit melunak. "untuk segalanya. Aku minta maaf karena sudah membuatmu sakit dan kecewa. Aku... " "Sudahlah hyung" potong Jinwoon. Ia tidak mau mendengar lebih banyak lagi. "Kau tidak perlu minta maaf hyung. Aku sudah memutuskan untuk membuang perasaan ini" lanjutnya dingin. Chansung terbelalak kaget. Tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. "Jinwoon-ah..." "Setelah aku meninggalkan tempat ini. angap saja perasaanku padamu selama ini da n juga pembicaraan kita saat ini tidak ada hyung" ujar Jinwoon lalu mulai berjal an menuju pintu. Chansung menggigit bibir bawahnya. Entah kenapa ada perasaan takut kehilangan so sok yang kini tengah menjauhinya menggerogoti tubuhnya. "A... AKU MENYUKAIMU!" seru Chansung tepatsaat Jinwoon akan membuka pintu. "Aku menyukaimu Jinwoon-ah!" serunya lagi Jinwoon berbalik, menatap Chansung kesal. "BOHONG! AKU TAHU KAU MASIH MENYUKAI JUNSU HYUNG!" balas Jinwoon. Ia tak peduli pada air matanya yang kini telah mengenang menahan tangis. Chansung segera mendekati Jinwoon dan mendekapnya erat. "Aku tidak bohong. Aku menyukaimu" bisiknya tepat di telinga Jinwoon. Jinwoon me

ronta. Ingin melepaskan diri sari pelukan Chansung. "Lepas! Lepaskan aku! Aku tidak butuh kebohonganmu!" ronta Jinwoon. Tapi justru karena rontaannya Chansung malah mendekapnya semakin erat. "Aku tidak tahu sejak kapan aku merasakan ini, tapi aku menyukaimu" ujar Chansun g mencoba menenangkan Jinwoon. "Hentikan! Aku tak percaya! Kau bohong!" seru Jinwoon seraya terus meronta. Chansung melepaskan pelukannya menatap Jinwoon yang kini tengah menangis. "Cukup hyung. Jangan berkata seperti itu lagi. Aku..." 'CUP' Mata Jinwoon membelalak kaget. Tak percaya dengan apa yang baru saja dilakukan o leh orang yang sedari tadi ingin menenangkannya. "kau masih tak percaya?" tanya Chansung lirih. Jinwoon menatap Chansung kaget. S emburat merah menghiasi wajahnya. "hyung..." ujarnya lemah "kumohon Jinwoon-ah... percaya padaku. Aku tahu aku salah selama ini. aku tidak peka sehingga membuatmu menderita seperti ini. aku..." Kata-kata Chansung terhenti saat ia melihat Jinwoon tiba-tiba tersenyum lebar pl us jahil. "Gomawo hyung" ujar Jinwoon gembira dengan senyum jahilnya. Chansung menatap mak nae 2AM ini tak percaya. "Kau..." geramnya senyum Jinwoon semakin terkembang. "Hahh... perasaanku tenang sekali... tak ada beban..."ujarnya. "Gomawo Chansung hyung~~" Bukannya ikut tersenyum, Chansung Junstru menghadiahi sebuah jitakan di kepala J inwoon. Wajahnya sudah seperti kepiting rebus. Bahkan lebih merah lagi. "Kau menipuku Jinwoon-ah?" tanyanya kesal. Jinwoon hanya tersenyum. "tidak juga. Aku hanya merasa ringan saja setelah menumpahkan semuanya" jawabnya ringan tanpa melepaskan senyum manisnya. Mau tak mau akhirnya Chansung pun ikuttersenyum. Ia mendekatkan bibirnya ketelin ga Jinwoon. "Jadi bagaimana sekarang?" bisiknya. Jinwoon tersentak sesaat kemudian mengecup pipi Chansung sekejap membuat sang maknae 2PM itu memerah. "menurutmu bagaimana hyung?" tanya Jinwoon sambil tersenyum manis. . . THE END

You might also like