You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi budaya, meluas keamanan dan sampai masalah sosial, ekonomi,

ketahanan nasional.

Penyakit kusta sampai saat ini

masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal inidise babkan masih kurangnya pengetahuan/pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya. Kusta menyebar luas ke seluruh dunia, dengan sebagian besar kasus terdapat di daerah tropis dan subtropis, tetapi dengan adanya perpindahan penduduk maka penyakit ini bisa menyerang dimana saja. Pada umumnya penyakit kusta terdapat di negara berkembang, dan sebagian penderitanya adalah dari golongan ekonomo lemah. Hal ini sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai di bidang kesehatan, pendidikan,

kesejahteraan sosial ekonomi kepada masyarakat. Hal ini kemudian menyebabkan penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, disamping besarnya masalah sosial yang ditimbulkan oleh penyakit ini memerlukan perhatian yang serius. Dalam hal ini disebabkan rasa takut, malu dan isolasi sosial berkaitan dengan penyakit ini. Laporan tentang kusta lebih kecil daripada sebenarnya, dan beberapa negara enggan untuk melaporkan angka kejadian kusta sehingga jumlah yang sebenarnya tidak diketahui. Melihat besarnya manifestasi penyakit ini maka perlu dilakukan suatu langkah penanggulangan.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Sinonim Morbus Hansen juga dikenal dengan nama lepra, penyakit kusta, leprosy, Hansens disease, dan Hanseniasis.

2.2. Definisi Penyakit kusta (Penyakit Hansen) adalah infeksi granulomatuosa kronik pada manusia yang menyerang jaringan superfisial, terutama kulit dan saraf perifer. Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejalagejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen. Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, Penyakit ekonomi, kusta sebagai

budaya, keamanan dan ketahanan nasional.

pada umumnya sering dijumpai di negara-negara yang sedang berkembang

akibat keterbatasan kemampuan negara dalam pemberian pelayanan kesehatan yang baik dan memadai kepada masyarakat. Penyakit kusta sampai saat ini Hal ini

masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan.

disebabkan masih kurangnya pengetahuan/pengertian, kepercayaan yang keliru terhadapkusta dan cacat yang ditimbulkannya

2.3. Etiologi Mycobacterium leprae merupakanagen causal pada lepra. Kuman ini berbentuk batang tahan asam yang termasuk familia Mycobacteriaeceae atas dasar morfologik, biokimia, antigenik, dan kemiripan genetik dengan mikobakterium
2

lainnya. Bentuk bentuk kusta yang dapat kita lihat dibawah mikroskop adalah bentuk utuh, bentuk pecah pecah ( fragmented ), bentuk granular (granulated ), bentuk globus dan bentuk clumps.

2.4. Epidemiologi a. Distribusi Menurut Geografi Sebagian besar kasus lepra terjadi pada wilayah dengan iklim tropis. Berdasarkan data yang diperoleh dari WHO pada akhir tahun 2006 didapatkan jumlah pasien kusta yang teregistrasi sebanyak 224.727 penderita. Dari data tersebut didapatkan jumlah pasien terbanyak dari benua Asia dengan jumlah terdaftar sebanyak 116.663 dan dari data didapatkan India merupakan negara dengan jumlah penduduk terkena kusta terbanyak dengan jumlah 82.901 penderita. Sementara Indonesia pada 2006 tercatat memiliki jumlah penderita sebanyak 22.175 (WHO)

b. Distribusi Menurut Faktor Manusia 1) Etnik dan Suku Jika diamati dalam satu negara atau wilayah yang sama kondisi lingkungannya ternyata perbedaan distribusi dapat terjadi karena faktor etnik.Di Myanmar kejadian kusta lepromatosa lebih sering terjadi pada etnik Burmadibandingkan dengan etnik India. Situasi di Malaysia juga

mengindikasikan hal yangsama: kejadian kusta lepromatosa lebih banyak pada etnik China dibandingkan etnik Melayu atau India. Demikian pula dengan kejadian di Indonesia etnik Madura dan Bugis lebih banyak menderita kusta dibandingkan etnik Jawa atau Melayu 2) Faktor Sosial Ekonomi Sudah diketahui bahwa faktor sosial ekonomi berperan penting dalam kejadiankusta. Hal ini terbukti pada negara -negara di Eropa. Dengan adanya peningkatan sosialekonomi, maka kejadian kusta sangat cepat menurun, bahkan hilang. Kasus kusta im por pada negara tersebut ternyata tidak menularkan kepada orang yang sosial ekonomi tinggi. c. Distribusi Menurut Umur Kusta diketahui terjadi pada semua u m u r b e r k i s a r a n t a r a b a yi s a m p a i u m u r t u a ( 3 m i n g g u s a m p a i l e b i h d a r i 7 0 t a h u n ) . Namun yang terbanyak adalah pada usia muda dan produktif.

d. Distribusi Menurut Jenis Kelamin Kusta dapat mengenai laki-laki dan perempuan. Menurut catatan sebagian besar negara di dunia kecuali di beberapa negara di Afrika menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak terserang dibandingkan wanita. Relatif rendahnya kejadian kusta pada perempuan kemungkinan karena faktor lingkungan atau faktor biologi.

2.5. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Morbus Hansen a) Sumber Penularan Hanya manusia satusatunya sampai saat ini yang dianggap sebagai sumber pe nularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada armadillo, simpanse, dan pada telapak kaki tikus yang tidak mempunyai kelenjar thymus. b) Cara Penularan Kuman kusta mempunyai masa inkubasi selama 2-5 tahun, akan tetapi dapat juga bertahun-tahun. Penularan terjadi apabila M. Leprae yang utuh (hidup) keluar dari tubuh penderita dan masuk ke dalam tubuh orang lain. Belum diketahui secara pasti bagaimanacara penularan penyakit kusta. Secara teoritis penularan ini dapat terjadi dengan carakontak yang lama dengan penderita. Penderita yang sudah minum obat sesuai dengan regimen WHO tidak menjadi sumber penularan bagi orang lain Tempat masuk kuman kusta ke dalam tubuh pejamu sampai saat ini belum dapatdipastikan. Diperirakan cara masuknya adalah melalui saluran pernapasan bagian atasdan melalui kontak kulit yang tidak utuh c) Pejamu Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah kontak dengan penderita,h a l i n i d i s e b a b k a n k a r e n a a d a n y a i m u n i t a s . Sebagian

besar (95%) manusia kebal terhadap kusta, hampir sebagian kecil (5%)dapat ditulari. Dari 5% yang tertular tersebut, sekitar 70% dapat sembuh sendiri danhanya 30% yang dapat menjadi sakit.

2.6. Gambaran Klinis Keluhan utama biasanya sebagai akibat kelainan saraf tepi, yang dalam hal inidapat berupa bercak pada kulit yang mati rasa, rasa tebal, kesemutan, kelemahan otot-ototdan kulit kering akibat gangguan pengeluaran kelenjar keringat. Gejala klinis yang terjadidapat berupa kelainan pada saraf tepi, kulit, rambut, otot, tulang, mata, dan testis. Klasifikasi kusta menurut Ridley dan Jopling:
5

1. Tipe Tuberkuloid (TT) Lesi ini mengenai baik kulit maupun syaraf, jumlah lesi bisa satu atau beberapa,d a p a t b e r u p a m a k u l a atau plakat lesi

yang berbatas jelas dan yang regresi atau central

p a d a b a g i a n t e n g a h d a p a t ditemukan healing. Permukaan lesi dapat

bersisik

dengantepi yang meninggi, bahkan dapat menyerupai gambaran psoriasis atau tinea sirsinata.Dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot, dan sedikitrasa gatal. Tidak adanya kuman merupakan tanda terdapatnya respon imun pejamu yangadekuat terhadap kuman kusta. 2. Tipe Borderline Tuberkuloid Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa makula atau plakat yang sering disertai lesi satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau beberapa, tetapigamb aran hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas tipe TT. Adanyagangguan saraf tidak seberat tipe TT dan biasanya asimetris. Lesi satelit biasanya ada danterletak dekat saraf perifer yang menebal. 3. Tipe Mid Borderline (BB) Merupakan tipe yang paling tidak stabil, disebut juga sebagai bentuk dismorfik dan jarang dijumpai. Lesi sangat bervariasi, dapat berbentuk makula infiltra tif, permukaan lesi dapat mengkilap dan batas lesi kurang jelas. Ciri khasnya adalah lesi punched out, yaitu, suatu lesi hipopigmentasi dengan bagian tengah oval dan berbatas jelas. 4. Tipe Borderline Lepromatous (BL) Secara klasik lesi dimulai dengan makula, awalnya sedikit dan dengan cepat menyebar ke seluruh badan. Walaupun masih kecil, papul dan nodul lebih tegas dengan distribusi lesi yang hampir simetris dan beberapa nodul nampaknya melekuk pada bagian be

tengah. Lesi bagian tengah sering tampak normal dengan infiltrasi di pinggir dan

berapa tampak seperti punched out. Tanda-tanda kerusakan saraf lebih cepat muncul dibandingkan dengan tipe LL.
6

5. Tipe Lepromatous Leprosy (LL) Jumlah lesi pada tipe ini sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih eritematus, berkilap, berbatas tidak tegas, dan pada stadium dini tidak ditemukan anestesidan anhidrosis. Distribusi lesi khas, yakni di daerah wajah, mengenai dahi, pelipis, dagu,cuping telinga; sedangkan di badan mengenai bagian badan yang dingin, seperti lengan,punggung tangan, dan ekstensor tungkai. Pada stadium lanjut, tampak penebalan kulit

yang progresif, cuping telinga menebal, facies leonina, madarosis, iritis, keratitis,defo rmitas pada hidung, pembesaran kelenjar limfe, dan orkitis yang selanjutnya dapat menjadi atrofi testis. Kerusakan saraf yang luas menyebabkan

gejala stocking and gloveanesthesia dan pada stadium lanjut serabut-serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin atau fibrosis yang menyebabkan anastesi dan pengecilan otot tangan dan kaki.

2.7. Pemeriksaan Pasien a. Pemeriksaan Saraf Tepi N. Aurikularis Magnus

Pasien disuruh menoleh ke samping semaksimal mungkin, maka saraf yang terlibat akan terdorong oleh otot di bawahnya sehingga acapkali sudah bisa terlihat bila saraf membesar. Dua jari

pemeriksa diletakkan di atas

persilangan jalannya saraf

tersebutd e n g a n a r a h o t o t . B i l a a d a p e n e b a l a n , m a k a p a d a p e r a b a a n s e c a r a s e k s a m a a k a n menemukan jaringan seperti kabel atau kawat. Jangan lupa membandingkan antara yang kiri dan yang kanan N. Ulnaris

Tangan yang diperiksa harus santai, sedikit fleksi dan sebaiknya diletakkan diatassatu tangan pemeriksa. Tangan pemeriksa yang lain meraba lekukan di bawah si ku(sulkus nervi ulnaris) dan merasakan, apakah ada penebalan atau tidak. Perlu

dibandingkan antara yang kanan dan yang kiri untuk melihat adanya perbeedaan atau tidak N. Paroneus Lateralis

Pasien duduk dengan kedua kaki menggantung, diraba di sebelah lateral daric apitulum fibulae, biasanya sedikit ke posterior. b. Tes Fungsi Saraf Tes Sensoris

Gunakan kapas, jarum, serta tabung reaksi berisi air hangat dan dingin. -. Rasa Raba Sepotong kapas yang dilancipkan ujungnya digunakan untuk memeriksa perasaan rangsang raba dengan menyinggungkannya pada kulit. Pasien

yangdiperiksaharusduduk p a d a w a k t u d i l a k u k a n p e m e r i k s a a n . T e r l e b i h d a h u l u p e t u g a s m e n e r a n g k a n b a h w a bilamana merasa disinggung bagian tubuhnya dengan kapas, ia harus menunjukkan kulityang disinggung dengan jari telunjuknya dan dikerjakan dengan mata terbuka. Bilamana hal ini telah jelas, maka ia diminta menutup matanya, kalau perlu matanya ditutup dengansepotong kain. Selain diperiksa pada lesi di kulit sebaiknya juga diperiksa pada kulit yangsehat. Bercak pada kulit harus diperiksa pada bagian tengahnya. -. Rasa Nyeri Diperiksa dengan memakai jarum. Petugas menusuk kulit dengan ujung jarumyang tajam dan dengan pangkal tangkainya yang tumpul dan pasien harus mengatakantusukan mana yang tajam dan mana yang tumpul. -. Rasa Suhu D i l a k u k a n d e n g a n m e n g g u n a k a n 2 t a b u n g r e a k s i , ya n g s a t u b e r i s i a i r p a n a s (sebaiknya 40C), yang lainnya air dingin (sebaiknya sekitar 20C). Mata pasien ditutup atau menoleh ke tempat lain, lalu bergantian kedua tabung tersebut ditempelkan pada daerah kulit yang dicurigai. Sebelumnya

dilakukan kontrol pada kulit yang sehat. Bila pada daerah tersebut pasien salah menyebutkan sensasi suhu, maka dapat disebutkan sensasi suhu di daerah tersebut terganggu

Tes Otonom

Untuk melihat ada tidaknya dehidrasi di daerah lesi yang dapat jelas dan dapat pula tidak. 1.Tes dengan pensil tinta Pensil tinta digariskan mulai dari bagian tengah lesi yang

dicurigai terus sampaike daerah kulit normal.

2.Tes pilokarpin Daerah kulit pada makula dan perbatasannya disuntik dengan pilokarpin subkutan.Setelah beberapa menit tampak daerah kulit normal berkeringat, sedangkan daerah lesi tetap kering. Tes Motorik

Mula-mula periksa gerakan dari motorik yang akan diperiksa: - Periksa fungsi saraf ulnaris dengan merapatkan jari kelingking

pasien. Peganglah jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis pasien, lalu mintalah pasien untuk merapatkan jari kelingkingnya. Jika pasien dapat merapatkan jari kelingkingnya, taruhlah kertas diantara jari kelingking dan jari manis, mintalah pasien untuk menahan kertas tersebut. Bila pasien

mampu menahan coba tarik kertas tersebut perlahan untuk men g e t a h u i k e t a h a n a n ototnya. - Periksa fungsisaraf medianus dengan meluruskan ibu jari ke atas. Minta pasien mengangkat ibu jarinya ke atas. Perhatikan ibu jari apakah benar-benar bergerak ke atasdan jempolnya lurus. Jika pasien dapat melakukannya, kemudian tekan atau dorong ibu jari pada bagian telapaknya.

- Periksa fungsi saraf radialis dengan meminta pasien untuk menggerakkna pergelangan tangan ke belakang. Uji kekuatan otot dengan mencoba menahan gerakan tersebut. - Periksa fungsi saraf eroneus communis dengan meminta pasien melakukan gerakanfleksi pada pergelangan kaki dan minta juga pasien untuk melakukan gerakan ke lateral,lalu nilai kekuatan ototnya dengan mencoba untuk menahan gerakan tersebut.

2.8. Diagnosis Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal (cardinal sign), yaitu: 1.Bercak kulit yang mati rasa Pemeriksaan harus di seluruh tubuh untuk menemukan ditempat tubuh yang lain,maka akan didapatkan bercak hipopigmentasi atau eritematus, mendatar (makula) ataumeninggi (plak). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu, dan rasa nyeri. 2.Penebalan saraf tepi Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai dengan atau tanpa gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu: a. Gangguan fungsi sensoris: hipostesi atau anestesi b. Gangguan fungsi motoris: paresis atau paralisis c. Gangguan fungsi otonom: kulit kering, retak, edema, pertumbuhan rambut yang terganggu.

3.Ditemukan kuman tahan asam Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit, cuping telinga, dan lesi kulit pada bagianyang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi kulit atau saraf.

10

Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukansatutanda kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita han ya dapatmengatakan tersangka kusta dan pasien perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan.

2.9. Diagnosis Banding Pada lesi makula, differensial diagnosisnya adalah vitiligo, Ptiriasisversikolor, Psoriasis Vulgaris, Ptiriasis alba, Tinea korporis , dll. Pada lesi papul, Granuloma annulare, lichen planus dll. Pada lesi plak, Tinea korporis, Ptiriasis rosea, psoriasis dll. Pada lesi nodul, Acne vulgaris, neurofibromatosis dll. Pada lesi saraf, Amyloidosis, diabetes, trachoma, dll.

2.10. Pengobatan Diberikan berdasarkan regimen MDT (Multi Drug Therapy) a. Pausibasiler Rifampicin 600mg/bulan, diminum di depan petugas (dosis supervisi). DDS (Diaminodifenil Sulfon) 100mg/hari

Pengobatan diberikan teratur selama 6 bulan dan diselesaikan dalam waktu maksimal 9 bulan. Setelah selesai minum 6 dosis dinyatak RFT (Release From Treatment). b. Multibasiler Rifampicin 600mg/bulan, diminum di depan petugas (dosis supervisi) Lamprene (Klofazimin) 300mg/hari, diminum didepan petugas (dosis supervisi) Ditambahkan: Lamprene 50mg/hari DDS 100mg/hari

11

Pengobatan dilakukan secara teratur sebanyak 12 dosis (bulan) dan diselesaikan dalam waktu maksimal 18 bulan. Setelah selesai 12 dosis dinyatakan RFT, meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan BTA (+).

Pengobatan reaksi kusta. Bila reaksi tidak ditangani dengan cepat dan tepat maka dapat timbul

kecacatan berupa kelumpuhan yang permanen seperti claw hand, drop foot,claw toes, dan kontraktur. Untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas dilakukan Prinsip pengobatan Reaksi Kusta yaitu immobilisasi / istirahat, pemberi an analgesik dan sedatif, pemberian obat-obat anti reaksi, MDT diteruskandengan

dosis yang tidak diubah.

2.11. Prognosis Setelah program terapi obat biasanya prognosis baik, yang paling sulit adalah manajemen dari gejala neurologis, kontraktur dan perubahan pada tangan dan kaki. Ini membutuhkan tenaga ahli seperti neurologis, ortopedik, ahli bedah, prodratis, oftalmol, ogis, physical medicine, dan rehabilitasi.

12

BAB III PENUTUP Penyakit kusta (Penyakit Hansen) adalah infeksi granulomatuosa kronik pada manusia yang menyerang jaringan superfisial, terutama kulit dan saraf perifer. Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejalagejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen. Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada gambaran klinis, bakterioskopis, hispatologis, diantara ketiganya diagnosis secara klinislah yang terpenting yang paling sederhana. Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalana penyakit yang sebenarnya sangat kronik. Reaksi imun itu dapat menguntungkan, tetapi dapat pula merugikan yang disebut reaksi imun patologik, dan reaksi kusta ini tergolong di dalamnya. Bila reaksi tidak ditangani dengan cepat dan tepat maka dapat timbul kecacatan berupa kelumpuhan yang permanen seperti claw hand, drop foot,claw toes, dan kontraktur. Untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas dilakukan Prinsip pengobatan Reaksi Kusta yaitu immobilisasi / istirahat, pemberi an analgesik dan sedatif, pemberian obat-obat anti reaksi, MDT diteruskandengan

dosis yang tidak diubah. Kepada seluruh masyarakat yang ada dimuka bumi ini, sangat disarankan untuk menjaga diri dari segala serangan penyakit, salah satunya adalah kusta, yaitu dengan menghindari kontak langsung dengan orang yang terserang Mycobakterium leprae, karena bakteri ini sangat ganas jika menyerang anggota tubuh kita.

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman diagnosis dan terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi ketiga, Surabaya : Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo, Surabaya. 2005 2. Djuanda, Adhi dkk. Kusta. Adhi Djuanda,Mochtar Hamzah, dan Siti Aisah. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007 3. Anonimous. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya : Airlangga University Press. 2008 4. Petunjuk Pengisian Form Pencegahan Kecacatan. East Java eprosy Control Project, Jawa Timur. 2006 5. Wikipedia, Kusta dan masalah yang ditimbulkan, 2012. 6. Fitzpatricks, Dermatology In General Medicine, The Mc Graw Hill Companies, 2008.

14

You might also like