You are on page 1of 33

Angina Pectoris dan Penyakit-Penyakit Dengan Gejala Serupa*

*Martin Prayiggo Utomo 102010018/ C6 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No 6, Jakarta 11510

Pendahuluan
Saya mendapatkan kasus dimana ada seorang laki-laki berusia 60 tahun datang ke RS dengan keluhan nyeri dada kiri terus menerus sejak 40 menit yang lalu.Nyeri terasa seperti tertimpa beban berat di bagian tengah dada dan disertai keringat dingin.Pasien tersebut juga mengeluh perutnya terasa mual sejak nyeri timbul.Riwayat penyakit sebelum pasien memiliki riwayat darah tinggi dan seorang perokoksejak 20 tahun terakhir.Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD : 180/90mmHg,Suhu;afebris,FP:22x/m.Pemeriksaan penunjang selain ekg belum dilakukan. Kelompok kami menganggap pria ini terkena serangan angina et causa pennyakit jantung koroner.berikut pembahan dari saya.

Pembahasan I1,2,3
Anamnesis Penting dalam anamnesa harus meliputi : Lokasi dari perasaan nyeri. Sedapat mungkin anamnesa dapat memberi gambaran lokasi tertentu dari perasaan nyeridada serta penjalaran dari rasa nyeri tersebut. Lokasi yang khas dari nyeri dada pada angina pektoris adalah di daerah sternum antara lain mid sternal atau di daerah precordial. Kadang-kadang juga rasa nyeri tersebut melintang di bagian dada tengah kekiri dan kekanan. Rasa nyeri dada tersebut seringkali menjalar melalui bahu kiri, turun ke lengan kiri di bagian ulnar sampai ke daerah pergelangan tangan. Karakteristik dan rasa nyeri perlu diperhatikan. Tiap penderita dengan angina mungkin sekali akan melukiskan rasa nyeri dengan ungkapan yang berbeda-beda secara subyektif, misalnya perasaan nyeri dan berat di dada atau perasaan dada seperti ditekan atau seperti dihimpit dan sebagainya. Mulai dan saat waktu timbulnya perasaan nyeri dada tersebut serta pencetus timbulnya nyeri dada perlu diungkapkan. Misalnya seringkali nyeri dada timbul waktu sedang nyeri dada

melakukan kerja fisik tertentu, atau keadaan emosionil. ,Kadang- kadang

tercetus sesudah makan banyak. Nyeri dada pada angina pektoris lebih mudah timbul pada cuaca dingin. Lama dan beratnya rasa nyeri dada perlu juga diketahui untuk menilai berat ringannya dan perkembangan dari gangguan sirkulasi koroner serta akibatnya. Keadaan yang memberatkan rasa nyeri, misalnya kurangnya istirahat atau keadaan yang sangat letih, iklim dan cuaca dingin kadang-kadang terungkapkan dalam anamnesa. Keadaan-keadaan yang dapat menghentikan perasaan nyeri dada tersebut misalnya dengan istirahat, rasa nyeri hilang dengan spontan atau rasa nyeri hilang juga bila ia mengisap tablet nitro-glycerine di bawah lidah. Tanda-tanda keluhan lain yang menyertai keluhan-keluhan nyeri dada, misalnya: lemaslemas dan keringat dingin, perasaan tidak enak dan lain-lain, perlu mendapat perhatian dalam anamnesa, karena hal-hal keadaan ini turut menggambarkan berat ringannya

gangguan pada sistim kardiovaskuler. Sebagian besar penderita dengan angina pektoris datang pada keadaan di luar serangan dimana keluhan-keluhan nyeri dada tidak ada. Pemeriksaan Fisik Inspeksi Dilakukan inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring terlentang atau dalam posisi sedikit dekubitus lateral kiri karena apek kadang sulit ditemukan misalnya pada stenosis mitral dan pemeriksa berdiri disebelah kanan penderita. Memperhatikan bentuk prekordial apakah normal, mengalami depresi atau ada penonjolan asimetris yang disebabkan pembesaran jantung sejak kecil. Hipertropi dan dilatasi ventrikel kiri dan kanan dapat terjadi akibat kelainan kongenital. :

Garis anatomis pada permukaan badan yang penting dalam melakukan pemeriksaan dada adalah: - Garis tengah sternal (mid sternal line/MSL) -Garis tengah klavikula (mid clavicular line/MCL) - Garis anterior aksilar (anterior axillary line/AAL) - Garis parasternal kiri dan kanan (para sternal line/PSL)

Mencari pungtum maksimum, Inspirasi dalam dapat mengakibatkan paru-paru menutupi jantung, sehingga pungtum maksimimnya menghilang, suatu variasi yang khususnya ditemukan pada penderita emfisema paru. Oleh kerena itu menghilangnya pungtum maksimum pada inspirasi tidak berarti bahwa jantung tidak bergerak bebas. Pembesaran ventrikel kiri akan menggeser pungtum maksimum kearah kiri, sehingga akan berada diluar garis midklavikula dan kebawah. Efusi pleura kanan akan memindahkan pungtum maksimum ke aksila kiri sedangkan efusi pleura kiri akan menggeser kekanan. Perlekatan pleura, tumor mediastinum, atelektasis dan pneumotoraks akan menyebabkan terjadi pemindahan yang sama . Kecepatan denyut jantung juga diperhatikan,meningkat pada berbagai keadaan seperti hipertiroidisme, anemia, demam.

Palpasi Pada palpasi jantung, telapak tangan diletakkan diatas prekordium dan dilakukan perabaan diatas iktus kordis (apical impulse) .Lokasi point of masksimal impulse , normal terletak pada ruang sela iga (RSI) V kira-kira 1 jari medial dari garis midklavikular (medial dari apeks anatomis). Pada bentuk dada yang panjang dan gepeng, iktus kordis terdapat pada RSI VI medial dari garis midklavikular, sedang pada bentuk dada yang lebih pendek lebar, letak iktus kordis agak ke lateral. Pada keadaan normal lebar iktus kordis yang teraba adalah 1-2 cm2 Bila kekuatan volum dan kualitas jantung meningkat maka terjadi systolic lift, systolic heaving, dan dalam keadaan ini daerah iktus kordis akan teraba lebih melebar. Getaranan bising yang ditimbulkan dapat teraba misalnya pada Duktus Arteriosis Persisten (DAP) kecil berupa getaran bising di sela iga kiri sternum.

Pulsasi ventrikel kiri Pulsasi apeks dapat direkam dengan apikokardiograf. Pulsasi apeks yang melebar teraba seperti menggelombang (apical heaving). Apical heaving tanpa perubahan tempat ke lateral, terjadi misalnya pada beban sistolik ventrikel kiri yang meningkat akibat stenosis aorta. Apical heaving yang disertai peranjakan tempat ke lateral bawah, terjadi misalnya pada beban diastolik ventrikel kiri yang meningkat akibat insufisiensi katub aorta. Pembesaran ventrikel kiri dapat menyebabkan iktus kordis beranjak ke lateral bawah. Pulsasi apeks kembar terdapat pada aneurisme apikal atau pada kardiomiopati hipertrofi obstruktif. Pulsasi ventrikel kanan

Area dibawah iga ke III/IV medial dari impuls apikal dekat garis sternal kiri, normal tidak ada pulsasi. Bila ada pulsasi pada area ini, kemungkinan disebabkan oleh kelebihan beban sistolik ventrikel kanan, misalnya pada stenosis pulmonal atau hipertensi pulmonal. Pulsasi yang kuat di daerah epigastrium dibawah prosesus sifoideus menunjukkan kemungkinan adanya hipertropi dan dilatasi ventrikel kanan. Pulsasi abnormal diatas iga ke III kanan menunjukkan kemungkinan adanya aneurisma aorta asendens. Pulsasi sistolik pada interkostal II sebelah kiri pada batas sternum menunjukkan adanya dilatasi arteri pulmonal

Getar jantung ( Cardiac Trill) Getar jantung ialah terabanya getaran yang diakibatkan oleh desir aliran darah. Bising jantung adalah desiaran yang terdengar karena aliran darah. Getar jantung di daerah prekordial adalah getaran atau vibrasi yang teraba di daerah prekordial. Getar sistolik (systolic thrill) timbul pada fase sistolik dan teraba bertepatan dengan terabanya impuls apikal. Getar diastolic (diastolic thrill) timbul pada fase diastolik dan teraba sesudah impuls apikal. Getar sistolik yang panjang pada area mitral yang melebar ke lateral menunjukkan insufisiensi katup mitral. Getar sistolik yang pendek dengan lokasi di daerh mitral dan bersambung kearah aorta menunjukkan adanya stenosis katup aorta. Getar diastolik yang pendek di daerah apeks menunjukkan adanya stenosis mitral. Getar sistolik yang panjang pada area trikuspid menunjukkan adanya insufisiensi tricuspid. Getar sistolik pada area aorta pada lokasi didaerah cekungan suprasternal dan daerah karotis menunjukkan adanya stenosis katup aorta, sedangkan getar diastolik di daerah tersebut menunjukkan adanya insufisiensi aorta yang berat, biasanya getar tersebut lebih keras teraba pada waktu ekspirasi. Getar sistolik pada area pulmonal menunjukkan adanya stenosis katup pulmonal. Pada gagal jantung kanan getar sistolik pada spatium interkostal ke 3 atau ke 4 linea para sternalis kiri.

Auskultasi Jantung Auskultasi ialah merupakan cara pemeriksaan dengan mendengar bunyi akibat vibrasi (getaran suara) yang ditimbulkan karena kejadian dan kegiatan jantung dan kejadian hemodemanik darah dalam jantung. Alat yang digunakan ialah stetoskop yang terdiri atas earpiece, tubing dan chespiece.Macam-macam ches piece yaitu bowel type dengan membran, digunakan terutama untuk mendengar bunyi dengan frekuensi nada yang tinggi; bel type, digunakan untuk mendengar bunyi-bunyi dengan frekuensi yang lebih rendah.

Pemeriksaan Penunjang :

- Foto toraks : dapat melihat kalsifikasi koroner ataupun katup jantung.

- Ekokardiografi (EKG): untuk memperlihatkan ada tidaknya aterosklerosis yang signifikan atau kardiomiopati hipertrofik. Selain itu dapat pula menentukan luasnya iskemia bila dilakukan saat nyeri dada sedang berlangsung.

- Arteriografi koroner : Merupakan satu- satunya teknik yang memungkinkan untuk melihat penyempitan pada koroner. Suatu kateter dimasukkan lewat arteri femoralis ataupun brakialis dan diteruskan ke aorta ke dalam muara arteri koronaria kanan dan kiri. Media kontras radio grafik kemudian disuntikkan dan cineroentgenogram akan memperlihatkan kontur arteri serta daerah penyempitan. Kateter ini kemudian didorong lewat katup aorta untuk masuk ke ventrikel kiri dan disuntikkan lebih banyak media kontras untuk menentukan bentuk, ukuran, dan fungsi ventrikel kiri. Bila ada stenosis aorta, maka derajat keparahannya akan dapat dinilai..

- Pemeriksaan Laboratium Tidak begitu penting dalam diagnosa. Walaupun demikian pemeriksaan lipid darah perlu dilakukan untuk menemukan factor resiko seperti hiperlipidemia, dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk menemukan diabetes mellitus yang juga merupakan factor resiko bagi penderita angina pectoris.

PEMBAHASAN II
Berdasarkan kasus yang di dapat, di mana seorang pria berusia 56 tahun dengan keluhan nyeri dada sejak 5 jam yang lalu. Nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk dengan onset 5 menit, terutama timbul saat bekerja dan disertai keringat dingin. Pasien tersebut juga mengeluh perutnya terasa mual dan muntah 1 kali. Riwayat penyakit sebelumnya pasien memiliki riwayat

darah tinggi dan seorang perokok sejak 20 tahun terakhir sebanyak 1 bungkus sehari. Pada pemeriksaan fisik didapatkan; TD : 180/90 mmHg FN : 82x/menit Suhu : afebris FP : 20x/menit Pemeriksaan lab : o Complete blood count : normal o Ureum : 50 mg/dl o Kretinin ; 1,5 mg/dl o SGOT : 15 U/l o SGPT : 24 U/l o Kolesterol total 350 mg/dl

Maka diferensial diagnosisnya sebagai berikut ; 1. Infark miokard akut 2. Penyakit jantung koroner

3. Hipertrofi ventrikel kiri dan kanan 4. Emboli paru 5. Kelainan katup

1. Infark Miokard Akut3-6

Merupakan infark yang terjadi selama periode ketika sirkulasi ke daerah jantung terhambat dan terjadi nekrosis. Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuhnya kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal tahun pertama setelah IMA. 1.1.Etiologi Penyebab tersering adalah trombosis sehubungan dengan plak arteromatosa yangtelah pecah atau ruptur. Nekrosis otot yang diperdarahi oleh pembuluh darah diikuti pembentukan parut. Penyebab yang jarang, dipertimbangkan pada pasien berusia muda tanpa faktor resiko adalah; 1. Emboli arteri koroner-dari trombus pada atrium atau ventrikel kiri, atau lesi katup mitral atau aorta. 2. Kelainan kongenital, seperti anomali percabangan arteri koroner dari arteri pulmonalis. 3. Vaskulitis arteri pulmonalis-pertimbangkan penyakit Kawasaki pada anak-anak, dan 4. Diseksi aneurisma disertai sumbatan arteri koroner. Ukuran dan lokasi infark tergantung pada arteri mana yan terkena, dan terbentuknya pembuluh darah kolateral. Sumbatan pada ; a. Arteri koroner kanan mengenai bagian inferior ventrikel kiri, selain juga baian septum dan ventrikel kanan b. Arteri sirkumfleksa kiri mengenai dinding lateral atau posterior ventrikel kiri.

Infark bisa meluas dari endokardium ke epikardium (transmural), atau hanya mengenai darah subendokardial.

Infark miokard sendiri di bagi menjadi dua kelompok, yaitu ; A. Infark miokard akut dengan elevasi ST B. Infark miokard akut tanpa elevasi ST Presentation
Ischemic discomfort

Working diagnosis

Acute coronary syndrrome

ECG

No ST elevation NSTEMI

ST elevation

Biochem.marker

Myocardial infraction

Final diagnosis

Unstable angina

NQMI

Qw MI

1.A. Infark miokard akut dengan elevasi ST

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.

1.A.a. Patofisiologi Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis areteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI, karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti hipertensi, merokok, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik respon terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivitas trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor yang poten). Selain itu aktivitas trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adeshi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protombin menjadi trombin, yang

kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oelh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

1.A.b. Keluhan pokok Nyeri dada yang khas (rasa tidak enak tiba-tiba di daerah perikardium (anterior chest discomfort)). Sesak Gelisah Lemah Mual-muntah Diaporesis Palpitasi Murmur midsistolik atau late sistolik apikal yan bersifat disfungsi aparatus mitral dan pericardial friction rub. 1.A.c. Tanda penting Aritmi Syok Gagaj jantung Akral dingin Disfungsi ventrikular (S4 dan S3 gallop) Penurunan intensitas bunyi jantung pertama Split paradosial bunyi jantung kedua Peningkatan suhu sampai 380 C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI sementara karena

1.A.d. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien STEMI namun tidak boleh menghambat implementasi terapi repefusi. CK (Kreatin Kinase) atau CPK (Kreatin fosfokinase) atau CK-MB --- NAIK; meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 1024 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. (cardiac spesific troponin) cTn T dan cTn I ----- NAIK; meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam. cTn T masih dapat di deteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. LDH (laktat dehidrogenase) ----- NAIK; meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-4 hari. 1.A.e. Pemeriksaan khusus Pemeriksaan EKG (harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD) Gambaran elevasi segmen ST Lambat laun mengalami evolusi gelombang Q

Cardiac imaging, dilakukan jika data EKG tidak cukup mendukung guna diagnosis. Gambaran abnormalitas pada two-dimensional echocardiography Doppler echocardiography, dapat mendeteksi dan mengetahui kuantitas pada ventricular setal defect dan mitral regurgitation, yang merupakan 2 komplikasi serius pada kasus STEMI.

1.A.f. Komplikasi Disfungsi ventrikular Fibrilasi dan flutter ventrikel Renjatan kardiogenik Gagal jantung Bradikardi sinus Takikardi ventrikel Takikardi idioventrikel Kontraksi permatur ventrikel Fibrilasi atrium Gangguan hemodinamik Dapat terjadi pendarahan internal, jika sistolik > 180mmHg dan diastolik >110mmHg. Perkarditis

1.A.g. Penatalaksanaan Non medikamentosa Istirahat 1. Segera masuk unit perawatan intensif penyakit jantung koroner (ICCU), bila tidak ada komplikasi lamanya 2-3 hari dan boleh pulang pada hari ke 10 2. Infus Dekstrose 5% 3. Oksigen 2-4 L/menit 4. Segera diberi trombolitik 5. Rehabilitasi Hari ke-2 di ICCU mulai mobilisasi Dilakukan latihan naik pada akhir minggu ke 2, lalu pulang ke rumah Di rumah pada akhir minggu ke 3 latihan lebih intensif, dan pada akhir minggu ke 6 sudah dapat bekerja seperti biasa

6. Obat pelunak tinja 7. Diet Puasa 8 jam hari pertama Makanan saring hari pertama dan diteruskan bubur biasa

Medikamentosa OBAT PERTAMA Morfin 2,5-5 mg iv atau petidin 25-50 mg im, guna mengatasi rasa nyeri Obat penenang seperti Diazepam 5-10 mg/8 jam Antitrombotik (merupakan DOC 4 jam pertama); penggunaan antiplatelet dan antitrombin selama fase awal STEMI mempunyai peranan penting dalam patogenesis. Tujuan primer pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait infark. Tujuan terapi skunder adalah menurunkan tedensi pasien menjadi trombosis. Aspirin (160-325 mg) merupakan antiplatelet standart pada STEMI. Jika alergi, maka dapat di ganti dengan clopidogrel atau tiklopidin. Tissue plasminogen activator (tPA), bolus 60 U/kg (max 4000 U), dilanjutkan infus inisial 12 U/kg/jam (max 1000 U/jam). Activated partial trhomboplastin time selama terpai

pemeliharaan harus mencapai 1,5-2 kali. Streptokinase Low-moleculer-weight heparin; antikoagulan alternatif pada pasien STEMI. Levanox subkutan/ 8 jam

OBAT ALTERNATIF Beta adenoreceptor blocker; dapat di bagi menjadi 1. Obat diberikan pada keadaan akut 2. Diberikan dalam jangka panjang (untuk pencegahan skunder setelah infark) Pemberian penyekat beta akut IV memperbaiki keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark dan menurunkan resiko kejadian aritmia ventrikel yang serius. Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar pasien termasuk yang mendapat terapi inhibitor ACE. Kecuali pada pasien dengan kontraindikasi (gagal jantung, fungsi sistolik ventrikel kiri yang sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik, riwayat asma). Inhibitor ACE; menurunkan mortalitas pasca STEMI dan bermanfaat terhadap mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Merupakan mekanisme yang melibatkan penurunan remodeling ventrikel pasca infark dengan penurunan resiko gagal jantung. Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI.

1.A.h. Terapi komplikasi Setelah kembali ke rumah dianjurkan tetap minum : Aspirin (Farmasal) 1x100 mg Kalsium antagonis, hanya dianjurkan ---- Diltiazem 2-3x30 mg/hari atau Verapamil ACE inhibitor 2x(12,5-25)mg/hari Olah raga yang teratur perlu dilakukan Menghindari stress

1.A.i. Prognosis 1. Mortalitas tertinggi 4 jam pertama serangan IMA 2. Dalam 24 jam berikutnya masih rawan 3. setelah 24 jam komplikasi sangat menurun, berikut beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA 4. Klasifikasi Killip, berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana, S3 gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik. 5. Klaifikasi Forrester, berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) 6. TIMI risk score adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisis yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi trombolitik.

1.A.j. Faktor resiko Merokok Hipertensi Hiperlipidemia Stress

1.A.k. Preventif Menerapkan pola hidup sehat dan seimbang

1.A.l. Epidemiologi Insiden sesungguhnya dari infark miokard akut tidak diketahui namun sekitar 150.000 kematian akibat PJK terjadi di Inggris tahun 1995. Insidensi dan mortalitas infark miokard akut membaik seiring waktu sebagai hasil dari usaha-usaha yang ditargetkan pada pencegahan primer dan pengurangan faktor resiko, kesadaran pasien, tenaga paramedis ambulans, unit perawatan koroner, terapi obat

1.B. Infark miokard akut tanpa elevasi ST Angina pektoris tak stabil (UA) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis

sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA mununjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung. Penatalaksanaan UA/NSTEMI telah disusun dalam pedoman (guidelines) oleh American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA). Guidelines untuk

tatalaksana UA/NSTEMI juga dibuat oleh European Society of Cardiology dan memiliki kemiripan dengan guidelines Amerika. Perlu diingat bahwa prinsip penatalaksanaan sangat tergantung pada sarana atau prasarana yang tersedia di tempat pelayanan masing-masing khususnya untuk tindakan intervensi koroner. 1.B.a. Patofisiologi NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tdak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai intu lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrsi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak tak dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TFN , dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran hsCRP di hati. 1.B.b. Keluhan pokok Dispnue Mual Diaforesis Syncope atau nyeri pada lengan, epigastrium, bahu atas, atau pada leher

1.B.c. Tanda penting Nyeri dada di daerah substernal atau di epigastrium (kadangkala) Nyeri terasa seperti diremas, perasaan diikat, terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan.

1.B.d. Pemeriksaan laboratorium Troponin T atau Troponin I --- NAIK; merupakan penanda nekrosis miokard yang lebih disukai, karena lebih spesifik dari pada enzim jantung tradisional seperti CK dan CK-MB. Peningkatan Troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu. Serum kreatinin ---- NAIK (strategi bedside) mioglobin, creatinin kinase-MB dan troponin I menunjukan strartifikasi resiko yang lebih akurat dibandingkan jika menggunakan penanda tunggal berbasis laboratorium, menurut Newby et al. Sabatine et al, mempertimbangkan 3 faktor patofisiiologi yang terjadi pada UA/NSTEMI, yaitu : 1. Ketidakstabilan plak dan nekrosis otot 2. Yang terjadi akibat mikroembolisasi 3. Inflamasi vaskular 4. Kerusakan ventrikel kiri Masing-masing dapat dinilai secara independen berdasarkan penilaian terhadap petanda-petanda seperti cardiac spesific troponin, C-reactive protein dan brain natriuretic peptide, berturut-turut. 1.B.e. Pemeriksaan khusus Pemeriksaan EKG Deviasi segmen ST Dapat pula disertai kelainan gelombang Q Inversi gelombang T

Keseluruhan proses ini memerlukan waktu yang berbeda-beda, umumnya 24-48 jam. Dapat pula gambaran EKG yang normal, jika hal itu terjadi, tidak menyingkirkan kemungkinan infark miokard. 1.B.f. Komplikasi Gagal jantung Aritmia

Aneurisma ventrikel (pada 10-20% kasus) dsb

1.B.g. Penatalaksanaan Non medikamentosa istirahat/bed rest oksigen diet

Medikamentosa Empat komponen utama terapi harus dipertimbangkan pada setiap NSTEMI, yaitu : 1. Terapi antiiskemia; untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang, dapat diberikan terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta.terapi anti iskemia terdiri dari nitrogliserin sub lingual dan dapat dilanjutkan dengan intravena, dan pada penyekat beta oral (pada keadaan tertentu dapat diberikan intravena). Antagonis kalsium nonhidropiridin diberikan pada pasien dengan iskemia refrakter atau yang tidak toleran dengan obat penyekat beta. 2. Terapi antiplatelet/antikoagulan; 3. Terapi invasif (kateterisasi dini/revaskularisasi) 4. Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah meninggalkan RS Nitrat; pertama kali harus diberikann sublingual atau spray bukal jika pasien mengalami nyeri dada iskemia. Jika nyeri tetap ada setelah diberikan nitrat sulingual 3 kali dengan interval 5 menit, maka berikan, Nitrogliserin intravena (5-10 ug/menit); laju infus dapat ditingkatkan 10ug/menit tiap 3-5 menit sampai keluhan menghilang atau tekanan darah sistolik < 100 mmHg. Setelah nyeri dada hilang dapat diganti dengan, Nitrat oral Penyekat beta 9dengan target frekuensi jantung 50-60 kali/menit) Antitrombotik Antiplatelet (aspirin, klopidogrel)

1. Aspirin; dosis awal 162-325 mg (formula nonenterik) dilanjutkan 75-160 mg/hari (formula enterik atau nonenterik) 2. Klopidogrel; dosis loading 300 mg dilanjutkan 75 mg/hari. Antikoagulan (UFH, LMWH); UFH ---- bolus 60-70 U/kg (max 5000 U) iv, dilanjutkan infus 12-15 U/kg/jam (max awal 1000 U/jam) dititrasi sampai aPTT 1,5-2,5 kali kontrol.

1.B.h. Prognosis Analisis berdasarkan gambaram klinis menunjukan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru dengan angina berat/ terakselerasi memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. 1.B.i. Faktor resiko Merokok Hipertensi Hiperlipidemia Stress

1.B.j. Preventif Menerapkan pola hidup sehat dan seimbang

1.B.k. Epidemiologi Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang paling sering dijunpai pada pasien yang datang ke IGD, diperkirakan 5,3 juta kunjungan / tahun. Kira-kira 1/3 darinya disebabkan oleh UA/NSTEMI, dan merupakan penyebab tersering kunjungan ke rumah sakit pada penyakit jantung. Angka kunjungan RS untuk pasien UA/NSTEMI semakin meningkat, sementara angka infark miokard dengan elevasi ST (STEMI) menurun.

Penyakit jantung koroner4-8 2.a. Etiologi dan Patofisiologi Timbulnya PJK didasari oleh proses arterosklerosis yang bersifat progresif yang mana proses tersebut telah dimulai sejak masa kana-kanak dan menjadi nyata pada dekade 3-4. Lesi arterosklerosis, terutama terjadi pada lapisan paling dalam dari dinding arteri yaitu lapisan intima. Lesi tersebut meliputi fatty streak, fibrous plaque, advance (complicated) plaque. Fatty streak, merupakan proses arterosklerosis yang telah dimulai pada masa kanak-kanak dari terbentuknya lapisan/ timbunan kaya lemak. Lesi ini terdiri dari makrofag dan sel-sel otot polos yang mengandung lemak, yaitu kolesterol dan kolesterol oleat yang berwarna kekuningan --- disebut fatty streak. Fatty streak mula-mula tampak pada dinding aorta yang jumlahnya semakin banyak pada usia 8-18 tahun dan baru nampak pada arteri koronaria pada usia 15 tahun. Fibrous plaque, merupakan kelanjutan dari fatty streak di mana terjadi proliferasi sel, penumpukan lemak lebih lanjut dan terbentuknya jaringan ikat serta bagian dalam yang terdiri dari campuran lemak dan sel debris sebagai akibat dari proses nekrosis. Lesi yang semakin matang ini tampak pada usia sekitar 25 tahun. Secara makros lesi ini tampak berwarna putih dengan permukaan semakin meninggi ke dalam lumen arteri. Bila lesi ini semakin berkembang maka diameter lumen akan semakin sempit dan akan mengganggu aliran darah. Pada fase ini terjadi proliferasi dari sel otot polos si mana sel ini akan membentuk fibrous cap. Fibrous cap ini akan menutup timbunan lemak ekstraseluler dan sel debris. Advance plaque, fibrous plaque mendapat vaskularisasi baik dari lumen maupun dari tunika media. Pada lesi yang telah lanjut jaringan nekrosis yang merupakan inti dari lesi semakin membesar dan sering mengalami perkapuran, fibrous cap menjadi semakin tipis dan pecah sehingga lesi ini akan mengalami ulserasi dan perdarahan serta terjadi trombosis yang dapat menyebabkan oklusi aliran darah. Ada beberapa teori terjadinya arterosklerosis, yaitu : 1. Respon to injury hypothesis; endotel yang intak (utuh) berfungsi sebagai barrier yang bersifat permeable dan mempunyai sifat thromboresistant sehingga akan menjamin aliran darah koroner berjalan lancar. Beberapa faktor seperti hiperkolesterolemia, meningkatnya shear stress, merokok, hipertensi, diabetes, toksin, immunologis, virus, bahan bersifat oksidan dapat merusak dinding endotel, sehingga terjadi gangguan fungsi. Dengan terganggunya fungsi endotel, maka fungsi barrier serta sifat

thromboresistant

terganggu

dan

memudahkan

masuknya

lipoprotein

(LDL

teroksidasi) ke dinding arteri maupun makrofag. Interaksi antara endothelia injury denga platelet, monosit dan jaringan ikat terutama collagen menyebabkan terjadi penempelan platelet dan agregasi trombosit. Dengan adanya kontak antara aliran darah dengan lapisan di bawah endotel akan merangsang terjadinya proliferasi dan migrasi dari sel otot polos yang dirangsang oleh pelepasan growth factors. Keadaan ini juga dipermudah karena pada keadaan disfungsi endotel, produksi prostasiklin sebagai vasodilator dan trombus resisten menurun. Dewasa ini, teori Response to injury hypothesis paling banyak diterima. 2. Monoclonal hypotesis; hipotesis ini diusulkan oleh Benditt. Hipotesis ini menduga bahwa proliferasi sel otot polos pada lesi arterosklerosis berasal dari satu sel progenitor. 3. Lipogenic hypothesis; menurut hipoatesis ini, timbulnya proses arterosklerosis dan progrefisitas proses tersebut terjadi karena peningkatan kadar LDL. Teori ini didasarkan bahwa terjadi penumpukan lemak di dalam sel otot polos yang mengalami proliferasi, dalam sel makrofag dan jaringan ikat ekstraseluler. Jadi proses internalisasi kolesterol dan esterifikasinya oleh sel sebagai akibat meningkatnya

kadar kolesterol dalam serum. Selanjutnya sel-sel tersebut akan mengalami nekrosis sehingga akan terjadi pengeluaran kolesterol ke ruang ektraseluler. Peningkatan kadar kolesterol LDL dan rendahnya kolesterol HDL yang berlangsung lama akan mengakibatkan arterosklerosis. endothelial injury dan selanjutnya berkembang menjadi

2.b. Manifestasi klinis Penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang berbeda-beda. Untuk dapat menetukan manifestasi klinisnya perlu melakukan pemeriksaan yan seksama. Dengan memperhatikan klinis penderita, riwayat perjalanan penyakit, pemerikasaan fisik, EKG saat istirahat, foto dada, pemeriksaan enzim jantung, sehingga dapat membedakan subset klinis PJK. Manifestasi klinis PJK meliputi : 1. Silent Myocardial Ischemia (asimptomatik); kadang penderita PJK diketahui secara kebetulan, misalnya disaat melakukan check up kesehatan. Kelompok penderita ini

tidak pernah mengeluh adanya nyeri dada (angina) baik pada saat istirahat maupun pada saat akifitas. Secara kebetulan penderita menunjukan adanya iskemia saat dilakukan latihan uji beban. Ketiak EKG menunjukan depresi dari segmen ST,

penderita tidak mengeluh adanya nyeri dada. Pada pemeriksaan fisik, foto thorax dan lain-lain dalam batas-batas normal. Mekanisme silent iskemia diduga oleh karena, ambang nyeri yang meningkat, neuropati otonomik (pada penderita

diabetes),meningkatnya produksi endomorfin, derajat stenosis yang ringan.

2. Angina pektoris a. Angina pektoris stabil; pada gejala klinis di dapatkan nyeri dada saat melakukan aktifitas, bersifat kronis (> 2 bulan). Nyeri pericordial terutama di daerah retrostrenal, terasa seperti tertekan benda berat atau terasa panas, seperti diremas, ataupun seperti tercekik. Rasa nyeri sering menjalar ke lengan kiri atas/ bawah bagian medial, ke leher, ke daerah maksila hingga ke dagu atau ke punggung, tetapi jarang menjalar ke lengan kanan. Nyeri biasanya berlangsung singkat (1-5 menit) dan rasa nyeri hilang bial penderita istirahat. Selain aktifitas fisik, nyeri dada dapat diprovokasi oleh stress/emosi, anemia, udara dingin dan tirotoksikosis. Pada saat nyeri, sering disertai keringat dingin. Rasa nyeri juga cepat hilang dengan pemberian obat golongan nitrat. Jika ditelusuri, biasanya dijumpai beberapa faktor resiko PJK. Pemeriksaan EKG sering normal (50-70% penderita). Dapat juga terjadi depresi segmen ST atau adanya inversi gelombang T. Kelainan segmen ST sangat nyata pada latihan uji beban. Berikut ini pengobatan pada angina pektoris stabil : Menjaga suplai oksigen selalu seimbang dengan kebutuhan oksigen miokard Pada subset klinis ini penderita tidak memerlukan rawat inap, tetapi sangat penting ditekankan bahwa seorang dengan keluhan nyeri dada memang benar-benar dalam keadaan angina yang stabil. Medikamentosa; Golongan nitrat

Kalsium antagonis Beta blocker Anti thrombogenik

Angigrafi koroner PTCA CABG

b. Angina pektoris tidak stabil; pada subset klinis ini, kualitas, lokasi, penjalaran dari nyeri dada sama dengan angina pektroris stabil. Tetapi nyerinya bersifat progresif dengan frekuensi timbulnya nyeri yang bertambah sering dan lamanya nyeri semakin bertambah serta pencetus timbulnya keluhan juga berubah. Sering timbul saat istirahat. Pemebrian nitrat tidak segera menghilangkan keluhan. Keadaan ini didasari oleh patogenesisnya yang berbeda dengan angina stabil. Angina tidak stabil sering disebut sebagai pre-infraction sehingga penanganannya perlu monitoring yang ketat. Pada angina tidak stabil, plaque arterosklerosis mengalami trombosis sebagai akibat plaque rupture (fissuring), di samping itu di duga juga terjadi spasme namun belum terjadi oklusi total atau oklusi bersifat intermiten. Pada pemeriksaan EKG, didapatkan adanya depresi segmen ST, kadar enzim jantung tidak mengalami peningkatan. Berikut ini penatalaksanaan dan pengobatan pada angina pektoris tidak stabil : Perlu dilakukan monitoring EKG 24 jam di ruang intensif (ICCU), karena memiliki peluang besar untuk menjadi IMA. Berikan obat anti nyeri Oksigen Anti trombotik Nitrat Kalsium antagonis Beta bloker Antikoagulan Jika dengan obat-obat yang sudah intensif tersebut nyeri tetap berlangsung atau progresif, perlu dipertimbangkan dilakukan angiografi koroner segera dan bila memungkinkan di lakukan PTCA atau CABG.

c. Variant angina (Prinzmetal angina); pertama kali dikemukakan pada tahun 1959 digambarkan sebagai suatu sindroma nyeri dada sebagai akibat iskemia miokard yang hampir selalu terjadi saat istirahat. Hampir tidak pernah dipresipitasi oleh stress/emosi dan pada pemeriksaan EKG didapatkan adanya elevasi segmen ST. Mekanisme iskemia pada variant angina terbukti disebabkan karena terjadinya spasme arteri koroner. Kejadiannya tidak di dahului oleh meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Hal ini dapat terjadi pada arteri yang mengalami stenosis ataupun normal. Proses spasme biasanya bersifat lokal hanya melibatkan satu aretri koroner, dan sering terjadi pada daerah arteri koroner yang mengalami stenosis. Umumnya, variant angina terjadi pada penderita lebih muda dibandingkan dengan angina stabil ataupun angina tidak stabil. Seringkali juga tidak didapatkan adanya faktor resiko yang klasik kecuali perokok berat. Serangan nyeri, umunya terjadi antara tengah malam sampai jam 8 pagi dan rasa nyeri sangat hebat. Pada pemeriksaan fisik jantung biasanya tidak ditemukan kelainan. Sedangkan pada pemeriksaan EKG menunjukan adanya elevasi segmen ST (kunci diagnosis). Pada beberapa penderita bisa di dahului depresi segmen ST sebelum akhirnya terjadi elevasi. Kadang juga didaptkan perubahan gelombang T, yaitu gelombang T alternan, dan tidak jarang disertai dengan aritmia jantung. Pengobatan yang dilakukan : Nitrat (memiliki respon yang sangat baik) Kalsium antagonis Pemakaian beta bloker kadang-kadang dapat memperburuk keluhan penderita, terutama pada mereka yang arteri koronarianya normal. Obat golongan alfa bloker cukup bermanfaat Antitrombotik (asam salisilat) tidak bermanfaat bahkan memperberat keluhan iskemia. 3. Infark miokard akut; telah dibahas sebelumnya 4. Dekompensasi kordis 5. Aritmia jantung 6. Suddent death (kematian mendadak) 7. Syncope

2.c. Prognosis Tergantung dari manifestasi klinis 2.d. Faktor resiko Faktor resiko PJK dibedakan menjadi 2 kelompok besar, yaitu : 1. Faktor resiko mayor 2.e. Preventif Menerapkan pola hidup sehat dan seimbang Rajin untuk melakukan check up kesehatan Hiperkolesterolemia Hipertensi Merokok Diabetes Genetik

2. Faktor resiko minor Laki-laki Obesitas Kurang olah raga Menepause Lain-lain

2.f. Epidemiologi PJK/CAD merupakan salah satu penyakit jantung yang sangat penting, karena penyakit ini diderita oleh jutaan orang dan merupakan penyebab kematian utama di beberapa negara termasuk Indonesia. Sebagai gambaran, di Amerika Serikat, dilaporkan jumlah penderita PJK baru adalah 1,5 juta per tahun (satu penderita tiap 20 detik). PJK juga merupakan penyebab disabilitas dan keerugian ekonomis yang tertinggi dibanding penyakit lain. Diperkirakan dana yang dibelanjakan tiap tahunnya untuk perawatan PJK di USA adalah sebesar 14 milyar US $ (sekitar 42 triliun rupiah). Di Indonesia belum ada data-data yang jelas, tetapi menurut survey rumah tangga Dep.Kes tahun 1992, dilaporkan bahwa PJK merupakan penyebab kematian

nomor satu. Sampai saat ini penyebab yang pasti dari PJK tidak jelas, beberapa faktor diduga sangat berpengaruh terhadap timbulnya PJK.

Hipertrofi ventrikel kiri dan kanan 2,5,8,9-12 Hipertrofi ventrikel kiri menyebabkan peningkatan kekakuan dinding terhadap pengisian diastolik dan gelombang a (sistol atrium) yang menonjol pada EKG. Gagal ventrikel kiri (disfungsi sistolik dan diastolik) dapat terjadi, seringkali tanpa dilatasi ventrikel. Terapi dalam anti hipertensi terutama penghambat enzim pengkonversi angiotensin, telah terbukti mengurangi hipertrofi ventrikel kiri jika tekanan darah diturunkan. PJK ssering terjadi pada hipertensi, dan bersama dengan disfungsi ventrikel kiri mungkin menyebabkan tingginya angka kematian penyakit jantung. Emboli paru 4.a. Etiologi Emboli paru ke dalam dua kelompok; (1). Udema paru karena penyakit diluar jantung, (2). Udema paru dengan penyebab utama berasal dari jantung. Emboli paru kardiogenik, merupakan penyulit dari kegagalan jantung kongestif. Keduanya dibedakan dengan mengukur tekanan di artrial kiri atau pulmonary artery wegde pressure. Pada emboli paru karena gangguan jantung, tekanan di atrial kiri meningkat. 4.b. Patofisiologi Dinding pembuluh darah paru bersifat semi permeable. Air bergerak menyebrangi dinding membran, apabila tidak ada keseimbangan kekuatan antara kedua bagian sisi membran. Air yang masuk ke ruangan interstisial mempunyai dua jalan keluar, dengan melalui saluran limfe atau masuk ke alveol. Di dalam ruangan interstisial terdapat reseptor juxta kapiler yang peka terhadap pembengkakan, rangsangan terhadap reseptor tersebut akan menimbulkan takipneu. Apabila tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik benar-benar terganggu maka air meninggalkan interstisial menuju ke alveol, surfaktan akan lepas dan alveol akan kolaps. Alveol yang kolaps semula berbintik-bintik kemudian tergenang air, terjadi udem alveolar yang kemudian terisi protein dan akhirnya juga darah. Setelah tekanan hidrostatik kapiler paru meningkat, maka

hubungan interendotel teregang dan protein mengalir ke intertisial. Apabila ini meningkat terus maka udema akan menetap. Jenis udema paru : 1. Udema paru karena jantung; peningkatan vena paru, memberikan gangguan

vaskularisasi paru dengan akibat timbul sesak karena kegagalan jantung kongestif. Karena sesak dapat memberikan rangsangan pada reseptor interstisial, sehingga meningkatkan aliran limfe dengan menambah kontraksi limfe. Apabila keadaan ini berlanjut endotel kapiler melebar dan merupakan jalan molekul-molekul ke interstisial, keadaan ini merupakan udema interstisial. Apabila keadaan ini berlanjut lagi, pada tekanan intravaskular yang meningkat dinding pemisah akan menipis, sehingga cairan masuk ke alveol, ini merupakan udema alveolar. 2. Udema paru bukan karena jantung; ada beberapa keadaan klinik yang berhubungan dengan udema paru yang disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, misal pada penyakit hati (sirosis hati), sindroma nefrotik. Tekanan interstisial yang menurun dengan cepat akibat pengosongan udara dalam rongga pleura akan menimbulkan udema paru. Demikian pula dengan tekanan intrapleura yang terlalu negatif akan menimbulkan udema interstisial. Pembendungan limfe akibat fibrosis keradangan atau keganasan dapat pula menimbulkan udema paru. Beberapa penyebab lain misalnya, infeksi, aspirasi, shock, menimbulkan udema paru difus yang berhubungan dengan hemodinamika. 3. Udema paru lain; tidak jelas penyebabnya, apakah peningkatan permeabilitas, aliran limfe yang tidak adekuat ataupun ketidakseimbangan tekanan. 4.c. Keluhan pokok Sesak nafas tiba-tiba Sakit dada mirip infark miokard Batuk non produktif Hemoptisis Pusing dan syncope Ada riwayat predisposisi ( pasca operasi, imobilisasi lama, trauma, gangguan koagulasi, penggunaan alat kontrasepsi oral)

4.d. Tanda penting Sianosis Udema dan nyeri pada kaki Takipnue Takikardi/fibrilasi atrium Irama gallop S3 dan S4 Bising sistolis Ronki Hipotensi Suhu badan naik Hepatomegali

4.e. Pemeriksaan laboratorium Leukositosis LED meningkat Tekanan PO2 rendah, PCO2 normal atau naik LDH, SGPT, SGOT naik Foto thorax Efusi pleura Atelektasis paru Tanda dari Hampton : hipovaskularisasi yang berbasis pada pleura Kasus masif ; Western Mark Sign

4.f. Pemeriksaan khusus

Scaning paru Arteriografi paru EKG Inversi gelombang T

4.g. Komplikasi Gagal nafas Renjatan

4.h. Penatalaksanaan Non medikamentosa Istirahat Perlu rawat inap Pemberian oksigen 40-60% Pengawasan tanda-tanda vital Diet

Medikamentosa Heparin iv/subkutan; iv --- 5000-10000 unit bolus, diteruskan 1300 unit/jam sampai 5 hari. Heparin molekul rendah/subkutan ---- 175 unit/kgBB/24 jam selama 5-6 hari Obat alternatif a. Wafarin dapat diberikan bersama-sama heparin. Dosis initial : 10 mg/hari selama 3-5 hari, di lanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2-15 mg/hari sampai 1-3 bulan bahkan seumur hidup b. Trombolitik (Streptokinase. Urokinase) c. Dobutamin 2,5-10 g/kgBB/menit dan Dopamin 2,5 g/kgBB/menit bila hipotensi atau shock. 4.i. Terapi komplikasi Emboliektomi

4.j. Prognosis Hipertensi pulmonal Mati mendadak. Prognosis bergantung pada : penyakit dasarnya diagnosis dan ketepatan terapi Tanpa terapi mortalitas 30%, dengan terapi 3%

Kelainan Katup1,8,10,12 Dalam waktu 50 tahun terakhir, telah terjadi pola penyebab penyakit jantung katup, yakni penurunan yang nyata dari insiden penyakit jantung rematik dan peningkatan penyakit katup degenratif berhubungan dengan usia. Bagaimanapun juga, penyakit jantung reumatik masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. WHO memperkirakan lebih dari 12 juta penduduk dunia menderita demam rematik atau penyakit jantung katup dan lebih dari 400.000 kasus kematian per tahun, terutama anak dan dewasa muda. Penyakit jantung katup memberikan perubahan hemodinamik pada jantung kiri atau kanan atau kedua ventrikel. Pada awalnya sistem kardiovaskuler masih dapat mengkompensasi kondisi jantung yang overload. Namun pada akhirnya overload akan menyebabkan disfungsi otot dan gagal jantung kongestif dan terkadang kematian mendadak. 5.a. Etiologi dan Patofisiologi Merupakan istilah yang menggambarkan disfungsi jantung akibat abnormalitas strutur atau fungsi katup jantung. Disfungsi katup jantung dapat menyebabkan pressure overload akibat keterbatasan pembukaan katup atau volume overload akibat penutupan katup yang tidak adekuat. Penyakit jantung katup dapat diklasifikasikan berdasarkan lesi patologis yaitu obstruktif (stenosis) atau non-obstruktif (regurgitasi) atau berdasarkan patofisiologi sebagai pressure overload atau volume overload. Hasil penelitian menunjujkan bahwa tingkat keparahan lesi dari katup tidak berhubungan dengan clinical outocome dari penyakit jantung katup, akan tetapi lebih banyak ditentukan oleh respon ventrikel kiri terhadap beban tersebut. Atas dasar itu ada kesepakatan bahwa ventrikel kiri pada penyakit katup jantung mempunyai peranan penting dan bisa dianggap sebagai end organ demage, kerusakan pada organ terakhir yang menentukan/ melindungi fungsi jantung. Sebagai, contoh, pada penderita dengan aorta atau mitral regurgitasi kronis, outocome setelah intervensi bedah dapat diprediksi dari hasil pemeriksaan fungsi sistolik ventrikel kiri daripada tingkat keparahan regurgitasinya. Penderita yang disertai gangguan disfungsi ventrikel pascakoreksi intervensi bedah, disfungsi ventrikelnya tidak membaik tetapi menetap, bahkan mungkin memburuk.

Pada dasarnya lesi katup yang bersifat obstruktif harus segera dilakukan tindakkan intervensi mengingat perubahan hemodinamik sering terjadi dan sukar diduga maupun diatasi terutama bila dipacu oleh faktor pencetus (anemia, infeksi, dan aritmia). 5.b. Penatalaksanaan secara umum Terapi medis sangat bermanfaat pada penderita yang tidak mungkin untuk dilakukan intervensi bedah atau non bedah. ACE inhibitor Digoksin Diuretik Beta bloker Antibioktik profilaksis

KESIMPULAN
Sindrom Koroner Akut (SKA) yang biasa dikenal dengan penyakit jantung koroner adalah suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner akibat fase akut dari iskemia miokardyang disertai dengan berbagai derajat obstruksi pada perfusi miokard Berdasarkan perbedaan gejala dan tandanya, sindroma koroner akut diangi menjadi STEMI, NSTEMI, dan UAP. Faktor-faktor resiko infark miokard antara lain penyakit jantung koroner, hipertensi, dislipidemia, diabetes, dan gaya hidup seperti stres, obesitas, merokok, dan kurangnya aktivitas fisik. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiogram, pemeriksaan laboratorium. Terapi definitif adaalha terapi bedah. Adapun obat-obat yang digunakan untuk terapi farmakologis yaitu golongan antitrombotik, morfin, penyekat beta, inhibitor ACE. Untuk terapi non farmakologis dapat berupa modifikasi gaya hidup.

DaftarPustaka 1. Alwi I. Infarkmiokardakutdenganelevasi ST. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Bukuajarilmupenyakitdalam. Edisi ke-4. Jilid III. Jakarta: PusatPenerbitanIlmuPenyakit Dalam,2006.h.1615-24 2. Gleadle, Jonathan.At a Glance Anamnesis danpemeriksaanfisik. Jakarta:Erlangga; 2003. h.112-3 3. Bickley, Lynn. Bates bukuajarpemeriksaanfisik&riwayatkesehatan. Edisi 8. Jakarta : EGC; 2009. h.220-1; 238-9; 266-9; 272-3; 279-80; 285-7; 297 4. Burnside JW, Mclynn TJ. Diagnosis fisikadams. Alihbahasa :Hennylukmanto. Edisi: ke17. Jakarta: EGC,1995.h. 213-46 5. Antman EM, Braunwald E. ST-Elevatiin myocardial infarction:pathology,

pathophysiology and clinical features. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwalds heart disease textbook of cardiovascular medicine. 8th Ed. Volume 2. Philadelphia: Saunders Elsevier.,2008.h.1216-22 6. Thaler MS. Satu-satubuku EKG yang andabutuhkan. alihbahasa: Samikwahab. Edisi: ke5. Jakarta:EGC,2009.h.17-60,210-38 7. Kee, Joyce LeFever. Pedomanpemeriksaanlaboratoriumdandiagnostik. Edisi 6. Jakarta : EGC ; 2008. h. 129-30; 310-1; 148-51 8. Brown CT. Penyakitaterosklerotikkoroner. Dalam Price SA, Wilson LM.

Patofisiologikonsepklinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Volume 1. Jakarta: PenerbitBukuKedokteran EGC,2006.h. 576-606 ; 588-91 9. Robbins, Cotran. BukuajarpatologiVvolume 2. Edisi 7. Jakarta : EGC ; 2007. h.369-78 10. Silbernagl,Stefan. Teks& atlas berwarnaPatofisiologi. Jakarta : EGC; 2007. h. 218-23 ; 236-9 11. Riska, factor risiko, 23 januari 2009, diunduhdari

:http://siswa.univpancasila.ac.id/riskacychaaulia/, 27 September 2012 12. Merrick SH. The heart:I. acquired disease. In Doherty GM, Way LW, editors. Current surgical diagnosis & treatment. Twelfth Edition. New York: McGraw Hill,2006.p.393-6.

You might also like