You are on page 1of 29

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Peredaran bahan kimia semakin hari semakin pesat, hal ini disamping memberikan manfaat yang besar juga dapat menimbulkan masalah yang tak kalah besar terhadap manusia terutama di bidang kesehatan. Keracunan adalah salah satu masalah kesehatan yang semakin meningkat baik di Negara maju maupun negara berkembang. Angka yang pasti dari kejadian keracunan di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun banyak dilaporkan kejadian keracunan di beberapa rumah sakit, tetapiangka tersebut tidak menggambarkan kejadian yang sebenarnya di masyarakat. Dari data statistik diketahui bahwa penyebab keracunan yang banyak terjadi di Indonesia adalah akibat paparan pestisida, obat obatan, hidrokarbon, bahan kimia korosif, alkohol dan beberapa racun alamiah termasuk bisa ular, tetradotoksin, asam jengkolat dan beberapa tanaman beracun lainnya. Selain itu sering kita mendengar terjadinya kematian di dalam mobil hal ini disebabkan mobil tertutup rapat, sistem pergantian udara tidak lancar, mesin mobil dalam keadaan hidup atau jalan sehingga pembuangan asap yang bocor masuk ke dalam mobil dan perlahanlahan terhirup oleh orang yang ada di dalam mobil. Salah satu senyawa kimia yang ada dalam asap hasil pembakaran tidak sempurna adalah gas karbon monoksida (CO) Masalah yang tak kalah peliknya ialah masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya). Masalah ini merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten. Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Maraknya penyalahgunaan NAPZA tidak hanya dikota-kota besar saja, tapi sudah sampai ke kota-kota kecil diseluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah 1

sampai tingkat sosial ekonomi atas. Dari data yang ada, penyalahgunaan NAPZA paling banyak berumur antara 1524 tahun. Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap NAPZA.

1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang kami angkat adalah : 1. Bagaimanakah konsep keracunan dan overdosis? 2. Apakah definisi dari IFO, karbonmonoksida, dan NAPZA? 3. Apa manifestasi dari keracunan dan overdosis IFO, karbonmonoksida dan NAPZA? 4. Bagaimana penatalaksanaan dari keracunan dan overdosis IFO, karbonmonoksida dan NAPZA?

1.3 TUJUAN Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari makalah kami ini adalah : 1. Untuk mengetahui konsep keracunan secara umum 2. Untuk mengetahui definisi dari IFO, karbonmonoksida, dan NAPZA 3. Untuk mengetahui manifestasi dari keracunan dan overdosis IFO, karbonmonoksida dan NAPZA 4. Untuk penatalaksanaan dari keracunan dan overdosis IFO, karbonmonoksida dan NAPZA

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Keracunan dan Overdosis Secara Umum Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat pula terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang. Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Keracunan atau intoksinasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain. Overdosis atau kelebihan dosis terjadi akibat tubuh mengalami keracunan akibat obat. OD sering terjadi bila menggunakan narkoba dalam jumlah banyak dengan rentang waktu terlalu singkat, biasanya digunakan secara bersamaan antara putaw, pil, heroin digunakan bersama alkohol. Atau menelan obat tidur seperti golongan barbiturat (luminal) atau obat penenang (valium, xanax, mogadon/BK).

2.2 Definisi IFO, Karbonmonoksida, dan NAPZA 1. IFO (Insektida fosfat organik) Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Istilah peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang dipakai manusia untuk membasmi hama yang merugikan manusia. Termasuk peptisida ini adalah insektisida. Ada 2 macam insektisida yang paling benyak digunakan dalam pertanian : Insektisida hidrokarbon khlorin ( IHK=Chlorinated Hydrocarbon ) Insektida fosfat organik ( IFO =Organo Phosphatase insectisida )

Yang paling sering digunakan adalah IFO yang pemakaiannya terus menerus meningkat. Sifat dari IFO adalah insektisida poten yang paling banyak digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah satu derivatnya adalah Tabun dan Sarin. 3

Bahan ini dapat menembusi kulit yang normal (intact) juga dapaat diserap diparu dan saluran makanan,namun tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti golongan IHK. Macam-macam IFO adalah malathion (Tolly) Paraathion, diazinon, Basudin, Paraoxon dan lain-lain. IFO ada 2 macam adalah IFO Murni dan golongan carbamate. Salah satu contoh golongan carbamate adalah baygon.

2. Karbonmonoksida Karbon monoksida (gas buangan kendaraan, gas rumah tangga) tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Absorpsi melalui inhalasi dan kemudian tidak dimetabolisme; distribusi dalam darah, eliminasi melalui paru dengan cara ekshalasi. Berikatan dengan sistem sitokrom oksidase; berkompetisi dengan oksigen untuk berikatan dengan sitokrom A3. Karbon monoksida adalah asfiksan respirasi yang berikatan dengan hemoglobin dan myoglobin, yang akan mengurangi kemampuan darah mengangkut oksigen. Waktu paruh dalam tubuh adalah 5-6 jam. Karbon monoksida memiliki afinitas dengan Hb 250kali lebih kuat dibandingkan dengan oksigen; menyebabkan pergeseran kurva disosiasi kekiri, menghambat pelepasan oksigen ke jaringan. Karbon monoksida berikatan dengan myoglobin dan membuatnya menjadi tidak aktif Sumber : 1) Endogen : CO adalah hasil degradasi dari hemoglobin dan komponen lain yang mengandung hem : a Kadar karboksihemoglobin (COHb) < 5% pada perokok dan < 10% pada pasien bukan perokok b. Pada wanita hamil kadar COHb bisa lebih dari 2-5% c. Pada bayi normal kadar COHb dapat mencapai 4-5% d. Pada anemia hemolitik kadarnya dapat mencapai 6% 2) Eksogen : a Rokok : saat merokok, ujung batang rokok mengandung 2.5 kali lebih banyak gas CO dari pada gas yang terhirup b. Perokok seringkali memiliki kadar CO antara 4-10%

c. Kebakaran : menghirup udara dari kebakaran mengandung lebih dari 10% gas CO (100 kali konsentrasi yang diperlukan untuk menyebabkan kadar letal COHb) d. Gas buangan kendaraan terdiri atas 8% CO, penumpang biasanya terpapar CO karena tempat duduk yang terlalu dekat dengan sistem buangan kendaraan e. Metilen chloride pada zat penghilang cat, aerosol dan fumigant sangat mudah diserap melalui kulit dan secara perlahan dimetabolisme menjadi CO. Perhatikan bahwa waktu paruh COHb karena paparan metilen chloride dua kali lebih besar daripada inhalasi.

3. NAPZA Napza merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat / bahan adiktif lainnya adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. Kegawatdaruratan NAPZA adalah suatu keadaan yang mengancam kehidupan seseorang akibat penggunaan zat/obat yang berlebihan (intoksikasi/over dosis) sehingga dapat mengancam kehidupan, apabila tidak dilakukan penanganan dengan segera a. Jenis-jenis NAPZA NAPZA dapat dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu: 1. Narkotika Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis yang dapat menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi hilang rasa atau nyeri dan perubahan kesadaran yang menimbulkan ketergantungna akan zat tersebut secara terus menerus. Contoh narkotika yang terkenal adalah seperti ganja, heroin, kokain, morfin, amfetamin, dan lain-lain. Narkotika menurut UU No. 22 tahun 1997 adalah zat atau obat berbahaya yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan maupun perubahan kesadaran, hilangnya rasa,

mengurangi sampai menghilangkan

rasa nyeri

dan dapat

menimbulkan

ketergantungan (Wresniwiro dkk. 1999). Golongan narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah: a) Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai sebagai narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan proses lainnya terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai dengan sedikit proses sederhana. Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh digunakan untuk terapi pengobatan secara langsung karena terlalu berisiko. Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun koka. b) Narkotika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan proses yang bersifat sintesis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai penghilang rasa sakit/analgesik. Contohnya yaitu seperti amfetamin, metadon,

dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan sebagainya. Narkotika sintetis dapat menimbulkan dampak sebagai berikut: 2. Depresan = membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri. 3. Stimulan = membuat pemakai bersemangat dalam beraktivitas kerja dan merasa badan lebih segar. 4. Halusinogen = dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi yang mengubah perasaan serta pikiran. c) Narkotika semi sintetis yaitu zat/obat yang diproduksi dengan cara isolasi, ekstraksi, dan lain sebagainya seperti heroin, morfin, kodein, dan lain-lain.

2. Psikotropika Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika adalah zat atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat yang tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006) adalah: stimulansia yang membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena merangsang syaraf simpatis. Termasuk dalam golongan stimulan adalah

amphetamine, ektasy (metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine sering disebut dengan speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan stimulan lainnya adalah 6

halusinogen yang dapat mengubah perasaan dan pikiran sehingga perasaan dapat terganggu. Sedative dan hipnotika seperti barbiturat dan benzodiazepine merupakan golongan stimulan yang dapat mengakibatkan rusaknya daya ingat dan kesadaran, ketergantungan secara fisik dan psikologis bila digunakan dalam waktu lama.

3. Zat Adiktif Lainnya Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup

secara langsung dan tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahan- bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan termasuk ke dalam narkotika dan psikoropika, tetapi mempunyai pengaruh dan efek merusak fisik seseorang jika disalahgunakan (Wresniwiro dkk. 1999). Adapun yang termasuk zat adiktif ini antara lain: minuman keras (minuman beralkohol) yang meliputi minuman keras golongan A (kadar ethanol 1% sampai 5%) seperti bir, green sand; minuman keras golongan B (kadar ethanol lebih dari 5% sampai 20%) seperti anggur malaga; dan minuman keras golongan C (kadar ethanol lebih dari 20% sampai 55%) seperti brandy, wine, whisky. Zat dalam alkohol dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bila kadarnya dalam darah mencapai 0,5% dan hampir semua akan mengalami gangguan koordinasi bila kadarnya dalam darah 0,10% (Marviana dkk. 2000). Zat adiktif lainnya adalah nikotin, votaile, dan solvent/inhalasia.

b. Jenis-jenis kegawatdaruratan NAPZA Berikut ini adalah jenis-jenis kegawatdaruratan NAPZA : Yang dimaksud dengan intoksikasi (Over Dosis) adalah kondisi fisik dan prilaku abnormal akibat penggunaan zat yang dosisnya melebihi batas toleransi tubuh. 1. Intoksikasi/Over Dosis a. Intoksokasi Opioida Intoksikasi opioida ditunjukkan dengan adanya tanda dan gejala penurunan kesadaran, (stupor sampai koma), pupil pinpoint (dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis), pernapasan kurang dari 12x/menit sampai henti napas, ada riwayat pemakaian opioida (needle track sign), bicara cadel, dan gangguan 7

atensi atau daya ingat. Perilaku mal adaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis misalnya euforia awal yang diikuti oleh apatis, disforia, agitasi atau retardasi psikomotor atau gangguan fungsi sosial dan fungsi pekerjaan selama atau segera setelah pemakaian opioid. Penatalaksanaan kegawatdaruratan intoksikasi opioida adalah: a. Bebaskan jalan napas b. Berikan oksigen 100% atau sesuai kebutuhan c. Pasang infuse Dextrose 5% atau NaCL 0,9% dan cairan koloid jika diperlukan d. Pemberian antidotum Nalokson Tanpa hipoventilasi berikan Narcan 0,4 mg IV Dengan hipoventilasi berikan Nalokson (Narcan) 1 -2 mg IV Jika dalam 5 menit tidak ada respon maka berikan 1 2 mg Narcan hingga ada respon berupa peningkatan kesadaran, dan fungsi pernapasan membaik Rujuk ke ICU jika dosis Narcan telah mencapai 10 mg dan belum menunjukkan adanya perbaikan kesadaran Berikan 1 ampul Narcan/500 cc dalam waktu 4-6 jam mencegah terjadinya penurunan kesadaran kembali Observasi secara invensif tanda-tanda vital,pernapasan, dan besarnya ukuran pupil klien dalam 24 jam Pasang intubasi, kateterisasi, sonde lambung serta EKG Puasakan klien untuk menghindari aspirasi Lakukan pemeriksaan rnntgen thoraks serta laboraturium, yaitu darah lengkap, urin lengkap dan urinalisis b. Intoksikasi Sedatif Hipnotik (Benzodiazepin) Intoksikasi sedatif hipnotik jarang memerlukan pertolongan gawat darurat atau intervensi farmakologi.Intoksikasi benzodiazepin yang fatal sering terjadi pada anak-anak atau individu dengan gangguan pernapasan atau bersama obat depresi susunan syaraf pusat lainnya seperti opioida.Gejala intoksikasi benzodiazepin yang progresif adalah hiporefleksia, nistagmus dan kurang siap siaga, ataksia, berdiri tidak stabil. Selanjutnya gejala berlanjut dengan pemburukan ataksia, letih, lemah, konfusi, somnolent, koma, pupilmiosis, hip[otermi, depresi sampai 8

dengan

henti

pernapasan.bila

diketahui

segera

dan

mendapat

terapi

kardiorespirasi maka dampak intoksikasi jarang bersifat fatal. Namun pada perawatan yang tidak memadai maka fungsi respirasi dapat memburuk karena asapirasi isi lambung yang merupakan faktor resiko yang sangat serius. Penatalaksanaan adalah dengan memberikan tindakan kolaboratif berupa pemberian terapi kombinasi yang ditujukan untuk : 1) Mengurangi efek obat didalam tubuh Untuk mengurangi efek sedatif hipnotik dengan memberikan Flumazenil 0,2 mg secara IV, kemudian setelah 30 detik diikuti dengan 0,3 mg dosis tunggal. Obat tersebut lalu dapat diberikan lagi sebanyak 0,5 mg setelah 60 detik sampai total kumulatif 3 mg. Tindakan suppurtive adalah dengan mempertahankan jalan napas, dan memperbaiki gangguan asam basa. 2) Mengurangi absorbsi obat lebih lanjut Mengurangi absorbsi merangsang muntah jika baru terjadi pemakaian. Jika pemakaian sudah lebih dari 6 jam maka berikan antidot berupa karbon aktif yang berfungsi untuk menetralkan efek obat. 3) Mencegah komplikasi jangka panjang Observasi tanda-tanda vital dan depresi pernapasan, aspirasi dan edema paru.Bila sudah terjadi aspirasi maka dapat diberikan antibiotik.Bila klien ada usaha untuk bunuh diri maka klien tersebut harus ditempatkan ditempat khusus dengan pengawasan ketat setelah keadaan darurat diatasi. c. Intoksikasi Anfetamin Tanda dan gejala intoksikasi anfetamin biasanya ditunjukkan dengan adanya dua atau lebih gejala-gejala seperti takikardi atau bradikardi, dilatasi pupil, peningkatan atau penurunan tekanan darah, banyak keringat atau kedinginan, mual atau muntah, penurunan berat badan, agitasi atau retardasi psikomotot, kelelahan otot, depresi sistem pernapasan, nyeri dada atau aritmiajantung, kebingungan, kejang-kejang, diskinesia, distonia atau koma. Penatalaksanaan adalah dengan memberikannya terapi symtomatik dan pemberian terapi suportife lain, misal: anti psikotik, anti hipertensi, dll. d. Intoksikasi alkohol 9

Intoksikasi alkohol biasanya ditunjukkan dengan adanya gejala-gejala (satu atau lebih) bicara cadel, inkoordinasi, jalan sempoyongan nistagmus, tidak dapat memusatkan perhatian, daya ingat menurun dan stupor atau koma. Penatalaksanaan untuk klien yang mengalami koma adalah dengan menidurkan klien terlentang dan posisi face down untuk mencegah aspirasi, melakukan observasi tanda vital dengan ketat tiap 15 menit,memberikan tindakan kolaboratif dengan pemberian Thiamine 100 mg secara IV untuk profilaksis terjadinya Wernicke Encephalopaty kemudian memberikan 50 ml Dextrose 5% secara IV serta dengan memberikan 0,4 2 mg Naloksone bila klien memiliki riwayat atau kemungkinan pemakaian opioida. Dalam penatalaksanaan intoksikasi alkohol , perawat harus selalu waspada atas perilaku klien, diantaranya adalah antipasi jika klien agresif,. Untuk itu diperlukan sikap toleran dari perawat sehingga tidak membuat klien merasa ketakutan dan terancam.Untuk itu harus diciptakan suasana yang tenang dan bila perlu tawarkan klien untuk makan.Untuk mengatasi klien yang agresif, dapat diberikan sedatif dengan dosis rendah dan jika perlu dapat diberikan Halloperidol injeksi secara IM. e. Intoksikasi Kokain Tingkah laku maladaptif yang bermakna secara klinis atau perubahan psikologis misalnya euforia atau efek mendatar, perubahan dalam stabilitas, hypervigilance / kewaspadaan yang meningkat, interpersonal sensitivity, ansietas, kemarahan, tingkah laku yang stereotip, menurunnya fungsi sosial dan fungsi pekerjaan yang berkembang selama atau setelah penggunaan kokain. Tanda dan gejala ( dua atau lebih) yang muncul diantaranya adalah takikardia atau bradikardia, dilatasi pupi, peningkatan atau penurunan tekanan darah, berkeringat atau rasa dingin, mual atau muntah, penurunan berat badan, agitasi atau retardasi psikomotor, kelemahan otot, depresi, nyeri dada atau arimia jantung, bingung (confusion), kejangdyskinesia, dystonia, hingga dapat menimbulkan koma. Penatalaksanaan setelah pemberian bantuan hidup dasar adalah dengan melakukan tindakan kolaborati berupa pemberian terapi-terapi simtomatik, 10

misalnya pemberian Benzodiazepin bila timbul gejala agitasi, pemberian obatobat anti psikotik jika timbul gejala psikotik , dan pemberian terapi-terapi lainnya sesuai dengan gejala yang ditemukan.

2. Ketergantungan NAPZA (Withdrawl/ Sindrome Putus Zat) Ketergantungan atau yang disebut dengan withdrawl adalah suatu kondisi cukup berat yang ditandai dengan adanya ketergantungan fisik yaitu toleransi dan sindrome putus zat. Sindroma putus zat adalah suatu kondisi dimana orang yang biasa menggunakan secara rutin, pada dosis tertentu berhenti menggunakan atau menurunkan jumlah zat yang biasa digunakan, sehingga menimbulkan gejala pemutusan zat. Terapi yang dapat diberikan pada keadaan sindrom putus zat yaitu : Terapi putus zat opioida, terapi ini sering dikenal dengan istilah detoksifikasi. Terapi detoksifikasi dapat dilakukan dengan cara berobat jalan maupun rawat inap. Lama program terapi detoksifikasi berbeda-beda ada yang 1-2 minggu untuk detoksifikasi konvensional dan ada yang 24-48 jam untuk detoksifikasi opioid dalam anestesi cepat (Rapid Opiate Detoxification Treatment). Detoksifikasi hanyalah merupakan langkah awal dalam proses penyembuhan dari

penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA. Beberapa jenis cara mengatasi putus opioida : Tanpa diberi terapi apapun,putus obat seketika (abrupt withdrawal atau cold turkey). Terapi hanya simptomatik saja. Untuk nyeri diberi analgetika kuat seperti : Tramadol, Analgrtik non-narkotik,asam mefenamat dan sebagainya. Untuk rhinore beri dekongestan,misalnya fenilpropanolamin, Untuk mual beri

metopropamid, Untuk kolik beri spasmolitik, Untuk gelisah beri antiansietas, Untuk insomnia beri hipnotika,misalnya golongan benzodiazepine. Terapi putus opioida bertahap (gradual withdrawal), Dapat diberi

morfin,petidin,metadon atau kodein dengan dosis dikurangi sedikit demi sedikit. Terapi putus opioida dengan substitusi non opioda Dipakai Clonidine dimulai dengan 17 mikrogram/kg BB perhari dibagi dalam 3-4 kali pemberian. Dosis

11

diturunkan bertahap dan selesai dalam 10 hari. Sebaiknya dirawat inap (bila sistole < 100 mmHg atau diastole < 70 mmHg), terapi harus dihentikan. Terapi putus opioida dengan metode Detoksifikasi cepat dalam anestesi (Rapid Opioid Detoxification). Prinsip terapi ini hanya untuk kasus single drug opiat saja, dilakukan di RS dengan fasilitas rawat intensif oleh Tim Anestesiolog dan Psikiater, dilanjutkan dengan terapi menggunakan anatagonist opiat (naltrekson) lebih kurang 1 tahun. Terapi putus zat sedative/hipnotika dan alcohol Harus secara bertahap dan dapat diberikan Diazepam. Tentukan dahulu test toleransi dengan cara : Memberikan benzodiazepin mulai dari 10 mg yang dinaikan bertahap sampai terjadi gejala intoksikasi. Selanjutnya diturunkan kembali secara bertahap 10 mg perhari sampai gejala putus zat hilang. Terapi putus Kokain atau Amfetamin, Rawat inap perlu dipertimbangkan karena kemungkinan melakukan percobaan bunuh diri. Untuk mengatasi gejala depresi berikan anti depresi. Terapi untuk waham dan delirium pada putus NAPZA - Pada gangguan waham karena amfetamin atau kokain berikan Injeksi Haloperidol 2.5-5 mg IM dan dilanjutkan peroral 3x2,5-5 mg/hari. - Pada gangguan waham karena ganja beri Diazepam 20-40 mg IM. - Pada delirium putus sedativa/hipnotika atau alkohol beri Diazepam seperti pada terapi intoksikasi sedative/hipnotika atau alkohol Terapi putus opioida pada neonates, Gejala putus opioida pada bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang mengalami ketergantungan opioida, timbul dalam waktu sebelum 48-72 jam setelah lahir. Gejalanya antara lain : menangis terus(melengking), gelisah, sulit tidur, diare, tidak mau minum, muntah, dehidrasi, hidung tersumbat, demam, berkeringat. Berikan infus dan perawatan bayi yang memadai. Selanjutnya berikan Diazepam 1-2 mg tiap 8 jam setiap hari diturunkan bertahap,selesai dalam 10 hari

12

2.3 Manifestasi Klinis IFO, Karbonmonoksida, dan NAPZA 1. IFO Banyak sekali gejala dan tanda tanda keracunan yang mirip dengan gejala atau tanda dari suatu penyakit, seperti kejang, stroke dan reaksi insulin. Seseorang yang telah mengalami keracunan kadang dapat diketahui dengan adanya gejala keracunan. Gejala gejala keracunan tersebut secara umum dapat berupa gejala non spesipik dan spesifik, namun kadang kadang sulit untuk menentukan adanya keracunan hanya dengan melihat gejala gejala saja. Perlu dilakukan tindakan untuk memastikan telah terjadi keracunan dengan melakukan pemeriksaan laboratorium. Pemerikasaan laboratorium ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan periodik urin, tinja, darah, kuku, rambut dan lain lain. Bila dicurigai telah terjadi keracunan maka perlu diidentifikasi tanda dan gejala yang muncul seperti tersebut dibawah ini, 5. Luka bakar atau kemerahan di sekitar mulut dan bibir yang mungkin akibat menelan bahan kimia korosif. 6. Bau napas seperti bau bahan kimia, contoh bensin, minyak tanah dan cat 7. Adanya bercak atau bau bahan pada tubuh korban, baik pada pakaian atau pada furnitur, pada lantai atau objek disekitar korban 8. Tempat obat yang telah kosong atau adanya tablet / pil yang berserakan 9. Muntah, mulut berbuih, sulit bernapas, rasa kantuk yang berat, kebingungan atau gejala lain yang tidak diharapkan. Yang paling menonjol adalah: Kelainan visus Hiperaktifitas kelenjar ludah Keringat dan ggn saluran pencernaan Serta kesukaran bernafas.

Gejala ringan meliputi: Anoreksia Nyeri kepala Rasa lemah Rasa takut Tremor pada lidah, kelopak mata, pupil miosis. 13

Keracunan sedang : Nausea Muntah-muntah Kejang atau kram perut Hipersaliva Hiperhidrosis Fasikulasi otot dan bradikardi.

Keracunan berat : Diare Pupil pi- poin Reaksi cahaya negatif Sesak nafas Sianosis, Edema paru .inkontenesia urine dan feces Kovulsi Koma, blokade jantung

2. Karbonmonoksida Karbon monoksida menyebabkan demyelisasi sel otak, dengan hasil otopsi ditemukan adanya edema cerebral, nekrosis pada superfisial substansia putih, globus pallidus, cerebrum dan hippokampus. Sekuele berupa keterlambatan neuropsikiatri terjadi pada 40% kasus. Keracunan gas monoksida sulit untuk didiagnosis karena ada beberapa tanda dan gejala patognomonis. Gejala ringan tidak spesifik, seperti sakit kepala, mual dan muntah, pusing. Beberapa anggota keluarga dapat memberikan gejala yang sama pada saat yang bersamaan seperti yang sering terjadi pada penyakit flu.

Gejala-gejala klinis dari saturasi darah oleh karbon monoksida dapat dilihat pada table :

Konsentrasi CO dalam darah

Gejala

14

Kurang dari 20% 20% 30% 30% 40%

Tidak ada gejala Nafas menjadi sesak Sakit kepala, lesu, mual, nadi dan pernafasan sedikit meningkat Sakit kepala berat, kebingungan, hilang daya ingat, lemah, hilang daya koordinasi gerakan

40% - 50%

Kebingungan makin meningkat, setengah sadar

60% - 70%

Tidak sadar, kehilangan daya mengontrol faeces dan urin

70% - 89%

Koma, nadi menjadi tidak teratur, kematian karena kegagalan pernafasan

3. NAPZA Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain intoksikasi, ada juga sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat penggunaan zat yang

dikurangi atau dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat berbeda pada jenis zat yang berbeda. Namun secara umum, manifestasi klinis dari pemakaian NAPZA adalah : 1. Perubahan Fisik : Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo ( cadel ), apatis ( acuh tak acuh ), mengantuk, agresif. Bila terjadi kelebihan dosis ( Overdosis ) : nafas sesak, denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, bahkan meninggal. Saat sedang ketagihan ( Sakau ) : mata merah, hidung berair, menguap terus, diare, rasa sakit seluruh tubuh, malas mandi, kejang, kesadaran menurun. Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat, tidak perduli terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi keropos, bekas suntikan pada lengan. 2. Perubahan sikap dan perilaku : 15

Prestasi di sekolah menurun, tidak mengerjakan tugas sekolah, sering membolos, pemalas, kurang bertanggung jawab. Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan pagi hari, mengantuk di kelas atau tempat kerja. Sering berpergian sampai larut malam, terkadang tidak pulang tanpa ijin. Sering mengurung diri, berlama lama di kamar mandi, menghidar bertemu dengan anggota keluarga yang lain. Sering mendapat telepon dan didatangi orang yang tidak dikenal oleh anggota keluarga yang lain. Sering berbohong, meminta banyak uang dengan berbagai alasan tapi tidak jelas penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri atau keluarga, mencuri, terlibat kekerasan dan sering berurusan dengan polisi.

Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, pemarah, kasar, bermusuhan pencurigaan, tertutup dan penuh rahasia

2.4 Penatalaksanaan IFO, Karbonmonoksida, dan NAPZA 1. IFO A. Resusitasi. Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan nadi.Infus dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit .,nafas buatan,oksigen,hisap lendir dalam saluran pernafasan,hindari obat-obatan depresan saluran nafas,kalu perlu respirator pada kegagalan nafas berat.Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mlut penolong.Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag valve mask. B. Eliminasi. Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis ( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah 16

keracunan. Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun. Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 6 jam . pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon, untuk mencegah aspirasi pnemonia. C. Anti dotum Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat penumpukan. a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg b. Dilanjutkan dengan 0,5 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk gejalagejala atropinisasi ( muka merah,mulut kering, takikardi, midriasis, febris dan psikosis). c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 4 6 8 dan 12 jam. d. Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.

2. Karbonmonoksida Penatalaksanaan berupa tindakan suportif dan pemberian terapi oksigen ABC a. Lakukan evaluasi dan terapi suportif jalan nafas b. Lakukan intubasi orotrakhea bila terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi c. Berikan suplemen oksigen 100% melalui masker yang melekat erat ke wajah Catatan : waktu paruh eliminasi COHb dalam serum bila bernafas dengan udara bebas adalah 520 menit, berubah menjadi 80 menit bila bernafas dengan oksigen 100%. Terapi oksigen sebaiknya tidak dihentikan sampai gejala hilang dan kadar COHb < 10% Lakukan monitoring : EKG (menunjukkan gambaran sinus takikardi dan perubahan segmen ST) 17

Pikirkan penggunaan natrium bikarbonat infus bila ada metabolik asidosis (pH darah arteri < 7.1)

Pemeriksaan Laboratorium Rutin : Darah lengkap, glukosa, ureum/creatinin/elektrolit, analisa gas darah dengan kadar COHb, EKG 12 lead Sesuai dengan kondisi pasien : foto rontgen thoraks (pada cedera inhalasi yang berat, aspirasi paru, bronkopneumonia dan edema paru)

Terapi antidotum : Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Weaver, dkk (2002) menunjukkan bahwa 3 buah terapi oksigen hiperbarik yang dilakukan dalam 24 jam berhasil menurunkan resiko gejala sisa berupa kelainan kognitif dalam waktu 6 minggu dan 12 minggu setelah keracunan gas CO. Keuntungan dari terapi oksigen hiperbarik adalah untuk mencegah kerusakan yang disebabkan oleh gas CO bukan menghilangkan gas tersebut.

Disposisi Rujuk pasien untuk melakukan terapi oksigen hiperbarik dengan menghubungi tempat-tempat lokal yang memiliki sarana terapi hiperbarik baik sipil maupun militer, sesuai dengan protokol lokal : a) Seluruh pasien yang pingsan, kelainan neurologis dan kelainan jantung dengan peningkatan kadar COHb b) Seluruh pasien dengan kadar COHb > 25% c) Wanita hamil dengan kadar COHb > 10% d) Iskemik myocardium e) Gejala yang memburuk setelah pemberian terapi oksigen f) Gejala yang menetap setelah terapi oksigen 100% selama 4 jam (termasuk kelainan test psikometer dan takikardia) g) Neonatus Catatan : Dengan terapi oksigen hiperbarik, waktu paruh eliminasi CO berkurang menjadi 23 menit, kecuali bila terapi dilakukan dalam seting militer, sulit sekali untuk melakukan terapi yang adekuat untuk memperoleh pengurangan waktu paruh

18

Rawat pasien di ruangan penyakit dalam bila kadar COHb < 20%, berikan oksigen aliran tinggi 15L/ menit melalui masker minimal 4 jam sampai kadar COHb kembali ke normal Pasien yang tanpa gejala dengan kadar COHb < 20% jarang sekali mengalami komplikasi dan dapat dipulangkan dari emergency departemen dengan nasihat untuk segera mencari pertolongan medis bila muncul gejala sebagai berikut : 1. Kesulitan untuk bernafas atau sesak 2. Nyeri dada atau rasa berat didada 3. Kesulitan untuk mengkoordinasikan tangan dan kaki 4. Gangguan daya ingat 5. Sakit kepala atau pusing yang berkepanjangan Pasien yang dipulangkan harus dirujuk kebagian psikiatri untuk melakukan screening neuropsikiatri karbon monoksida untuk mendeteksi deterioration Pasien harus diberitahu untuk tidak merokok selama 72 jam

3. NAPZA Penanggulangan masalah NAPZA dilakukan mulai dari pencegahan, pengobatan sampai pemulihan (rehabilitasi). a) Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan: a. Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA b. Deteksi dini perubahan perilaku c. Menolak tegas untuk mencoba (Say no to drugs) atau Katakan tidak pada narkoba b) Pengobatan Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu: a. Detoksifikasi tanpa subsitusi

19

Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat

yang

mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri. b. Detoksifikasi dengan substitusi Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik

dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara bertahap sampai

berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut. c) Rehabilitasi Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan kemampuan dan pengembangan

pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2001). Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program terapi (detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003). Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak sama karena tergantung pada jumlah dan kemampuan sumber daya, fasilitas, dan sarana penunjang kegiatan yang tersedia di rumah sakit. Menurut Hawari (2003), bahwa setelah klien mengalami perawatan selama 1 minggu menjalani program terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama 2 minggu maka klien tersebut 20

akan dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan unit lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan parameter sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja bisa sampai 2 tahun. Berdasarkan pengertian dan lama rawat di atas, maka perawatan di ruang rehabilitasi tidak terlepas dari perawatan sebelumnya yaitu di ruang detoksifikasi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada bagan di bawah ini (bagan 1). Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani

detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu terjadi 2001). Dengan rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA dapat: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mempunyai motivasi kuat untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi Mampu menolak tawaran penyalahgunaan NAPZA Pulih kepercayaan dirinya, hilang rasa rendah dirinya Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan baik Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan dengan lingkungannya. (DepKes,

Jenis program rehabilitasi: a. Rehabilitasi psikososial Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat (reentry program). Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan berbagai kursus atau balai latihan kerja di pusat-pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila klien selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau bekerja. b. Rehabilitasi kejiwaan Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang semua

berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata lain sikap dan tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan sesama rekannya maupun personil 21 yang membimbing dan mengasuhnya.

Meskipun klien telah menjalani terapi detoksifikasi, seringkali perilaku maladaptif tadi belum hilang, keinginan untuk menggunakan NAPZA kembali atau craving masih sering muncul, juga keluhan lain seperti kecemasan dan depresi serta tidak dapat tidur (insomnia) merupakan keluhan yang sering disampaikan karena itu, jenis terapi ketika

melakukan konsultasi dengan psikiater. Oleh masih dapat diberikan dilanjutkan, tidak dengan catatan

psikofarmaka yang

obat psikofarmaka

bersifat

adiktif

(menimbulkan ketagihan) dan tidak

menimbulkan ketergantungan. Dalam rehabilitasi kejiwaan ini yang penting adalah psikoterapi baik secara individual maupun secara kelompok. Untuk mencapai tujuan psikoterapi, waktu 2 minggu (program pascadetoksifikasi) memang tidak cukup; oleh karena itu, perlu dilanjutkan dalam rentang waktu 3 6 bulan

(program rehabilitasi). Dengan demikian dapat dilaksanakan bentuk psikoterapi yang tepat bagi masing-masing klien rehabilitasi. Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan ini adalah psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai rehabilitasi keluarga terutama keluarga broken home. Gerber (1983 dikutip dari Hawari, 2003) menyatakan bahwa konsultasi keluarga perlu dilakukan agar keluarga dapat memahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang mengalami penyalahgunaan NAPZA. c. Rehabilitasi komunitas Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalam satu tempat. Dipimpin oleh mantan pemakai yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai koselor, setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan. Tenaga profesional hanya sebagai konsultan saja. Di sini klien dilatih keterampilan mengelola waktu dan perilakunya secara efektif dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi keinginan mengunakan narkoba lagi atau nagih (craving) dan mencegah relaps. Dalam program ini semua klien ikut aktif dalam proses terapi. Mereka bebas menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan orang lain. Tiap anggota bertanggung jawab terhadap perbuatannya, penghargaan bagi yang berperilaku positif dan hukuman bagi yang berperilaku negatif diatur oleh mereka sendiri. d. Rehabilitasi keagamaan 22

Rehabilitasi keagamaan masih perlu dilanjutkan tidaklah cukup untuk memulihkan klien

karena

waktu

detoksifikasi

rehabilitasi menjalankan ibadah sesuai

dengan keyakinan agamanya masing-masing. Pendalaman, penghayatan, dan pengamalan keagamaan atau keimanan ini dapat menumbuhkan kerohanian

(spiritual power) pada diri seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA apabila taat dan rajin menjalankan ibadah, risiko kekambuhan hanya 6,83%; bila kadang-kadang beribadah risiko kekambuhan 21,50%, dan apabila tidak sama sekali menjalankan ibadah

agama risiko kekambuhan mencapai 71,6%.

Prinsip-prinsip Penanganan kegawatdaruratan NAPZA Mengingat kasus intoksikasi dapat mengancam nyawa, maka upaya penatalaksanaan kasus intoksikasi ditujukan pada hal sebagai berikut : 1. Penatalaksanaan Kegawatan Berhubungan dengan intoksikasi dapat mengancam nyawa, maka walaupun tidak dijumpai adanya kegawatan maka setiap kasus intoksikasi harus diperlakukan seperti pada keadaan kegawatan yang mengancam nyawa.Penilaian terhadap tanda vital seperti tanda jalan napas, pernapasan sirkulasi dan penurunan kesadaran harus dilakukan secara cepat dan seksama sehingga tindakan resusitasi tidak terlambat dimulai.Berikut ini adalah urutan resusitasi seperti yang umumnya dilakukan. A = Airway Support Factor utama yang membuat klien tidak sadar adalah adanya sumbatan di jalan napas klien, seperti lidah, makanan ataupun benda asing lainnya. Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas pada klien tidak sadar karena pada kondisi tidak sadar itulah lidah klien akan kehilangan ototnya sehingga akan terjatuh kebelakang rongga mulut. Hal ini mengakibatkan tertutupnya trachea sebagai jalan napas.Sebelum diberikan bantuan pernapasan, jalan napas korban harus terbuka. Tekhnik yang dapat dilakukan penolong adalah cross-finger (silang jari), yaitu memasukkan jari telunjuk dan jempol menyentuh gigi atau rahang klien.Kemudian tanpa menggerakkan pergelangan tangan, silangkan kedua jari tersebut denagn geraakan saling mendorong sehingga rahang atas dan rahang bawah terbuka.periksa adanya benda 23

yang menyumbat atau berpotensi menyumbat.Jika terdapat sumbatan, bersihkan dengan teknik finger-sweep (sapuan jari) dengan menggunakan jari telunjuk yang terbungkus kassa (jika ada). Ada dua maneuver yang lazim digunakan untuk membuka jalan napas, yaitu head tilt / chin lift dan jaw trust. Head tilt atau chin lift: Teknik ini hanya dapat digunakan pada klien pengguna NAPZA tanpa cedera kepala, leher, dan tulang belakang. Tahap-tahap untuk melakukan teknik ini adalah : 1. Letakkan tangan pada dahi klien (gunakan tangan yang paling dekat denga dahi korban). 2. Pelan-pelan tengadahkan kepala kliendengan mendorong dahi kearah belakang. 3. Letakkan ujung-ujung jari tangan yang satunya pada bagian tulang dari dagu korban. 4. Angkat dagu bersamaan dengan menengadahkan kepala. Jangan sampai mulut klien tertutup. 5. Pertahankan posisi ini. Jaw trust : Teknik ini dapat digunakan selain teknik diatas. Walaupun teknik ini menguras tenaga, namaun merupakan yang paling sesuai untuk klien pengguna NAPZA denag cedera tulang belakang. Tahap-tahap untuk melakukan teknik ini adalah : 1. Berlutut diatas kepala korban. Letakkan siku pada lantai di kedua sisi kepala korban. Letakkan tangan dikedua sisikepalakorban. 2. Cengkeram rahang bawah korbsn pada kedua sisinya. Jika korban anak-anak, gunakan dua atau tiga jari dan letakkanpada sudut rahang. 3. Gunakan gerakan mengangkat untuk mendorong rahang bawah korban keatas. Hal ini menarik lidah menjauhi tenggorokan. 4. Tetap pertahankan mulut korban sedikit terbuka. Jika perlu, tarik bibir bagian bawah denagn kedua ibu jari. B = Breathing Support Bernafas adalah usaha seseorang yang dilakukan secara otomatis.Untuk menilai secara normal dapat dilihat dari pengembangn dada dan berapa kali seseorang 24

bernafas dalam satu menit.Frekuensi/ jumlah pernafasan normal adalah 12-20x / menit pada klien deawasa. Pernafasan dikatakan tidak normal jika terdapat keadaan terdapat tanda-tanda sesak nafas seperti peningkata frekuensi napas dalam satu menit, adanya napas cupinghidung (cuping hidung ikut bergerak saat bernafas), adanya penggunaan otototot bantu pernapasan (otot sela iga, otot leher, otot perut), warna kebiruan pada sekitar bibir dan ujung-ujung jari tangan, tidak ada gerakan dada, tidak ada suara napas, tidak dirasakan hembusannapas dan klien dalam keadaan tidak sadar dan tidak bernapas. Breathing support atau ksiganisasidarurat adalah penilain status pernapasan klien untuk mengetahuiapakah klienmasih dapatbernapas secara spontan atau tidak. Prinsip dari melakukan tindakan ini adalah dengan cara melihat, mendengar dan merasakan (Look, Listen and Feel = LLF). Lihat, ada tidaknya pergerakan dada sesuai dengan pernapasan.Dengar, ada tidaknya suara napas (sesuai irama) dari mulut dan hidung klien.Rasakan, dengan pipi penolong ada tidaknya hembusan napas (sesuai irama) dari mulut dan hidung korban.Lakukan LLF dengan waktu tidak lebih dari 10 detik. Jikaterlihat pergerakan dada, terdengar suara napas dan terasa hembusan napas klien, maka berarti klientidak menglami henti napas.masalah yang ada hanyalah penurunan kesadaran.dalam kondisi ini, tindakan terbaik yang dilakukan perawat adalah mempertahankan jalan napas tetap terbuka agan ogsigenisasi klien tetap terjaga dan memberikan posisi mantap. Jika korban tidakbernapas, berikan 2 kali bantuan per-napasan denag volume yang cukup untuk dapat mengembangkan dada. Lamanya memberikan bantuan pernapasan sampai dada mengembang adalah 1detik.Demikian halnya berlaku jika bantuan pernapasan diberikan melalui mulut ke mulut dan mulut ke sungkup muka. Hindari pemberian pernapasan yang terlalu banyak dan terlalu kuat karena akan menyebabkan kembung (distensi abdomen) dan dapat menimbulan komplikasi padaparu-paru. Bantuan pernapasan dari mulut ke mulut bertujuan memberikan ventilasi oksigen kepada klien.Untuk memberikan bantuan tersebut, buka jalan napas klien, tutup cuping hidung klien dan mulut penolong mencakup seluruh mulut klien.Berikan 1 kali pernapasan dalam waktu 1 detik.lalu penolong bernapas biasa dan berikan 25

pernapasan 1 kali lagi.Perhatikan adakah pengenbangan dada klien. Jika tidak terjadi pengembangan dada, maka cara penolong tidaak tepat dalam membuka jalan napas. Cara yang samaa dilakukan jika alat pelindung terdiri dari 2 tipe, yaitu pelindung wajah dan sungkup wajah.Pelindung wajah berbentuk lembaran yang terbuat dari plastic bening atau silicon yang dapat mengurangi kontak antara klien dengan penolong.Sedangkan jika memakai sungkup wajah, maka biasanya terdapat lubang khusus untuk memasukkan oksigen.Ketika oksigen telah tersedia, maka berikan aliran oksigen sebanyak 10-12 liter/menit.

C = Circulation Support Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada luar yang diberikan pada klien yang mengalami henti jantung. Selain itu untuk

mempertahankan sirkulasi spontan dan mempertahankan sistem jantung paru agar dapat berfungsi optimal dilakukan bantuan hidup lanjut (advance life support). Jika tindakan ini dilakukan dengan cara yang salah maka akan menimbulkan penyulitpenyulit seperti patah tulang iga, atau tulang dada, perdarahan rongga dada dan injuri organ abdomen. Sebelum melakukan RJP pada klien perawat harus memastikan bahwa klien dalam keadaan tidak sadar, tidak bernapas dan arteri karotis tidak teraba. Cara melakukan pemeriksaan arteri karotis adalah dengan cara meletakkan dua jari diatas laring (jakun). Lalu geser jari penolong ke arah samping dan hentikan disela-sela antara laring dan otot leher. Setelah itu barulah penolong merasakan denyut nadi. Perabaan dilakukan tidak boleh lebih dari 10 detik. Melakukan resusitasi yang benar adalah dengan cara meletakkan kedua tangan ditulang dada bagian sepertiga bawah dengan jari mengarah ke kiri dengan posisi lengan tegak lurus dengan sendi siku tetap dalam eksteni (kepala tengkorak). Untuk memberikan kompresi dada yang efektif. Lakukan kompresi dengan kecepatan 100x/menit dengan kedalaman kompresi 4-5 cm. Kompresi dada harus dilakukan selam nadi tidak teraba dan hindari penghentian kompresi yang terlalu sering. Rasio kompresi ventilasi yang direkomendasian adalah 30:20. Rasio ini dibuat untuk

26

menigkatkan jumlah kompresi dada, mengurangi kejadian hiperventilasi, dan mengurangi pemberhentian kompresi untuk melakukan ventilasi. 2. Penilaian Klinik Penatalaksanaan intoksikasi harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil pemeriksaan toksikologi. Beberapa keadaan klinik perlu mendapat perhatian karena dapat mengancam nyawa seperti koma, kejang, henti jantung, henti nafas, dan syok. 3. Anamnesis Pada keadaan emergensi, maka anamnesis kasus intoksikasi ditujukan pada tingkat kedaruratan klien. Yang paling penting dalam anamnesis adalah mendapatkan informasi yang penting seperti : a. Kumpulkan informasi selengkapnya tentang obat yang digunakan, termasuk obat yang ering dipakai, baik kepada klien (jika memungkinkan), anggota keluarga, teman, atau petugas kesehatan yang biasa mendampingi (jika ada) tentang obat yang biasa digunakan. b. Tanyakan riwayat alergi atau riwayat syok anafilaktik. c. Pemeriksaan fisik Lakukan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda/kelainan akibat intosikasi, yaitu pemeriksaan kesadaran, tekanan darah, nadi, denyut jatung, ukuran pupil, keringat, dan lain-lain. Pemeriksaan penunjang diperlukan berdasarkan skala prioritas dan pada keadaan yang memerlukan observasi maka pemeriksaan fisik harus dilakukan berulang.

27

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Keracunan atau intoksinasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain. Beberapa jenis obat dan zat yang dapat menyebabkan keracunan dan overdosis adalah IFO, karbonmonoksida dan NAPZA. Keracunan atau intoksinasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain. Karbon monoksida (gas buangan kendaraan, gas rumah tangga) tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Napza merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat / bahan adiktif lainnya adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat. Penatalksanaan pada jenis keracunan tersebut berbeda terlepas dari prinsip ABC. bergantung pada zat yang meracuninya. Namun tidak

3.2 Saran Kegawatan pada pasien dengan keracunan dan overdosis sangat penting untuk

segera ditangani. Bila hal ini dibiarkan tentu akan berakibat fatal bagi korban atau pasien bahkan bisa menimbulkan kematian. Oleh karena itu kita sebagai petugas kesehatan hendaknya perlu memahami penanganan kegawatdaruratan pada pasien dengan keracunan dan overdosis secara cepat, cermat dan tepat sehingga hal-hal tersebut dapat kita hindari.

28

Daftar Pustaka

Anonimity. -------. Askep Kegawatdaruratan NAPZA. http://www.scribd.com/doc/32523282/Askep-Kegawatdaruratan-Napza. diakses tanggal 22 september 2011

Anonimity. -------. Keracunan karbonmonoksida. http://www.scribd.com/doc/44387749/70KERACUNAN-KARBON-MONOKSIDA. diakses tanggal 22 september 2011 Anonimity. -------. Pencegahan Keracunan Secara Umum. www.pom.go.id/public/siker/desc/produk/CegahRacunUmum.pdf diakses tanggal 23 september 2011

Dwi S, Bardiana. 2011. Gejala Klinis Penyalahgunaan NAPZA. http://kimiadahsyat.blogspot.com/2011/02/gejala-klinis-penyalahgunaan-napza.html Hadiyani, Murti. -------. www.pom.go.id/public/siker/desc/produk/RacunKarMon.pdf. diakses tanggal 22 september 2011 Hawari, Dadang.2003. Penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA FKUI. Jakarta: Gaya Baru Subhan. 2002. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Intoksikasi Baygon Di RPI Lt.II RSUD Dr. Soetomo Surabaya. www.scribd.com/doc/59185223/LP-intoksikasi-IFO. diakses tanggal 22 september 2011

Sudoyo dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed.5. Jakarta : Internet Publishing

29

You might also like