You are on page 1of 22

ANALISIS SPERMA

Oleh: Nama NIM Rombongan Kelompok Asisten : Dini Astrianis M. : B1J011110 : VI :5 : Agus Zakaria

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2012

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

. Sperma adalah sel gamet yang sudah terspesialisasi dan mempunyai 3 fungsi yaitu menggapai sel telur, penetrasi dan triger perkembangan sel telur, juga berfungsi menyapaikan material genetik dan sentriola. Sperma dihasilkan oleh testis. Sperma merupakan sel gamet yang mempunyai ukuran mikroskopis yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Oleh sebab itu untuk mengetahui keadaan sperma maka diperlukan pemeriksaan, alasan lain dilakukannya pemeriksaan sperma antara lain adalah untuk mengetahui terjadinya kehamilan hanya diperlukan beberapa juta ekor yang disemprotkan ke dalam alat kelamin betina walaupun hanya satu ekor spermatozoa yang dibutuhkan untuk terjadinya anak, mengetahui jumlah spermatozoa yang dikeluarkan dalam satu kali ejakulasi. Selain itu untuk mengetahui berapa jumlah spermatozoa yang hidup dan yang telah mati. Beberapa alasan dilakukannya pemeriksaan semen. Pertama, untuk terjadinya kebuntingan hanya diperlukan beberapa juta ekor yang disemprotkan ke dalam alat kelamin betina meskipun hanya satu ekor spermatozoa yang dibutuhkan untuk terjadinya anak, padahal dalam satu kali penampungan dapat diperoleh semen yang mengandung berjuta-juta spermatozoa, jadi penilaian dan pemeriksaan itu perlu untuk mendapatkan perhitungan berapa kali semen yang didapatkan itu dapat diencerkan, sehingga mudah untuk membagi-baginya. Kedua, dapat diketahui berapa jumlah spermatozoa yang hidup dan yang telah mati, penilaian menentukan apakah semen dapat diencerkan dan disimpan lama atau tidak (Partodiharjo, 1990). Analisis sperma adalah pemeriksaan untuk menilai ciri dan mutu spermatozoa dalam air mani suami, agar dapat dinilai apakah terdapat ketidaknormalan yang dapat

mengganggu kesuburan dan menghambat terjadinya pembuahan. Analisis sperma dilakukan untuk mengetahui bagaimana tahapan-tahapan proses pembuahan, pewaktuan setiap tahapan proses pembuahan, dan dapat menentukan rasio

spermatozoa dan ovum dalam pembuahan. Ikan nilem adalah sampel ikan yang memenuhi persyaratan. Persyaratannya adalah : 1. Proses pembuahan yang terjadi di luar tubuh ikan nilem betina. 2. Terdapat pada ikan atau katak. 3. Hewan yang mudah di sadap sperma maupun telur masaknya 4. Mudah dibedakan antara jantan dan betina. 5. Telurnya bersifat transparan. 6. Mudah dioviposisikan. 7. Siklus hidup ikan nilem pendek. 8. Telur maupun sperma yang dihasilkan setiap siklus reproduksi cukup banyak. Praktikum analisis sperma tidak digunakan sperma manusia karena selain susah didapatkannya, susah dilakukan pengamatannya, siklus hidupnya panjang, tetapi juga susah menemukan objeknya (siapa yang akan menjadi pendonornya.

B. TUJUAN

Tujuan dari praktikum kali ini adalah membekali mahasiswa dengan kemampuan untuk melakukan analisis sperma dan menentukan kualitas spermatozoa hewan uji.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Ikan nilem (Osteochillus hasselti) sangat terkenal sebagai ikan yang mempuanyai persebaran yang sangat luas di banyak ekosistem air tawar seperti Sundaland, Indocina, Burma. Terdapat pula di danau, sungai, dan kolam-kolam di Sulawesi. Ikan nilem dapat dibedakan secara morfologis dari spesies genus lainnya dengan memiliki 12-18 cabang dorsal. 6-9 baris bercak bundar disepanjang baris tempat bersama skala (tidak selalu berbeda), dan bercak bundar besar di caudal, tidak memiliki garis tengah hitam, dan kadang-kadang dengan titik di atas sirip dada (Dewi et al, 2011). Ikan nilem jantan masak kelamin setelah berumur 8 bulan. Berat testis lebih ringan dibanding berat ovarium pada ikan yang sama umurnya, tetapi panjangnya dapat dikatakan sama. Dari kedua testis dapat dihasilkan sekitar 1-1,5 ml milt (dalam keadaan ejakulasi alami), tetapi pada stripping paling banyak diperoleh 1 ml milt. Milt ikan nilem yang diperoleh lewat stripping yang langsung bersentuhan dengan air akan menggumpal, dan dapat dicegah dengan diencerkan terlebih dahulu pada larutan fisiologis Ringer 100 kali (Soeminto, 2002). Sistem urogenital pada ikan nilem jantan terdapat sepasang testis yang panjang, terletak ventral dari ren. Pada ujung caudal mulai vas defferens yang bermuara ke dalam sinus urogenitalis (Radiopoetro, 1977). Testis ikan nilem berbentuk memanjang atau berlobi. Posisi sama dengan posisi ovarium ikan betina. Spermatozoa dari testis lewat duktules eferentes masuk ke dalam duktus longitudinal testis. Duktus ini berkelok-kelok (konvoluntes) dan ujung anteriornya sering ditetapkan sebagai epididimis. Bagian posteriornya mengalami dilatasi (membesar) membentuk vesikula seminalis. Kedua vesikula

seminal masuk ke dalam sinus urogenital dan langsung berhubungan dengan kloaka lewat suatu jendela (orifisae) pada ujung papilla urogenital (Soeminto, 2002). Secara struktur spermatozoa dicirikan sebagai sel yang 'terperas', sangat sedikit sekali kandungan sitoplasmanya. Spermatozoa pun memiliki organel-organel yang sangat sedikit dibandingkan sel lainnya. Spermatozoa tidak memiliki ribosom, retikulum endoplasmik dan golgi. Sebaliknya ia memiliki banyak sekali mitokondria yang letaknya sangat strategis untuk pengefisiensian energi yang diperlukan. Secara struktur ada dua bagian yaitu kepala dan ekor (Tokuhiro,K et al., 2008). Kepala spermatozoa bentuknya bervariasi. Isinya adalah inti (di dalamnya terkandung material genetik) haploid yang berupa kantong berisi sekresi-sekresi enzim hidrolitik. Apabila spermatozoa kontak dengan telur isi akrosom dikeluarkan secara eksositosis yang disebut dengan reaksi akrosom. Beberapa spermatozoa invetebrata reaksi

akrosom tersebut diikuti dengan pelepasan protein khusus yang mengikat spermatozoa kuat-kuat pada bungkus telur (Sistina, 2000). Ikan jantan yang digunakan dalam praktikum ini adalah memenuhi persyaratan berikut ini: 1. Ikan dalam keadaan masak kelaminnya dan sehat 2. Proses pembuahan yang terjadi di luar tubuh ikan nilem betina. 3. Hewan yang mudah disadap telur maupun sperma masaknya. 4. Mudah dibedakan antara jantan dan betina. 5. Telurnya bersifat transparan. 6. Mudah dioviposisikan. 7. Siklus hidup ikan nilem pendek. 8. Telur maupun sperma yang dihasilkan setiap siklus reproduksi cukup banyak.

Perhitungan spermatozoa yaitu dengan menggunakan haemocytometer. Caranya seperti penghitungan jumlah eritrosit. Sperma 0,1 ml dilarutkan dengan larutan eosin 0,5%. Kemudian larutan tersebut diletakkan di haemocytometer dengan cara membuat gerakan angka delapa selama 3-5 menit, kemudian larutan yang ada di ujung haemocytometer dibuang 3-5 tetes. Stelah itu sperma yang telah diencerkan tadi diteteskan diatas objek glass penghitung dan dihitung 5 kotak dengan arah diagonal. Dalam tiap kotak terdapat 16 kotak kecil, maka dalam 5 kotak terdapat 80 ruangan kecil. Jadi seluruh objek glass penghitung memiliki 400 ruang kecil yang volume keseluruhannya adalah 0,1 mm3. Apabila dalam 5 kotak atau 80 ruang kecil terdapat X (merupakan hasil rata-rata hitung dari jumlah sperma pada setiap kotak) spermatozoa maka jumlah yang diperiksa adalah : Jumlah sperma = X x factor pengeceran x 2,5 x 105 (Yon, 2004).

III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam acara praktikum ini adalah object glass, cover glass, cavity slide, pipet tetes, mikroskop, kertas tissue, tusuk gigi, pengukur waktu, haemositometer, spuit 1 ml, gelas beker 50 ml dan well plate. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum analisis sperma adalah milt ikan, larutan NaCl fisiologi atau larutan Ringer, pewarna giemsa atau eosin dan akuades.

B. Metode Cara kerja dalam praktikum Analisis Sperma adalah: 1. Cara stripping: a. Ikan dipegang dengan bagian ventral ada di bawah dan bagian dorsal menghadap keatas. b. Tangan kanan menutupi kepala, sedangkan tangan kiri menyangga ekor. c. Bagian lubang urogenital dilap dengan tissue d. Abdomen ikan diurut dari anterior ke arah posterior menuju lubang urogenital hingga pada lubang tersebut keluar cairan berwarna putih susu (milt). e. Milt yang keluar langsung disedot dengan menggunakan spuit injeksi tanpa jarum. 2. Volume: a. Milt ikan nilem yang tertampung pada spuit injeksi diukur volumenya dengan langsung membaca skalanya.

b. Volume sperma ikan nilem juga dapat diukur dengan menggunakan gelas ukur volume 5 atau 10 ml. 3. Warna Diamati secara visual dengan latar belakang warna putih. 4. Bau Dibaui dengan cara dikipas-kipas dengan tangan, jangan dihirup langsung. 5. PH Derajat keasaman (pH) diukur dengan menggunakan kertas pH, dengan cara mencelupkan kertas pH kedalam sampel sperma, diamkan beberapa saat, kemudian cocokan perubahan warna yang terjadi dengan tube. 6. Cara pengenceran milt : a. Sampel sperma diambil 1 ml dimasukkan di dalam cawan b. Larutan ringer sebanyak 9 ml dicampurkan ke dalam cawan (perbandingan antara sampel dengan larutan pengenceran harus selalu 1:9) c. Diaduk-aduk dengan menggunakan batang pengaduk sampai benar-benar homogen d. Sperma yang sudah diencerkan ini merupakan sperma dengan pengenceran 10 X e. Sperma pengenceran 10x diambil dengan menggunakan spuit yang lain sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam cawan yang berbeda f. Larutan ringer 9 ml dicampurkan ke dalam sperma tersebut g. Sperma dengan pengenceran dua kali ini, merupakan sperma dengan pengenceran 100x h. Pengenceran dilakukan lagi untuk mendapatkan sperma dengan pengenceran 1000x dan 10.000x

7. Motilitas sperma a. Milt yang sudah diencerkan 1000x diambil dengan menggunakan pipet tetes. b. Milt diteteskan diatas objek glass. c. Ditetesi dengan aquades, kemudian dihomogenkan. d. Ditutupi dengan cover glass dan diamati dengan menggunakan mikroskop. e. Bergerak atau tidak bergerak, ditentukan oleh presentase motilitasnya. 8. Menghitung jumlah total spermatozoa a. Milt yang sudah diencerkan 10000x diambil dengan menggunakan pipet tetes. b. Diteteskan dibilik hitung Haemocytometer yang sudah ditutup dengan cover glass melalui sela-sela paritnya. c. Hitung jumlah sperma dengan menggunakan lima kotak sedang di dalam kotak besar yang di bagian tengah. d. Jumlah total spermatozoa dihitung dengan rumus: total spermatozoa = (rata-rata 5 kotak sedang x pengenceran x 2,5.105) sel/ml. 9. Morfologi spermatozoa a. Sediaan preparat apus spermatozoa dibuat dengan cara: meneteskan sperma (pengenceran 100 x) pada objek glass di salah satu ujungnya. Tetesan sperma disentuhkan dengan menggunakan ujung objek glass yang lain, yang diberdirikan dengan sudut 30o. tetesan sperma diratakan dengan menyerongkan gelas objek lain tadi menjauhi titik tetesan tersebut. b. Apusan spermatozoa dibiarkan kering udara selama 5 menit. c. Difiksasi dengan larutan eter alcohol (1:1), selama 5 menit. d. Ditetesi dengan pewarna larutan Giemsa (pengenceran 20x), selama 30 menit.

e. Dibiarkan kering udara. f. Dicuci dengan air mengalir. g. Dibiarkan kering udara. h. Amati dengan menggunakan mikroskop, spermatozoa dicari i. Spermatozoa normal dan spermatozoa abnormal digambar. j. Hitung spermatozoa pada 5 lapang pandang yang berbeda. k. Persentase sperma normal dan abnormal ditentukan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Volume 2. Viskositas

: 0,7 ml dari 4 ikan : 12 menit

Tabel 1. Akumulasi Data Pengamatan Viskositas Rombongan VI Kelompok 1 2 3 4 5 6 Viskositas (menit) 8 40 7 8 19 40 12 14

3. Bau 4. Warna 5. PH 6. Motilitas

: Amis : Putih susu :7 : a. Sperma motil 90 % c. Sperma non motil 10%

Tabel 2. Akumulasi Data Pengamatan Motilitas Spermatozoa Rombongan VI K1 Persentase sperma motil 80 K2 90 K3 90 K4 85 K5 90 K6 30 Rata-rata 77.5

(%) 20 Persentase sperma non motil (%) Keterangan: K= kelompok 10 10 15 10 70 22.5

7. Pengamatan bilik hitung (digambar)

8. Jumlah total spermatozoa Tabel 2. Akumulasi Data Pengamatan Total Spermatozoa Rombongan III K1 Total 2.1.1011 Spermatozoa 7.5. 109 15.5.109 12.0.109 9,4.1010 9.3.109 K2 K3 K4 K5 Rata-rata

Keterangan : K = Kelompok Perhitungan: (hanya menghitung kelompok sendiri) Kotak pojok kiri atas : 19 Kotak pojok kiri bawah Kotak pojok kanan bawah : 15 : 10

Kotak pojok kanan atas : 10 Kotak tengah : 11

Rata-rata 5 kotak = 65 : 5 = 13 total spermatozoa = rata-rata 5 kotak x pengenceran x 2.5.105 = 13 x 10.000 x 2.5.105 = 32,5 x 109 = 3,3 x 1010 9. Morfologi Spermatozoa Ikan Nilem (Osteochillus hasselti)

Keterangan: A. Sperma normal: 1. Kepala sperma 2. Ekor sperma 10. Kesimpulan / Diagnosa Kegiatan praktikum kali ini adalah untuk menguji kualitas dan kuantitas sperma yang dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Berdasarkan hasil praktikum diperoleh volume milt dari 4 ikan adalah 0,7 ml dengan viskositas 12

menit. Milt ikan tersebut berbau amis dan berwarna putih susu dengan pH 7. Selain itu presentase sperma motil yang didapat adalah adalah 90% sedangkan sperma non-motil sebesar 10% Perhitunngan total spermatozoa yang didapat dan haemocycometer yang mempunyai 3 jenis kotak, 9 kotak besar, 25 kotak sedang dan 16 kotak kecil diperoleh dengan perhitungan pada kotak sedang sebesar 32,5 x 109 sel/ml.

B. Pembahasan

Hasil yang diperoleh kelompok kami dalam praktikum kali ini secara makroskopis adalah sperma ikan nilem (milt) dengan volume 0,7 ml setelah kertas pH dicelupkan pada sampel sperma memiliki derajat keasaman yaitu 7. Dilihat dari mata telanjang milt ikan nilem berwarna putih susu dan setelah dikipas-kipas milt ikan nilem berbau khas yaitu amis. Secara mikroskopis kami memprakirakan sperma nilem mempunyai nilai motilitas 90% dan 10% untuk non motil. Hal ini dikarenakan sampel yang kami amati tidak lama berada di ruang terbuka sehingga kami perkirakan jumlah sperma non motil sekitar 10 % sebab walau dilihat dari mikroskop sampel tidak bergerak tetapi belum tentu sampel tersebut telah mati (Soeminto, 2002). Oleh karena itu kami tidak dapat menentukan presentase sperma yang bergerak cepat dan lurus ke muka, bergerak lambat tapi lurus, tidak bergerak maju, dan tidak bergerak sama sekali. Bau sperma hasil striping adalah amis. Menurut Yatim (1982), bau sperma yang normal adalah khas, tajam, tidak busuk. Bau itu berasal dari oksidasi spermin yang dihasilkan prostat. Bau yang tidak khas mani, prostate tidak aktif atau ada gangguan. Gangguan itu pada saluran atau kelenjar sendiri. Bau busuk oleh adanya infeksi (Yatim, 1982). Warna sperma hasil striping pada ikan nilem (Osteochillus hasselti) adalah putih susu, hal ini menunjukkan bahwa sperma ikan nilem yang digunakan pada praktikum adalah sehat. Umumnya semen berwarna krem keputih-putihan atau hampir seputih susu. Derajatnya keputihnya atau kekeruhannya sebagian besar tergantung pada konsentrasi spermanya. Semakin keruh biasanya jumlah sperma per ml semen itu semakin banyak. Semen yang berwarna hijau kekuning-kuningan biasanya banyak mengandung kuman Pseudomonas auroginosa yang menandakan

adanya peradangan yang kronis dalam saluran reproduksinya. Semen yang berwarna merah atau kemerah-merahan menandakan bahwa semen itu mengandung sedikit atau banyak darah (Partodiharjo, 1990). Sperma ikan nilem yang digunakan sebagai preparat dalam praktikum kali ini mempunyai pH 7 (normal) karena menggunakan indikator pH kertas jadi hasil yang diperoleh belum menunjukkan jumlah pH yang lebih valid. Sperma yang normal mempunyai pH antara 7,2-7,8. PH yang kurang dari itu menunjukkan adanya radang akut kelenjar kelamin atau epididymis. pH kurang dari 7,2 menunjukkan adanya penyakit kronis pada kelenjar atau epididymis. PH rendah sekali menunjukkan adanya gangguan atau aplasia pada vesicular seminalis atau ductus ejaculatorius. PH dapat berubah satu jam sesudah ejakulasi (Yatim, 1982). Dalam praktikum ini digunakan beberapa larutan, seperti larutan Ringer, pewarna Giemsa, dan methanol. Pengenceran dengan larutan Ringer dapat memperpanjang viabilitas spermatozoa di dalam milt menjadi sekitar 9-10 menit. Bila tidak hanya 5 menit saja. Dengan pewarna Giemsa, dapat dilihat menggunakan mikroskop bahwa spermatozoa normal berbentuk oval atau bulat dengan bagian ujung lebih terang dan bagian pangkal dekat leher lebih gelap (Soeminto, 2002). Penggunaan haemositometer untuk menentukan jumlah spermatozoa dalam semen menurut pendapat terbaru dianggap kurang praktis, karena kecuali memerlukan sedikit keahlian dalam menghisab juga memerlukan waktu dalam menghitung dengan mikroskop. Sperma yang diteteskan di atas kotak

haemositometer ditutup dan dihitung, hasilnya dicatat misalnya y. Y ini adalah jumlah sel-sel spermatozoa yang mati dan yang terlihat tidak bergerak dalam kotakkotak. Spermatozoa yang tidak bergerak belum tentu mati (Partodiharjo, 1990).

Hasil perhitungan jumlah spermatozoa rata-rata adalah 1.850.000.000 spermatozoa/ml semen. Jumlah sperma dapat berkurang oleh usia tetapi meningkat berdasarkan panjang kondisikondisi sexual tertentu. Konsentrasi sperma dapat mengalami penurunan pada saat musim panas. Motilitas sperma meningkat dengan konsumsi kopi, tetapi menurun oleh usia (Eddy, 2011). Pewarnaan sperma untuk keperluan pengamatan morfologi tidak terikat hidup matinya sperma, seperti pada pewarnaan hidup matinya sperma. Sperma yang nornal terdiri dari kepala, leher, dan ekor. Ciri-ciri sel spermatozoa yang normal adalah : a) Kepala. i) Bentuk ii) Dimensi b) Leher i) Bentuk ii) Dimensi c) Ekor. i) Bentuk ii) Dimensi : bulat, panjang. : garis tengah 0.25-0.5 mikron. Bagian ujung mungkin bergaris : bulat, pendek. : garis tengah 1 mikron; panjang 13 mikron. : bulat lonjong, gepeng. : tebal : 1-2 mikron; panjang : 9 mikron.

tengah kurang dari 0.25 mikron, panjang 44-50 mikron (Partodiharjo, 1990). Bentuk abnormal dapat dibedakan antara bentuk abnormal yang primer dan bentuk abnormal yang sekunder. Bentuk abnormal primer berasal ada gangguan testes, mungkin karena memang cacat. Bentuk abnormal sekunder biasanya berasal dari perlakuan setelah semen itu meninggalkan testes, misalnya mendapat kocokan yang keras dalam tabung penampung, dikeringkan terlalu cepat, dipanaskan dengan

temperature terlalu tinggi, pengesekan yang tidak berhati-hati ketika membuat sedian dan sebagainya (Partodiharjo, 1990). Praktikum analisis sperma menggunakan beberapa larutan, antara lain: 1) Larutan ringer yang berfungsi sebagai larutan pengencer sperma sebelum sperma diamati. 2) Larutan eter alkohol berfungsi sebagai fiksator. 3) Larutan Giemsa berfungsi sebagai pewarna sperma. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas semen : 1. Makanan. Tingkatan makanan yang rendah dapat menghambat pertumbuhan pejantan muda, penurunan jumlah spermatozoa per ejakulat, dan kehilangan libido. Pada hewan muda menyebabkan keterlambatan masa pubertas. 2. Konstituen makanan. Apabila protein di dalam ransum kurang dari 2 persen, terjadi pengurangan konsumsi makanan, penurunan berat badan, kelemahan, dan penurunan libido dan produksi spermatozoa. 3. Suhu dan musim. Suhu lingkunagn yang terlampau rendah atau terlalu tinggi dapat mempengaruhi reproduksi hewan jantan. Musim mempengaruhi pula kualitas dan kuantitas semen. 4. Frekuensi ejakulasi. Frekuensi ejakulasi yang terlalu sering daklam satuan waktu yang relatif pendek cenderung untuk menurunkan libido, volume semen dan jumlah spermatozoa per ejakulasi. 5. Faktor-faktor lingkungan, seperti kesalahan penambahan zat kimia dan obatobatan lainnya terhadap sperma termasuk dalam faktor-faktor lingkungan tersebut. (Khaki, 2008)

Sperma yang abnormal tidak mempengaruhi fertilisasi karena sperma yang abnormal akan memiliki energi yang kecil. Sperma yang abnormal akan tereksekusi oleh sperma yang normal pada saat perjalanan menuju sel telur (Partodiharjo, 1990).

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Warna sperma hasil striping pada ikan nilem (Osteochillus hasselti) adalah putih susu, hal ini menunjukkan bahwa sperma ikan nilem yang digunakan pada praktikum adalah sehat. 2. Hasil pemeriksaan sperma menunjukkan bau amis, berarti sperma yang dihasilkan normal. 3. Volume hasil striping adalah 0,7 ml dari 4 ekor ikan. 4. Sperma ikan nilem yang diamati menunjukkan pH 7. 5. Perhitungan motilitas spermatozoa ikan nilem diperoleh jumlah spermatozoa yang motil adalah 90%, sedangkan jumlah spermatozoa yang non motil adalah 10%. 6. Hasil perhitungan jumlah spermatozoa rata-rata adalah 32,5 x 109 spermatozoa/ml semen. 7. Bentuk morfologi spermatozoa yang diamati terlihat ekor spermatozoanya. Terdiri dari normal dan abnormal yang berbentuk piriform dan teratoform.

B. Saran

Kesulitan pada praktikum analisis sperma adalah saat menghitung jumlah sperma pada haemositometer. Karena jumlah haemocytometernya terbatas jadi penggunaan haemositometer yang bergantian dengan kelompok lain mebuat waktu

menjadi lama dan hal ini menyebabkan banyak dari praktikan yang kurang memahami cara menghitung jumlah spermatozoa. Untuk kedepannya diharapkan jumlah haemositometer sama dengan jumlah kelompok dalam rombongan jadi waktunya tidak terkuras untuk bergantian tetapi dapat dimaksimalkan untuk memahami lebih lanjut tentang tata cara menghitung jumlah spermatozoa pada haemositometer.

DAFTAR REFERENSI

Dewi, I. , Putra, S. 2011. Morphological divergences among three sympatric populations of Silver Sharkminnow (Cyprinidae: Osteochilus hasseltii C.V.) in West Sumatra. Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Andalas University, West Sumatra. Eddy, S. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Sperma pada Ikan. http://faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html. Diakses tanggal 8 Oktober 2012. Khaki, Arash. et al. 2008. Comparative Study of The Effects of Gentamycin, Neomycin, Streptomycin and Ofoflaxin Antibiotics on Sperm Parameters & Testis Apoptosis in Rats. http://www.scholar.google.com Partodiharjo, Soebadi. 1990. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya, Surabaya. Radiopoetro. 1981. Zoologi. Erlangga: Jakarta Sistina, Y. 2000. Biologi Reproduksi. Fakultas Biologi Unsoed, Purwokerto. Soeminto, et al. 2002. Pembentukan Ikan Jantan Homogamet (XX) lewat Ginosenis dan Pemberian Andriol pada Ikan Nilem (Osteocillus hasselti CV). Fakultas Biologi Unsoed, Purwokerto. Tokuhiro, K et al., 2008.Meichroachidin Containing the Membrane Occupation and Recognition Nexus Motif Is Essential for Spermatozoa Morphogenesis. Journal of Biological Chemistry. Vol. 283 : 19039-19048 Yatim, W. 1990. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito, Bandung. Yon, S., Daud, S. 2004. Penuntun Praktikum Bioreproduksi Ternak. Laboratorium Pemuliaan dan Reproduksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.

You might also like