You are on page 1of 27

1

LAPORAN PENDAHULUAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

A. KONSEP MEDIS 1. Definisi Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001) 2. 1) Etiologi

Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn) a. b. c. Gas Cairan Bahan padat (Solid)

2) 3) 4)

Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn) Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn) Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury) 3. Fase Luka Bakar a. Fase akut. Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab

kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. b. Fase sub akut. Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan : 1) Proses inflamasi dan infeksi. 2) Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ organ fungsional. 3) Keadaan hipermetabolisme. c. Fase lanjut. Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur. 4. Klasifikasi Luka Bakar a. Kedalaman Luka Bakar. Kedalaman Ketebalan partial superfisial (tingkat I) Penyebab ultra (terbakar matahari). Penampilan tidak minimal violet gelembung. oleh Oedem tidak ada. Pucat bila ditekan dengan atau Warna ada Bertambah merah. Perasaan Nyeri

Jilatan api, sinar Kering

ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas. Lebih partial (tingkat II) - Superfis ial - Dalam dalam Kontak dengan Blister besar dan lembab Berbintikukurannya bintik kurang bertambah besar. jelas, daerah Sangat

dari ketebalan bahan air atau yang bahan padat. Jilatan kepada pakaian. kimiawi. Sinar ultra violet. Ketebalan sepenuhnya (tingkat III) Kontak padat. Nyala api. Kimia. Kontak arus listrik. dengan Kering

yang nyeri

api Pucat bial ditekan dengan putih, coklat, ujung jari, bila tekanan pink, merah coklat.

Jilatan langsung dilepas berisi kembali.

disertai

kulit Putih, kering, Tidak sakit, hitam, coklat sedikit sakit. Rambut mudah lepas dicabut. bila

bahan cair atau mengelupas.

Pembuluh darah seperti tua. arang terlihat dibawah Hitam. kulit yang mengelupas. dengan Gelembung tidak membesar. Tidak pucat bila ditekan. jarang, dindingnya sangat tipis, Merah.

b. Luas Luka Bakar Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu: 1) Kepala dan leher 2) Lengan masing-masing 9% 3) Badan depan 18%, badan belakang 18% 4) Tungkai maisng-masing 18% : 9% : 18% : 36% : 36%

5) Genetalia/perineum c. Berat Ringannya Luka Bakar

: 1% Total : 100%

Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain : 1) 2) 3) 4) 5) 6) Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh. Kedalaman luka bakar. Anatomi lokasi luka bakar. Umur klien. Riwayat pengobatan yang lalu. Trauma yang menyertai atau bersamaan. American college of surgeon membagi dalam: A. Parah critical: a) Tingkat II : 30% atau lebih. : 10% atau lebih.

b) Tingkat III c)

Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah. d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.

B. Sedang moderate: a) Tingkat II b) Tingkat III : 15 30% : 1 10%

C. Ringan minor: a) Tingkat II : kurang 15%

b) Tingkat III 5. Patofisiologi

: kurang 1%

Luka bakar disebabkan karena terpapar panas, radiasi, bahan kimia dan listrik, sehingga terjadi pengalihan dari suatu sumber panas ke tubuh. Akibat adanya rangsangan tersebut maka terjadi kehilangan barier kulit sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan, dan berlanjut ke kerusakan termogulasi. Kehilangan barier kulit ini juga menimbulkan respon inflamasi yang kemudian terjadi pelepasan makrofag, karena makrofag ini berperan untuk fagositosis serta respon imun maka terjadi reaksi antibodi-antigen, lalu dari reaksi tersebut terjadi pelepasan tromboplastin dan fibrinogen sehingga terjadi trombus, iskemik dan nekrosis. Segera setelah cedera termal, terjadi kenaikkan nyata pada tekanan hidrostatik kapiler pada jaringan yang cedera, disertai peningkatan

permeabilitas kapiler, hal ini mengakibatkan perpindahan cairan plasma intravaskuler menembus kapiler yang rusak karena panas dalam daerah interstisial (mengakibatkan edema). Kehilangan plasma dan protein cairan mengakibatkan penurunan tekanan osmotik koloid pada kompartemen vaskuler kemudian kebocoran cairan dan elektrolit, kemudian berlanjut pembentukan edema tambahan pada jaringan yang terbakar dan keseluruh tubuh. Kebocoran ini yang terdiri atas natrium, air, dan plasma diikuti penurunan curah jantung, maka terjadilah penurunan perfusi pada organ besar seperti aliran darah ke ginjal yang akhirnya menyebabkan asidosis metabolik, aliran

darah gastrointestinaal menurun akibatnya resiko ileus, begitu pula aliran darah tidak lancaryang jika tidak segera diatasi menyebabkan nekrosis.

6. Penyimpangan KDM Pre Operasi Bahan Kimia Termis Radiasi Listrik/Petir

Biologi

Luka Bakar

Psikologi

Pada wajah Kerusakan Mukosa Oedema Laring Obstruksi jalan nafas Gagal nafas

Di ruangan tertutup Keracunan gas CO CO mengikat Hb


Hb tidak mampu mengikat O2

Kerusakan pada kulit Penguapan meningkat

Pemblh drh kapiler


Ekstravasasi cairan : air, elektrolit, dan protein

Hipoksia Otak Jalan nafas tdk efektif Kerusakan Pertukaran Gas


Kekurangan Vol.cairan

Tek.Onkotik dan Tek. Hidrostatik

Cairan intravaskuler
Hipovolemia dan hemokonsentrasi

Stimulasi saraf sensoris kulit Stimulasi mediator kimia

Stimulasi resiseptor

Nyeri Ketakutan Status kesehatan menurun

Ansietas

Mekanisme koping tdk efektif

Gangguan Sirkulasi Mikro kulit

Hipotermi

Pre Operasi Bahan Kimia Termis Radiasi Listrik/Petir

Luka Bakar Post Operasi Pada wajah Kerusakan Mukosa Oedema Laring Obstruksi jalan nafas Gagal nafas Hipoksia Otak Jalan nafas tdk efektif Kerusakan Pertukaran Gas
Kekurangan Vol.cairan

Kerusakan pada kulit


Stimulasi saraf sensoris kulit

Keracunan gas CO CO mengikat Hb


Hb tidak mampu mengikat O2

Pelepasan mediator kimia Nyeri

Cairan intravaskuler
Hipovolemia dan hemokonsentrasi

Stimulasi saraf sensoris kulit Stimulasi mediator kimia

Stimulasi resiseptor

Nyeri Ketakutan Status kesehatan menurun

Ansietas

Mekanisme koping tdk efektif

Gangguan Sirkulasi Mikro kulit

Hipotermi

7. Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar

Tingkatan hipovolemik Perubahan Pergeseran cairan ekstraseluler . Fungsi renal. ( s/d 48-72 jam pertama) Mekanisme Dampak dari Vaskuler ke Hemokonsent insterstitial. rasi pada lokasi

Tingkatan diuretik (12 jam 18/24 jam pertama) Mekanisme Dampak dari Interstitial ke Hemodilusi.

oedem vaskuler.

luka bakar. Aliran darah renal Oliguri. berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang. Peningkatan aliran renal desakan darah karena darah Diuresis.

Kadar um.

Na

direabsorbsi Defisit ginjal, tapi sodium. Na+ dalam

meningkat. Kehilangan Na+ Defisit sodium. melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu).

sodium/natri oleh

kehilangan tertahan cairan oedem.

melalui eksudat dan

Kadar potassium.

K+ dilepas sebagai Hiperkalemi akibat jarinagn darah cidera sel-sel K+ merah,

K+

bergerak Hipokalemi. ke

kembali terbuang

dalam sel, K+ melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah bakar). Kehilangan protein terus katabolisme. berlangsung luka Hipoproteinem

berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang. Kadar protein. Kehilangan protein Hipoproteine ke dalam jaringan mia. akibat kenaikan permeabilitas.

waktu ia.

10

Keseimbang an nitrogen.

Katabolisme jaringan, dalam lebih kehilangan masukan. jaringan, banyak dari

Keseimbanga n

Katabolisme kehilangan protein, immobilitas.

Keseimbangan nitrogen negatif.

nitrogen jaringan,

kehilangan protein negatif.

Keseimbnag an basa.

Metabolisme perfusi berkurang peningkatan fungsi berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonas serum. asam renal dari produk akhir, jarinagn

Asidosis karena metabolik.

Kehilangan sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolis me produk disertai akhir peningkatan metabolisme.

Asidosis metabolik.

asam anaerob

Respon stres.

Terjadi trauma, peningkatan

karena Aliran renal

darah Terjadi sifat lama terancam psikologi pribadi.

karena Stres cidera luka. dan

karena

berkurang.

berlangsung

produksi cortison.

Eritrosit

Terjadi panas,

karena Luka pecah termal.

bakar Tidak pada

terjadi Hemokonsentr hari-hari asi.

11

menjadi fragil. Lambung. Curling ulcer (ulkus Rangsangan pada perdarahan lambung, nyeri. gaster), central hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison. Jantung. MDF meningkat 2x Disfungsi lipat, toxic dihasilkan merupakan jantung. yang yang oleh glikoprotein

pertama. Akut di dan usus. dilatasi Peningkatan paralise jumlah cortison.

Peningkatan zat CO menurun. MDF (miokard depresant factor) 26 sampai unit,

kulit yang terbakar.

bertanggung jawab terhadap syok spetic.

8.

Indikasi Rawat Inap Luka Bakar 1) Dewasa > 20% 2) Anak/orang tua > 15%

A. Luka bakar grade II:

B. Luka bakar grade III. C. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll. 9. a. Pemeriksaan diagnostik:

LED: mengkaji hemokonsentrasi. b. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24

12

jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung. c. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap. d. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal. e. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas. f. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap. g. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif. h. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap. 10. Komplikasi a) b) c) d) e) Gagal respirasi akut Syok sirkulasi Gagal ginjal Sindrom Kompartemen Ileus Paralitik 11. Penatalaksanaan A. Resusitasi A, B, C. 1) Pernafasan: a. Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi. b. Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi Bronkhokontriksi obstruksi gagal nafas. 2) Sirkulasi:

13

gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal. B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka. C. Resusitasi cairan Baxter. Dewasa : Baxter. RL 4 cc x BB x % LB/24 jam. Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal: RL : Dextran = 17 : 3 2 cc x BB x % LB. Kebutuhan faal : < 1 tahun : BB x 100 cc 1 3 tahun 3 5 tahun : BB x 75 cc : BB x 50 cc

diberikan 8 jam pertama diberikan 16 jam berikutnya. Hari kedua: Dewasa : Dextran 500 2000 + D5% / albumin. ( 3-x) x 80 x BB gr/hr 100 (Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt. Anak D. Monitor urine dan CVP. E. Topikal dan tutup luka : Diberi sesuai kebutuhan faal.

14

Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.

F.

Tulle. Silver sulfa diazin tebal. Tutup kassa tebal. Evaluasi 5 7 hari, kecuali balutan kotor.

Obat obatan: o o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur. o o Analgetik Antasida : kuat (morfin, petidine) : kalau perlu

B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a) Aktifitas/istirahat:

Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus. b) Sirkulasi: Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).

15

c) Integritas ego: Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah. d) Eliminasi: Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.

e) Makanan/cairan: Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah. f) Neurosensori:

Gejala: area batas; kesemutan. Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf). g) Nyeri/kenyamanan: Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara

16

eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri. h) Pernafasan: Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi). Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum;

ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi). i) Keamanan:

Tanda: Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok. Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan

17

variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal. Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik). 2. Diagnosa Keperawatan Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting patient care mengemukakan beberapa diagnosa

keperawatan sebagai berikut : 1. Pre Operasi a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbon monoksida, inhalasi asap, dan obstruksi saluran nafas atas. b. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan edema dan efek

18

inhalasi asap. c. Nyeri berhubungan dengan luka bakar. d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar. e. Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan. f. Hipotermi berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka terbuka. g. Ansietas berhubungan dengan ketakutan dan dampak dari luka bakar. 2. Post Operasi a. b. Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit Kurang volume cairan berhubungan dengan pemulihan kembali integritas kapiler. c. Risti infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan terganggunya respon imun. d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan dengan kebutuhan nutrisi bagi kesembuhan luka. e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema luka bakar, rasa nyeri. 3. Intervensi Keperawatan Pre Operasi a) Diagnosa : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbon monoksida, inhalasi asap, dan obstruksi saluran nafas atas. Tujuan : Tidak ada dispnea, frekuensi pernafasan 12-20 x/menit, paru

19

bersih pada aukultasi. Intervensi : 1. Kaji bunyi nafas, frekuensi pernafasan, trauma dan dalam. Rasional : Untuk mengetahui apakah dalam rentang normal, batas sianosis. 2. Pantau pasien untuk mendeteksi tanda-tanda hipoksia. Rasional : Untuk melakukan tindakan lebih lanjut. 3. Amati letak-letak keadaan luka bakar Rasional : Untuk mengetahui tindakan yang akan dilakukan 4. Pantau hasil gas darah arteri (nilai AGD) Rasional : Untuk mengetahui data dasar dalam pengkajian status pernafasan dalam pengobatan. 5. Pantau dengan ketat keadaan pasien yang menggunakan alat ventilator mekanik. Rasional : Untuk mencegah terjadinya obstruksi jalan nafas. 6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian oksigen. Rasional : Untuk mencegah terjadinya hipoksia/asidosis.

b) Diagnosa : Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan edema dan efek inhalasi asap. Tujuan : Jalan nafas paten, pola, dan bunyi nafas normal. Intervensi : 1. Kaji bunyi nafas, frekuensi pernafasan, dan irama pernafasan.

20

Rasional : Untuk mengetahui tindakan lanjut apa yang akan dilakukan. 2. Awasi keseimbangan cairan dalam 24 jam. Rasional : Mencegah kekurangan dan kelebihan cairan. 3. Beri posisi semi fowler Rasional : Untuk meningkatkan ekspansi paru sehingga melancarkan pernafasan. 4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian oksigen. Rasional : Mencegah hipoksemia/asidosis. 5. Kolaborasi dengan tim medis untuk fisioterapi dada. Rasional : Untuk memperbaiki jalan nafas klien sehingga meningkatkan fungsi pernafasan. c) Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan luka bakar Tujuan : Nyeri berkurang dan terkontrol Intervensi : 1. Kaji keluhan nyeri, skala nyeri dan lokasi nyeri. Rasional : Untuk menentukan tindakan yang tepat selanjutnya. 2. Balut luka segera mungkin Rasional : Untuk mecegah timbulnya bakteri yang menyebabkan infeksi. 3. Beri lingkungan yang nyaman Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri 4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik. Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri

21

Diagnosa : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar. Tujuan : Penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar Intervensi : Kaji ukuran, warna, dan kedalaman luka. Rasional : Untuk mengetahui apakah terjadi proses infeksi Amati tanda-tanda infeksi : suhu dan warna Rasional : Untuk menghindari komplikasi Berikan perawatan luka bakar yang tepat Rasional : Untuk mencegah terjadinya infeksi dan membantu penyembuhan luka. 4 Anjurkan pasien agar tidak memegang daerah luka bakar. Rasional : Agar tidak terkontaminasi dengan kuman yang ada ditangan. 5 Rubah posisi klien setiap 4 jam. Rasional : Untuk mencegah kerusakan integritas kulit yang lebih lanjut. e) Diagnosa : Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan. Tujuan : Volume cairan adekuat. turgor kulit elastis, dan mukosa lembab. Intervensi : Kaji perubahan kesadaran Rasional : Sebagai tanda awal kekurangan cairan. 2. Observasi TTV setiap 4 jam.

22

Rasional : Untuk menentukan keadaan pasien lebih lanjut. 3. Observasi intake/output Rasional : Mengetahui keseimbangan cairan 4. Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari. Rasional : Untuk mengetahui apakah pasien kekurangan volume cairan. 5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian cairan parenteral. Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien. f) Diagnosa : Hipotermi berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka terbuka Tujuan : Suhu tubuh kembali normal Intervensi : Kaji demam klien Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum klien. Observasi TTV tiap 4 jam Rasional : Sebagai indikator dini dari reaksi hipotermi Berikan lingkungan yang hangat. Rasional : Memberikan rasa nyaman Anjurka klien untuk banyak minum air putih 2000-2500 ml/hari. Rasional : Mencegah terjadinya reaksi hipotermi. g) Diagnosa : Ansietas berhubungan dengan ketakutan dan dampak dari luka bakar. Tujuan : Cemas teratasi Intervensi :

23

Kaji tingkat kecemasan klien Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan klien Berikan penjelasan dan informasi tentang proseur keperawatan. Rasional : Untuk mengurangi kecemasan klien. Dengarkan keluhan klien Rasional : Meningkatkan rasa percaya pada perawat. 4 Libatkan orang terdekat klien dalam proses keperawatan Rasional : Untuk mengurangi rasa cemas pada klien 5 Berikan kesempatan klien untuk bertanya. Rasional : Untuk mengurangi kecemasan klien Post Operasi a) Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit Tujuan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang dengan intensitas 1-2 dalam waktu 1 minggu. Intervensi : Kaji keluhan nyeri, skala nyeri dan lokasi nyeri. Rasional : Untuk menentukan tindakan yang tepat selanjutnya. Observasi TTV tiap 4 jam. Rasional : Melihat indikator dini komplikasi. 3. Ganti balutan luka sesering mungkin Rasional : Untuk mecegah menghambat penyembuhan luka. Ubah posisi klien setiap 4 jam sesuai indikasi pertumbuhan mikroorganisme yang

1.

2.

4.

24

Rasional : Untuk memberikan rasa nyaman. Beri lingkungan yang nyaman Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik. Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri b) Diagnosa : Kurang volume cairan berhubungan dengan pemulihan kembali integritas kapiler. Tujuan : Kebutuhan cairan seimbang, dan tidak ada tanda-tanda edema. Intervensi : 1. Kaji intake/output klien Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan. 2. Observasi tanda-tanda kekurangan/kelebihan cairan. Rasional : Untuk melakukan tindakan lebih dini yang lebih tepat. 3. Observasi TTV tiap 4 jam. Rasional : Untuk mengetahui keadaan umun klien 4. Kolaborasi dengan tim medis dalam penberian obat diuretik misalnya lasix. Rasional : Untuk meningkatkan produksi urin. c) Diagnosa : Risti infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan terganggunya respon imun. Tujuan : Infeksi tidak terjadi ditandai dengan tidak terjadi peradangan pada daerah luka bakar. Intervensi :

5.

6.

25

1. Kaji tanda-tanda peradangan pada daerah luka bakar. Rasional : Mendeteksi sedini mungkin terjadinya infeksi. 2. Observasi TTV tiap 4 jam. Rasional : Merupakan indikator dini proses infeksi. 3. Ganti balutan sesering mungkin. Rasional : Untuk mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan luka. 4. Jaga kebersihan balutan. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi. d) Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan nutrisi bagi kesembuhan luka. Tujuan : Kebutuhan nurtisi adekuat, BB normal/ideal Intervensi : 1. Kaji asupan nutrisi klien Rasional : Mengetahui keadaan asupan nutrisi klien. 2. Observasi BB setiap hari. Rasional : Mengetahui penurunan/kenaikan BB 3. Berikan porsi makan kecil tapi sering Rasional : Untuk pemasukan nutrisi yang adekuat. 4. Berikan makan TKTP sesuai indikasi. Rasional : Memenuhi kebutuhan dasar klien dalam nutrinya. 5. Berikan lingkungan yang nyaman Rasional : Meningkatkan nafsu makan klien.

26

e) Diagnosa : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema luka bakar, rasa nyeri. Tujuan : Klien dapat melakukan mobilitas secara normal Intervensi : 1. Kaji keterbatasan mobilitas fisik klien. Rasional : Untuk mengetahui keadaan mobilitas klien 2. Berikan latihan pasif pada klien. Rasional : Mencegah kekakuan pada otot. 3. Bantu klien untuk duduk dan ambulasi dini. Rasional : Mobilisasi secara bertahap 4. Dorong kemampuan mandiri sesuai kemampuan pasien. Rasional : Untuk memandirikan klien agar tidak bergantung dengan perawat.

DAFTAR PUSTAKA Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 1328.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

27

Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta. Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta. Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung. Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

You might also like