You are on page 1of 46

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Kayu manis (Cinnamomum burmanni) pertama kali ditemukan pada sekitar tahun 2000 SM di Mesir dan kemudian digunakan sebagai rempahrempah pengharum baik untuk ruangan ataupun kremasi mayat dan minyak urapan di suku Ibrani (Israel) pada tahun yang sama. Kayu manis juga ditemukan oleh pelaut-pelaut yang datang ke Indonesia dan menemukannya di daerah Jawa dan Maluku.1 Kayu manis sering digunakan sebagai salah satu bahan rempah-rempah terutama untuk bahan makanan. Dalam pembuatan makanan kayu manis sering digunakan sebagai bumbu untuk memperkaya rasa dari makanan tersebut seperti dalam penyiapan cokelat, makanan-makanan penutup, kue, dan pembuatan minuman seperti kopi dan cappuccino.2 Kayu manis memiliki sejarah panjang baik sebagai bumbu dan sebagai obat. Kemampuan yang unik kayu manis untuk penyembuhan berasal dari tiga jenis dasar komponen dalam minyak esensial yang ditemukan di kulitnya. Minyak ini mengandung komponen aktif yang disebut cinnamaldehyde, asetat cinnamyl, alkohol cinnamyl, dan flavonoid ditambah berbagai zat volatil lainnya. Sinamaldehid merupakan kandungan senyawa yang terdapat dalam kayu manis merupakan turunan dari senyawa fenol. Senyawa sinamaldehid memiliki sifat anti-agregasi platelet yaitu mencegah pengumpulan kolesterol yang dapat menyebabkan aterosklerosis pada pembuluh darah.3
1

Aterosklerosis merupakan kelainan pembuluh darah arteri yang terjadi akibat penimbunan kolesterol LDL (low density lipoprotein) yang

menyebabkan penyempitan pada pembuluh darah. Hal ini dapat terjadi pada aorta, cabang-cabangnya yang berukuran besar dan arteri berukuran sedang.4 Salah satu bahan makanan pencetus terjadinya penumpukan LDL adalah margarin. Margarin adalah minyak yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan (minyak nabati) yang dibekukan pada suhu kamar melalui proses hidrogenisasi. Proses hidrogenisasi ini menghasilkan minyak trans yang jenuh, yang dapat meningkatkan kadar kolesterol dan menyebabkan penyakit jantung. Margarin membeku pada suhu kamar, bahkan dapat membeku pada suhu tubuh manusia baik dalam pencernaan maupun pembuluh darah. Berdasarkan penguraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai efek dari pemberian ekstrak kayu manis terhadap gambaran histologik aorta tikus wistar yang diinduksi oleh margarin.

B. RUMUSAN MASALAH Apakah terdapat perubahan terhadap gambaran gambaran histopatologi aorta tikus wistar yang diberikan ekstrak kayu manis pasca diinduksi margarin?

C. TUJUAN PENELITIAN

Dapat mengetahui efek pemberian ekstrak kayu manis terhadap perubahan gambaran histologi aorta tikus wistar yang diinduksi margarin.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Dapat mengetahui perubahan terhadap gambaran histopatologi aorta tikus

wistar yang diberikan ekstrak kayu manis pasca diinduksi margarin. 2. Dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan perbandingan untuk penelitian ilmiah selanjutnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. KAYU MANIS
1. Klasifikasi Dan Morfologi Kingdom Divisi Sub-divisi Ordo Famili Genus Species : Plantae : Spermatophyta : Magnoliophyta : Laurales : Lauraceae : Cinnamomum : Cinnamomum Burmanni

Kayu manis (Cinnamomum burmanni) dikenal dengan nama Cassiavera atau Kannel Casia atau padang Kaneel. Di Indonesia dikenal dengan beragam nama seperti padang kulit maniah (Padang), manis jangan (Jawa), dan Kuninggu (Sumbawa). Bagian tanaman yang sering digunakan adalah kulit batang dan ranting (Gambar 1). Kulit kayu manis dapat didestilasi (disuling) dan diambil minyak atsirinya.5,6

Gambar 1. Kayu manis (Cinnamomum Burmanni)2

2. Kandungan dan Manfaat Kayu Manis Senyawa yang dikandung kayu manis adalah minyak asiri eugenol, safrole, sinamaldehide, tannin, kalsium, oksalat, dammar dan zat penyamak. Kayu manis mempunyai manfaat dapat menghilangkan sakit (analgesik), dan menambah nafsu makan (stomakik). Sinnamaldehyde bertanggung jawab atas manfaat kayu manis dalam mencegah pembekuan darah dan telah diteliti dengan baik. Ini membantu untuk mencegah platelet menggumpal bersama-sama dengan menghambat pelepasan asam arakidonat sehingga dapat berfungsi sebagai anti-inflamasi yang kuat.3,7 B. MARGARIN Kandungan Lemak Dalam Margarin Secara umum, margarin adalah bahan semi padat yang mempunyai sifat dapat dioleskan dan mengandung lemak minimal 80% dan maksimum 90%. Lemak memiliki komposisi terbesar dalam margarin, jika dibandingkan dengan protein dan karbohidrat. Kandungan protein dan karbohidrat pada margarin sangat rendah, yaitu sekitar 0,4-0,8 gr/100 gr
5

bahan makanan. Bahan untuk membuat margarin secara umum adalah minyak dan lemak, baik yang berasal dari nabati (tumbuh-tumbuhan), hewani maupun ikan. Di Indonesia sendiri kebanyakan margarin dibuat dari minyak/lemak nabati, khususnya minyak kelapa sawit, karena Indonesia kaya akan perkebunan sawit. Lemak yang dikandung minyak/margarin merupakan trigliserida yang tersusun atas lemak jenuh (saturated fat) dan lemak tidak jenuh (unsaturated fat). Jumlah asam lemak jenuh, lemak tidak jenuh tunggal dan asam lemak tidak jenuh majemuk pada margarin masing-masing 29,02; 24,61; dan 13,78 per 100 gr bahan makanan.9,10

C.

PATOGENESIS ATEROSKLEROSIS Hiperkolesterolemia menyebabkan terganggunya relaksasi vaskuler yang tergantung pada endotel. Banyak penelitian telah membuktikan bahwa terjadinya disfungsi endotel dapat dicetuskan oleh kadar LDL yang tinggi. Mekanisme-mekanisme aterogenesis disebabkan hiperlipidemia mencakup:
1) Hiperlipidemia kronik, terutama hiperkolesterolemia dapat secara lang-

sung merusak sel-sel endotel melalui penambahan produksi radikal bebas oksigen yang tidak mengaktifkan NO (vasodilator) sebagai faktor yang membuat sel-sel endotel relaksasi dan menyebabkan bertambahnya shear stress lokal. 2) Hiperlipidemia kronik menyebabkan penimbunan lipoprotein dalam intima tempat permeabilitas endotel yang meningkat.

3) Perubahan kimia lemak diinduksi oleh radikal-radikal bebas yang di-

lepaskan oleh makrofag atau sel endotel pada dinding pembuluh darah arteri dengan LDL teroksidasi. LDL yang teroksidasi akan:
a. Dicerna oleh makrofag melalui scavenger reseptor berbeda

dengan reseptor LDL, dengan membentuk sel-sel busa b. Meningkatkan penimbunan monosit pada lesi aterosklerosis
c. Bersifat kemotaktik terhadap monosit dan mengatur ekspresi gen

untuk macrophage colony stimulating, merangsang pelepasan faktor-faktor pertumbuhan, sitokin-sitokin, dan kemokin. d. Akhirnya LDL yang teroksidasi sitotoksik terhadap sel endotel dan sel otot polos pembuluh darah dan menginduksi disfungsi sel endotel. Oksidasi LDL penting dalam proses aterosklerosis yang disokong oleh akumulasinya dalam makrofag pada semua stadium dari pertumbuhan bercak ateroma.11 Aterosklerosis memiliki dampak klinik yang sangat luas dan banyak dilakukan upaya untuk mengungkapkan kausanya. Terdapat dua hipotesis tentang aterogenesis yang dominan, yaitu menekankan proliferasi sel intima dan menekankan organisasi dan pertumbuhan repetitif trombus. Kedua pandangan kontemporer tentang patogenesis aterosklerosis menghasilkan satu konsep hipotesis respons terhadap jejas, menganggap bahwa aterosklerosis sebagai respon peradangan kronik dinding arteri yang dipicu oleh jejas endotel.

Gambar 2 Proses terjadinya aterosklerosis. Perubahan-perubahan pada dinding arteri pada hipotesis respon terhadap cedera. 1. Normal, 2. Cedera endotel dengan adhesi monosit dan platelet, 3. Migrasi monosit dari lumen pembuluh darah dan otot polos dari tunika media ke tunika intima, 4. Proliferasi sel otot polos dalam intima, 5. Terbentuknya bercak ateroma12

Faktor-Faktor Predisposisi Terjadinya Aterosklerosis Tabel 1. Faktor Resiko Untuk Aterosklerosis Resiko Mayor Pertambahan usia Lelaki Riwayat Keluarga Kelainan genetic Hiperlipidemia Hipertensi Merokok Dapat dikendalikan Resiko Minor, Tidak pasti, atau tidak terukur Kegemukan Kurang gerak Stress Defisiensi estrogen pasca menopause Asupan karbohidrat tinggi Lipoprotein Asupan lemak jenuh yang diperkeras

Tidak dapat dimodifikasi

trans Diabetes Chlamydia Pneumonia Sumber : Kumar, Cotran, Robbins. Robbins Basic Pathology. 7th ed a. Kelompok faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya mencegah aterosklerosis Usia (bertambah usia, resiko menjadi semakin tinggi, biasanya pada dekade ketiga dan keempat) Riwayat adanya penyakit keluarga (genetik) Pola perilaku dan kepribadian seseorang Jenis kelamin

b. Kelompok faktor yang mengawali terjadinya aterosklerosis Hiperlipoproteinemia Tekanan darah tinggi (hipertensi) Obesitas Diabetes mellitus

c. Kelompok faktor yang bersumber lingkungan dan perilaku Makanan yang banyak mengandung lemak jenuh, kolesterol dan sukrosa
9

Merokok berlebihan

D.

MORFOLOGI

PEMBULUH

DARAH

YANG

MENGALAMI

ATEROSKLEROSIS 1. Gambaran Makroskopik

Gambar 3. Foto makroskopik aorta dengan bercak-bercak perlemakan (tanda panah), terutama berkaitan dengan ostium pembuluh cabang12

Perubahan utama aterosklerosis adalah penebalan lapisan intima dan penimbunan lemak, yang menimbulkan bercak ateroma (Gambar 3). Pembentukan bercak ateroma didahului oleh fattysStreak yang merupakan lesi paling awal dari aterosklerosis. Biasanya fatty streak ini muncul sebagai bintik pipih berwarna kuning multiple dengan diameter kurang dari 1 mm yang menyatu dalam larikan panjang ukuran 1 cm atau lebih panjang, merupakan prekursor bercak ateroma yang sudah dibentuk sejak usia dini dan paling sering dalam dekade pertama, namun tidak semua berkembang menjadi bercak ateroma atau lesi-lesi lanjut. Bercak ateroma terdiri dari lesi fokal meninggi pada tunika intima lembut, warna

10

kekuningan dengan bagian pusat mengandung lemak yang ditutupi penutup warna putih keras yang disebut fibrous cap.

Ukuran bercak ateroma bervariasi dari 0,3-0,5 cm, kadang-kadang menyatu membentuk massa yang lebih besar. Umumnya bercak ateroma secara progresif terus menerus berubah menjadi lebih besar, ada kematian sel dan degenerasi, sintesis dan degradasi dari matriks ekstraseluler (remodeling), dan organisasi trombus.

2. Gambaran Mikroskopik

Gambar 4

Bercak perlemakan pada mencit hiperkolesterolemik eksperimental, yang memperlihatkan sel-sel busa intima dari makrofag12

Sel Busa (Foam Cell) adalah sel besar penuh lemak yang terutama berasal dari monosit darah (makrofag jaringan), tetapi sel otot polos juga dapat memakan lemak untuk menjadi sel busa. Akhirnya, terutama disekitar bagian tepi lesi, biasanya terdapat tanda-tanda neovaskularisasi (pembuluh darah halus yang berproliferasi). Fatty streak terdiri dari sel busa penuh lemak, lesi ini tidak meninggi secara bermakna sehingga tidak menyebabkan gangguan aliran darah. Kelainan ini berawal sebagai titik-titik kuning datar (fatty dots) yang garis
11

tengahnya kurang dari 1 mm yang kemudian menyatu goresan/bercak memanjang 1 cm atau lebih.

membentuk

Fatty streak ditemukan di aorta pada sebagian anak yang berusia kurang dari 1 tahun dan semua anak berusia lebih dari 10 tahun, tanpa memandang tempat tinggal, ras, jenis kelamin, atau lingkungan. Bercak perlemakan di pembuluh koroner mulai terbentuk pada masa remaja, di tempat anatomik yang sama dan kemudia cenderung membentuk plak. Hubungan antara fatty streak dan plak aterosklerosis tidak jelas walaupun bercak-bercak ini dapat berkembang menjadi precursor plak, jadi tidak semua bercak perlemakan akan menjadi lesi aterosklerotik.12

BAB III

METODE PENELITIAN
12

A. BENTUK PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental.

B. WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan selama 2 bulan, sejak bulan Desember 2011 sampai bulan Januari 2012.

C. TEMPAT PENELITIAN Penelitian akan dilakukan di laboratorium Riset Biomedik dan Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.

D. SUBYEK PENELITIAN Subyek penelitian adalah empat belas ekor wistar dewasa berumur 4-6 bulan. Wistar untuk kontrol negatif : 2 ekor Wistar untuk perlakuan : 12 ekor

E. DEFINISI OPERASIONAL
1.

Dalam penelitian ini, yang akan diambil adalah aorta mulai dari aorta ascendens, arcus aorta dan aorta thoracalis. Aorta ascendens adalah

13

pembuluh darah yang keluar dari jantung dan aorta thoracalis terdapat dalam cavun mediastinum posterior.13 2. Tikus Wistar : Salah satu strain dari Tikus wistar besar Norwegia (Rattus Norvegieus) yang biasa digunakan dalam penelitian-penelitian karena terdapat banyak kesamaan metabolism antara manusia dan tikus. Dalam penelitian ini,yang digunakan adalah tikus wistar berumur 6-8 bulan yang dipilih secara random dan dikelompokan menjadi kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.14 3. Kayu Manis : Pada penelitian ini, bagian dari kayu manis yang digunakan adalah ekstrak kayu manis. Proses ekstrak kayu manis dalam penelitian ini menggunakan metode maserasi dengan pelarut alcohol 80%. Langkah-langkah metode maserasi itu adalah: a. Sebanyak 150 gram kulit kayu manis diparut halus sehingga didapatkan bubuk. b. Kulit kayu manis sebanyak 150 gram yang telah halus (bubuk), direndam dengan alkohol 80% 1500 ml selama 5 hari terlindungi dari cahaya. Selama perendaman, setiap hari dilakukan

pengadukan selama 15 menit.


c.

Setelah direndam selama 5 hari, larutan disaring dengan kain penyaring. Hasilnya kemudian disaring lagi dengan kertas saring whartman no.42. filtrat hasil penyaringan ditempatkan dalam

14

cawan petri untuk kemudian diuapkan dalam oven dengan suhu 37C sampai didapatkan ekstrak pekat.15

Bubuk kulit kayu manis (Cinnamomum cassia presl.)

- Timbang 150 gram - Rendam dengan larutan etanol 80% selama 5 hari sambil diaduk setiap hari selama 15 menit - Saring dengan kain penyaring - Saring dengan kertas saring Whartman no.42 Debris

Filtrat Alkohol dan Air diuapkan dalam oven bersuhu 37C Ekstrak pekat

Digunakan dalam penelitian lanjut


Gambar 5. Bagan alur pembuatan ekstrak kayu manis (Cinnamomum Burmanni)15

4.

Produk Makanan berbentuk emulsi padat yang dibuat dari lemak nabati dan air, dengan atau penambahan bahan lain yang diizinkan. Dalam
15

penelitian ini digunakan margarin yang biasa dipakai sehari-hari dalam rumah tangga. Prosedur pemberian pada objek perlakuan, dengan cara memberikan margarine secara langsung kepada wistar.16

Gambar 6. Pemberian margarin secara langsung kepada wistar

F. ALAT DAN BAHAN 1. Alat : a. Perlengkapan kandang wistar b. Loyang plastik Kawat kasa Dedak padi Botol air yang disambung dengan pipet kaca

Perlengkapan perlakuan hewan uji Sarung tangan NGT pediatric no. 5 Gunting

16

Plastik untuk wadah margarine

c.

Alat untuk membuat pakan wistar (pelet) -

Wadah tempat adonan Timbangan gram Gelas ukur Lilin Cawan petri Korek Sendok Oven Pellet press

d.

Alat untuk mengambil darah Spuit injeksi 3ml Tabung berisi reagen Tempat kawat kas

e.

Alat pemrosesan jaringan Tempat otopsi Jarum Gunting Objek glass Gunting Pinset Pisau bedah Wadah tempat fiksasi dan dehidrasi
17

f.

Alat untuk pemeriksaan jaringan Mikroskop cahaya Kamera

g. 2. Bahan : a.

Timbangan wistar

Untuk membuat pakan (pelet) untuk wistar Tepung terigu Tepung jagung Tepung ikan Tepung tulang Dedak padi Vitamin C dan B Minyak goreng (minyak kelapa) Air

b. c.

Untuk fiksasi : formalin 10% Untuk perendaman paraffin (metode rutin) dan pewarnaan Aseton I Aseton II Xylol paraffin Xylol alcohol Hematoksilin eosin Entelan

d.

Aquades

G. PRINSIP PENELITIAN

18

Pemberian margarin pada wistar diharapkan akan menyebabkan perubahan histologi aorta berupa pembentukan bercak fatty streak di tandai oleh adanya sel-sel busa sebagai prekusor bercak ateroma. Diharapkan dalam waktu enam minggu setelah pemberian margarin dapat dilihat sel-sel karena untuk menginduksi aterosklerosis membutuhkan waktu lebih lama. Juga dengan pemberian ekstrak kayu manis, diharapkan sel-sel busa ini akan berkurang.16 Parameter yang digunakan ialah perubahan histology yaitu berupa penimbunan lemak yang menghasilkan sel-sel busa sebagai precursor terjadinya aterosklerosis.

H. PROSEDUR PENELITIAN 1. Pemeliharaan Wistar Empat belas tikus wistar dipelihara dalam wadah (loyang plastik yang diberi kulit kayu) selama satu minggu tanpa perlakuan sebagai proses penyesuaian agar tidak terjadi stress. Wistar diberi pakan ternak AD2 dalam bentuk pelet dan minum dari botol air yang diberi pipet kaca.

2. Pembuatan Makanan/Pakan Standar Wistar Untuk 100 Buah Pelet a. Bahan : Tepung terigu 295 gram Tepung terigu jagung 140 gram Tepung ikan 12,5 gram Tepung tulang 10 gram Dedak padi 25 gram

19

b. -

Vitamin C dan B (2:1) 2,5 gram Minyak kelapa 12,5 gram Tepung kanji 2 sendok makan Air 200 ml Cara membuat : Campur semua bahan secara merata Olah bahan-bahan tersebut menjadi adonan tepung kanji dan air dipanaskan pada suhuh 500 C kemudian dicampur dengan bahan lain

Setelah adonan tercampur rata kemudian dibuat pelet standar dengan menggunakan alat pembuat pelet (pelet press)

c. -

Penentuan rata-rata berat pakan : Timbang 100 pelet Tentukan berat pelet rata-rata (mean) Tentukan standar deviasi berat pelet Pelet yang digunakan adalah yang beratnya tidak lebih dari satu standar deviasi di bawah atau di atas mean

4. Penentuan Dosis Margarin Rekomendasi diet lemak untuk tikus wistar per hari adalah 5% artinya terdapat 5 gram lemak dalam 100 gram makanan per pakannya.20 Jika konsumsi makan untuk tikus wistar adalah 100 gr/kg/hari, maka berat pakan yang dikonsumsi tikus wistar dengan berat rata-rata 130 gram adalah : Berat Pakan per hari = 100 x (130/1000) = 13 gr/hari

20

Jadi, banyaknya lemak dalam 13 gram pakannya 5% x 3gr = 0,65 gr Jika diketahui nilai lemak margarin adalah 81 gr dalam 100 gr bahan makanan, maka dosis normal lemak dari margarin untuk konsumsi tikus perhari adalah 0,65 x 0,81 = 0,52 gr Supaya dapat menginduksi terjadinya fatty streak pada dinding aorta tikus wistar maka diberikan margarin sebanyak 5 gr per hari.17

6. Penentuan Dosis Ekstrak Kayu Manis Pemberian dosis ekstrak kayu manis pada tikus wistar adalah 15 mg per kg berat badan (0,015mg/grBB) dalam 28 hari. Berat tikus wistar rata-rata 150 gram, dosis ekstrak kayu manis pada wistar adalah 150 gr x 0,15 mg = 2,25 mg Jadi, untuk setiap ekor tikus wistar kelompok perlakuan akan diberikan ekstrak kayu manis sebanyak 2,25 mg.18

7. Cara Pemberian Ekstrak Kayu Manis Ekstrak kayu manis akan diberikan dengan menggunakan NGT pediatric no. 5 selama waktu penelitian 5 minggu.

8. Perlakuan Hewan Uji a. Hewan uji berjumlah empat belas ekor wistar yang dibagi menjadi empat kelompok perlakuan:

21

Kelompok A: Terdiri atas dua ekor wistar yang tidak diberikan perlakuan sebagai kelompok kontrol negatif dengan hanya diberikan makan pelet biasa (pakan standar). Terminasi dilakukan pada akhir minggu ke 4 (hari ke-28). Sebelum diterminasi dilakukan penimbangan berat badan dan pengukuran kolesterol darah. Kelompok B: Terdiri atas empat ekor wistar yang diberikan margarin 2,25gr/hari selama 28 sebagai kelompok kontrol positif. Sebelum diterminasi dilakukan penimbangan berat badan dan pengukuran kolesterol darah. Kelompok C: Terdiri atas empat ekor tikus wistar yang diberi margarin 5gr/hari selama 28 minggu pertama dan dilanjutkan dengan pemberian ekstrak kayu manis 2,25mg/hari selama 7 hari. Sebelum diterminasi dilakukan penimbangan berat badan dan pengukuran kolesterol darah. Kelompok D: Terdiri atas empat ekor wistar yang diberikan margarin 2,25gr/hari bersamaan dengan pemberian ekstrak kayu manis 2,25mg/hari selama 28 hari. Sebelum diterminasi dilakukan penimbangan berat badan dan pengukuran kolesterol darah.
b. Penelitian dilaksanakan selama 42 hari. Pada hari ke 42 dilakukan

terminasi kemudian masing-masing kelompok diambil satu ekor wistar dipilih secara acak untuk diambil jantung serta aortanya lalu dibandingkan secara makroskopik dan mikroskopik. Pengukuran Pengukuran kolesterol

22

sebelum perlakuan dilakukan dengan cara mengambil darah tepi dari tikus wistar. Darah tepi diambil dengan cara membuat luka pada kaki tikus wistar kemudian darahnya diteteskan pada stik alat periksa kolesterol. Setelah perlakuan pemeriksaan kolesterol tikus wistar dilakukan dengan mengambil 3 ml darah tikus wistar perlakuan dan kontrol, masing-masing diambil langsung dari jantung setelah terlebih dahulu tikus diinhalasi dengan eter kurang lebih 10 menit (lihat gambar 7). Kemudian diperiksa menggunakan alat.

Gambar 7. Wistar dimasukkan ke dalam wadah yang ditetesi eter

c. Pengukuran BB dilakukan sebelum perlakuan pada minggu pertama (hari-

1), akhir minggu keempat (khusus kelompok A, B, C1, dan D), dan pada hari terakhir (hari-56) sebelum semua kelompok perlakuan dan kontrol diterminasi.

Kelompok A (kontrol negatif)


23

Pemberian pelet standar

Hari

0------------------------------------------------ 28

Parameter

Timbangan BB awal

Timbangan BB akhir Ukur Kolesterol darah Terminasi histo PA

24

Kelompok B (kontrol positif) Pemberian margarin sebanyak 5gr/hari dalam bentuk pelet margarin.
Margarin

Hari

0--------------------------------------------------- 28

Parameter

Timbangan BB awal

Timbangan BB akhir Ukur Kolesterol Darah Terminasi histo PA

25

Kelompok C (perlakuan) Pemberian margarin 5gr/hari sampai hari ke 28 (terminasi margarin) dan dilanjutkan dengan pemberian ekstrak kayu manis 3mg/hari sampai hari ke 35

Hari

0------------------------28---------------------- 35 Margarin | Ekstrak kayu manis Parameter Timbangan BB awal Timbangan BB akhir Ukur Kolesterol Darah Terminasi histo PA

26

Kelompok D (perlakuan) Pemberian margarin 5 gr/hari dan ekstrak kayu manis 3mg/hari secara bersamaan sampai hari ke 28
Margarin & ekstrak kayu manis

Hari

0------------------------------------------------ 28

Parameter

Timbangan BB awal

Timbangan BB akhir Ukur Kolesterol Darah Terminasi histo PA

7. Pengambilan Jaringan Dan Persiapan Pewarnaan


a. Wistar di anestesi dengan menggunakan eter 2 ml secara inhalasi,

selanjutnya diterminasi. Dilakukan pembedahan pada wistar untuk memperoleh jantung serta aortanya (lihat gambar 8).

27

Gambar 8. Tikus wistar diterminasi

b. Fiksasi organ pada larutan formalin 10% selama 1 hari. c. Dehidrasi oleh: alcohol I (1 jam), alcohol II (1 jam), alcohol I(1 jam), lalu xylol II(1 jam).
d. Sediaan ditaruh dalam keset kemudian direndam dalam paraffin cair

yang diletakkan dalam incubator dengan suhu 60-700C selama 12-18 jam. e. Dinginkan dalam bentuk blok-blok. f. Dilakukan pemotongan dengan menggunakan mikrotom setebal 5-6 mikron. g. Potongan-potongan tipis yang semula menggulung tersebut diletakkan dalam air pada waterbath yang telah dihangatkan sehingga potonganpotongan tersebut mengembang/terbuka.

28

h. Potongan-potongan yang telah mengembang direkatkan secara hatihati pada objek glass, lalu dikeringkan. i. Sediaan awal dikembalikan ke incubator hingga sisa-sisa paraffin yang ada di objek glass mencair dan jatuh lalu menyisikan jaringan. 9. Pewarnaan Pewarnaan menggunakan hematoksilin eosin yang telah direkatkan pada objek glass, dikeringkan, lalu dicelupkan berturut-turut ke dalam: a. Alkohol 95% dalam 3 wadah (1 wadah 10 kali celup) b. Aquades, 1 wadah (10 kali celup) c. Hematoksilin (3-5 menit) d. Aquades, 4 wadah e. Esosin (5 menit) f. Alcohol 95%, 4 wadah. g. Sediaan dikeringkan, tetesi dengan pelekat entelan lalu ditutup dengan objek glass h. Sediaan aorta siap diperiksa di bawah mikroskop

29

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. PENGUKURAN BERAT BADAN SERTA KADAR KOLESTEROL DARAH TIKUS Berdasarkan pengukuran berat badan pada masing masing tikus mengalami kenaikan saat dilakukan penimbangan, baik pada kelompok tikus A kontrol negatif yang hanya diberikan pakan pellet biasa maupun pada kelompok tikus yang diberikan perlakuan dengan pemberian margarin dan ekstrak kayu manis (kelompok B, C, dan D). Kenaikan berat badan yang tertinggi terjadi pada kelompok B yang mendapat perlakuan pemberian margarin selama 28 hari (lihat Tabel 4). Pada minggu ke 4 nilai kadar kolesterol darah kelompok A terjadi penurunan, sedangkan kelompok B, C, dan D terjadi peningkatan. Peningkatan nilai kolesterol darah yang tertinggi terdapat pada kelompok B yang diberikan margarin selama 28 hari. Pada kelompok C terjadi penurunan kadar kolesterol darah setelah pemberian margarin selama 28 hari dan dilanjutkan dengan pemberian ekstrak kayu manis selama 7 hari. Kelompok D dengan pemberian

30

margarin dan ekstrak kayu manis secara bersamaan selama 28 hari tidak terjadi penurunan kadar kolesterol darah (tabel 3).

Tabel 2. Perubahan berat badan tikus wistar sebelum dan sesudah perlakuan serta nilai kadar kolesterol darah sebelum dan sesudah perlakuan. Kelompok Tikus BB awal sebelum perlakuan(gr Kontrol Perlakuan A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2 ) 173,87 181,54 183,66 156,37 121,98 157,05 169,76 145,34 BB akhir sebelum terminasi(gr) 192,4 203,2 232,5 171,21 134,8 160,23 171,01 150,9 Nilai kolesterol darah awal(mg/dl) 150,7 197,8 189,67 167,09 137,9 145,7 156,67 134,32 Nilai kolesterol darah akhir(mg/dl) 170,4 201,78 212,45 180,09 124,9 141,09 171,89 154,5

B. GAMBARAN MAKROSKOPIK AORTA TIKUS WISTAR

31

Gambar 9. Gambaran makroskopik aorta kelompok A

Gambar 10. Gambaran makroskopik aorta kelompok B

Gambar 11. Gambaran makroskopik aorta kelompok C

Gambar 12. Gambaran makroskopik aorta kelompok D

1. Kelompok A Pada kelompok A gambaran makroskopik aorta tikus wistar tidak terjadi perubahan ataupun kelainan. Aorta ascendens, arcus aorta dan aorta thoracalis tidak mengalami pengerasan dan warnanya terlihat normal yaitu merah muda (lihat gambar 9).

2. Kelompok B Pada kelompok B gambaran makroskopik aorta tikus wistar tidak terjadi perubahan ataupun kelainan. Aorta ascendens, arcus aorta dan aorta thoracalis tidak mengalami pengerasan dan warnanya terlihat normal yaitu merah muda (lihat gambar 10). 3. Kelompok C

32

Gambaran makroskopik tikus wistar pada kelompok C terlihat aorta ascendens, arcus aorta dan aorta thoracalis tampak normal. Warna aorta normal merah muda dan tidak terjadi pengerasan (lihat Gambar 11).

4. Kelompok D Gambaran makroskopik dari kelompok D dilihat aorta ascendens, arcus aorta dan aorta thoracalis tampak normal tidak ada pengerasan dan memiliki warna normal merah muda. Panjang aorta masing masing tikus 3 cm (gambar 12).

C. GAMBARAN MIKROSKOPIK AORTA TIKUS WISTAR 1. Kelompok A Gambaran mikroskopik aorta pada kelompok A menunjukan lapisan aorta yang masih normal. Tampak aorta terdiri dari 3 lapisan yaitu tunika intima, tunika media, dan tunika adventitia (gambar 13). Tidak ada sel sel busa yang terbentuk baik pada tunika intima maupun tunika media pada aorta wistar (gambar 14).

33

Gambar 13. Gambaran mikroskopik potongan melintang aorta wistar kelompok A dengan pembesaran 4 X 10.

Gambar 14. Gambaran mikroskopik potongan melintang aorta wistar kelompok A dengan pembesaran 20 X 10

2. Kelompok B perlakuan Gambaran mikroskopik aorta wistar kelompok B menunjukkan adanya makrofag berfoam (sel sel busa) yang terlihat pada tunika intima dan tunika media (gambar 15).

34

Gambar 15. Gambaran mikroskopik potongan melintang aorta wistar kelompok B dengan pembesaran 4 X 10

Gambar 16. Gambaran mikroskopik potongan melintang aorta wistar kelompok B dengan pembesaran 40 X 10. Terlihat adanya makrofag berfoam (sel - sel busa) pada tunika media dan tunika intima (Panah biru)

3. Kelompok C
35

Pada kelompok perlakuan dengan pemberian margarin selama 28 hari dan kemudian dilanjutkan dengan ekstrak kayu manis selama 7 hari menunjukkan gambaran mikroskopik aorta yang normal tanpa adanya sel busa (gambar 17). Terlihat baik pada tunika intima maupun tunika media tidak terdapat makrofag berfoam (sel sel busa) seperti pada kelompok lainnya (gambar 18).

Gambar 17. Gambaran mikroskopik potongan melintang aorta wistar kelompok C pembesaran 4 X 10 dengan pemberian margarin selama 28 hari dan dilanjutkan dengan ekstrak kayu manis selama 7 hari. Terlihat tunika intima dan tunika media normal tanpa adanya sel busa

36

Gambar 18. Gambaran mikroskopik potongan melintang aorta wistar kelompok C pembesaran 40 X 10 dengan pemberian margarin selama 28 hari dan dilanjutkan dengan ekstrak kayu manis selama 7 hari. Tampak tunika intima dan tunika media tanpa makrofag berfoam

4.

Kelompok D

Gambaran mikroskopik kelompok D menunjukkan masih adanya sel sel busa pada dinding aorta (gambar 19). Baik pada tunika media maupun tunika intima terdapat sel sel busa seperti pada kelompok B kontrol positif dengan pemberian margarine selama 28 hari (gambar 20).

37

Gambar 19. Gambaran mikroskopik potongan melintang tikus kelompok D dengan pemberian margarin bersama ekstrak kayu manis selama 28 hari pembesaran 10 X 40. Masih terlihat banyak makrofag berfoam pada dinding aorta

Gambar 20. Gambaran mikroskopik potongan melintang tikus kelompok D dengan pemberian margarin bersama ekstrak kayu manis selama 28 hari pembesaran 40 X 40. Pada tunika media dan tunika intima masih terdapat banyak sel sel busa (panah biru).

38

BAB V PEMBAHASAN

Peningkatan berat badan yang terjadi pada tikus wistar kelompok A kontrol negatif disebabkan oleh pemberian makanan secara teratur yang juga menjadi penyebab menurunnya kadar kolesterol darah pada kelompok tersebut. Pada gambaran mikroskopis kelompok A kontrol negatif tidak menunjukkan terbentuk sel sel busa akibat penumpukan lemak baik pada tunika intima dan tunika media, hal ini terjadi karena kelompok A hanya diberikan pelet standar tanpa makanan tambahan. Hasil yang terdapat pada tikus wistar kelompok A menunjukkan gambaran aorta yang normal tanpa adanya kelainan mikroskopis berupa penimbunan sel sel busa.

39

Kelompok B mengalami kenaikan berat badan yang dilihat dari perbedaan nilai pengukuran awal sebelum dilakukan perlakuan dan setelah diberikan perlakuan selama 28 hari dengan pemberian margarin. Hal ini disebabkan oleh karena konsumsi margarin yang mengandung kolesterol tinggi secara terus menerus sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa konsumsi lemak yang berlebihan dapat meingkatkan berat badan dan kadar kolesterol dalam darah. Pada gambaran mikroskopik aorta tikus wistar menunjukkan adanya sel sel busa dari tunika intima sampai ke tunika media dan ini seiring dengan adanya peningkatan kolesterol darah pada tikus perlakuan (tabel 4). Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa hiperlipidemia merupakan salah satu faktor yang penting dalam menyokong terjadinya aterosklerosis, terutama lemak jenis LDL. Reseptor LDL adalah protein pada membrane sel yang bertanggung jawab atas penyerapan partikel LDL, sedangkan partikel LDL berfungsi mengangkut molekul kolesterol di dalam sirkulasi darah. Akibat menurunnya jumlah reseptor LDL di hati, maka laju penyerapan LDL oleh hati pun menurun dan selanjutnya terjadi penumpukan LDL dalam sirkulasi darah kemudian terjadi

hiperkolesterolemia. Hiperlipidemia kronis, terutama hiperkolesterolemia, dapat secara langsung mengganggu fungsi endotel melalui peningkatan pembentukan radikal bebas oksigen yang mendeaktivasi nitrat oksida, faktor utama pelemas endotel. Pada hiperlipidemia kronis, terjadi penimbunan lipoprotein di dalam intima di tempat yang permeabilitas endotelnya meningkat. Perubahan kimiawi lemak yang dipicu oleh radikal bebas yang dihasilkan dalam makrofag atau sel endotel di dinding arteri akan menghasilkan LDL teroksidasi (termodifikasi). LDL teroksidasi ditelan oleh makrofag melalui scavenger receptor (reseptor penyapu),

40

yang berbeda dengan reseptor LDL, sehingga terbentuk sel busa dan meningkatkan aku-mulasi monosit di lesi.12,19 Kelompok C dengan perlakuan pemberian margarin selama 28 hari dan dilanjutkan oleh pemberian ekstrak kayu manis selama 7 hari, terjadi peningkatan berat badan karena konsumsi lemak yang berlebihan sehingga banyaknya lemak yang dikonsumsi oleh tikus wistar. Pengukuran kadar kolesterol darah kelompok C menunjukkan adanya penurunan. Hal ini disebabkan oleh pemberian ekstrak kayu manis selama 7 hari setelah dihentikan pemberian margarin. Ekstrak kayu manis mengandung

sinamaldehid yang merupakan turunan senyawa fenol juga mengandung flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan. Sinamaldehid yang merupakan turunan senyawa fenol ini berfungsi mengurangi permeabilitas endotel sehingga mengurangi invasi LDL yang teroksidasi oleh radikal bebas ke dalam tunika intima. Flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan menangkap terbentuknya LDL yang teroksidasi karena ditelan oleh makrofag dan juga menghambat proses oksidasi LDL yang menempel pada endotel aorta sehingga mengurangi terjadinya penimbunan sel sel busa.18,20 Hasil pengukuran berat badan tikus wistar pada kelompok D sebelum dan sesudah perlakuan menunjukkan peningkatan. Hal ini juga terjadi karena tikus wistar pada kelompok D diberikan margarin selama 28 hari. Pemberian ekstrak kayu manis bersamaan dengan margarin selama 28 hari tidak menunjukkan hasil seperti pada kelompok C yang terjadi penurunan jumlah sel busa. Peningkatan kadar kolesterol darah pada kelompok D dan masih terdapatnya sel sel busa

41

pada gambaran mikroskopik dari aorta tikus wistar kelompok D. Hal ini, menurut peneliti, mungkin disebabkan oleh pemberian dosis ekstrak kayu manis yang digunakan mungkin belum cukup untuk mencegah terjadinya sel busa dengan penggunaan margarin sebanyak 5gr/hari sehingga senyawa sinamaldehid dan flavonoid dalam ekstrak kayu manis tidak dapat memberikan efek protektif terhadap epitel aorta tikus wistar dari terbentuknya sel busa.

BAB VI PENUTUP

Kesimpulan Aorta tikus wistar yang diberikan margarin menunjukkan adanya sel sel busa dari tunika intima sampai ke tunika media dan dengan pemberian ekstrak kayu manis dapat mengurangi sampai menghilangkan el sel busa. Pemberian ekstrak kayu manis bersamaan dengan margarin tidak memberikan efek penurunan jumlah sel busa.

42

Saran
1. Perlu dilakukan penelitian dengan dosis ekstrak kayu manis yang berbeda

beda (dinaikkan atau diturunkan) untuk pemberian bersamaan dengan margarin.


2. Perlu dilakukan penelitian dengan jumlah sampel lebih banyak dengan

waktu penelitian yang lebih lama untuk hasil yang lebih bermakna secara statistik.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Ee, J.K. The Life of Spice; Cloves, Nutmeg, Pepper, Cinnamon. Available from:http://findarticles.com/p/articles/mi_m1310/is_1984_June/ai_328973 Accessed at: Nov 10th 2011.

2.

Wikipedia,

the

Free

Encyclopedia.

Cinnamon.

Available

from:

http://en.wikipedia.org/wiki/Cinnamon. Accessed at: Nov 10th 2011.

43

3.

Manning

D.

Health

Benefits

of

Cinnamon.

Available

from

www.philcheung.com/Health/CINN.htm. Accessed at: Feb 4th 2012. 4. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson. Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Edition. Ch.235; The Pathogenesis, Prevention, and Treatment of Atherosclerosis. USA. 2008. 5. Sunanto H. 100 Resep Sembuhkan Hipertensi, Asam Urat, Dan Obesitas. 2009:84. 6. Winarto WP, Karyasari T. Memanfaatkan bumbu dapur untuk mengatasi aneka penyakit. PT Agromedia Pustaka. 2003:37-39. 7. Zoladz P, Raudenbush B, S. Health Benefits Of Cinnamon. From a paper presented at the annual meeting of the Association for Chemoreception Sciences, held in Sarasota, FL, April 21-25, 2004. Available from : http://indepthinfo.com/cinnamon/health.shtml. Accessed at: Feb 4th 2012. 8. Apriyantono, Anton. Titik Kritis Kehalalan Mentega dan Margarin. Available from: http://lppommuikaltim.multiply.com/journalitem/38.

Accessed at: Nov 14, 2011. 9. Polteckwe. Minyak Sawit dan Aterosklerosis. Available from:

http://politeknikcitrawidyaedukasi.wordpress. Accessed at: Nov 14, 2011. 10. Anonymous. Yang Perlu Anda Ketahui Tentang Lemak Trans. Available from: http://www.medicastore.com. Accessed at: Nov 14, 2011.

44

11.

Lintong P. Makalah Patogenesis Aterosklerosis. Manado: Laboratorium Patologi Anatomi FK UNSRAT. 2008:9-10

12.

Robbins, Contra, Kumar. Buku Ajar Patologi Volume 2 Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007: 366-381

13.

Nuswantari, Dyah. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. Jakarta: PT Buku Kedokteran EGC. 1998

14.

Gad, shaynes & Chengelis, Christopher. Animal Model In Toxicologi. Library of Congress Cataloging in Publication Data. Amerika. 1992:21-35

15..

PKM Kayu Manis. Diversifikasi pemanfaatan secara tradisional kulit kayu manis (cinnamomum Accessed burmanii) at: Nov sebagai 15, produk 2011. pangan yang from:

menyehatkan.

Available

http://www.scribd.com 16. Muchtadi, Deddy. Margarin dan Penurunan Kadar Kolesterol. Accessed at: Nov 15, 2011. Available from: http://web.ipb.ac.id 17. Aryani. Gambaran Histologi Aorta Tikus Wistar Setelah Pemberian Margarin. FK UNSRAT. 2009:34-35 18. Azima, Fauzan. Potensi Anti-Hiperkolesterolemia Ekstrak Cassia Vera (Cinnamomum Burmanni). Jurnal Teknol dan Industri Pangan, Vol XV, No. 2. 2004 19. Benheman, Kliegma, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003: 2019

45

20.

Fuhrman B, Aviram M. Flavonoids Protect LDL From Oxidation and Attenuate Atherosclerosis. Curr Opin Lipidol. 2001 Feb:12(1):41-8. Review. PubMed: 11176202

46

You might also like