Professional Documents
Culture Documents
Visnoi N K.1979. Advanced Practical Organic Chemistry, 1st ed. New Delhi: Vikas Publising House, PVT Ltd, 331 Furniss BS, et al, 1989, Vogels Textbook of Practical Organic Chemistry, 5th edition, Longman Scientific & Technical, New York, 916-918. Mc Murry J, 2000, Organic Chemistry, 5th edition, Brooks/ Cole Publishing Company Pasific Grove, USA, 1002 Vishnoi NK, 1979, Advanced Practical Organic Chemistry, First Edition, Vikas Publishing House, PVT, Ltd., New Delhi 330-331
Asetanilida atau sering disebut phenilasetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3 dan berat molekul 135,16.Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara mereaksikan asethopenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime yang kemudian dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Pada tahun 1899 Beckmand menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H2O dengan katalis HCl. Pada tahun 1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan asam asetat. Asetanilida dapat diperoleh dari asetilasi anilina, amina aromatis primer dapat bereaksi dengan anhidrida asetat menghasilkan turunan monoasetil, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantokan dengan satu gugus asetil. Bila cara pemanasan selama reaksi diperpanjang dan dengan kelebihan anhidrida asetat, maka akan menghasilkan juga bentuk atau turunan asetil. Umumnya bentuk diasetil tidak stabil dalam air. Dan mengalami hidrolisis menjadi bentuk monoasetil. Bila hasil resetilasi dijumpai dalam campuran mono dan diasetil, maka dari hasil rekristalisasi dengan pelarut yang mengandung air, misalnya etanol encer hanya bentuk monoasetil yang diperoleh. Asetinilida berbentuk butiran berwarna putih tidak larut dalam minyak parafin dan larut dalam air dengan bantuan kloral anhidrat.
Asetanilida dapat dibuat dari anilin dan anhidrida asetat. Produknya berupa kristal yang dimurnikan dengan kristalisasi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
C6H5NH2
NH2
AcO
O O O CH3
C6H5NHCOCH3 + CH3COOH
O HN CH3
O H3C OH
H3C
Mekanisme reaksi pembuatan Asetanilida disebut juga dengan reaksi asilasi amida yang diberikan oleh Fessenden, sebagai berikut : Mula mula anilin bereaksi dengan asam asetat membentuk suatu amida dalam keadaan transisi, kemudian diikuti dengan reduksi H2O membentuk asetanilida. Mekanisme reaksinya menyangkut serangan nukleofilik oleh anilin pada atom karbon karbonil dari suatu turunan asam. Anilin adalah benzene tersubstitusi yang bereaksi lebih mudah daripada benzenanya sendiri. Jadi anilin bereaksi substitusi elektrofilik lebih cepat daripada benzene. Hal ini disebabkan aniline mempunyai gugus NH2 yang merupakan gugus aktivasi. Adanya gugus ini menyebabkan cincin lebih terbuka terhadap substitusi lebih lanjut. Sedang reaksi dengan nukleofilik terhadap anhidrida lebih reaktif dibanding ester dan ammonia.
Rumus molekul : C6H5NHCOCH3 Berat molekul : 135,16 g/gmol Titik didih normal : 305 oC Titik leleh : 114,16 oC Berat jenis : 1,21 gr/ml Suhu kritis : 843,5 oC Titik beku : 114 oC Wujud : padat Warna : putih Bentuk : butiran / kristal
4.
5. 6. 7.
Sebagai bahan baku pembuatan obat obatan Sebagai zat awal penbuatan penicilium Bahan pembantu dalam industri cat dan karet Bahan intermediet pada sulfon dan asetilklorida
Bahan Pembuatan
a.
Anilin
atau
6
aminobenzene
7
adalah yang
penting
digunakan sebagai prekursor bahan kimia yang lebih kompleks. Aplikasi utamanya adalah dalam pembuatan polyurethane. Seperti kebanyakan volatile amina, itu memiliki bau yang agak tidak menyenangkan ikan busuk dan juga memiliki aromatik terbakar rasa; itu adalah sangat-bau racun. Itu mudah terbakar, membakar dengan api berasap.
Pertama, benzena dinitrasi menggunakan campuran pekat asam nitrat dan asam sulfat pada 50 hingga 60 C, yang memberikan nitrobenzene. Pada langkah kedua, nitrobenzene terhidrogenasi, biasanya pada 600 C dengan fenol yang berasal dari proses cumene. katalis zink memberikan anilina. Sebagai alternatif, anilina juga disiapkan dari fenol dan amonia,
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Berat molekul : 93,12 g/gmol Titik didih normal : 184,4 oC Suhu kritis : 426 oC Tekanan kritis : 54,4 atm Wujud : cair Warna : jernih Spesifik gravitu : 1,024 g/cm3
4.
Nitrasi anilin dengan asam nitrat pada sushu -20oC menghasilkan mononitroanilin, dan nitrasi anilin dengan nitrogen oksida cair pada suhu 0oC menghasilkan 2, 4 dinitrophenol.
b. Anhidrida Asetat
Anhidrida asam asetat, (Nama IUPAC: etanoil etanoat) dan disingkat sebagai Ac2O, adalah salah satu anhidrida asam paling sederhana. Rumus kimianya adalah (CH3CO)2O. Senyawa ini merupakan reagen penting dalam sintesis organik. Senyawa ini tidak berwarna, dan berbau cuka karena reaksinya dengan kelembapan di udara membentuk asam asetat.
Produksi
Anhidrida asetat dihasilkan melalui reaksi kondensasi asam asetat, sesuai persamaan reaksi :
25% asam asetat dunia digunakan untuk proses ini. Selain itu, anhidrida asetat juga dihasilkan melalui reaksi asetil klorida dengan natrium asetat H3C-C(=O)Cl + H3C-COONa+ Na+Cl + H3C-CO-O-CO-CH3
Reaksi
Anhidrida asetat mengalami hidrolisis dengan pelan pada suhu kamar, membentuk asam asetat. Ini adalah kebalikan dari reaksi kondensasi pembentukan anhidrida asetat (CH3CO)2O + H2O 2CH3COOH Selain itu, senyawa ini juga bereaksi dengan alkohol membentuk sebuah ester dan asam asetat. Contohnya reaksi dengan etanol membentuk etil asetat dan asam asetat. (CH3CO)2O + CH3CH2OH CH3COOCH2CH3 + CH3COOH Anhidrida asetat merupakan senyawa korosif, iritan, dan mudah terbakar. Untuk memadamkan api yang disebabkan anhidrida asetat jangan menggunakan air, karena sifatnya yang reaktif terhadap air. Karbon dioksida adalah pemadam yang disarankan.
I.3.
Rekristalisasi
Kristalisasi adalah suatu teknik untuk mendapatkan bahan murni suatu senyawa. Dalam sintesis kimia banyak senyawa-senyawa kimia yang dapat dikristalkan. Untuk mengkristalkan senyawa-senyawa tersebut, biasanya dilakukan terlebih dahulu penjenuhan larutan kemudian diikuti dengan penguapan pelarut serta perlahan-lahan sampai terbentuk kristal. Pengkristalan dapat pula dilakukan dengan mendinginkan larutan jenuh pada temperatur yang sangat rendah di dlam lemari es atau freezer. Rekristalisasi adalah suatu teknik pemurnian bahan kristalin. Seringkali senyawa yang diperoleh dari hasil suatu sintesis kiia memiliki kemurnian yang tidak terlalu tinggi. Untuk memurnikan senyawa tersebut perlu dilakukan rekristalisasi. Untuk merekristalisasi suatu senyawa kita harus memilih pelarut yang cocok dengan senyawa tersebut. Setelah senyawa tersebut dilarutkan ke dalam pelarut yang sesuai kemudian dipanaskan (direfluks) sampai semua senyawa tersebut larut sempurna. Apabila pada temperatur kamar, senyawa tersebut sudah larut secara sempurna di dalam pelarut, maka tidak perlu lagi dilakukan pemanasan. Pemanasan hanya dilakukan apabila senyawa tersebut belum atau tidak larut sempurna pada keadaan suhu kamar. Setelah senyawa/solut tersebut larut sempurna di dalam pelarut baik dengan pemanasan maupun tanpa pemanasan, maka kemudian larutan tersebut disaring dalam keadaan panas. Kemudian larutan hasil penyaringan terssebut didinginkan perlahan-lahan sampai terbentuk kristal. Salah satu faktor penentu keberhasilan proses kristalisasi dan rekristalisasi adalah pemilihan zat pelarut. Pelarut yang digunakan dalam proses kristalisasi dan rekristalisasi sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. 2. 3. 4.
Memiliki gradient temperatur yang besar dalam sifat kelarutannya. Titik didih pelarut harus di bawah titik lebur senyawa yang akan di kristalkan. Titik didih pelarut yang rendah sangat menguntungkan pada saat pengeringan. Bersifat inert (tidak bereaksi) terhadap senyawa yang akan dikristalkan atau direkristalisasi.
9
Apabila zat atau senyawa yang akan kita kritalisasi atau rekristalisasi tidak dikenal secara pasti, maka kita setidak-tidaknya kita harus mengenal komponen penting dari senyawa tersebut. Jika senyawa tersebut adalah senyawa organik, maka yang kita ketahui sebaiknya adalah gugus-gugus fungsional senyawa tersebut. Apakah gugus-gugus tersebut bersifat hidrofobik atau hidrofilik. Dengan kata lain kita minimal harus mengetahui polaritas senyawa yang akan kita kristalkan atau rekristalisasi. Setelah polaritas senyawa tersebut kita ketahui kemudian dipilihlah pelarut yang sesuai dengan polaritas senywa tersebut. Tabel berikut ini memuat beberapa pelarut yang biasa digunakan dalam proses kristalisasi maupun rekristalisasi.
10
a. Memahami reaksi pembentukan anilida. b. Memahami arti refluks. c. Terampil dalam menggunakan karbon aktif dalam proses pemurnian melalui rekristalisasi. d. Mampu menghasilkan bentuk kristal yang homogen.
11
BAB IV Bahan dan Alat III.1 Alat 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. III.2 Bahan 1. 2. 3.
Labu alas bulat 250 ml Gelas ukur Gelas piala Pendingin balik Gelas arloji Bunsen Kaki tiga Labu hisap Corong Buchner Corong panas Sumbat gabus Kaleng Pompa hisap Statif & klem Oven
5 ml 5 ml 5 ml
12
4. 5. 6. 7.
13
14
VI. 1 PROCEDUR (Visnoi N K.1979. Advanced Practical Organic Chemistry, 1st ed. New
Delhi: Vikas Publising House, PVT Ltd.) 330-331
Methode 2 chemicals required. (i) aniline 10 ml (ii) acetic anhydride 10 ml (iii) glacial acetic acid 10 ml (iv)Zinc dust 0,5g. Place 10 ml aniline, 10 ml glacialacetic acid, 10 ml acetic anhydride and 0,5 g zinc dust in a 250 ml round bottom flask fitted with a reflux condenser. Heat the reaction mixture to boiling for about 40 minutes, detach the consender and pour the hot contents slowly so as to prevent any residual zinc dust from escaping the flask, into a 500 ml beaker containing about 250 ml of cold water whilst stirring vigorously the resultant solution. Cool the beaker in ice bath when crude acetanilide separales. Filter it in a buchner funnel using suction, wash with cold water, drain well with the help of an inverted glass slopper and dry on the filter papers in air. The yield of crude acetanilide, m.p. 1130, is about 15 g. recristallise it from hot water containing 2% rectified spirit. The pure recristallised product has the m.p. 1140
1.
Dimasukkan 250 mg serbuk Zn + 5 ml anhidrida asetat, + 5 ml asam asetat glacial + 5 ml aniline kedalam labu alas bulat leher panjang.
2. 3.
Masukkan batu didih ke dalam labu alas bulat. Direfluks dalam tangas air selama 40-60 menit ( diberi corong + kapas) sambil digoyang-goyang.
4.
Setelah direfluks, larutan dituang ke beaker glass 500 ml yang berisi 125 ml air dingin, aduk 10 menit .
15
5. 6. 7. didinginkan. 8.
Masukkan ke ice bath, ad terbentuk kriatal abu-abu keunguan. Saring dengan corong Buchner dan labu hisap Lakukan rekristalisasi, pindahkan hasil penyaringan ke beaker glass, ditambah dengan 125 ml air panas ditambah 2,5 3 ml etanol 2% kemudian
Bila berwarna ditambahkan 75 mg norit, panaskan 10 menit, segera saring dengan corong panas ( corong panas terlebih dahulu diisi air, kemudian panaskan dengan api Bunsen, setelah corongnya panas baru dilakukan penyaringan. Selama penyaringan api Bunsen tidak perlu dimatikan, karena pemanasannya menggunakan air)
9.
Hasil penyaringan dengan corong panas didinginkan dalam ice bath ad terbentuk kristal.
Saring dengan corong Buchner dalam labu hisap dalam keadaan dingin. Keringkan hasilnya di oven. Timbang hasilnya dan tentukan titik lelehnya.
16
17
18
19
20
didih juga diperlukan untuk mengatur suhu didih, supaya terjadi sirkulasi udara yang teratur sehingga tidak terjadi bumping.
Pada saat pemanasan dalam water bath perlu direfluks dengan menggunakan pendingin balik (bola). Pendingin balik digunakan untuk membantu supaya tidak terjadi menguap karena asam asetat dan anhidrida asetat mudah menguap. Selama direfluks, pendingin dan labu digoyang-goyang supaya cairan didalam labu menjadi homogen. Refluks dalam tangas air ini dilakukan selama 40 menit agar tidak terjadi menguap pada saat pemanasan (reaksi sedang berlangsung) karena asam asetat mudah menguap. Setelah direfluks, cairan tersebut dituangkan perlahan-lahan ke dalam beaker gelas yang berisi air es sambil diaduk. Dituangkan ke dalam air es dengan mempunyai tujuan untuk mempercepat terbentuknya kristal dan direndamkan dengan es batu sampai dingin dan akan terbentuk kristal abu-abu keunguan. Pada penuangan air es tidak boleh berlebihan karena dapat menyebabkan kristal sulit terbentuk. Kemudian kristal yang sudah terbentuk disaring dengan corong buchner.
Kristal yang sudah disaring dimasukkan ke dalam beaker gelas lalu ditambahkan air panas ke dalam beaker gelas yang berisi kristal. Asetanilida membentuk lapisan di bagian atas, sehingga tidak semuanya larut maka perlu ditambahkan etanol untuk meningkatkan kelarutan. Setelah itu didinginkan dan bila larutan yang dihasilkan berwarna (menandakan bahwa di larutan terdapat kotoran) maka perlu ditambahkan norit lalu dipanaskan selama 10 menit. Pada penambahan norit ke dalam cairan tidak boleh waktu mendidih karena dapat menyebabkan karbon tersebut menjadi terurai. Norit merupakan karbon aktif, sehingga tidak boleh diletakkan di udara bebas dalam waktu lama karena sifat norit yang dapat mengadsorbsi atau menyerap udara sehingga dapat menjadi karbon inaktif. Pada penambahan norit tidak boleh berlebihan karena akan menyerap asetanilidanya juga. Pada saat pemanasan suhu harus dijaga 50oC dan termometer tidak boleh dicelupkan langsung dengan bahan yg dipanaskan dapat rusak ataupun pecah dan karena suhu ini merupakan suhu optimum dimana zat warna dapat di tarik. 21
Kemudian hal yang sangat penting setelah penambahan norit dan dipanaskan harus langsung disaring dimana corong yang digunakan harus benar-benar dalam kondisi panas agar kristal asetanilida cepat terbentuk pada saat masuk di beaker glass. Hasil penyaringan didinginkan di dalam ice bath agar kristal asetanilida cepat terbentuk. Dengan demikian kita dapat memperoleh hasil praktikum asetanilida dengan cukup baik namun hasil kristal kami jauh dari hasil secara teoritis kemungkinan pada saat pemenasan terlalu lama dan volume air berkurang. Dalam praktek ini kami mendapatkan hasil sebanyak 4 gram, ini jauh dari hasil teoritis yang harusnya di dapat, ini mungkin terjadi karena human error seperti pemanasan yang terlalu tinggi saat refluks, penambahan norit yang kurang tepat(terlalu banyak) sehingga menarik asetanilidanya.
Diskusi :
1. Apa fungsi dari asam asetat glacial, serbuk Zn, asam asetat dan etanol? Asam asetat glacial adalah untuk mempercepat terjadinya pergeseran reaksi membentuk asetanilida. Serbuk Zn adalah untuk mencegah oksidasi anilin menjadi nitro benzene yang kemudian direduksi kembali menjadi anilin lagi. Etanol Penambahan etanol 1-2 % bertujuan meningkatkan kelarutan dari asetanilida 2. Apa guna refluks selama 40 menit? Membantu untuk mencegah terjadinya penguapan pada saat pemanasan ( reaksi sedang berlangsung) karena asam asetat mudah menguap. Sehingga uap dapat menetes kembali kedalam labu. 3. Mengapa penambahan karbon aktif ke dalam cairan tidak boleh pada waktu mendidih? Penambahannya tidak boleh pada saat mendidih karena dapat menyebabkan karbon tersebut menjadi terurai. Dan juga karbon hanya dapat menyerap warna dan kotoran pada suhu optimal 50oC 4. Apa akibat penambahan norit berlebih? Penambahan norit yang berlebih tidak diperbolehkan karena selain menarik kotorannya juga dapat menarik asetanilidanya sehingga mempengaruhi hasil yang didapat. 22
5. Apa akibat kelebihan penambahan pelarut untuk rekristalisasi? Kristal akan terbentuk dengan penambahan air menggunakan perbandingan 1:20 (berdasarkan kelarutan), karena dengan adanya penambahan air yang berlebih dapat mengakibatkan kristal sulit terbentuk.
23