Professional Documents
Culture Documents
B8
D R O M A N FAT H U R A H M A N
Sekarang ini, banyak pemerhati sejarah dan budaya Indonesia yang membincangkan warisan naskah nusantara. Apa yang dimaksud dengan naskah nusantara itu? Yang dimaksud naskah dalam konteks ini adalah semua karya lama yang ditulis tangan atau yang kita kenal sebagai manuscript, handschriften, bukan naskah cetak. Sedangkan, nusantara bisa merujuk pada wilayah yang sekarang ini disebut Asia Tenggara. Identitas kenusantaraan bisa diketahui melalui banyak hal: pengarang, penyalin, bahasa, atau aksara yang digunakan. Menurut saya, naskah nusantara mencakup tiga kategori. Pertama, semua naskah yang ditulis oleh pengarang asal nusantara, baik menggunakan bahasa-bahasa lokal nusantara, seperti Melayu, Jawa, Sunda, Bugis, Aceh, Batak, Bali, Wolio, ataupun bahasa asing, misalnya Arab dan Belanda. Kedua, naskah karangan penulis asing, tapi disalin oleh penyalin lokal dan naskahnya banyak digunakan oleh masyarakat nusantara. Ketiga, naskah karya penulis asing dengan bahasa asing pula, tetapi ditulis dalam konteks nusantara. Disiplin apa saja yang termuat dalam naskah nusantara? Beragam sekali. Bayangkan, naskah nusantara adalah rekaman kehidupan sehari-hari masyarakat masa lalu. Jadi, semuanya ada, mulai dari yang biasa-biasa saja sampai yang dianggap akademis. Ada adat istiadat, hukum, aktivitas sosial, ekonomi, politik, agama, hingga primbon dan mujarobat. Bahkan, ada juga naskah tentang takwil gempa. Naskah kan lahir pada masa transisi antara tradisi lisan dan tradisi cetak masyarakat nusantara, jadi hanya naskah media setiap orang berekspresi saat itu. Dalam konteks keagamaan (Islam), kita bisa menjumpai naskah-naskah Alquran, tafsir, hadis, fikih, tauhid, tasawuf, bahasa, dan sastra. Yang beberapa di antaranya bisa disebut sebagai yang pertama, tafsir Melayu pertama, hadis Melayu pertama, fikih Melayu pertama, dan seterusnya. Kira-kira, berapa persen jumlah naskah yang termaktub dengan aksara Arab Jawi dibandingkan yang tertulis dengan aksara lainnya? Saya tidak bisa menyebut angka pasti. Tapi, jelas sangat dominan karena tulisan Arab Jawi dan juga Arab Pegon (untuk bahasa Jawa dan Sunda), dalam banyak hal, telah menggantikan peran aksara-aksara nusantara lainnya sejak abad ke-14 dan semakin berpengaruh di seantero nusantara seiring dengan proses Islamisasi. Aksara Jawi datang bersama ideologi Islam masa itu. Tentu, bukan berarti aksara nusantara lain sudah tidak dipakai sama sekali, tapi perbandingannya mungkin bisa 70:30. Tapi, ini baru perkiraan saja. Kami belum bisa menghitungnya dengan pasti. Siapa yang memelopori penulisan dengan aksara Arab Jawi di nusantara? Kalau siapa dalam pengertian orang, agak sulit diketahui. Sejauh ini, berbagai kajian tentang aksara Jawi belum sampai pada kesimpulan siapa tokoh yang memulai. Bahkan, bagaimana ceritanya sampai ada tambahan enam huruf, selain huruf Arab, pun belum terlalu jelas. Mungkin, ada pengaruh Persia juga. Tapi, hampir semua sepakat bahwa perkembangan awalnya tidak dapat dilepaskan dari tumbuhnya komunitas Muslim Melayu nusantara. Bisa Anda ceritakan bagaimana proses peralihan penulisan teks-teks berbahasa Sanskerta ke bahasa-bahasa yang menggunakan huruf Arab Jawi? Saya kira, ini ada kaitannya dengan sejarah budaya terjemahan di nusantara. Terjemahan yang saya maksud bukan sekadar peralihan dari satu bahasa ke bahasa lain, aksara ke aksara lain, melainkan juga diiringi peralihan agama ke agama lain. Tentang hal ini, saya banyak terinspi-
rasi sebuah buku baru berjudul Sadur, yaitu tentang sejarah terjemahan di Indonesia dan Malaysia, buah suntingan Henri ChambertLoir (2009). Ia menjelaskan bahwa gelombang pertama sejarah terjemahan adalah ketika teks-teks India berbahasa Sanskerta membuka dan memulai lembaran sejarah terjemahan di nusantara, lebih dari seribu tahun lalu (tahun 900-an). Pada masa ini, Hindu-Buddha pun menjadi agama mayoritas. Pada gelombang kedua, tradisi tulis dan terjemahan di nusantara dipengaruhi teksteks asing Islam berbahasa Arab dan mulai saat itulah masyarakat nusantara lebih gemar menulis dengan aksara Arab, yang kemudian dimodifikasi menjadi Jawi dan Pegon untuk disesuaikan dengan bunyi vokal bahasa lokal setempat. Kegemaran ini muncul seiring peralihan agama mayoritas, dari Hindu-Buddha ke Islam. Uniknya, ketika pada abad ke-19 aksara Jawi mulai tergantikan oleh aksara Latin akibat derasnya desakan kolonialisme dan misionaris Kristen, pola lama tidak terjadiperalihan aksara itumisalnya, tidak diiringi dengan peralihan agama secara masif dari Islam ke Kristen yang banyak dianut oleh masyarakat Barat. Justru, agama Islam semakin terkonsolidasi dalam melakukan perlawanan meski aksara Jawi tetap semakin terpinggirkan. Seberapa luas persebaran naskah-naskah Islam nusantara dan bagaimana pengaruhnya terhadap pengetahuan dan perilaku keagamaan pada waktu itu? Sangat luas, dari ujung barat sampai timur nusantara. Ini terkait dengan persebaran Islam itu sendiri. Sebuah teks Islam tertentu bahkan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, mulai dari Arab, Melayu, Jawa, Sunda, Wolio, dan lainnya. Dalam setiap proses penerjemahan itu, selalu ada unsur lokal yang tersimpan sehingga naskah-naskah tersebut menjadi sumber lokal unik untuk merekonstruksi sejarah sosial intelektual Islam di wilayah yang melahirkannya. Ini tentu menggambarkan seberapa jauh pengaruhnya terhadap pengetahuan dan perilaku keagamaan saat itu.