Professional Documents
Culture Documents
hn CO2
Glucose (6 carbons)
CH2OH
CH2OH O O OH O O OH OH O O
CH2OH O OH O OH
CH2OH O OH
OH OH
OH
OH OH
photosynthesis
CHO CHOH CHOH CH2OP
erythrose4-phosphate
glycolysis
starch
O
CHO CH OH
CHO C
CH2OP
CH2 C
CH2OP
polyketides acetogenins
OO
O O
OP phosphoenol
pyruvate (PEP) (3 carbons)
COOH
shikimic acid
COOH
COOH
anthanilic acid
NH2
HO OH
OH
O H3C C SCoA
acetylcoenzymeA (2 carbons)
HO HO
mevalonic acid
energy (ATP) + CO2 + H2O
CH CH3 3
phenylpropanes
phenylalanine tyrosine tryptophan lysine ornithine
oxaloacetate
O O
OO
NH3
glutamic acid
alkaloids
nicotinic acid
PENDAHULUAN
Papaver (4.000 SM) - kodein, morfin, papev. Digitalis (1.500 SM) - digitoksin, digoksin Ergot ( 994 ) - ergotamin, ergonovin Cinchona (1.638 ) - kinin, kinidin Ipecacuanha (1.658 ) - emetin Salix (1.736 ) - salisilat Solanaceae (1.832 ) - atropin, skopolamin Ephedra (1.923 ) - efedrin Rauwolfia (1.950 ) - serpasil Vinca (1.957 ) - vinblastin, vinkristin Artemesia annua (168 SM)- artemisin
.?? ?
Ekstrak
(Uji bioaktivitas, Separasi)
DEFENISI
EKSTRAKSI: Proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan atau mineral.
Cairan Penyari
Sel
ekstrak
An unknown bioactive compound. A known compound present in an organism. A group of compounds within an organism that are structurally related. All secondary metabolites produced by one natural source that are not produced by a different control source, e.g., two species of the same genus or the same species grown under different conditions. Identification of all secondary metabolites present in an organism for chemical fingerprinting or metabolomics study.
Tujuan ekstraksi
Senyawa bioaktif yang telah diketahui. Senyawa yang dikenal dalam organisme. Kelompok struktur senyawa yang terkait dengan organisme Metabolit sekunder spesifik bagi satu sumber alam, misalnya, dua spesies dari genus yang sama atau spesies yang sama tumbuh di bawah kondisi berbeda. Identifikasi semua metabolit sekunder yang ada dalam organisme dengan kimia sidik jari atau studi metabolomik.
EKSTRAKSI
Pengambilan bahan aktif dari bagian/seluruh bagian tumbuhan dengan pelarut tertentu Macam-Macam Ekstrak EKSTRAK TOTAL EKSTRAK PARSIAL
9
Bahan Awal
Bahan Awal
SEGAR KERING
BUAH/FRUCTUS DAUN/FOLIUM BIJI/SEMEN HERBA BATANG/CAULIS RIMPANG/RHIZOMA KULIT KAYU/KORTEKS KAYU/LIGNUM
11
BAHAN AWAL
1. SEGAR : umum tumbuhan mengandung glikosida yang dapat diuraikan oleh enzim, sehingga perlu inaktivasi
inaktivasi enzim: - didihkan air 20 menit - didihkan alkohol 20 menit - didihkan dengan aseton - ekstraksi pH 1-2 - ekstraksi pada suhu rendah
BAHAN AWAL
2. KERING/SIMPLISIA, tujuan mengurangi kadar cairan (air) dengan maksud menghindari reaksi enzimatis (<10%) dan pertumbuhan mikroba, sehingga awet AKIBAT Volume cairan sel, isi sel akan berkurang dan terjadi: - dinding sel berkerut - terbentuk rongga udara - zat larut menjadi tidak larut (mengkristal)
BAHAN AWAL
MELEMBABKAN, - 2 x volume dan 5 15 menit, tujuan kembalikan kondisi sel ke keadaan semula - dinding sel bersifat permiabel - rongga udara hilang, karena ruang sel terisi kembali - zat menjadi larut kembali
PELARUT
JENIS-JENIS PELARUT
Air Hidrokarbon alifatis (PE,heksan) Kloro hidrokarbon (Diklormetan, Triklormetan) Alkohol (Etanol, metanol, isopropanol) Asam karboksilat Ester Ether Minyak
16
dengan sedikit pemanasan Tetapi semakin mudah menguap, semakin dibutuhkan penangan lebih serius Penggunaan eter, dihindari (flammable & peroxides)
2. Toksisitas Sifat toksisitas terhadap operator/pelaku Kloroform & eter menyebabkan depresi pernafasan serta
anestesia Acetonitrile & metanol- beracun Karbontetraklorida - hepatotoksik Benzen -- karsinogenik Beberapa solvents defatting skin dermatologik Kontak dengan solvent harus maksimal dihindari
mudah terbentuk artefacts. Mis: solvents dengan gugus C=O (aseton, metiletilketon dapat bereaksi dengan senyawa nukleofil; metanol, etanol dapat menyebabkan alkilasi
sama dengan harga lebih murah Petroleum eter lebih murah dibanding n-heksana, keduanya mempunyai kemampuan sama
Solvent recycling:
Solvent recycling sangat penting dalam pertimbangan lingkungan (ekologi) dan ekonomi Recovery dan penggunaan non azeotrop solvent (mis. Kloroform: metanol 1:1 v/v) baik, tetapi pemisahan menjadi komponennya sulit & mahal Sehingga lebih disukai solvent tunggal
Dapat mengikuti prosedur yang telah dipublikasi Dengan modifikasi sesuai dengan kebutuhan atau mengikuti persyaratan-persyaratan Prosedur dapat dilakukan mengikuti klas senyawa aktif/senyawa interest Diikuti dengan uji kromatografi
Dilakukan berdasarkan hasil skrining (random ataupun selektif) aktivitas Pada umumnya hanya satu atau dua macam ekstrak untuk setiap species yang berbeda kepolaranya
lebih dapat penetrasi pada jaringan tanaman Senyawa Phenol, & asam organik - asam Untuk mendapatkan hasil optimum, PH harus diatur Contoh : Alkaloida --- basa/alkalis Walau demikian, harus dilakukan hati-hati karena adanya ester atau glikosida dapat pecah karena pengaturan pH
Jenis ekstrak yang akan digunakan turut menentukan metoda ekstraksi. Pada penggunaan ekstrak dimaksudkan untuk makanan & obat, terdapat batasan sisa solvent yang tergantung pada sifat ketoksikan residu. Ekstrak yang digunakan untuk bioassay, kriteria khusus harus diperhatikan karena pada umumnya bioassay dilaksanakan dalam aquaeous media. Salah satu alternatif digunakan DMSO untuk melarutkan ekstrak yang non polar.
METODE EKSTRAKSI
3 Metode Ekstraksi Proses yang menghasilkan keseimbangan konsentrasi antara larutan dan residu padat Contoh : Maserasi, digesti, ultrasonic extraction, dll Proses Ekstraksi seksama/menyeluruh Contoh : Perkolasi, Countercurrent extraction. Ekstraksi dengan Gas superkritis
METODE EKSTRAKSI
Proses Tersarinya Senyawa Aktif : 1. Tidak Berkesinambungan : - Maserasi - Destilasi uap air 2. Berkesinambungan : - Perkolasi - Soxhletasi - Reflux
MASERASI
Penyarian
dengan menggunakan pelarut beberapa hari (3-5 hari) dengan pengadukan (tidak kontinu) Sesuai untuk bahan aktif yang mudah larut dalam cairan penyari Simplisia tidakmengandung musilago dan bahan lain yan mudah mengambang. Simplisia tidak keras, daun dan bunga (+) Cara pengerjaan dan peralatan sangat sederhana dan mudah (-) Pengerjaan lama dan penyarian kurang sempurna
MASERASI
29
MASERASI
Modifikasi
Kinetic
Maceration: Maserasi dengan pengadukan konstan dan kontinu Digesti : Maserasi dengan pemanasan (40-50 C) Remaserasi Maserasi melingkar
PERKOLASI
PERKOLASI
- PRINSIP : serbuk dialiri cairan penyari
- serbuk ditempatkan pada silinder bagian bawah cairan penyari dialiri dari atas ke bawah lewat serbuk - gerakan ke bawah oleh karena gravitasi, kohesi dan berat cairan diatas dikurangi gaya kapiler yang menahan - catatan : kecepatan menetes harus seimbang penambahan pelarut, dijaga agar tetap ada selapis pelarut di atas simplisia
REFLUKS
3 1 2
CONDENSORS
8 7
6
4 3 2 1 11 5 6 7 8 9 3 2 1 10 4 5 6 7 8 9
REFLUKS
- termasuk cara panas - berkesinambungan - senyawa tahan panas - tekstur keras, batang akar, korteks, biji, dll
CONDENSORS
11 1
SOXHLET
10
8 2
4
5
12
4 3 2 5 6 7 8
1 10 11
4 9 3 2 1
7 8 9 10
SOXHLET
- cara berkesinambungan - PRINSIP KERJA : cairan penyari dipanas kan, menguap lewat pipa samping sampai pada kondensor, mengembun, turun kesampel dan mengekstraksi, setelah sifon penuh, terjadi sirkulasi - Ekstraksi selesai kalau cairan disifon tidak berwarna atau tidak bernoda jika di KLT. - Sirkulasi terjadi karena faktor kapilerisasi, adesi-kohesi dan gravitasi
This is a modified maceration method where the extraction is facilitated by the use of ultrasound (high-frequency pulses, 20 kHz). Ultrasound is used to induce a mechanical stress on the cells through the production of cavitations in the sample. The cellular breakdown increases the solubilization of metabolites in the solvent and improves extraction yields. The efficiency of the extraction depends on the instrument frequency, and length and temperature of sonication. Ultrasonification is rarely applied to large-scale extraction; it is mostly used for the initial extraction of a small amount of material. It is commonly applied to facilitate the extraction of intracellular metabolites from plant cell cultures
Modifikasi ekstraksi metode maserasi dengan menggunakan alat US (gelombang suara frekuensi tinggi, >20 kHz). US dengan getaran mekanik akan membuat sel berlubang. Ekstraksi metabolit meningkat krn pelrut mudah masuk dalm sel Ekstraksi tergantung pada frekuensi dan suhu US jarang diterapkan untk skala besar, tapi ekstraksi, awal sejumlah kecil bahan. Umumnya digunakan untuk ekstraksi metabolit intraseluler kultur sel tanaman
Penyarian dengan menggunakan gelombang suara (ultrasonik, Frek > 20 Khz) Prinsip Meningkatkan permeabilitas dinding sel Membentuk cavity ( lubang-lubang) Meningkatkan tekanan mekanik Dapat menyebabkan rusaknya bahan aktif akibat oksidasi Ekstrak dapat tercemar oleh trace metal High Energy Cost untuk penggunaan large scale
Pressurized solvent extraction, also called accelerated solvent extraction, employs temperatures that are higher than those used in other methods of extraction, and requires high pressures to maintain the solvent in a liquid state at high temperatures. It is best suited for the rapid and reproducible initial extraction of a number of samples. An additional advantage is that the technique can be programmable, which will offer increased reproducibility. However, variable factors, e.g., the optimal extraction temperature, extraction time, and most suitable solvent, have to be determined for each sample.
Ekstraksi dengan pelarut bertekanan, ''ekstraksi pelarut dipercepat,'' metode ini menggunakan suhu dan tekanan dari biasanya untuk menjaga pelarut dalam keadaan cair. Cocok untuk ekstraksi awal dari sejumlah sampel untuk direproduksi. Keuntungan lain : bahwa teknik ini dapat diprogram, untuk meningkatkan reproduktisi Kesulitan, faktor variabel suhu dan tekanan bagi pelarut dan sampel
Supercritical fluids (SCFs) are increasingly replacing organic solvents, e.g., n-hexane, dichloromethane, chloroform, and so on, that are conventionally used in industrial extraction, purification, and recrystallization operations because of regulatory and environmental pressures on hydrocarbon and ozone-depleting emissions. In natural product extraction and isolation, supercritical fluid extraction (SFE), especially that employing supercritical CO2, has become the method of choice. Sophisticated modern technologies allow precise regulation of changes in temperature and pressure, and thus manipulation of solvating property of the SCF, which helps the extraction of natural products of a wide range of polarities. The critical point of a pure substance is defined as the highest temperature and pressure at which the substance can exist in vaporliquid equilibrium. At temperatures and pressures above this point, a single homogeneous fluid is formed, which is known as supercritical fluid (SCF). SCF is heavy like liquid but has the penetration power of gas
Cairan superkritis (SCFs) mendesak pelarut organik (nheksana, diklorometana, kloroform dsb) yang secara konvensional digunakan dalam industri ekstraksi, karena pada pemurnian dan rekristalisasi melepaskan hidrokarbon yang dapat merusak lingkungan utamanya ozon Ekstraksi dan isolasi produk alami dengan cairan superkritis (SFE), terutama yang menggunakan CO2 superkritis, merupakan metode pilihan. Teknologi modern yang canggih memungkinkan perubahan yang tepat dari suhu dan tekanan, untuk membantu SCF pelarut, sehingga ekstraksi produk alami dengan berbagai polaritas dapat dilakukan. Titik kritis dari suatu zat murni didefinisikan sebagai suhu dan tekanan tertinggi satu substansi bisa eksis dalam keseimbangan uap-cair Pada suhu dan tekanan di atas titik ini, cairan homogen tunggal terbentuk, yang dikenal sebagai fluida superkritis (SCF). SCF berat seperti cairan tapi memiliki daya tembus gas
Liquid CO2 is forced into supercritical state by regulating its temperature and pressure. Supercritical CO2 has solvent power and extracts predominantly lipophilic and volatile compounds. Gaseous CO2 returns to CO2 tank. After a full round, the new extraction starts with circulating CO2.
Dengan mengatur suhu dan tekanan maka pada keadaan superkritis CO2 berbentuk cair. Pelarut CO2 superkritis memiliki kekuatan mengekstrak dominan senyawa lipofilik dan volatile. Setelah mengekstraksi sempurna gas CO2 kembali ke tangki CO2.
inexpensive, contaminant-free, selectively controllable, and less costly to dispose safely than organic solvents. Oxidative and thermal degradation of active compounds is much less likely in SFE than inconventional solvent extraction and steam distillation methods. SCFs can have solvating powers similar to organic solvents, but with higher diffusivities, lower viscosity, and lower surface tension
murah, bebas kontaminan, selektif terkendali, lebih murah dan aman dibuang dari pelarut organik. Dengsn SFE lebih kecil kemungkinan terjadinya degradasi oksidatif dan termal senyawa aktif dibanding metode ekstraksi dengan pelarut organik destilasi uap. SCFs memiliki solvating kekuatan mirip dengan pelarut organik, tetapi dengan diffusivities lebih tinggi, viskositas tegangan permukaan lebih rendah
The solubility of the target compound(s) in supercritical CO2 or other SCF has to be determined. The effect of cosolvents on the solubility of the target compound(s) needs to be determined. The effect of matrix, either has the analyte lying on its surface (adsorbed), or the analyte is entrained in the matrix (absorbed), has to be considered carefully. The solvating power of SCF is proportional to its density, which can be affected by any temperature change for any given pressure. Therefore, strict temperature control has to be in place. The partition coefficient of the analyte between CO2 and the matrix, which is often affected by the flow rate, has to be considered. Higher flow rates and longer extraction time may be necessary to sweep the analyte out of the extraction chamber. Lower flow rates may be applied if the kinetics of the system are slow. Careful consideration has to be given in choosing appropriate modifiers
Kelarutan senyawa target (s) dalam SCF CO2 superkritis harus ditentukan. Pengaruh cosolvents pada kelarutan senyawa target (s) perlu ditentukan. Pengaruh matriks, baik memiliki analit berbaring di permukaannya (teradsorpsi), atau analit yang entrained dalam matriks (diserap), harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Kekuatan solvating dari SCF sebanding dengan kepadatan, yang dapat dipengaruhi oleh perubahan temperatur untuk setiap tekanan yang diberikan. Oleh karena itu, kontrol suhu yang ketat harus berada di tempat. Koefisien partisi dari analit antara CO2 dan matriks, yang sering dipengaruhi oleh laju aliran, harus dipertimbangkan. Laju aliran yang lebih tinggi dan waktu ekstraksi lagi mungkin diperlukan untuk menyapu analit keluar dari ruang ekstraksi. Tingkat aliran lebih rendah dapat diterapkan jika kinetika sistem yang lambat. Pertimbangan cermat harus diberikan dalam memilih pengubah yang sesuai
Taxol, one of the most commercially successful and effective anticancer natural product drugs, is a complex diterpene isolated from the Pacific yew tree (Taxus brevifolia). The SFE protocol for the extraction of Taxol from the bark was introduced by Georgia Tech, Athens, GA
About 50% of the Taxol present in the bark was selectively extracted using a CO2EtOH mixture as opposed to 25% extraction with supercritical CO2 alone.
Taxol, salah satu obat antikanker produk alami paling sukses dan efektif sudah dikomersialkan, merupakan diterpen kompleks diisolasi dari pohon yew Pasifik (Taxus brevifolia). Protokol SFE untuk ekstraksi Taxol dari kulit kayu ini diperkenalkan oleh Georgia Tech, Athens
Sekitar 50% Taxol sekarang diekstraksi dari kulit Taxus brevifolia menggunakan campuran CO2 - EtOH dibandingkan dengan ekstraksi 25% dengan CO2 superkritis saja.
dan pelarut diaduk dengan kecepatan tinggi (high speed mixer/homogenizer) Bahan semakin halus karena ada pengecilan ukuran partikel selama proses, sehingga meningkatkan luas permukaan bahan dengan cairan penyari Penyarian lebih baik dan waktu lebih singkat dari maserasi Cukup beresiko untuk bahan yang termolabil Pemisahan antara cairan penyari dengan residu jauh lebih sulit Tidak efektif untuk large scale.
57
PENGUAPAN/PEMEKATAN EKSTRAK
Penurunan titik didik solven dengan cara penurunan tekanan (pompa vakum)
Pemutaran labu meningkatkan permukaan penguapan e.x : Etanol terdestilasi suhu 30 C dengan
cepat
DEFENISI
ISOLASI: Suatu metode untuk menarik dan memisahmisahkan kandungan kimia dari tumbuhan dengan menggunakan pelarut tertentu.
Kromatografi
Suatu teknik pemisahan komponen dari suatu campuran menggunakan prinsip perbedaan distribusi komponen tsb dalam 2 fase, fase gerak dan fase diam.
Analisis
Pemisahan
Campuran
Komponen
Klasifikasi Kromatografi
Berdasarkan fasa geraknya:
Liquid Chromatography Gas Chromatography
Partition Chromatography
Adsorption Chromatography
Klasifikasi Kromatografi
A. Perbedaan kecepatan migrasi 1. Adsorpsi 2. Partisi 3. Penukar ion 4. Elektroforesis 5. Gel Fitrasi B. Alat yang digunakan 1. Kolom 2. Kertas 3. Lapis tipis C. Fasa yang digunakan 1. Gas cair 2. Gas padat 3. Padat - cair
GAS
SFC
LIQUID
GSC
GLC
Column
Planar
NP
RP
IEC
SEC
TLC
Paper
GPC
GFC
Kromatografi Kertas:
Mudah larut dlm air (Karbohidrat, asam amino, senyawa fenolat, asam organik, basa asam nukleat
Mudah larut dlm lipid (Lipid, steroid, karotenoid, klorofil) Mudah teratsirikan (Minyak atsiri, monoterpena, sesquiterpena, asam lemak) Sulit teratsirikan
68
KLT:
KGC
KCKT
1. KERTAS - murni selulosa, tanpa lignin atau kotoran lain - ukuran 18 x 22 inci atau pita 2,5 cm - aliran cepat (Whatman 4, 54 dan 540), sedang (Whatman 1, 7), lambat (Whatman 2 dan 20) 2. SPOTTING,dilakukan dengan mikropipet (1-5 l) dikeringkan segera agar tidak lebar 3. ELUEN / PELARUT, perbandingan tergantung dari noda yang didapat, campuran air-fenol jenuh, BuOH NH4OH, aseton air dan BAW
4. PEWARNAAN, diperlukan penampak noda untuk melihat noda, sebaiknya dengan sinar UV, uap, penampak noda yang lain 5. ANALISA KUALITATIF, nilai Rf, perbandingan antara jarak noda dan jarak eluen 6. ANALISA KUANTITATIF, membandingkan luas spot yang timbul dibanding dengan standar baku dibuat dalam grafik konsentras Vs luas spot METODE : - Ascending Chromatogrphy - Descending Chromatography - Horizontal Chromatography
Eluen : BAW (Butanol:Asam Asetat: Water) 4:1:5 (lapisan atas) Penampak noda Uap amoniak kuning intensif
: Asending (satu atau dua arah) Fase diam: Selulosa, silika gel, celite, Poliamida, sephadex KLT analitik : tebal 0,1-0,25 mm KLT Preparatif: tebal ad 1 mm
72
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) Keuntungan : 1. Pengerjaan cepat 2. Dapat untuk asam dan basa kuat (KKt, tidak dapat) 3. Lebih sensitif, dapat 10-9 g sampel 4. Alat sederhana 5. Mudah digunakan
4. VISUALISASI BERCAK
Lampu UV
Uap iodin Reagen penyemprot Media bakteri
X Y
Rf =
Z Y
Z Z
Rf =
T Y
Troubleshooting KLT
Bercak tidak membulat (mbleber)
Sampel terlalu pekat. Kembangkan lagi KLT setelah sampel diencerkan. Sampel terlalu banyak mengandung komponen. Perlu dilakukan partisi terhadap sampel. Tidak nampak bercak Sampel terlalu encer. Pekatkan sampel, atau tambahkan volume sampel yang ditotolkan. Beberapa senyawa memang tidak menunjukkan pemadaman di bawah lampu UV. Pakailah reagen semprot untuk menampakan bercak (biasanya uap iodin atau serium sulfat)
Troubleshooting KLT
Garis batas atas (akhir eluen) tidak rata
Chamber tidak/kurang jenuh eluen (penjenuhan kurang optimum). Pemasangan plat dalam chamber tidak pas (miring).
Bercak berekor
Senyawa mengandung gugus yang bersifat asam atau basa kuat (amina atau asam karboksilat). Tambahkan beberapa tetes NH4OH (amina) atau asam asetat (asam karboksilat) pada eluen.
Aplikasi KLT
ANALISIS KUALITATIF
Bercak dibandingkan Rf-nya dengan baku. Menggunakan reagen penyemprot untuk menentukan golongan senyawa (dragendorf, lieberman-burchat, AlCl3, dll).
ANALISIS KUANTITATIF Perlu beberapa totolan larutan baku (yg berbeda konsentrasi/volume penotolannya) untuk membuat kurva baku. Bercak dianalisis densitasnya dengan densitometer untuk kuantifikasi.
Troubleshooting KLT
Bercak tidak membulat (mbleber)
Sampel terlalu pekat. Kembangkan lagi KLT setelah sampel diencerkan. Sampel terlalu banyak mengandung komponen. Perlu dilakukan partisi terhadap sampel. Tidak nampak bercak Sampel terlalu encer. Pekatkan sampel, atau tambahkan volume sampel yang ditotolkan. Beberapa senyawa memang tidak menunjukkan pemadaman di bawah lampu UV. Pakailah reagen semprot untuk menampakan bercak (biasanya uap iodin atau serium sulfat)
Alam
Troubleshooting KLT
Garis batas atas (akhir eluen) tidak rata
Chamber tidak/kurang jenuh eluen (penjenuhan kurang optimum). Pemasangan plat dalam chamber tidak pas (miring).
Bercak berekor
Senyawa mengandung gugus yang bersifat asam atau basa kuat (amina atau asam karboksilat). Tambahkan beberapa tetes NH4OH (amina) atau asam asetat (asam karboksilat) pada eluen.
Alam
Aplikasi KLT
ANALISIS KUALITATIF
Bercak dibandingkan Rf-nya dengan baku. Menggunakan reagen penyemprot untuk menentukan golongan senyawa (dragendorf, lieberman-burchat, AlCl3, dll).
ANALISIS KUANTITATIF Perlu beberapa totolan larutan baku (yg berbeda konsentrasi/volume penotolannya) untuk membuat kurva baku. Bercak dianalisis densitasnya dengan densitometer untuk kuantifikasi.
Disadvantages: 1. Poor control of detection when compared to HPLC. 2. Poor control of elution compared to HPLC. 3. Loading and speed are poor compared to VLC. 4. Multiple development methods to isolate grams of material may be time consuming. 5. Restricted to simple sorbents, such as silica, alumina, cellulose, and RP-2.
digunakan skrining campuran kompleks Elusi pertama noda ekstrak akan naik normal, keringkan Elusi kedua dgn memutar 900 Pada elusi kedua dikembang dengan eluen kedua
Dibanding dengan PTLC, maka : 1. Pemisahan lebih baik 2. Pengerjaan dan penggantian pelarut lebih cepat (putaran mesin) 3. Jumlah bahan lebih banyak (1-2 g) Contoh alat merek Chromatotron (Harrison, Model 7924) dignk Khan dkk memisahkan diterpen klerodan dari Zuelania guidonia Ampofo & Waterman memisahkan quasinoida sitotoksik ailantinon, 2-asetil glaukarubinon dan alkaloida 8hidroksikantin-6-on dari Odyendyea gabonensis (Simarubaceae)
Teknik penyiapan/pengerjaannya: Pembuatan plat silika gel tebal 2 or 4 mm 1. Silika (Kieselgel 60 PF254 Merck Art 7749) 2. Untuk 2 mm 65 g dan 4 mm 100 g 3. Pengikat Kalsium Sulfat 2 mm 4 g, 4 mm 6 g 4. Bahan dicampur/dibuat bubur ada homogen 5. Tuangkan ke plat sambil diketuk2 (menghilangkan gelembung udara) 6. Keringkan diudara 30 7. Keringkan oven 500 C 12 jam
KROMATOGRAFI KOLOM
Kolom konvensional elusi berdasarkan gaya gravitasi Kromatografi Cepat Vacum Liquid Chromatography
Eluasi dengan bantuan pompa Eluasi bisa secara gradien Volume injeksi >> besar Kolom juga jauh lebih besar dan panjang Eluat dapat ditampung
93
94
Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom Langkah-langkah untuk fraksinasi dengan kromatografi kolom adalah sebagai berikut: Silika gel sebanyak 75 kali bobot ekstrak kurkuminoid dimasukkan dalam Erlenmeyer dan ditambahkan dengan eluen 2 cm diatas permukaan silika gel, dikocok pelan hingga merata dan masukkan dengan hati-hati ke dalam kolom kromatografi yang pada bagian bawahnya telah diberi glass wool. Kolom tersebut kemudian didiamkan selama 1 hari untuk memampatkan dan melihat ada tidaknya keretakan (lihat gambar dibawah ini).
95
Apabila kolom tidak retak, tambahkan eluen 0,5 cm diatas permukaan silika gel dan bila retak ulangi langkah a. Kemudian ke dalam kolom ditambahkan ekstrak kurkuminoid (1% bobot silika) yang telah dicampur dengan silika gel. Alirkan eluen dan tampung sebanyak 50 ml dalam Erlenmeyer (eluen ini belum membawa zat kimia tanaman sehingga dapat dibuang). Selanjutnya kran dibuka dan diatur penetesannya (1 tetes/detik) dan ditampung dalam vial atau tabung yang telah diberi nomor masing-masing vial 5 ml (lihat gambar dibawah ini). Pada setiap vial dengan kelipatan 10 dilakukan uji KLT untuk melihat noda yang dihasilkan. Apabila menghasilkan noda yang sama vial-vial tersebut digabung. Penetesan dihentikan apabila vial sudah tidak memberikan noda saat diuji KLT.
96
COLUMN CHROMATOGRAPHY
Hyphenated Techniques
The technique developed from the coupling of a separation technique and an on-line spectroscopic detection technology.
Hirschfeld introduced the term hyphenation to refer to the on-line combination of a separation technique and one or more spectroscopic detection techniques. This technique, developed from a marriage of a separation technique and a spectroscopic detection technique.
sekunder tumbuhan, mikroba, hewan ; mengandung nitrogen Inti pirolizidina dan quinolizidina GC-MS Efedrin GC-MS dan GC-FTIR
1-benzopiran tanaman tingkat tinggi HPLC-PDA sukses menganalisis senyawa fenolik termasuk kumarin Dapat dikopling dgn MS
kelompok hidrokarbon (karotin) dan turunan oksigen (xanthofil) HPLC-TLS ---- karotenoid pd 4 fitoplanton laut dan memisahkan diadinoxantin dan diatoxantin
penggantian kulit pada serangga, udang & juga pd tumb Beberapa teknik LC-PDA, LC-MS, CE-MS dan LC-NMR MS-FPT akurat menentukan rumus mol ekdison, 20hidroksiekdison dan makisteron
teknik tepat mono dan sesquiterpen Mendeteksi 130 komponen m.a pada ramuan Cina
luas pada tan tinggi dan rendah termasuk ganggang Bersifat polar (& glikosida) sangat baik pemisahan HPLC Teknik HPLC-PDA merupakan pilihan
siklopentana-(c)-piran monoterpenoid dan glikosidanya Krn krg kromofor, kecuali terasilasi aromatik HPLC-PDA terbatas Pilihan LC-MS LC-NMR, LC-MS-NMR (mahal)
pd 100 suku tanaman Sangat polar dan sulit menguap dan kurang kromofor sulit UV dan PDA Sistem GC-MS terbatas pd aglikon Sekrening awal LC-MS, LC-NMR dan CE-MS
Penting pada pengerjaan skrining bahan dalam jumlah besar (HTS), yang sifat senyawa aktifnya belum diketahui Salah satu alternatif adalah mengekstraksi dengan solvent-solvent dengan perbedaan polaritas, sehingga diperoleh 4 ekstrak dari 1 bahan. Tetapi umumnya disukai hanya 2 ekstrak saja yang mempunyai jarak polaritas berbeda (mis. N-heksana/pet. Eter kemudian dengan 70% etanol)
Mayer reagent Solution I: dissolve 1.36 g HgCl2 in 60mL water. Solution II: dissolve 5 g KI in 10mL water. Procedure: combine the two solutions and dilute with water to 100mL. Add a few drops to an acidified extract solution (diluted HCl or H2SO4), and if alkaloids are present, a white to yellowish precipitate will appear. Care should be taken not to agitate the test system, because the precipitate may be redissolved. Dragendorff reagent Solution I: dissolve 8.0 g bismuth subnitrate [Bi(NO3)3. H2O] in 30% w/v HNO3. Solution II: dissolve 27.2 g KI in 50mL water. Procedure: combine the solutions and let stand for 24 h, filter, and dilute to 100mL with deionized water. In acid solutions, an orange-brownish precipitate will appear. The alkaloids may be recovered by treatment with Na2CO3 and subsequent extraction with diethyl ether. This reaction may also be performed on a filter paper or on a TLC plate by adding a drop of the reagent onto a spot of the sample. Wagner reagent Solution: dissolve 1.27 g I2 (sublimed) and 2 g KI in 20mL water, and make up with water to 100 mL. Procedure: a brown precipitate in acidic solutions suggests the presence of alkaloids. Ammonium reineckate Solution: add 0.2 g hydroxylamine to a saturated solution of 4% ammonium reineckate {NH4[Cr(NH3)2(SCN)4].H2O}, and acidify with dilute HCl. Procedure: when added to extracts, a pink precipitate will appear if alkaloids are present. The precipitate is soluble in 50% acetone, which may also be used for compound recrystallization.
Sesquiterpene Lactones
Kedde reagent Solution I: dissolve 2% of 3,5-dinitrobenzoic acid in MeOH. Solution II: 5.7% aqueous KOH. Procedure: add one drop of each solution to 0.20.4mL of the sample solution, and a bluish to purple color will appear within 5 min. The solution should not contain acetone, which gives a deep bluish color. Baljet reagent Solution I: dissolve 1 g picric acid in 100mL EtOH. Solution II: 10 g NaOH in 100mL water. Procedure: combine solutions I and II (1:1) before use and add two to three drops to 23 mg of sample; a positive reaction is indicated by an orange to deep red color.
Flavonoids
Shinoda test Procedure: to an alcoholic solution of the sample, add magnesium powder and a few drops of concentrated HCl. Before adding the acid, it is advisable to add t-butyl alcohol to avoid accidents from a violent reaction; the colored compounds will dissolve into the upper phase. Flavones, flavonols, the corresponding 2,3-dihydro derivatives, and xanthones produce orange, pink, red to purple colors with this test. By using zinc instead of magnesium, only flavanonols give a deep-red to magenta color; flavanones and flavonols will give weak pink to magenta colors, or no color at all. Sulfuric acid Procedure: flavones and flavonols dissolve into concentrated H2SO4, producing a deep yellow colored solution. Chalcones and aurones produce red or red-bluish solutions. Flavanones give orange to red colors.
Other Polyphenols
Ferric chloride Solution: dissolve 5% (w/v) FeCl3 in water or EtOH. Addition of several drops of the solution to an extract produces a blue, blueblack, or blue-green color reaction in the presence of polyphenols. This is not a specific reagent for tannins, as other phenolic compounds will also give a positive result.
Gelatin-salt test Procedure: for the detection of tannins in solution, dissolve 10 mg of an extract in 6mL of hot deionized, distilled water (filtering if necessary), and the solution is divided between three test tubes. To the first is added a 1% solution of NaCl, to the second is added a 1%-NaCl and 5%-gelatin solution, and to the third is added a FeCl3 solution. Formation of a precipitate in the second treatment suggests the presence of tannins, and a positive response after addition of FeCl3 to the third portion supports this inference.
Sterols
LiebermannBurchard test Solution: combine 1mL acetic anhydride and 1mL CHCl3, and cool to 0C, and add one drop concentrated H2SO4. Procedure: when the sample is added, either in the solid form or in solution in CHCl3, blue, green, red, or orange colors that change with time will indicate a positive reaction; a blue-greenish color in particular is observed for sterols, with maximum intensity in 1530 min. (This test is also applicable for certain classes of unsaturated triterpenoids.) Salkowski reaction Procedure: dissolve 12 mg of the sample in 1mL CHCl3 and add 1mL concentrated H2SO4, forming two phases, with a red color indicating the presence of sterols.
Saponins
When shaken, an aqueous solution of a saponin-containing sample produces foam, which is stable for 15 min or more. An additional test for saponins makes use of their tendency to hemolyze red blood cells (20,58), although this tendency may be inhibited by the presence of tannins in the extract, presumably because tannins crosslink surface proteins, thereby reducing the cells susceptibility to lysis
Dapat pula dengan kloroform, metanol, eter, etanol; tetapi senyawa lain akan ikut terekstraksi
MINYAK, LILIN, LEMAK Minyak (cair) sedang lilin (waxes) dan lemak bentuk padat Pet. Eter, n-heksana baik untuk mengekstraksi minyak, lilin, lemak Tipe senyawa ini sering mengganggu proses partisi dan fraksinasi, sehingga sering dipisahkan dulu MINYAK MENGUAP komponen penyusunnya mono & seskui terpene serta senyawa fenolik Dapat disari dengan pet. Eter, tetapi lilin, waxes sering ikut; oleh karena itu lebih tepat dilakukan dengan kloroform Dapat dipisahkan dengan distillasi uap
KAROTENOIDA
Pada umumnya tetraterpenoida (40 karbon), dapat dibagi 2 : hidrokarbon dan teroksigenasi Hidrokarbon-non polar, sehingga dapat diekstraksi dengan pet. Eter; sedang yang teroksigenasi umum mempunyai gugus OH, C=O, aldehid, epoksid dsb. sehingga menjadi lebih polar dan dapat diekstraksi dengan etanol dan juga dengan kloroform
ALKALOID
The literature of alkaloids can conveniently be divided into five sections, dealing with
(1) The occurrence and distribution of these substances in plants ; (2) Biogenesis, or the methods by which alkaloids are produced in the course of plant metabolism ; (8) Analysis, ranging from the commercial and industrial estimation of particular alkaloids to the separation, purification and description of the individual components of the natural mixture of alkaloids, which normally occurs in plants ; (4) Determination of structure ; and (5) Pharmacological action.
ALKALOID
Secara lteratur alkaloid dapat dibagi menjadi lima bagian,;
(1)Terbentuk dan terdistribusi di dalam tanaman; (2) Biogenesis, atau metabolisme dalam tanaman; (3) Analisis, estimasi komersial dan industri alkaloid tertentu untuk pemisahan, pemurnian dan deskripsi masing-masing komponen campuran alami alkaloid, biasanya terjadi pada tanaman; (4) Penentuan struktur, dan (5) Farmakologi tindakan.
ALKALOIDA
Berisi 1 atau lebih atom N; bersifat basa Bentuk basa bebas larut dalam pelarut organik, sebagai bentuk garam larut dalam air Beberapa hal khusus yang perlu diperhatikan:
Pada PH rendah, ester-ester dapat terhidrolisis Amonia dapat bereaksi dengan senyawa organik membentuk suatu artefak Adanya senyawa fenolik pada ekstraksi asam-basa dapat menyebabkan kurang larut dalam pelarut organik Adanya tanin-tanin, dapat dihilangkan dengan penambahan kalsium hidroksida untuk mengendapkan tannin, sehingga ekstraksi alkaloid dapat dilanjutkan (Qunine tannate)
Analisis Alkaloid
During the isolation process, if the activity is lost or reduced to a significant level, the possible reasons could be as follows:
1. The active compound has been retained in the column. 2. The active compound is unstable in the conditions used in the isolation process. 3. The extract solution may not have been prepared in a solvent that is compatible with the mobile phase, so that a large proportion of the active components precipitated out when loading on to the column. 4. Most of the active component(s) spread across a wide range of fractions, causing undetectable amounts of component(s) present in the fractions. 5. The activity of the extract is probably because of the presence of synergy among a number of compounds, which, when separated, are not active individually.
Jika aktivitas hilang or berkurang selama proses isolasi yang cukup signifikan, mungkin :
1. Senyawa aktif telah ditahan dalam kolom. 2. Senyawa aktif tidak stabil dalam kondisi yang digunakan dalam proses isolasi. 3. Solusi ekstrak mungkin tidak disusun dalam suatu pelarut yang kompatibel dengan fase gerak, sehingga sebagian besar komponen aktif diendapkan keluar ketika loading ke kolom. 4. Sebagian besar komponen aktif (s) yang tersebar di berbagai fraksi, menyebabkan jumlah yang tidak terdeteksi komponen (s) hadir dalam fraksi. 5. Aktivitas ekstrak ini mungkin karena adanya sinergi antara sejumlah senyawa, yang jika dipisahkan, tidak aktif secara individual.
One such separation technique is the solvent partitioning method, which usually involves the use of two immiscible solvents in a separating funnel. In this method, compounds are distributed in two solvents according to their different partition coefficients. This technique is highly effective as the first step of the fairly large-scale separation of compounds from crude natural product extracts.
Pemurnian dengan Ekstraksi Menggunakan Koefisien Partisi Salah satu teknik pemisahan adalah metode partisi pelarut, yaitu menggunakan dua pelarut tidak bercampur dalam corong pisah. Dalam metode ini, senyawa didistribusikan dalam dua pelarut sesuai dengan koefisien partisi yang berbeda. Teknik ini sangat efektif sebagai langkah pertama dari pemisahan skala besar senyawa dari ekstrak produk alam.
CORONG PISAH
Bila suatu sistem terdiri dari dua lapisan zat cair yang tidak bercampur (larut) satu dengan lain, jika ditambahkan senyawa ketiga yang larut ke dalam dua pelarut tersebut, maka akan terdistri busi ke dalam pelarut tersebut dengan perban dingan konsentrasi yang tetap, Hukum Nerst
CA / CB = K (konstan, tetap)
Solvent Extraction
Separatory funnel
shake
Sebatas berapa pelarut yang baik dan maksimum pemisahan dapat diperoleh ?
Diketahui : Larutan berair V ml, mengandung W0 g senyawa yang terlarut. Diekstraksi dengan pelarut organik S (sol vent) b ml. Jika W1 g adalah berat dari solut tertinggal pada pemisahan pertama, maka konsentrasi yang tertinggal W1 / V g/ml dalam fase Sol dan (W0 W1) / S yang terekstraksi dalam pelarut organik
1.
(W1 / V )
= K (W0 W1) / S
W1.S
= K (VW0 VW1)
(KV)n
Wn = W0
(KV + S)n
Kondisi 2
Diketahui : Setelah terjadi kesimbangan, maka konsentrasi yang tertinggal W2 / V g/ml dalam fase Sol dan (W1 W2) / S yang terekstraksi dalam pelarut organik
1.
(W2 / V )
= K (W1 W2) / S
W2.S
= K (VW1 VW2)
(KV)2
W2 = W0
(KV + S)2
Kondisi 3
Diketahui : Setelah terjadi kesimbangan, maka konsentrasi yang tertinggal W3 / V g/ml dalam fase Sol dan (W2 W3) / S yang terekstraksi dalam pelarut organik
1.
(W3 / V )
= K (W2 W3) / S
W1.S
= K (VW2 VW3)
(KV)3
W3 = W0
(KV + S)3
Crude solanine, extracted from the potato plant, is purified by dissolving in boiling methanol, filtering, and concentrating until the alkaloid crystallizes out. Naringin is isolated from grapefruit peel by extracting into hot water, filtering and concentrating the filtrate to the extent that naringin crystallizes at fridge temperatures as the octahydrate (melting point 83C). Recrystallization from isopropanol (100mL to 8.6 g naringin) yields the dihydrate (melting point 171C). The di- and octahydrate compounds are examples of crystalline solvates. Piperine is extracted from powdered black pepper with 95% ethanol. The extract is filtered, concentrated, 10% alcoholic KOH added, and the residue formed is discarded. The solution is then left overnight to yield yellow needles of piperine. Capsanthin is isolated from red pepper or paprika. A 20mL volume of concentrated ether extract diluted with 60mL petroleum and left to stand for 24 h in a fridge produces crystals of almost pure capsanthin. Salicin is extracted from willow bark into hot water. The solution is filtered and concentrated and the tannin removed by treatment with lead acetate; further concentration and cooling yields salicin crystals. It is also worth highlighting the potential use of derivatives in fractional crystallizations, for example, picrates of alkaloids and osazones of sugars.
Solanin, diekstraksi dari tanaman kentang, dimurnikan dengan melarutkan dalam metanol mendidih, saring, uapkan sampai alkaloid mengkristal. Naringin, diekstraksi dari kulit jeruk bali dan diisolasi dengan air panas, saring, usahakan sebanyak filtrat naringin, kristalisasi pada suhu lemari es sebagai octahydrate (titik leleh 830 C). Rekristalisasi dengan isopropanol (100 ml per 8,6 g naringin) menghasilkan dihidrat (titik lebur 1710 C). Piperine diekstrak dari serbuk lada hitam dengan EtOH 95%, saring, tambah KOH alkohol 10% dan residu yang terbentuk dibuang. Biarkan semalam untuk kristalisasi menghasilkan jarum kuning piperin.
Capsanthin diisolasi dari merah merica atau paprika. Sebanyak 20 ml ekstrak eter dipekatkan dan encerkan dengan minyak bumi 60 ml, diamkan 24 jam dalam lemari es, menghasilkan kristal capsanthin hampir murni. Salisin diekstrak dari kulit pohon willow dengan air panas, saring, dipekatkan, awatanin dengan timbal asetat, dinginankan menghasilkan kristal salisin. Potensi penggunaan derivatif kristalisasi fraksional, misalnya, picrates alkaloid dan osazones gula.
METODE
1. Kimia 2. Instrument/Spectroscopy - Infra Red Spectroscopy - Mass Spectroscopy - Low Mass Spectroscopy - High Mass - Nuclear Magnetic Resonance Spectroscopy - 1H- dan 13C-NMR - 2D NMR
Jelaskan prinsip kerja rotavapor Sebutkan klaisifikasi kromatografi [ Berdasarkan fase gerak Berdasarkan fase doam 13.Sebut dan berikan contoh klasifikasi kromatografi ; a. Perbedaan kecepatan migrasi b. Alat yang digunakan c. Fase yang digunakan
Syarat-syarat simplisia untuk maserasi dan sebut modifikasi maserasi Prinsip Ultrasound assited solvent extraction dan apa kekurangannya Jelaskan dengan diagram/gambar prinsip proses ekstraksi dengan Supercritical CO2 System
Syarat-syarat simplisia untuk maserasi dan sebut modifikasi maserasi Prinsip Ultrasound assited solvent extraction dan apa kekurangannya Jelaskan dengan diagram/gambar prinsip proses ekstraksi dengan Supercritical CO2 System