You are on page 1of 30

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF) DAN THYPOID Disusun Untuk Memenuhi

Tugas Keperawatan Anak II. Dosen Pembimbing Nurul Aini, M.Kep.

Disusun Oleh : Kelompok 17 Deshy Lia S. (09060035)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2012

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam,atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini penulis buat dengan tujuan memenuhi tugas Keperawatan Anak II. Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada : 1. Ibu Nurul Aini,M.Kep dan tim selaku dosen pembimbing mata kuliah. 2. Teman teman dan berbagai pihak yang telah membantu terselasaikannya makalah ini. Penulis berharap agar setelah membaca makalah ini , para pembaca dapat memahami dan mendapatkan pengetahuan yang lebih baik, sehingga dapat di aplikasikan untuk mengembangkan kompetensi dalam bidang keperawatan. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu penulis membuka diri menerima berbagai saran dan kritik demi perbaikan di masa mendatang.

DAFTAR ISI

COVER KATA PENGANTAR BAB 1 1.1 1.2 1.3 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Masalah

BAB 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9

PEMBAHASAN Pengertian Pengertian Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid. Etiologi Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid. Patofisiologi Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid. Tanda dan Gejala Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid. Diagnosa Banding Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid. Pemeriksaan penunjang Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid. Komplikasi Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid. Penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid. Pencegahan Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid.

2.10 Dampak Hospitalisasi Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid. 2.11 Asuhan Keperawatan Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang. Demam tifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia, Afrika, Amerika latin, Karibia, dan Oceania, termasuk Indonesia penyakit yang masih tergolong endemik di negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Penyakit infeksi yang ditularkan melalui makanan dan minuman ini, disebabkan oleh kuman S. typhi. Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 2002 sekitar 16 juta per tahun, 600.000 di antaranya menyebabkan kematian. Di Indonesia kasus demam tifoid telah tercantum dalam Undang-undang nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. Di Indonesia insidens penyakit tersebut tergolong masih tinggi. Penyakit tersebut diduga erat hubungannya dengan hygiene perorangan yang kurang baik, sanitasi lingkungan yang jelek (misalnya penyediaan air bersih yang kurang memadai, pembuangan sampah dan kotoran manusia yang kurang memenuhi syarat kesehatan, pengawasan makanan dan minuman yang belum sempurna), serta fasilitas kesehatan yang tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Di Indonesia, prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun. Hal ini secara tidak langsung akan mempengaruhi proses tumbuh kembang,produktivitas kerja, prestasi kerja atau belajar, karena bila penderita terkena npenyakit ini setidaknya akan mengurangi jam kerja antara 4-6 minggu, terlebih bila disertai dengan komplikasi intestinal (perdarahan intestinal, perforasi usus) atau komplikasi ekstra intestinal (komplikasi hematologik, hepatitis tifosa, pankreatitis tifosa, miokarditis, tifoid toksik). Tata laksana pada demam tifoid yang masih sering digunakan adalah istirahat, perawatan, diet, terapi penunjang, serta pemberian antibiotik.

1.2 Rumusan Masalah. 1.2.1 Pengertian Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid ? 1.2.2 Bagaimana Etiologi Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid ?

1.2.3 Bagaimana Patofisiologi Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid ? 1.2.4 Apa saja Tanda dan Gejala Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid ? 1.2.5 Apa saja Diagnosa Banding Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid ? 1.2.6 Bagaimana Pemeriksaan penunjang Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid ? 1.2.7 Apa saja Komplikasi Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid ? 1.2.8 Bagaimana Penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid ? 1.2.9 Bagaiman Pencegahan Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid ? 1.2.10 Apa Dampak Hospitalisasi Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid ? 1.2.11 Bagaimana Asuhan Keperawatan Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid ?

1.3 Tujuan Masalah. 1.3.1 Untuk Mengetahui Pengertian Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid. 1.3.2 Untuk Mengetahui Etiologi Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid. 1.3.3 Untuk Mengetahui Patofisiologi Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid. 1.3.4 Untuk Mengetahui Tanda dan Gejala Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid. 1.3.5 Untuk Mengetahui Diagnosa Banding Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid. 1.3.6 Untuk Mengetahui Pemeriksaan penunjang Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid. 1.3.7 Untuk Mengetahui Komplikasi Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid. 1.3.8 Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid. 1.3.9 Untuk Mengetahui Pencegahan Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid. 1.3.10 Untuk Mengetahui Dampak Hospitalisasi Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid. 1.3.11 Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Dengue Haemoragic Fever dan Thypoid.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN 2.1.1 Pengertian Dengue Haemoragic Fever (DHF). 1. DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). (Christantie Effendy, 1995)

2. Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman, 1990). 3. DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir, Patrick manson, 2001).

2.1.2 Pengertian Typhoid. 1. Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).

2. Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 1996).

3. Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996). 4. Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)

5. Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003) 6. Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. Penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999). Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.

2.2 ETIOLOGI. 2.2.1 Etiologi Dengue Haemoragic Fever. Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-III, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953 1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C. Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3 merupakan serotif yang paling banyak. Dengue merupakan serotype yang paling banyak beredar.

2.2.2 Etiologi Typhoid. Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001) Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi b dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997). Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

2.3 PATOFISIOLOGI. 2.3.1 Patofisiologi Dengue Haemoragic Fever. Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler. Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali). Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan

yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi. Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.

2.3.2 Patofisiologi Thypoid. Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002) Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003) Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke

dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

2.4 TANDA DAN GEJALA. 2.4.1 Tanda dan Gejala Dengue Haemoragic Fever. DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 1986) : 1. Derajat I Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet , trombositopenia dan hemokonsentrasi. 2. Derajat II Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat la. 3. Derajat III Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tandatanda dini renjatan). 4. Derajat IV Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi anatara 13 15 hari, tetapi rata-rata 5 8 hari. Gejala klinik timbul secara mendadak berupa suhu tinggi, nyeri pada otot dan tulang, mual, kadang-kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan pembengkakan, lakrimasi, fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal.

Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam (6 12 jam sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien. Ruam berikutnya mulai antara hari 3 6, mula mula berbentuk makula besar yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh. Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan. Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang. Ada pendapat juga yang mengatakan : 1. Demam tinggi selama 5 7 hari. 2. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi. 3. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma. 4. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri. 5. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati. 6. Sakit kepala. 7. Pembengkakan sekitar mata. 8. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening. 9. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah). 2.4.2 Tanda dan Gejala Thypoid. Masa tunas typhoid 10 14 hari. a. Minggu I

Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.

b. Minggu II Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat. Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001). Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran anak tangga. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi bertambah toksik. (Vanda Joss & Stephen Rose, 1997) Gambaran klinik tifus abdominalis a. Keluhan: Nyeri kepala (frontal) . Kurang enak di perut. Nyeri tulang, persendian, dan Otot Berak-berak Muntah

b. Gejala:

Demam Nyeri tekan perut Bronkitis Toksik Letargik Lidah tifus (kotor) (Sjamsuhidayat,1998)

2.5 DIAGNOSA BANDING. 2.5.1 Diagnosa Banding Dengue Hemmoragic Fever. Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti : 1. Demam Chikunguya. Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas 400C disertai ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot. 2. Demam Tyfoid Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif, adanya leukopenia, limfositosis relatif. 3. Anemia Aplastik. Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam timbul karena infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan pansitopenia. 4. Purpura Trombositopenia Idiopati (ITP). Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang, tidak terjadi hemokonsentrasi.

2.5.1 Diagnosis Banding Thypoid. 1. Demam Berdarah. Demam terus menerus 2-7 hari, disertai tanda perdarahan seperti: petekie (bintik merah pada kulit), epistaksis (mimisan), atau berak darah (melena). Hasil pemeriksaan laboratorium: jumlah trombosit menurun

(trombositopenia), kadar hematokrit meningkat (hemokonsentrasi), hasil tes serologis positif antigen virus dengue. 2. Demam Chikungunya.

Demam dirasakan 3-5 hari, dengan keluhan nyeri otot, sakit kepala seperti rasa tegang, Dengan pemeriksaan serologis (tes darah) akan diketahui antigen penyebabnya dari strain golongan virus chikungunya. 3. Demam Influenza. Biasanya diawali keluhan pilek, batuk, demam 1-2 hari, sakit kepala, dan gangguan saluran pernafasan lainnya seperti sesak nafas, hidung tersumbat, sakit menelan. Dari hasil pemeriksaan darah hanya ada sedikit peningkatan jumlah leukosit (sel darah putih), kriteris darah lengkap lainnya umumnya dalam batas normal. 4. Demam Malaria. Perasaan demam dialami 2-7 hari berturut-turut, disertai keluhan nyeri kepala, otot-otot, seluruh badan, menggigil dan berkeringat dingin. Pemeriksaan darah lengkap khususnya tes darah tepi menunjukkan hasil positif terhadap salah satu parasit plasmodium yang menginfeksi.

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG. 2.6.1 Pemeriksaan Penunjang Pada Dengue Haemoragic Fever. a. Laboratorium. Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dan meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nila hematokrit pada masa konvalesen. Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF dengan tepat. Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnyam limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali.

a. Darah

Trombosit menurun. HB meningkat lebih 20 % HT meningkat lebih 20 % Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3

Protein darah rendah Ureum PH bisa meningkat NA dan CL rendah

b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test). c. Rontgen thorax : Efusi pleura. d. Uji test tourniket (+) 2.6.2 Pemeriksaan Penunjang Pada Thypoid. Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari : a. Pemeriksaan leukosit. Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

b.

Pemeriksaan SGOT DAN SGPT. SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

c.

Biakan darah. Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor : a. Teknik pemeriksaan Laboratorium. Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit. Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali. c. Vaksinasi di masa lampau. Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif. d. Pengobatan Dengan Obat Anti Mikroba. Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

d. Uji Widal. Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu : 1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman). 2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman). 3. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman) Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid. Faktor faktor yang mempengaruhi uji widal :

a. Faktor yang berhubungan dengan klien : 1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi. 2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6. 3. Penyakit penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut. 4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi. 5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial. 6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahanlahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik. 7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella

sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah. 8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.

b. Faktor-faktor Teknis. 1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi

aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain. 2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan

mempengaruhi hasil uji widal. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.

2.7 KOMPLIKASI. 2.7.1 Komplikasi Dengue Haemoragic Fever. Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya : a. b. c. d. Perdarahan luas. Shock atau renjatan. Effuse pleura Penurunan kesadaran.

2.7.2 Komplikasi Thypoid. Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati,

bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer & Suprohaitan 2000).Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung. Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992) Komplikasi Thypoid antara lain terdiri dari : A. Komplikasi intestinal. 1. Perdarahan usus 2. Perporasi usus. 3. Ilius paralitik.

B. Komplikasi extra intestinal 1. Komplikasi kardiovaskuler Kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis,

tromboplebitis. 2. Komplikasi darah. Anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik. 3. Komplikasi paru . Pneumonia, empiema, dan pleuritis. 4. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu. Hepatitis, kolesistitis. 5. Komplikasi ginjal. Glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.

6. Komplikasi pada tulang. Osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis. 7. Komplikasi neuropsikiatrik. Delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

2.8 PENATALAKSANAAN. 2.8.1 Penatalaksaan Pada Dengue Haemoragic Fever. 1. Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut : a. Tirah baring atau istirahat baring. b. Diet makan lunak. c. Minum banyak (2 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF. d. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan. e. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam. f. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari. g. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen. h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.

i. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder. j. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk. k. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 30 ml/kg BB. Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam. Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok. Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila : 1) Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi. 2) Hematokrit yang cenderung mengikat.

2.8.2 Penatalaksaan Pada Thypoid. 1. Perawatan Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan. 2. Diet

Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.

3. Pengobatan. 1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas. 2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari. 3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim). 4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu. 5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari. 6. Golongan Fluorokuinolon Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

7. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001).

2.9 PENCEGAHAN PENYAKIT. 2.9.1 Pencegahan Dengue Haemoragic Fever Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :

1) Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF. 2) Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan. 3) Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya. 4) Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi. Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain : 1. Menggunakan insektisida. Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara

penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.

2. Tanpa insektisida Caranya adalah : 1. Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 10 hari). 2. Menutup tempat penampungan air rapat-rapat. 3. Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

2.8.2 Pencegahan Thypoid. A. Usaha Terhadap Lingkungan hidup. 1. Penyediaan air bersih terpenuhi 2. Pembuangan kotoran manusia baik BAK maupun BAB yang hygiene.

3. Pemberantasan lalat 4. Pengawasan terhadap rumah rumah penjual makanan B. Usaha Terhadap Manusia 1. Dengan menjaga kebersihan makanan/minuman dan mencuci tangan sebelum makan 2. Tidak makan dan jajan di sembarang tempat. Pilihlah rumah makan dan tempat jajan yang menjaga dan mengutamakan kebersihan karena penyebaran demam typhoid melalui makanan dan tangan yang tercemar oleh bakteri ini. 3. Vaksinasi demam Thypoid. 4. Pendidikan kesehatan pada masyarakat berupa personal hygiene.

2.10

DAMPAK HOSPITALISASI. Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan. Penyebab anak stress meliputi ; a. Psikososial Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran b. Fisiologis Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri. c. Lingkungan asing. Kebiasaan sehari-hari berubah. d. Pemberian obat kimia. e. Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun). 1. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya. 2. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri. 3. Selalu ingin tahu alasan tindakan 4. Berusaha independen dan produktif. f. Reaksi orang tua. 1. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak.

2. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit.

2.11 ASUHAN KEPERAWATAN 2.11.1 1. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DHF Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk mendapatkan data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan . pengkajian pada pasien dengan DHF dapat dilakukan dengan teknik wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan fisik. Adapun tahapan-tahapannya meliputi : Mengidentifikasi sumber-sumber yang potensial dan tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien. Kaji riwayat keperawatan. Kaji adanya peningkatan suhu tubuh ,tanda-tanda perdarahan, mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, tandatanda syok (denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab terutama pada ekstrimitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran).

2.

Diagnosa keperawatan yang Muncul 1. Gangguan volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan , muntah dan demam. 2. 3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.

Intervensi a. Diagnosa 1. :

Gangguan volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan , muntah dan demam. Tujuan Kriteria hasil Intervensi : Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi. : Volume cairan tubuh kembali normal :

Kaji KU dan kondisi pasien Observasi tanda-tanda vital ( S,N,RR ) Observasi tanda-tanda dehidrasi. Observasi tetesan infus dan lokasi penusukan jarum infus. Balance cairan (input dan out put cairan). Beri pasien dan anjurkan keluarga pasien untuk memberi minum banyak. Anjurkan keluarga pasien untuk mengganti pakaian pasien yang basah oleh keringat.

b. Diagnosa 2. : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue. Tujuan Kriteria hasil Intervensi : Hipertermi dapat teratasi. : Suhu tubuh kembali normal. :

Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh. Berikan kompres dingin (air biasa) pada daerah dahi dan ketiak. Ganti pakaian yang telah basah oleh keringat. Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti terbuat dari katun. Anjurkan keluarga untuk memberikan minum banyak kurang lebih 1500 2000 cc per hari. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi, obat penurun panas.

c.

Diagnosa 3. :

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, tidak ada nafsu makan. Tujuan Kriteria hasil Intervensi : Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi. : Intake nutrisi klien meningkat :

Kaji intake nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien tiap hari. Berikan klien makan dalam keadaan hangat dan dengan porsi sedikit tapi sering. Beri minum air hangat bila klien mengeluh mual. Lakukan pemeriksaan fisik Abdomen (auskultasi, perkusi, dan palpasi). Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi anti emetik. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet.

2.11.2 1.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TYPHOID. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan Sekarang. Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.

b. Riwayat Kesehatan Sebelumnya. Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga. Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.

d. Riwayat Psikososial. Intrapersonal Interpersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih). : hubungan dengan orang lain.

e. Pola Fungsi kesehatan. 1. Pola nutrisi dan metabolisme Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada usus halus. 2. Pola istirahat dan tidur. Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare. f. Pemeriksaan Fisik. Kesadaran dan keadaan umum pasien. Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar - tidak sadar (composmentis - coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien. Tanda - tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala kaki. TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena peningakatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan.

2.

Masalah Keperawatan yang Muncul. 1. Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella thypi. 2. Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. 3. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi.

3.

Intervensi. 1. Diagnosa 1. : Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella thypi. Tujuan Kriteria Hasil Intervensi : Suhu tubuh normal : derajat suhu tubuh menurun. :

Observasi suhu tubuh klien.

Rasional : mengetahui perubahan suhu tubuh. Beri kompres dengan air hangat (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas. Rasional : melancarkan aliran darah dalam pembuluh darah. Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun. Rasional : menjaga kebersihan badan Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik. Rasional : menurunkan panas dengan obat.

2. Diagnosa 2. : Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. Tujuan : Nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi.

Kriteria Hasil : Intake Nutrisi Meningkat. Intervensi : Kaji pola nutrisi klien. Rasional : mengetahui pola makan, kebiasaan makan, keteraturan waktu makan. Kaji makan yang di sukai dan tidak disukai. Rasional : meningkatkan status makanan yang disukai dan menghindari pemberian makan yang tidak disukai. Anjurkan tirah baring / pembatasan aktivitas selama fase akut. Rasional : penghematan tenaga, mengurangi kerja tubuh. Timbang berat badan tiap hari. Rasional : mengetahui adanya penurunan atau kenaikan berat badan. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering. Rasional : mengurangi kerja usus, menghindari makan. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet. kebosanan

Rasional : mengetahui makanan apa saja yang dianjurkan dan makanan yang tidak boleh dikonsumsi.

3. Diagnosa 3. : Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi. Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat.

Kriteria Hasil : Keluarga mendapatkan informasi yang akurat dari petugas kesehatan. Intervensi Kaji : sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang

penyakitnya. Rasional : mengetahui apa yang diketahui pasien tentang penyakitnya. Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien. Rasional : supaya pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan dan pencegahan penyakit typhoid. Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti. Rasional : mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga pasien setelah di beri penjelasan tantang penyakitnya. Beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat. Rasional : memberikan rasa percaya diri pasien dalam kesembuhan sakitnya.

DATAR PUSTAKA

1. Sunaryo, Soemarno. 1998. Demam Berdarah Pada Anak. UI : Jakarta. 2. Effendy, Christantie. 1995. Perawatan Pasien DHF. EGC : Jakarta. 3. Hendarwanto. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. FKUI : Jakarta. 4. Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. EGC : Jakarta. 5. http://www.pediatrik.com 6. Asuhan Keperawatan Dengue Haemoragic Fever (DHF/DBD) (Askep Dengue Haemoragic Fever (DHF/DBD)) askep-askeb-kita.blogspot.com | asuhan-

keperawatan-kebidanan.co.cc. 7. http://askep-askeb-kita.blogspot.com/2011/04/asuhan-keperawatan-denguehaemoragic.html 8. Asuhan Keperawatan Typhoid (Askep Typhoid) askep-askeb-kita.blogspot.com | asuhan-keperawatan-kebidanan.co.cc. 9. BERI-BERI.com: ASKEP ANAK DENGAN THYPOID 10. http://4skripsi.blogspot.com/2011/03/askep-dhf_22.html 11. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2113506demam-thypoid-tifus/#ixzz1p5heYqjm

You might also like