You are on page 1of 15

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu strategi dalam upaya peningkatan status kesehatan di Indonesia. Hal tersebut merupakan tanggung jawab seluruh tenaga kesehatan khususnya perawat dibidang keperawatan maternitas. Angka kematian bayi (AKB) merupakan salah satu indikator sosial yang sangat penting untuk mengukur keberhasilan program pemberantasan kematian bayi dan untuk melihat status kesehatan ibu dan anak (Kosim, 2003). Terjadinya angka mortalitas ibu dan anak di Indonesia membuktikan pentingnya peningkatan mutu dan pelayanan kesehatan khususnya di bidang maternitas (Oxorn, 2003). Angka kematian bayi di Indonesia menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) mengalami penurunan dari 46 per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 1997) menjadi 39 per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 2010), sedangkan kematian ibu mengalami penurunan dari 421 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 1992) menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2003), walaupun angka kematian bayi dan ibu mengalami penurunan, tetapi prevalensinya masih tinggi. Kematian bayi baru lahir berhubungan erat dengan komplikasi obstetrik dan status kesehatan ibu yang rendah selama kehamilan dan persalinan. Penyebab kematian neonatal utama adalah asfiksia neonatal sebesar 37% , prematuritas 34%, sepsis 12%, hipotermi 7%, kelainan darah 6%, postmatur 3% dan kelainan kongenital sebesar 1% (Riset kesehatan Dasar, 2007) Insiden asfiksia neonatorum di negara berkembang lebih kurang 4 juta bayi baru lahir menderita asfiksia sedang atau berat dari jumlah tersebut 20% diantaranya meninggal dunia. Di Indonesia angka kejadian asfiksia kurang lebih 40 per 1000 kelahiran hidup, secara keseluruhan 110.000 neonatus meninggal setiap tahun karena asfiksia (Dewi, 2005). Diperkirakan satu juta anak yang

bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan belajar. (Suradi, 2008). Anemia dalam kehamilan dapat menyebabkan pengangkutan oksigen ke jaringan dan janin terganggu. Gangguan ini dapat menyebabkan hipoksia pada janin yang berada di dalam kandungan (Hassan & Alatas, 2005).Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2 (Aminullah, 2006). Berdasarkan uraian diatas, maka kelompok kami tertarik untuk menyusun makalah dengan judul Asuhan Keperawatan dengan Diagnosa Asfiksia.

B. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan penyusunan makalah ini secara umum adalah untuk mengetahui konsep medis dan konsep asuhan keperawatan pada pasien asfiksia 2. Tujuan khusus a. b. c. d. e. f. g. Untuk mengetahui pengertian dari Asfiksia? Untuk mengetahui Etiologi dari Asfiksia? Untuk mengetahui patofisiologi Asfiksia? Untuk mengetahui manifestasi klinis Asfiksia? Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik Asfiksia? Untuk mengetahui terapi / penatalaksanaan dari Asfiksia? Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Asfiksia?

BAB II KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini di sebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan factor-faktor yang timbul dalam kehamilan persalinan atau segera lahir. Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan sempurna sehingga tindakan perawatan segera yang dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. (Mansjoer, A. 2000)

B. Etiologi 1. Faktor ibu Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetik atau anastesi dalam gangguan kontraksi uterus. Hipotensi mendadak karena perdarahan, hipertensi karena eklamsi, penyakit jantung dan lain-lain. 2. Faktor plasenta Yang meliputi solusio plasenta , perdarahn pada plasenta previa, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tidak menempel pada tempatnya. 3. Faktor janin dan neonatus Meliputi tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gamelli, kelainan congenital. 4. Faktor persalinan Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.

C. Patofisiologi Selama hidup di dalam rahim paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin. Setelah lahir bayi akan menarik nafas yang pertama kali (menangis). Pada saat paru janin mulai berfungsi untuk respirasi, alveoli akan mengembang dan udara akan mulai masuk dan cairan yang ada dalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Dalam hal respirasi selain

mengembangkan alveoli dan masuknya udara ke dalam alveoli, masih ada masalah lain yang lebih panjang yakni sirkulasi dalam paru yang berperan dalam pertukaran gas. Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokontriksi dan penurunan perfusi paru yang berlanjut dengan asfiksia. Pada awalnya akan terjadi kontriksi arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan O2 untuk organ vital, seperti jantung dan otak akan meningkat. (Aliyah, anna. Dkk. 2000)

D. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis yang khas adalah sebagai berikut: 1. Pernafasan terganggu 2. Detak jantung berkurang 3. Respon bayi melemah 4. Tonus otot menurun 5. Warna kulit kebiruan atau pucat. (Mansjoer, A. 2000)

E. Diagnosis Asfiksia pada bayi merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin. Diagnosa anoksia/hipoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan tanda-tanda gawat janin untuk menentukan bayi yang dilahirkan terjadi asfiksia, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya:

1.

Denyut jantung janin (DJJ) Frekuensi normal ialah 120-160 denyutan permenit, selama his frekuensi ini harus turun, tetapi di luar his kembali lagi pada keadaan semula.

2.

Mekanisme dalam air ketuban Mekanisme pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus timbul kewaspadaan.

3.

Pemeriksaan Ph pada janin Dengan menggunakan amrioskop yang dimasukkan lewat seviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin.

4.

Dengan menilai APGAR skor Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksia, yaitu dengan penilaian APGAR skor. APGAR mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai APGAR terendah pada umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk melakukan tindakan resusitasi aktif, sedangkan nilai APGAR 5 menit untuk melakukan prognosis dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya gangguan neurologic di kemudian hari. Ada 5 kriteria yang dinilai oleh APGAR skor, yaitu: Kriteria penilaian Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2 Appreance (warna Seluruh tubuh Badan merah, Seluruh badan kulit Pulse jantung) Grimance (reflek) Tidak ada Activity (tonus Lumpuh otot) Respiratory effort Tidak ada (usaha bernafas) Menyeringai Fleksi ekstremitas Lambat/ merintih Batuk dan bersin Fleksi kuat, gerakan aktif Menangis kuat biru/ putih (denyut Tidak ada kaki biru < 100x/m kemerahan > 100x/m

F. Penatalaksanaan Tujuan: untuk memastikan terbuka atau tidaknya jalan nafas Metode: meletakkan bayi pada posisi benar Letakkan bayi secara terlentang di bawah pemancar panas (infart mamert) dengan temperature bayi aterm 34, untuk preterm 35. Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut hangat. Keuntungannya bayi bersih dari air ketuban, mencegah kehilangan suhu tubuh melalui evaporasi. Serta dapat pula sebagai pemberian rangsangan teknik yang dapat menimbulkan atau mempertahankan pernafasan. Pemberian tindakan VTP (Ventilasi tekanan positif) Tujuan: untuk membantu bayi baru lahir melalui pernafasan Metode: pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar agar tetap efektif kecepatan memompa (kecepatan ventilasi dan tekanan ventilasi harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60x/menit.

G. Penyimpangan KDM
Persalinan lama, lilitan tali Pusat factor lain: anastesi, obat-obatan narkotik

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 Dan kadar CO2 Nafas cepat

suplai O2 ke paru kerusakan otak

suplai O2 dalam darah sianosis Akral teraba dingin Stimulasi hipotalamus Suhu tubuh

paru berisi cairan Bersihan jalan nafas tidak efektif

Resiko cedera

Pola nafas tidak efektif


DJJ: < 70 Janin tidak bereaksi Terhadap rangsangan Kematian bayi

Ketidakseimbangan suhu tubuh

gangguan metabolisme & perubahan asam basa asidosis respiratori

Gangguan perfusi Penumpukan sekret Penggunaan alat pengeluaran sekret Kuman pathogen dapat masuk Penekanan system imun ventilasi

Kerusakan pertukaran gas

Resiko tinggi infeksi

BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2001) Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi: a. Identitas bayi dan orang tua (Donna L.Wong, 2003) Umur (mulai 0 28 hari), jenis kelamin Perempuan, b. Riwayat kesehatan bayi dan orang tua (Donna L. Wong, 2003) Keluhan utama: Hipoksia, RR > 60 x/mnt, nafas megap-megap/gasping sampai terjadi henti nafas, bradikardi, tonus otot berkurang, warna kulit sianotik/pucat. c. Riwayat kesehatan ibu dan bayi (Nadasuster, 2003) 1. Riwayat prenatal: DM, penggunaan obat-obatan dan anastesi, hipertensi. 2. Riwayat intranatal: Trauma persalinan, perdarahan rongga tengkorak, kelainan bawaan, hernia diafragmatik atresia atau stenosis jalan nafas. d. Pemeriksaan fisik (Nadasuster, 2003) Metode yang dapat digunakan untuk pemeriksana Head to toe adalah, meliputi pengkajian keadaan umum dan status generalis. 1. Keadaan umum Pada asfiksia neonatorum , keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat

menunjukkan kondisi neonatus yang baik.

2.

Tanda-tanda Vital Neonatus asfiksia neonatorum kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C 37,5C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum teratur (Patricia , 1996).

3.

Kulit Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.

4.

Kepala Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya

peningkatan tekanan intrakranial. 5. Hidung Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir. 6. Mulut Bibir berwarna pucat sianosis ataupun merah, ada lendir atau tidak. 7. Thorax Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit. 8. Umbilikus Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda tanda infeksi pada tali pusat. 9. Ekstremitas Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan.

10. Refleks Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang (Wahidiyat, 1991)

B. Diagnosa Keperawatan 1. 2. 3. 4. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d produksi mukus yang banyak Pola nafas tidak efektif b/d hipoventilasi atau hiperventilasi Kerusakan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi Resiko cedera b/d aspek congenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi, pemajanan agen-agen infeksi 5. 6. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b/d kurangnya O2 dalam darah Resiko tinggi infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan utama

C. Intervensi Keperawatan 1. Diagnosa: bersihan jalan nafas tidak efektif b/d produksi mukus banyak Tujuan: pengeluaran sputum melalui jalan nafas, tidak ada suara nafas tambahan. Intervensi: a. Tentukan kebutuhan oral suction trachea R/ menentukan intervensi selanjutnya b. Auskultasi sebelum dan sesudah suction R/ untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan suara nafas c. Mengurangi rasa cemas R/ mengurangi rasa cemas

2. Diagnosa: pola nafas tidak efektif b/d hipoventilasi atau hiperventilasi Tujuan: klien menunjukkan pola nafas yang efektif, ekspansi dada simetris

10

Intervensi: a. Berikan O2 sesuai kebutuhan R/ agar tidak terjadi hipoksia b. Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan R/ untuk melanjutkan intervensi selanjutnya c. Perhatikan retraksi untuk kedalaman pernafasan R/ untuk mengetahui normal atau tidaknya pernafasan

3. Kerusakan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi Tujuan:klien tidak sesak nafas, fungsi paru dalam batas normal Intervensi: a. Berikan O2 sesuai indikasi R/ membantu dalam proses pertukaran gas b. Pantau hasil analisa gas darah R/ melanjutkan intervensi selanjutnya

4. Resiko cedera b/d aspek kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan agen-agen infeksi. Tujuan: bebas dari cedera atau komplikasi, mendeskripsikan teknik pertolongan pertama Intervensi: a. Cuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi R/ mengurangi resiko infeksi b. Pakai sarung tangan steril saat ingin melakukan tindakan R/ mencegah terjadinya infeksi c. Anjurkan keluarga melaporkan bila melihat tanda infeksi R/ mencegah sebelum terjadi infeksi yang berkepanjangan

11

5. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b/d kurangnya O2 dalam darah Tujuan: tidak terjadi distres pernafasan, tidak terjadi perubahan warna kulit Intervensi: a. Monitor tanda-tanda vital R/ agar tidak melampaui batas normal b. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipertermi R/ mencegah gejala tambahan c. Monitor status pernafasan R/ mengetahui pernafasan normal

6. Resiko tinggi infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan utama Tujuan: tidak terjadi infeksi, infeksi dapat dicegah Intervensi: a. Pantau tanda vital selama awal terapi R/ selama periode ini, potensial komplikasi fatal dapat terjadi b. Perhatikan pengeluaran sekret dan perubahan warna, jumlah dan bau. R/ perubahan sputum menunjukkan adanya perbaikan pneumonia c. Lakukan teknik mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan R/ efektif untuk menurunkan penyebaran/tambahan infeksi d. Ubah posisi sesering mungkin R/ meningkatkan pengeluaran dan pembersihan infeksi

12

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini di sebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan factor-faktor yang timbul dalam kehamilan persalinan atau segera lahir. Penilaian yang efektif pada pasien asfiksia adalah dengan melihat APGAR skor yang muncul. Tanda-tanda utama terjadinya asfiksia adalah pernafasan terganggu, detak jantung berkurang, respon bayi melemah, tonus otot menurun, dan warna kulit menjadi kebiruan atau pucat. Tindakan penatalaksanaan yang tepat menurut medis adalah melakukan ventilasi tekanan positif untuk membantu bayi baru lahir melalui pernafasan. Sedangkan menurut konsep keperawatan yang tepat adalah dengan melakukan tahap-tahap sebagai berikut: 1. Pengkajian:
a. b. c.

Identitas bayi dan orang tua Riwayat kesehatan bayi dan orang tua Riwayat kesehatan ibu dan bayi Pemeriksaan fisik yang meliputi: keadaan umum, tanda-tanda vital, pemeriksaan kulit, kepala, hidung, mulut, thorax, umbilikus, ekstremitas, refleks

d.

2. Penentuan diagnosa, yang meliputi: a. b. c. d. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d produksi mukus yang banyak Pola nafas tidak efektif b/d hipoventilasi atau hiperventilasi Kerusakan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi Resiko cedera b/d aspek congenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi, pemajanan agen-agen infeksi

13

e. f.

Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b/d kurangnya O2 dalam darah Resiko tinggi infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan utama

3. Intervensi keperawatan, yang didasarkan pada tujuan yang ingin dicapai dari setiap diagnosa 4. Implementasi keperawatan yang sesuai dengan protap keperawatan dari rencana keperawatan yang telah dibuat 5. Evaluasi keperawatan untuk mengetahui apakah implementasi yang diberikan telah membawa perubahan pada kondisi pasien

B. Saran 1. Bagi para pembaca, diharapkan dapat memetik pemahaman dari uraian yang dipaparkan diatas, sehingga dapat menjadi sumber informasi dan pengetahuan tambahan. 2. Bagi dosen pembimbing, diharapkan dapat memberi masukan, baik dalam proses penyusunan maupun dalam pemenuhan referensi untuk membantu kelancaran dan kesempurnaan pembuatan makalah kedepannya.

14

DAFTAR PUSTAKA

Aliyah, Anna, DKK. 2000. (Situasi Neonatal, Perkumpulan Perinatologi). Jakarta Doenges, E. Marylynn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: ECG Http:// Asfiksia. Sudarie. Wordpress.com Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Jilid I. Straight, B.R. 2004. Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir Edisi 3. Jakarta: EGC. Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan kriteria hasil NOC, Edisi 7. Jakarta: ECG

15

You might also like