You are on page 1of 149

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN PADA KASUS ASMA A.

PENGERTIAN Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996). Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996). Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001). Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu, dan dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi. (Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol. 1, 2001. Hal. 611). Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik pada jalan napas yang mana peradangan ini menyebabkan perubahan derajat obstruksi pada jalan napas dan menyebabkan kekambuhan. (Lewis, 2000, hal. 660). Dari kelima pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. B. ETIOLOGI Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh : 1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas. 2) Pembengkakan membran bronkus. 3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.

1
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

C. PATOFISIOLOGI Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli. Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma. D. Manifestasi Klinik Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnoe, dan wheezing. Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu : 1) Tingkat I : Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.

2
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

2) Tingkat II : Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.

3) Tingkat III : Tanpa keluhan. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.

4) Tingkat IV : Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

5) Tingkat V : Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.

Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi. E. KLASIFIKASI ASMA Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh alergi seperti debu, binatang, makanan, asap (rokok) dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis, sedangkan non alergi tidak berhubungan secara spesifik dengan alergen. Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, latihan fisik, emosi dan lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan asma. Jika serangan non alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik dan emfisema, selain alergi juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi. F. PENATALAKSANAAN Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale : a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas b. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma. c. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan penyakit.

3
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas : a. Pengobatan dengan obat-obatan Seperti : 1) 2) 3) 4) 5) Beta agonist (beta adrenergik agent) Methylxanlines (enphy bronkodilator) Anti kolinergik (bronkodilator) Kortikosteroid Mast cell inhibitor (lewat inhalasi)

b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya : 1) Oksigen 4-6 liter/menit. 2) Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% diberikan perlahan. 3) Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam. 4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat. c. Pemeriksaan Penunjang : Beberapa pemeriksaan penunjang seperti : 1) Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. 2) Tes provokasi : Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus. Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.

3) Tes provokasi bronkial seperti : Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.

4) 5) 6) 7) 8) 9)

Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah. Pemeriksaan sputum.

G. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks, atelektasis, gagal nafas, bronkhitis dan fraktur iga.
4
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ASMA A. PENGKAJIAN a. Identitas klien 1) 2) 3) 4) 5) 6) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin Riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin. Status mental : lemas, takut, gelisah Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan. Gastro intestinal : adanya mual, muntah. Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah

b. Pemeriksaan fisik Dada : 1) 2) 3) 4) 5) 6) Contour, Confek, tidak ada defresi sternum Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal Keabnormalan struktur Thorax Contour dada simetris Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata RR dan ritme selama satu menit.

Palpasi : 1) 2) 3) 4) 5) 6) Temperatur kulit Premitus : fibrasi dada Pengembangan dada Krepitasi Massa Edema

Auskultasi 1) 2) 3) 4) 5) 6) Vesikuler Broncho vesikuler Hyper ventilasi Rochi Wheezing Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.

c. Pemeriksaan penunjang 1) Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. 2) Tes provokasi : a) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus. b) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
5
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

c) Tes provokasi bronkial Untuk menunjang adanya hiperaktivitas bronkus , test provokasi dilakukan bila tidak dilakukan test spirometri. Test provokasi bronchial seperti : Test provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata. 3) 4) 5) 6) 7) 8) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah. Pemeriksaan sputum.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa 1 : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus. Tujuan : Jalan nafas kembali efektif. Kriteria hasil : Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik. Intervensi : a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi. Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat). b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi. Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi. c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran. Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
6
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk. Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan. e. Berikan air hangat. Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. f. Kolaborasi obat sesuai indikasi. Bronkodilator spiriva 11 (inhalasi). Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa. Diagnosa 2 : Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru. Tujuan : Pola nafas kembali efektif. Kriteria hasil : Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang. Intervensi : a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal. Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing. Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan. c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan. d. Observasi pola batuk dan karakter sekret. Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
7
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

e. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk. Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas. f. Kolaborasi Berikan oksigen tambahan Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret. Diagnosa 3 : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi. Kriteria hasil : Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan dalam batas normal. Intervensi : a. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva). Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya. b. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh. Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam asuhan keperawatan. c. Timbang berat badan dan tinggi badan. Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi. d. Anjurkan klien minum air hangat saat makan. Rasional : air hangat dapat mengurangi mual. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
8
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien. e. Kolaborasi Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi. Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan. Berikan obat sesuai indikasi. Vitamin B squrb 21. Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi. Antiemetik rantis 21 Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah. Diagnosa 4 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Tujuan : Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Kriteria hasil : KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot terasa pada skala sedang Intervensi : a. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas. Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi. b. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat. Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. c. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur. Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal.
9
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

d. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan. Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. e. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat. Diagnosa 5 : Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi Tujuan : Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah. Kriteria hasil : Mencari tentang proses penyakit : Klien mengerti tentang definisi asma Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma Klien mengerti komplikasi dari asma Intervensi : a. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan kesembuhan. Rasional : informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebihan. b. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal. Rasional : kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mangasimilasi informasi atau mengikuti program medik. c. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan. Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari penyakitnya. d. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan. Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan komplikasi.
10
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

e. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik. Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen. C. EVALUASI a. b. c. d. e. Jalan nafas kembali efektif. Pola nafas kembali efektif. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.

http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-asma/

11
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SISTEM CARDIOVASKULER PADA KASUS INFARK MYOCARD ACUTE

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi : o Acute Myocard Infark (AMI) adalah suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinik berupa perasaan tidak enak di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard (Wikipedia, febuari 5, 2008) o Acute Myocard Infark (AMI) adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke otot jantung ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 437) o Acute Myocard Infark (AMI) adalah iskemia yang lebih berat, disertai kerusakan sel (Brunner dan Sudarth) o Infark Miokard Akut adalah penurunan aliran darah melalui satu atau lebih arteri koroner, mengakibatkan iskemia miokard dan nekrosis.( Doengoes, Moorhouse, Geissler, 1999 : 83 ) o Infark Miocard Akut adalah kematian jaringan miokard diakibatkan oleh kerusakan aliran darah koroner miokard (penyempitan atau sumbatan arteri koroner diakibatkan oleh aterosklerosis atau penurunan aliran darah akibat syok atau perdarahan (Carpenito L.J. , 2000) o Acute Myocard Infark (AMI) adalah kerusakan atau nekrosis sel jantung yang terjadi mendadak karena terhentinya aliran darah koroner yang sebagaian besar disebabkan oleh thrombus yang menyumbat arteri koronaria di tempat rupture plak aterosklerosis o Acute Myocard Infark (AMI) adalah Nekrosis miokard yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan arteri koroner o Acute Myocard Infark (AMI) adalah Nekrosis miokard yang terjadi obstruksi arteri koronaria yang ditandai dengan nyeri hebat disertai pucat, sesak nafas, mual, pusing dan berkeringat.

12
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

2. Epidemiologi / Insiden kasus : Infark miokard acut di amerika serikat menurut Preskom Kalbe, dr.Boenyamin Setiawan PhD, adalah sekitar 1,5 juta kasus per tahun. Jika hal ini diterapkan di Indonesia, berarti ada sekitar 270.000 kasus/tahun (asumsi penduduk 270 juta). Di jakarta sendiri dengan estimasi penduduk 10 juta, diperkirakan ada sekitar 10.000 kasus/tahun. Dari kasus tersebut menurut Ir. Rustiyan Oen, MBA, Managing Director RS Mitra Keluarga Group, diperkirakan 30% harus menemui ajalnya.

3. Klasifikasi Ada dua jenis infark miokardial yang saling berkaitan dengan morfologi, patogenisis, dan penampakan klinis yang cukup berbeda. (Dasar Patologi Penyakit, 1999 : 319) 1. Infark Transmural Infark yang mengenai seluruh tebal dinding ventrikel. Biasanya disebabkan oleh aterosklerosis koroner yang parah, plak yang mendadak robek dan trombosis oklusif yang superimposed. 2. Infark Subendokardial Terbatas pada sepertiga sampai setengah bagian dalam dinding ventrikel yaitu daerah yang secara normal mengalami penurunan perfusi.

4. Penyebab / faktor predisposisi : Infark Miokard akut (AMI) terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan, sehingga menyebabkan kematian sel-sel jantung. Beberapa hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut diantaranya: 1) Berkurangnya suplai oksigen ke miokard Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain: a. Faktor pembuluh darah

13
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis (arteroma mengandung kolesterol), spasme (kontraksi otot secara mendadak/ penyempitan saluran), dan arteritis (peradangan arteri). Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara lain : (i) mengkonsumsi obat-obatan tertentu, (ii) stress emosional atau nyeri, (iii) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (iv) merokok. b. Faktor Sirkulasi Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung ke seluruh tubuh sampai lagi ke jantung. Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis (penyempitan aorta dekat katup) maupun insufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardiak out put (COP) c. Faktor darah Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Hal-hal yang menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain : anemia, hipoksemia, dan polisitemia.

2) Curah jantung yang meningkat : Aktifitas berlebihan Emosi Makan terlalu banyak hypertiroidisme

3) Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh Pada penderita penyakit jantung, meningkatnya kebutuhan oksigen tidak mampu dikompensasi, diantaranya dengan meningkatnya denyut jantung untuk meningkatkan COP. Oleh karena itu, segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya : aktivitas berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan
14
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karena semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan asupan oksigen menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektive.

5. Gejala Klinis : a. Nyeri dada yang tiba-tiba dan berlangsung terus menerus, terletak di bawah bagian sternum dan perut atas. b. Rasa nyeri yang tajam dan berat, biasa menyebar ke bahu dan biasanya ke lengan kiri. c. Nyeri muncul secara spontan dan menetap selama beberapa jam samapi beberapa hari dan tidak akan hilang dngan istirahat maupun nitrogliserin. d. Nyeri sering disertai dengan nafas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing dan kepala ringan, mual serta muntah e. Keluhan yang khas adalah nyeri, seperti diremas-remas atau tertekan f. Sering tampak ketakutan g. Dapat ditemui bunyi jantung ke-2 yang pecah paradoksal, irama gallop h. Takikardi, kulit yang pucat, dingin dan hipertensi ditemukan pada kasus yang ralative lebih berat.

6. Patofisiologi Dua jenis komplikasi penyakit IMA terpanting ialah komplikasi hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA, daerah miokard setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction,isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri diatas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebabkan karena daerah infark tetapi juga daerah istemik disekitarnya. Miokard yang relatif masih baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsang adrenergik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik.bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila
15
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diatolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodelling ventrikel yang nantiya akan mempengaruhi fungsi ventrikel, timbulnya aritmia dan prognosis. Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang, fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerahdaerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropfi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung. Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsang dan kepekaan terhadap rangsang. Sistem saraf autonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark. 7. Pemeriksaan fisik : a. Tampilam umum (inspeksi) : Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis berlebih. Pasien tampak sesak Demam derajat sedang (< 38 C) bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infark. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya stemi.

b. Denyut Nadi dan Tekanan Darah (palpasi): Sinus takikardi (100-120 x/menit) Adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark
16
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

c. Pemeriksaan jantung (auskultasi):

Adanya bunyi jantung S4 dan S3 Gallop, Penurunan Intensitas Bunyi Jantung Pertama Dan Split Paradoksikal Bunyi Jantung Kedua. Dapat ditemukan Mur Mur Mid Sistoloik atau Late Sistolik Apikal bersifat sementara.

8. Pemeriksaan diagnostik / Penunjang: Menurut Dongoes : a. EKG : menunjukkna peningkatan gelombang S T, iskemia berarti ; penurunan atau datarnya gelombang T, menunjukkan cedera, : dan atau adanya gelombang Q. b. Enzim jantung dan iso enzim : CPK MB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung ) meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12 24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam : LDH meningkat dalam 12-24 jam, memuncak dalam 24-48 jam, dan memakan waktu lama untuk kembali normal. AST ( aspartat amonitransfarase )meningkat (kurang nyata / khusus) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3-4 hari. c. Elektrolit : ketidak seimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan dapat mempengaruhi kontraktilitas. d. Sel darah putih : leukosit (10.000-20.000) biasanya tampak pada hari kedua setelah IM sehubungan dengan proses inflamasi. e. Kecepatan sedimentasi : meningkat pada hari kedua-ketiga setelah IM, menjukan iflamasi. f. Kimia : mungkin normal tergantung abnormalitas fungsi / perfusi organ akut / kronis g. GDA/oksimetri nadi : dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis. h. Kolesteron atau trigelisarida serum : meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IM. i. Foto dada : mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler. j. Ekokardiogram : mungkin dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup/dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi kutub. k. Pemeriksaan pencitraan nuklir : Thalium : mengevaluasi aliran darah miokardia dan status miokardia, contoh lokasi / luasnya IM akut atau sebelumnya.
17
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Technium : terkumpul dalam sel iskemi disekitar area nekrostik.

l. Pencitraan darah jantung / MUGA : mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional, fraksi ejeksi (aliran darah). m. Angiografi koroner : menggambarkan penyempitan / sumbatan arteri koroner dan biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). n. Digital substraction angiography (DSA) : teknik yang digunakan untuk

menggambarkan status penanaman arteri dan untuk mendeteksi penyakit arteri perifer. o. Nuclear magnetic esomance (NMR) : memungkinkan visualisasi aliran darah , serambi jantung atau katup ventrikel, lesi ventrikel, pembentukan plak, area nekrosis / infark, dan bekuan darah. p. Tes stress olahraga : menentukan respons kardiovaskuler terhadap aktifitas.

9. Diagnosis / kriteria diagnosis : a. Peningkatan kadar enzim atau isoenzim merupakan indicator spesifik infark miokard akut yaitu kreatinin fosfokinase (CPK/CK), SGOT, laktat dehidrogenase (LDH), alfa hidrokasi butiratdehidrogenase(-HBDH) troponin T dan isoenzim CPK MP atau CKMB. Tetapi enzim ini tidak spesifik karena dapat disebabkan oleh penyakit lain, seperti penyakit muscular, hipotiroid, dan strok. b. Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemic akan mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST

10.

Komplikasi : a. Oedema paru akut adalah timbunan cairan abnormal dalam paru,baik di rongga interstisial maupun dalam alveoli. Oedema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes ke luar dan menimbulkan dispnu yang sangat berat. Oedema terutama

18
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

paling sering ditimbulkan oleh kerusakan otot jantung akibat MI acut. Perkembangan oedema paru menunjukan bahwa fungsi jantung sudah sangat tidak adekuat. b. Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat. c. Syok kardiogenik adalah terjadi ketika jantung tidak mampu mempertahankan kadiak output yang cukup untuk perfusi jaringan. Hal ini biasanya muncul setelah adanya penyakit infark miokardial. d. Efusi prekardial adalah mengacu pada masuknya cairan ke dalam kantung pericardium. e. Rupture miokard adalah sangat jarang terjadi tetapi, dapat terjadi bila terdapat infark miokardium, proses infeksi, penyakit infeksi, penyakit pericardium atau disfungsi miokardium lain yang membuat otot jantung menjadi lemah. f. Henti jantung adalah bila jantung tiba-tiba berhenti berdenyut, akibatnya terjadi penghentian sirkulasi yang efektif.

11.

Theraphy/ tindakan penanganan : Tujuan dari theraphy/tindakan penanganan pada infrak miokard adalah menghentikan

perkembangan serangan jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan kesempatan untuk penyembuhan) dan mencegah komplikasi lebih lanjut dan memperkecil kerusakan jantung sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya komplikasi. a. Memberikan oksigen karena persediaan oksigen yang melimpah untuk jaringan, dapat menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang diberikan 5-6 L/menit apabila pasien tidak mengalami penyakit paru sedangkan diberikan 2 L/menit untuk pasien dengan penyakit paru. b. Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat terjadi dalam jam-jam pertama pasca serangan. c. Pasien dalam kondisi bedrest dapat menurunkan kerja jantung sehingga mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut. Mengistirahatkan jantung berarti memberikan kesempatan pada sel-selnya untuk memulihkan diri. d. Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberian obat-obatan dan nutrisi yang diperlukan dengan komposisi Nacl 0,9 % atau Dextrosa 5% e. Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark seharusnya mendapatkan aspirin untuk mencegah pembekuan darah. Sedangkan bagi pasien yang alergi terhadap aspirin dapat diganti dengan clopidogrel Obat-obatan yang digunakan pada pasien dengan Infark miokard acut :

19
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

a. Obat-obatan trombolitik : obat ini ditunjukkan untuk memperbaiki kembali aliran darah koroner, sehingga referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut. Obat-obat ini digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri koroner. Ada tiga macam jenis obat tombolitik yaitu : streptokinase adalah obat yang efektif secara sistemik pada mekanisme pembekuan darah. Namun, obat ini juga dapat menyebabkan terjadi potensial pendarahan sistemik dan alergi dan hanya efektif jika diinjeksikan langsung ke arteri koroner. aktivaktor plasminogen tipe jaringan ini berbeda dengan sterptokinase yaitu mempunyai kerja spesifik dalam melarutkan bekuan darah sehingga resiko pendarahan sistemik bisa dikurangi. Anistreplase adalah obat trombolitik spesifik bekuan darah mempunyai efektifitas yang sama dengan streptokinase dan t-PA (tisue plasminogen aktivator). b. Beta Blocker : obat ini dapat menurunkan beban kerja jantung. Bisa juga untuk mengurangi nyeri dada atau ketidaknyamanan dan juga mencegah serangan jantung tambahan. c. Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) : Inhibitors obat ini menurunkan tekanan darah dan mengurangi cedera pada otot jantung. d. Antikoagulan : heparin untuk memperpanjang waktu bekuan darah, sehingga dapat menurunkan kemungkinan pembentukan trombus dan heparin adalah antigulan pilihan untuk membantu memepertahankan integritas jantung. e. Antiplatelet : obat ini dapat menghentikan platelet untuk membentuk bekuan yang tidak diinginkan. f. Analgetik : pemberian analgetik dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif diobati dengan nitrat dan antigulan. g. Vasodilator. Untuk mengurangi nyeri jantung diberi nitrogliserin (NTG) intravena. Nitrogliserin menyebabkan dilatasi arteri dan vena yang mengakibatkan pengumpulan darah di perifer, sehingga menurunkan jumlah darah yang kembali ke jantung dan mengurangi beban kerja jantung. Obat ini lebih baik diberikan dengan sublingual. Obat ini juga dapat menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik. Dosis ditentukan berdasar berat badan dan diukur berdasarkan miligram per kilogram berat badan.

20
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1) Pengkajian 1) Aktifitas Gejala : Kelemahan Kelelahan

Tanda : Takikardi Dispnea pada istirahat atau aktifitas.

2) Sirkulasi Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus. Tanda : Tekanan darah Dapat normal / naik / turun Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri.

Nadi Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).

Bunyi jantung Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.

Murmur Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung Friksi ; dicurigai Perikarditis Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur Edema
21

TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.

Warna Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir

3) Integritas ego Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga. Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri, koma nyeri.

4) Eliminasi Tanda : normal, bunyi usus menurun. 5) Makanan atau cairan Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau rasa terbakar Tanda : berkeringat, muntah, perubahan berat badan 6) Higiene Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan 7) Neurosensori Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat ) Tanda : perubahan mental, kelemahan 8) Nyeri atau ketidaknyamanan Gejala :

22
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral).

Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher. Kualitas : Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami. Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus , hipertensi, lansia 9) Pernafasan: Gejala : Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan nafas sesak / kuat pucat, sianosis bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat dispnea nokturnal batuk dengan atau tanpa produksi sputum riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis. Crushing , menyempit, berat, menetap, tertekan.

23
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

2. Diagnosa keperawatan 1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi,irama jantung 2) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan menurunnya curah jantung 3) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret 4) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru tidak optimal 5) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan odema paru 6) Nyeri dada berhubungan dengan peningkatan asam laktat 7) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan air 8) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat 9) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan 10) Sindrome perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik 11) Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian 12) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

3. Perencanaan Keperawatan

24
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil

Perencanaan Keperawatan Intervensi Rasional 1. Variasi penampilan dan perilaku px karena nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian. Kebanyakan px dengan IM akut tampak sakit, distraksi, dan berfokus pada nyeri. Riwayat verbal dan penyelidikan lebih dalam terhadap faktor pencetus harus ditunda sampai nyeri hilang. Pernapasan mungkin meningkat senagai akibat nyeri dan berhubungan dengan cemas, sementara hilangnya stres menimbulkan katekolamin akan meningkatkan kecepatan jantung dan TD. 2. Nyeri sebagai pengalaman 2. Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari pasien termasuk lokasi, intensitas (0-10), lamanya, kualitas (dangkal/menyebar), dan penyebarannya. 3. Observasi ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina, atau nyeri IM. Diskusikan riwayat keluarga. 4. Anjurkan pasien untuk 3. Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya, sesuai dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru, atau perikarditis. 25 subjektif dan harus digambarkan oleh px. Bantu px untuk menilai nyeri dengan membandingkannya dengan pengalaman yang lain.

Nyeri berhubungan dengan

dada Setelah diberikan asuhan 1. Pantau atau catat


keperawatan diharapkan nyeri dada hilang atau karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk nonverbal, dan respon hemodinamik (meringis, menangis, gelisah,

peningkatan asam terkontrol dengan KH: laktat


Pasien mampu mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi. Pasien menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak.

berkeringat, mencengkeram dada, napas cepat, TD/frekwensi jantung berubah).

TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

melaporkan nyeri dengan 4. Penundaan pelaporan nyeri segera. menghambat peredaran nyeri/memerlukan peningkatan dosis obat. Selain itu, nyeri berat dapat menyebabkan syok dengan merangsang sistem saraf simpatis, mengakibatkan kerusakan lanjut dan mengganggu diagnostik dan hilangnya nyeri. 5. Menurunkan rangsang 5. Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan, dan tindakan nyaman (mis,,sprei yang kering/tak terlipat, gosokan punggung). Pendekatan pasien dengan tenang dan dengan percaya. 6. Bantu melakukan teknik relaksasi, mis,, napas dalam/perlahan, perilaku distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi. 7. Periksa tanda vital sebelum dan sesudah obat narkotik. 6. Membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri. Memberikan kontrol situasi, meningkatkan perilaku positif. eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi saat ini.

7. Hipotensi/depresi pernapasan dapat terjadi sebagai akibat pemberian narkotik. Masalah ini dapat meningkatkan Kolaborasi : 8. Berikan oksigen tambahan kerusakan miokardia pada adanya kegagalan ventrikel.

26
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

dengan kanula nasal atau masker sesuai indikasi. 8. Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardia dan juga mengurangi ketidaknyamanan sehubungan 9. Berikan obat sesuai indikasi, contoh:

dengan iskemia jaringan.

9. Kolaborasi obat Antiangina, seperti nitrogliserin (Nitro Bid, Nitrostat, NitroDur). Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek fasodilatasi koroner, yang meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi miokardia. Efek vasodilatasi perifer menurunkan volume darah kembali ke jantung (preload) sehingga

menurunkan kerja otot jantung Penyekat-B, seperti atenolol (tenormin); pindolol (visken); propanolol (inderal). dan kebutuhan oksigen. Untuk mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis, dengan begitu menurunkan TD sistolik dan kebutuhan oksigen miokard. Catatan: penyekat B mungkin dikontraindikasikan bila kontraktilitas miokardia sangat terganggu, karena inotropik negatif dapat lebih menurunkan kontraktilitas.

Analgesik, seperti morfin, meperidin

Dapat dipakai pada fase akut/nyeri dada berulang yang 27

TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

(demerol)

tak hilang dengan nitrogliserin untuk menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi dan mengurangi kerja miokard. Efek vasodilatasi dapat meningkatkan aliran darah koroner, sirkulasi kolateral dan menurunkan preload dan kebutuhan oksigen miokardia. Beberapa diantaranya mempunyai properti antidisritmia.

Penyekat saluran kalsium, seperti verapamil (calan); diltiazem (prokardia).

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

Setelah diberikan asuhan 1. Catat/dokumentasi keperawatan diharapkan pasien dapat berpartisipasi pada aktifitas yang

1. Kecenderungan menentukan respon pasien terhadap aktifitas dan dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokardia yang memerlukan penurunan tingkat aktifitas/kembali tirah baring, perubahan program obat, penggunaan oksigen tambahan.

frekuensi jantung, irama dan perubahan TD sebelum, selama, sesudah aktifitas sesuai indikasi. Hubungkan dengan laporan nyeri dada/napas pendek. 2. Tingkatkan istirahat (tempat tidur/kursi). Batasi aktifitas pada dasar nyeri/respon hemodinamik. Berikan

ketidakseimbangan diinginkan dengan KH: antara oksigen suplai


Mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktifitas yang dapat diukur/maju dengan frekuensi jantung/irama dan TD dalam batas normal pasien dan kulit hangat, merah muda dan kering. Melaporkan tak adanya angina/terkontrol dalam rentang waktu selama pemberian obat.

miokard

dan kebutuhan

2. Menurunkan kerja aktifitas senggang yang tidak miokardia/konsumsi oksigen, berat. menurunkan resiko komplikasi (mis,, perluasan IM).

3. Batasi pengunjung dan/atau kunjungan oleh pasien.

4. Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, contoh: 3. Pembicaraan yang panjang 28
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

mengejan saat defekasi.

sangat mempengaruhi pasien; namun periode kunjungan yang tenang bersifat terapeutik.

5. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, mis,, bangun dari kursi bila tak ada nyeri, ambulasi dan istirahat

4. Aktifitas yang memerlukan menahan napas dan menunduk (manufer valsava) dapat mengakibatkan bradikardi, juga menurunkan curah jantung, dan takikardi.

selama 1 jam setelah makan. 6. Observasi ulang tanda/gejala yang menunjukkan tidak toleran terhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan pada perawat/dokter. Kolaborasi: 7. Rujuk ke program rehabilitasi jantung.

5. Aktifitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktifitas berlebihan.

6. Palpitasi, nadi tak beratur, adanya nyeri dada, atau dispnea dapat mengindikasikan kebutuhan perubahan progam olahraga atau obat.

7. Memberikan dukungan/pengawasan tambahan berlanjut dan partisipasi proses penyembuhan

29
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

dan kesejahteraan.

Ansietas berhubungan dengan kematian

Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi dan ketahui keperawatan diharapkan persepsi pasien terhadap ancaman/situasi. Dorong

1. Koping terhadap nyeri dan trauma emosi IM sulit. Pasien dapat takut mati dan atau cemas tentang lingkungan. Cemas berkelanjutan (sehubungan dengan masalah tentang dampak serangan jantung pada pola hidup selanjutnya, masih tak teratasi dan efek penyakit pada

ancaman pasien menyatakan


penurunan cemas dengan KH: mengenal perasaannya mengidentifikasi penyebab dan faktor yang mempengaruhinya secara tepat. Mendemonstrasikan pemecahan masalah positif.

pasien mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, kehilangan, takut, dll.

2. Catat adanya kegelisahan, menolak, dan/atau menyangkal (afek tak tepat atau menolak mengikuti program medis). 3. Mempertahankan gaya percaya (tanpa keyakinan yang salah).

keluarga). 2. Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara derajat/ekspresi marah atau gelisah dan peningkatan resiko IM.

3. Pasien dan orang terdekat dapat dipengaruhi oleh 4. Observasi tanda verbal/non verbal kecemasan pasien. Lakukan tindakan bila pasien menunjukkan perilaku merusak. cemas/ketidaktenangan anggota tim kesehatan. Penjelasan yang jujur dapat menghilangkan kecemasan.

4. Pasien mungkin tidak menunjukkan masalah secara langsung, tetapi kata-kata atau

5. Terima penolakan pasien tetapi jangan diberi penguatan terhadap

tindakan dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah. Intervensi dapat 30

TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

penggunaan penolakan. Hindari konfrontasi.

membantu pasien meningkatkan kontrol terhadap perilakunya sendiri. 5. Menyangkal dapat menguntungkan dalam menurunkan cemas tetapi dapat menunda penerimaan terhadap kenyataan situasi saat ini. Konfrontasi dapat

6. Orientasi pasien atau orang terdekat terhadap prosedur ruyin dan aktivitas yang diharapkan. Tingkatkan partisipasi bila mungkin. 7. Jawab semua pertanyaan secara nyata. Berikan informasi konsisten; ulangi sesuai indikasi.

meningkatkan reasa marah dan meningkatkan penggunaan penyangkalan, menurunkan kerja sama, dan kemungkinan memperlambat penyembuhan.

6. Perkiraan dan informasi dapat menurunkan kecemasan pasien.

7. Informasi yang tepat tentang situasi menurunkan takut, 8. Dorong pasien atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan seseorang, berbagi pertanyaan dan masalah. 9. Berikan periode istirahat/waktu tidur tidak hubungan yang asing antara perawat-pasien, dan membantu pasien/orang terdekat untuk menerima situasi secara nyata. Perhatian yang diperlukan mungkin sedikit, dan pengulangan informasi membantu penyimpanan

31
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

terputus, lingkungan tenang,

informasi.

dengan tipe kontrol pasien, 8. Berbagi informasi membentuk jumlah rangsang eksternal. dukungan/kenyamanan dan 10. Dukung kenormalan proses kehilangan, melibatkan waktu yang perlu untuk penyelesaian. dapat menghilangkan tegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan. 9. Penyimpanan energi dan meningkatkan kemampuan koping.

11. Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.

12. Dorong keputusan tentang harapan setelah pulang.

10. Dapat memberikan keyakinan bahwa perasaannya merupakan respon normal terhadap situasi/perubahan yang di terima. Kolaborasi 11. Memungkinkan waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas, dan perilaku adaptasi. 12. Membantu pasien/orang terdekat untuk mengidentifikasi tujuan nyata, juga menurunkan resiko kegagalan menghadapi kenyataan adanya keterbatasan kondisi/memacu penyembuhan.

13. Berikan anticemas/hipnotik sesuai indikasi contoh, diazepam (valium); fluarazepam (dalmane); lorazepam (ativan).

32
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

13. Meningkatkan relaksasi/istirahat dan menurunkan rasa cemas.

Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi,irama jantung

Setelah diberikan asuhan 1. Auskultasi TD. Bandingkan 1. Hipotensi dapat terjadi keperawatan diharapkan resiko tinggi penurunan curah jantung tidak terjadi dengan KH : mempertahankan stabilitas hemodinamik, contoh TD, curah jantung dalam rentang normal, haluaran urine adekuat, penurunan/takadanya disritmia. Melaporkan penurunan episode dispnea, angina. Mendemostrasikan peningkatan toleransi terhadap aktivitas. kedua tangan dan ukur dengan posisi tidur, duduk, dan berdiri bila bisa. sehubungan dengan disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokardia dan rangsang vagal. Namun, hipertensi juga fenomena umum, kemungkinan berhubungan dengan nyeri, cemas, pengeluaran katekolamin, dan/atau masalah vaskular sebelumnya. Hipotensi ortostatik(postural) mungkin berhubungan dengan komplikasi infark, contoh GJK. 2. Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi sesuai indikasi 2. Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya kelemahan/kekuatan nadi. Ketidakteraturan diduga disritmia, yang memerlukan evaluasi lanjut. 3. Catat terjadinya S3, S4. 3. S3 biasanya dihubungkan GJK tetapi juga terlihat pada adanya gagal mitral (regurgitasi) dan kelebihan kerja ventrikel kiri yang disertai infark berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemia miokardia, kekakuan ventrikel, dan hipertensi pulmonal atau 33

TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

sistemik. 4. Krekels menunjukkan kongesti 4. Auskultasi bunyi napas. paru mungkin terjadi karena penurunan fungsi miokardia. 5. Frekuaensi dan irama jantung berespon terhadap obat dan 5. Pantau frekuensi jantung dan irama. Catat disritmia melalui telemetri. aktivitas sesuai dengan terjadinya komplikasi/disritmia yang mempengaruhi fungsi jantung atau meningkatkan kerusakan iskemik. Denyutan/fibrilasi akut atau kronis mungkin terlihat pada arteri koroner atau keterlibatan katup dan mungkin atau tidak mungkin merupakan kondisi patologi. 6. Kelebihan latihan meningkatkan konsumsi/kebutuhan oksigen dan mempengaruhi fungsi miokardia. 6. Catat respon terhadap aktivitas dan peningkatan istirahat dengan tepat 7. Sediakan alat/obat darurat. 7. Sumbatan koroner tiba-tiba, disritmia letal, perluasan infark, atau nyeri hdala situasi yang dapat mencetuskan henti jantung, memerlukan terapi penyelamatan hidup segera/memindahkan ke unit perawatan kritis.

8. Meningkatkan jumlah sediaan 34


TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

oksigen untuk kebutuhan Kolaborasi 8. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. miokard, menurunkan iskemia dan disritmia lanjut. 9. Jalur yang paten penting untuk pemberian obat darurat pada adanya disritmia atau nyeri dada. 10. Memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan/perbaikan infark, status fungsi ventrikel, keseimbangan elektrolit dan efek teraphi obat. 11. Dapat menunjukkan edema paru sehubungan dengan 11. Observasi foto dada. disfungsi ventrikel. 12. Enzim memantau perbaikan/perluasan infark. Adanya hipoksia menunjukkan 12. Pantau data laboratorium : contoh enzim jantung, GDA, elektrolit. kebutuhan tambahan oksigen. Keseimbangan elektrolit, mis,, hipokalemia/hiperkalemia sangat besar berpengaruh pada irama jantung/kontraktilitas. 13. Disritmia biasanya pada secara simptomatis kecuali untuk PVC, dimana sering mengancam secara profilaksis. 14. pemacu mungkin tindakan 13. Berikan obat antidisritmia dukungan sementara selama fase akut/penyembuhan atau 35
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

9. Pertahankan cara masuk IV/heparin-lok sesuai indikasi. 10. Observasi ulang seri EKG.

sesuai indikasi.

mungkin diperlukan secara permanen bila infark sangat berat merusak sistem konduksi.

14. Bantu pemasangan/mempertahan kan pacu jantung bila digunakan.

Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan menurunnya curah jantung

Setelah diberikan asuhan 1. Selidiki perubahan tiba-tiba1. Perfusi serebral secara langsung keperawatan diharapkan resiko tinggi perubahan perfusi jaringan tidak terjadi dengan KH: atau gangguan mental kontinu, contoh: cemas, bingung, latergi, pingsan. sehubungan dengan curah jantung dan juga dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asambasa, hipoksia, atau emboli

sistemik. mendemonstrasikan perfusi 2. Lihat pucat, sianosis, belang, 2. vasokontriksi sistemik adekuat secara individual, kulit dingin/lembab. Catat diakibatkan oleh penurunan mis,, kulit hangat dan kekuatan nadi perifer. curah jantung mungkin kering, ada nadi perifer/kuat, TTV dalam batas normal, pasien sadar/berorientasi, keseimbangan pemasukan/pengeluaran, tak ada edema, bebas nyeri/ketidaknyamanan. 3. Observasi tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema, edema. 4. Dorong latihan kaki aktif/pasif, hindari latihan isometrik. dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.

3. Indikator trombosis vena dalam.

4. Menurunkan stasis vena. Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko tromboflebitis. Namun, latihan 5. Anjurkan pasien dalam isometrik dapat sangat mempengaruhi curah jantung 36
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

melakukan/melepas kaos kaki anti embolik bila dilakukan.

dengan meningkatkan kerja miokardia dan konsumsi oksigen.

6. Pantau pernapasan, catat 5. Membatasi stasis vena, kerja pernapasan. memperbaiki aliran balik vena dan menurunkan resiko tromboflebitis pada pasien yang terbatas aktivitasnya. 6. Pompa jantung gagal dapat 7. Observasi fungsi gastroentestinal, catat anoreksia, penurunan/tak ada bising usus, mual/muntah, distensi abdomen, konstipasi. mencetuskan distres pernapasan. Namun, dispnea tiba-tiba/berlanjut menunjukkan komplikasi tromboemboliparu. 7. Penurunan aliran darah ke mesenteri dapat mengakibatkan disfungsi 8. Pantau pemasukan dan catat perubahan haluaran urine. Catat berat jenis sesuai indikasi. gastroentestinal, contoh kehilangan peristaltik. Masalah potensial/aktual karena penggunaan analgesik, penurunan aktivitas dan perubahan diet. 8. Penurunan pemasukan/mual Kolaborasi 9. Pantau data laboratorium contoh, GDA, BUN, kreatinin, elektrolit. 10. Beri obat sesuai indikasi, contoh: terus-menerus dapat mengakibatkan penurunan volume sirkulasi yang berdampak negatif pada perfusi dan fungsi organ. Berat jenis mengukur status hidrasi dan fungsi ginjal.

37
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Heparin/natrium warfarin (cou madin) 9. Indikator perfusi/fungsi organ.

10. Kolaborasi obat :

Dosis rendah heparin diberikan secara profilaksis pada pasien resiko tinggi (contoh, fibrilasi atrial, kegemukan, aneurisma ventrikel, atau riwayat tromboflebitis) dapat untuk menurunkan resiko tromboflebitis atau

Simetidin (tagamet); ranitidin (zantac); antasida.

pembentukan trombus mural. Coumadin obat pilihan untuk terapi antikoagulan jangka panjang/pasca pulang.

Menurunkan atau menetralkan asam lambung, mencegah ketidaknyamanan dan irigasi gaster, khususnya adanya penurunan sirkulasi mukosa.

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan air

Setelah diberikan asuhan 1. Auskultasi bunyi napas keperawatan diharapkan resiko tinggi kelebihan volume cairan tidak terjadi dengan KH : Mempertahankan 2. Catat DVJ, adanya edema dependen. untuk adanya krekels.

1. Dapat mengindikasikan edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung. 2. Dicurigai adanya gagal kongestif/kelebihan volume cairan. 38

TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh TD dalam batas normal. Tak ada distensi vena perifer/vena dan edema dependen. Paru bersih dan berat badan stabil.

3. Ukur masukan/haluaran, catat pengeluaran, sifat konsntrasi. Hitung keseimbangan cairan.

3. Penurunan curah jantung yang mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan haluaran urine. Keseimbangan cairan positif berulang pada adanya gejala lain menunjukkan kelebihan volume/gagal jantung. 4. Perubahan tiba-tiba pada berat

4. Timbang berat badan tiap hari.

menunjukkan gangguan keseimbangan cairan. 5. Memenuhi kebutuhan cairan

5. Pertahankan pemasukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler. Kolaborasi

tubuh orang dewasa tetapi memerlukan pembatasan adanya dekompensasi jantung.

6. Natrium meningkatkan retensi cairan dan harus dibatasi.

6. Berikan diet natrium rendah. 7. Berikan diuretik, contoh

7. Mungkin perlu untuk memperbaiki kelebihan cairan. Obat pilihan biasanya tergantung gejala asli akut/kronis.

furosemid (lazix); hidralazin (apresoline); spironolakton dengan hidronolakton (aldactone) 8. Pantau kalium sesuai indikasi.

8. Hipokalemia dapat membatasikeefektifan terapi da dapat terjadi dengan penggunaan diuretik penurunan kalium.

39
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

Setelah diberikan asuhan 1. Observasi tingkat keperawatan diharapkan pengetahuan pasien bertambah dengan KH : menyatakan pemahaman penyakit jantung sendiri, rencana pengobatan, tujuan pengobatan, dan efek samping/reaksi merugikan. 2. Waspada terhadap tanda Menyebutkan gejela yang, memerlukan perhatian cepat. Mengidentifikasi/merencan akan perubahan pola hidup yang perlu. penghindaran, contoh mengubah subjek dari pengetahuan pasien/orang terdekat dan kemampuan /keinginan untuk belajar.

1. Perlu untuk pembuatan rencana instruksi individu. Menguatkan harapan bahwa ini akan menjadi pengalaman belajar. Mengidentifikasi secara verbal kesalahpahaman dan memberikan penjelasan. 2. Mekanisme pertahanan alamiah seperti marah, menolak pentingnya situasi, dapat menghambat belajar, mempengaruhi respon pasien dan kemampuan mengasimilasi informasi. Perubahan untuk mengurangi pola/struktur formal mungkin menjadi lebih efektif sampai pasien/orang terdekat siap untuk menerima/memahami situasi tersebut. 3. Penggunaan metode belajar

informasi yang ada perilaku ekstrem (menolak/eurofia).

3. Berikan informasi dalam bentuk belajar yang bervariasi, contoh buku program, tip audio/visual, pertanyaan/jawaban, aktivitas kelompok. 4. Beri penguatan penjelasan faktor resiko, pembatasan diet/aktivitas, obat dan gejala yang memerlukan perhatian medis cepat.

yang bermacam-macam meningkatkan penyerapan materi.

4. Memberikan kesempatan pada pasien untuk mencakup informasi dan mengasumsi kontrol/partisipasi dalam 40

TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

5. Dorong mengidentifikasi/penurunan faktor resiko individu,

program rehabilitasi.

contoh merokok/konsumsi 5. Perilaku ini mempunyai efek alkohol, kegemukan. merugikan langsung pada fungsi kardiovaskuler dan dapat mengganggu penyembuhan, 6. Peringatkan untuk menghindari aktivitas isometrik, manuver valsava dan aktivitas yang memerlukan tangan diposisikan diatas kepala. 7. Tekankan pentingnya mengikuti perawatan dan mengidentifikasi sumber dimasyarakat/kelompok pendukung, mis,, program rehabilitasi jantung, kelompok koroner, klinik penghentian merokok. 8. Beri tekanan pentingnya menghubungi dokter bila nyeri dada, perubahan pola angina atau terjadi gejala lain. 7. Memberi tekanan bahwa ini adalah masalah kesehatan berlanjut dimana dukungan/bantuan diperlukan setelah pulang. meningkatkan resiko terhadap komplikasi. 6. Aktivitas ini sangat meningkatkan kerja jantung/konsumsi oksigen miokardia dan dapat merugikan kontraktilitas/curah jantung.

8. Evaluasi berkala/intervensi dapat mencegah komplikasi.

41
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan

Setelah diberikan asuhan 1. Evaluasi frekuensi keperawatan diharapkan pola napas kembali efektif dengan KH :

1. Respons pasien bervariasi. Kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, takut. Penekanan pernapasan dapat terjadi dari penggunaan analgesik berlebihan. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal

pernapasan dan kedalaman. Catat upaya pernapasan, contoh adanya dispnea, penggunaan otot bantu napas, pelebaran nasal.

paru tidak optimal

2. Auskultasi bunyinapas. Catat

dapat mencegah komplitasi.

area yang menurun/tak ada 2. Bunyi napas sering menurun bunyi napas dan adanya pada dasar paru selama periode bunyi tambahan, contoh, waktu setelah pembedahan krekels atau ronki. sehubungan dengan terjadinya 3. Observasi penyimpangan dada. Selidiki penurunan ekspansi atau ketidaksimetrisan gerakan dada. 4. Lihat kulit dan membran mukosa untuk adanya sianosis. atelektasis. Krekels atau ronki dapat menunjukkan akumulasi cairan. 3. Cairan pada area pleural mencegah ekspansi lengkap (biasanya satu sisi) dan memerlukan pengkajian lanjut status ventilasi.

5. Tinggikan kepala tempat tidur, letakan pada posisi duduk tinggi atausemi Fowler. Bantu ambulasi dini/peningkatan waktu tidur. 6. Tekankan menahan dada

4. Sianosis bibir, kuku daun telinga atau keabu-abuan umum menunjukkan kondisi hipoksia sehubungan dengan gagal jantung atau komplikasi paru. 5. Merangsang fungsi pernapasan/ekspansi paru. Efektif pada pencegahan dan perbaikan kongesti paru.

dengan bantal selama napas dalam/batuk.

42
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Kolaborasi 7. Berikan tambahan oksigen dengan kanula atau masker, 6. Menurunkan pada tegangan sesuai indikasi. insisi, meningkatkan ekspansi paru maksimal.

7. Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi, khususnya pada adanya penurunan/gangguan ventilasi.

Sindrome perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

Setelah diberikan asuhan 1. Observasi kemampuan dan 1. Membantu dalam keperawatan diharapkan terdapat perilaku peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri dengan kriteria hasil : klien tampak bersih dan segar Klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai 3. Berikan umpan balik yang dengan batas kemampuan klien dapat memenuhi kebutuhan toileting sesuai toleransi 4. Berikan pispot di samping 3. Meningkatkan perasaan makna tempat tidur bila tak mampu diri. Meningkatkan kemandirian, dan mendorong 43 positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya. tingkat kekurangan (dengan menggunakan skala 0-4) untuk melakukan kebutuhan sehari-hari mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual.

2. Pertahankan dukungan,sikap yang tegas. Beri pasien waktu yang cukup untuk mengerjakan tugasnya. 2. Pasien akan memerlukan empati tetapi perlu untuk mengetahui pemberi asuhan yang akan membantu pasien secara konsisten.

TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

ke kamar mandi.

pasien untuk berusaha secara kontinu 4. Mengupayakan menggunakan bedpan dapat melelahkan dan

5. Letakkan alat-alat makan dan alat-alat mandi dekat pasien. 6. Bantu pasien melakukan perawatan dirinya apabila diperlukan.

secara fisiologis penuh stres, juga meningkatkan kebutuhan oksigen dan kerja jantung. 5. Memudahkan pasien menjangkau alat-alat tersebut.

6. Untuk membantu pasien memenuhi kebutuhan perawatan dirinya.

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat

Setelah diberikan asuhan 1. Buat tujuan berat badan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan KH : Menunjukkan peningkatan berat badan, mencapai rentang yang diharapkan individu. minimum dan kebutuhan nutrisi harian.

1. Malnutrisi adalah kondisi gangguan minat yang menyebabkan depresi, agitasi dan mempengaruhi fungsi kognitif/pengambilan keputusan. Perbaikan status nutrisi meningkatkan kemampuan berpikir dan kerja psikologis.

Klien menyatakan pemahaman tentang kebutuhan nutrisi.

2. Beri makan sedikit tapi sering. 3. Pertahankan jadwal penimbangan berat badan teratur seperti minggu, rabu, dan jumat sebelum makan pagi pada pakaian yang sama, dan gambarkan

2. Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat. 3. Memberikan catatan lanjut penurunan dan/atau peningkatan berat badan yang akurat. Juga menurunkan obsesi tentang peningkatan dan/atau penurunan. 44

TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

hasilnya. 4. Berikan makanan kecil/mudah dikunyah. 4. Makan besar dapat Batasi asupan kafein, contoh meningkatkan kerja miokardia kopi, coklat, cola. dan menyebabkan rangsang vagal mengakibatkan bradikardia/denyut ektopik. Kafein adalah perangsang langsung pada jantung yang 5. Berikan perawatan mulut teratur, sering, termasuk minyak untuk bibir. dapat meningkatkan frekuensi jantung. 5. Mencegah ketidaknyamanan karena mulut kering dan bibir pecah yang disebabkan oleh pembatasan cairan.

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret

Setelah diberikan askep diharapkan kepatenan jalan nafas pasien terjaga dengan KH : RR dalam batas normal Irama nafas dalam batas normal Pergerakan sputum keluar dari jalan nafas Bebas dari suara nafas tambahan

a. Auskultasi bunyi nafas. Catat Beberapa derajat spasme a. adanya bunyi nafas, missal mengi, krekels, ronki. bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanisfestasikan adanya bunyi nafas adventisius ( penyebaran krekels basah, emfisema, asma berat) b. Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi. c. Catat adanya derajat 45

b. Kaji/pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi dan ekspirasi.

TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

dispnea misalnya gelisah, ansietas, dan distress pernafasan. c. Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantungt pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan dirumah sakit(infeksi dan reaksi alergi)

d. Kaji pasien untuk posisi yang Peninggian kepala tempat tidur d. nyaman misal peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur. e. Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir. e. Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan f. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuaif. toleransi jantung. Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan sebagai pengganti makanan mengontrol dispnea. Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi kolaborasi g. Berikan obat sesuai indikasi: Bronkodilator(epinefrin) gaster dan tekanan pada diafragma. mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi .

46
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Xantin(aminofilin)

Merilekskan otot halus dan Kromolin menurunkan kongesti local,menurunkan spasme jalan nafas,mengi dan produksi mukosa. Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan Deksametason ,antihistamin peningkatan langsung siklus AMP. Menurunkan inflamasi jalan nafas local dan edema dengan menghambat hismatin dan mediator lain. Antimicrobial Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambat pengeluaran histamine,menurunkan berat badan dan frekuensi spasme jalan nafas inflamasi pernafasan dan dispnea. Banyak antimicrobial yang diindikasikan untuk mengontrol infeksi pernafasan/pneumonia.meskip un tidak ada pneumonia,terapi dapat meningkatkan aliran 47
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

udara dan memperbaiki hasil

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan odema paru

Setelah diberikan asuhan a. Kaji frekuensi,kedalaman keperawatan diharapkan pernafasan pasien dapat Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh. b. Tinggikan kepala tempat Kriteria hasil :
o Tanpa terapi oksigen, SaO2

a. Berguna dalam evaluasi derajat stress pernapasan/kronisnya proses penyakit. b. Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan jalan nafas u/ menurunkan kolaps jalan nafas,dispnea dan kerja nafas.

tidur,bantu pasien untukmemilih posisi yang

95 % dank lien tidan bernafas.dorong nafas mengalami sesak napas.


o

mudah untuk

dalam secara perlahan Tanda-tanda vital dalam sesuai dengan batas normal kebutuhan/toleransi o Tidak ada tanda-tanda individu. sianosis. c. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa. c. Sianosis munkin perifer(terlihat pd kuku)/sentral(sekitar bibir/daun telinga). Keabuabuan dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia. d. Dorong mengeluarkan sputum,penghisapan bila diindikasikan. d. Kental,tebal & banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas dan jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif. e. Auskultasi bunyi nafas,catat e. Bunyi nafas munkin redup area penurunan aliran udara /bunyi tambahan. karena penurunan aliran udara. Adanya mengi mengidinfikasikan adanya

48
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

f. Palpasi fremitus

spasme bronkus. f. Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.

g. Awasi tingkat kesadaran/status mental.selidiki adanya perubahan.

g. Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pd hipoksia. GDA memburuk disertai bingung/somnolen menunjukan disfungsi serebral yang berhubungan dengan hipoksemia.

h. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas.berikan lingkungan yang tenang.batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur/istirahat pada fase akut. Munkinkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai teleransi individu.

h. Selama distres pernafasan berat pasien secara total tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi aktivitas perawatan masih penting bagi program pengobatan. Namun,program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat dan dapat

i. Awasi tanda vital dan irama jantung

meningkatkan rasa sehat. i. Takikardi,disritmia,dan perubahan TD dapat menunjukan efek hipoksemia sistemik pd fungsi jantung.

Kolaborasi j. Awasi /gambarkan seri GDA 49


TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

dan nadi oksimetri.

j. PaCO2 biasanya meningkat(bronchitis,emfisema ) & PaO2 secara umum menurun,sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil/lebih besar.catatan:PaCO2 normal/meningkat menandakan kegagalan pernafasan yang akan datang selama asmatik. k. Dapat memperbaiki/mencegah

k. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.

memburuknya hipoksia.catatan:emfisema kronis,mengatur pernafasan pasien ditentukan oleh kadar CO2 dan munkin dikeluarkan dengan peningkat PaO2 berlebihan. l. Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang

l. Berikan penekanan SSP(sedative/narkotik ,antiansietas)dg hati-hati.

meningkatkan konsumsi oksigen,eksaserbasi dispnea. Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal nafas. m. Terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya penyelamatan hidup.

m. Bantu intubasi,berikan/ pertahankan ventilasi mekanik & pindahkan ke UPI sesuai instruksi untuk pasien

50
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

4. Evaluasi Nyeri berkurang / hilang Pasien dapat melakukan aktivititasnya dengan normal cemas pasien dapat diatasi. pasien tidak terjadi penurunan curah jantung pasien mendapatkan informasi yang tepat mengenai IMA.

51
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

DAFTAR PUSTAKA Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC Reeves, Charlene J., dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika Guyton, Arthur C., dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC http://learntogether-aries.blogspot.com/2011/09/askep-acute-myocard-infark.html

52
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN PADA KASUS ( GASTOENTRITIS DEHIDRASI ) A. Pengertian

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak

dari biasanya (normal 100 200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat (Mansjoer, Arif., et all. 1999). Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari ( WHO, 1980), Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996). Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965). Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wongs,1995). Gastroenteritis adalah kondisi dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995 ).

Jadi dari keempat pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen. B. Patofisiologi Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.

53
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.

54
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

C. Gejala Klinis a. b. c. d. e. f. g. h. i. Diare. Muntah. Demam. Nyeri abdomen Membran mukosa mulut dan bibir kering Fontanel cekung Kehilangan berat badan Tidak nafsu makan Badan terasa lemah

D. Komplikasi a. b. c. d. e. f. g. Dehidrasi Renjatan hipovolemik Kejang Bakterimia Mal nutrisi Hipoglikemia Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

E. Tingkat Dehidrasi Gastroenteritis a. Dehidrasi Ringan Kehilangan cairan 2 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh pada keadaan syok. b. Dehidrasi Sedang Kehilangan cairan 5 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, presyok nadi cepat dan dalam. c. Dehidrasi Berat Kehilangan cairan 8 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tandatanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis. F. Penatalaksanaan Medis a. Pemberian cairan. b. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :

Memberikan asi. Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
55

TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

c. Obat-obatan. Pemberian cairan, pada klien Diare dengan memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum a. Cairan per oral. Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut. b. Cairan parenteral. Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya. 1) Dehidrasi ringan. 1jam pertama 25 50 ml / Kg BB / hari, kemudian 125 ml / Kg BB / oral 2) Dehidrasi sedang. 1jam pertama 50 100 ml / Kg BB / oral, kemudian 125 ml / kg BB / hari. 3) Dehidrasi berat. Untuk anak umur 1 bulan 2 tahun dengan berat badan 3 10 kg 1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set 1 ml = 15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit. 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ). 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau minum,teruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.

Untuk anak lebih dari 2 5 tahun dengan berat badan 10 15 kg. 1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 15 tetes ) atau 10 tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ). 7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.

Untuk anak lebih dari 5 10 tahun dengan berat badan 15 25 kg.


56
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ). 16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.

c. Diatetik ( pemberian makanan ). Terapi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada klien dengan tujuan meringankan, menyembuhkan serta menjaga kesehatan klien. Hal hal yang perlu diperhatikan : Memberikan Asi. Memberikan bahan makanan yang mengandung cukup kalori,protein,mineral dan vitamin, makanan harus bersih.

d. Obat-obatan. Obat anti sekresi. Obat anti spasmolitik. Obat antibiotik.

G. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan tinja. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup, bila memungkinkan. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.

b. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif, terutama dilakukan pada klien diare kronik.

57
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Askep GED A. Pengkajian Keperawatan Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, pemeriksaan fisik. Pengkaji data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah : 1. Identitas klien. 2. Riwayat keperawatan. Awalan serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare. Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.

3. Riwayat kesehatan masa lalu. Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi. 4. Riwayat psikososial keluarga. Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah. 5. Kebutuhan dasar. Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang. Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman. Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya. Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.

6. Pemerikasaan fisik. a. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat. b. Pemeriksaan sistematik : Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan. Perkusi : adanya distensi abdomen. Palpasi : Turgor kulit kurang elastis
58
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Auskultasi : terdengarnya bising usus.

c. Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang. d. Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun. e. Pemeriksaan penunjang. f. Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif. B. Diagnosa Keperawatan GE 1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan. 2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah. 3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan. 4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen. 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan. 6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan. C. Intervensi Diagnosa 1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan. Tujuan : Devisit cairan dan elektrolit teratasi Kriteria hasil: Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan seimbang Intervensi : Observasi tanda-tanda vital. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Ukur input dan output cairan (balan cairan). Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 2500 cc per hari. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan, pemeriksaan lab elektrolit. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.

59
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Diagnosa 2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah. Tujuan : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi Kriteria hasil : Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual, muntah tidak ada. Intervensi : Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen (palpasi, perkusi, dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien. Diagnosa 3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan. Tujuan : Gangguan integritas kulit teratasi Kriteria hasil : Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada Intervensi : Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong secara perlahan menggunakan sabun non alkohol. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. Observasi bokong dan perineum dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi antifungi sesuai indikasi. Diagnosa 4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen. Tujuan : Nyeri dapat teratasi
60
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Kriteria hasil : Nyeri dapat berkurang / hilang, ekspresi wajah tenang Intervensi : Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi klien. Beri kompres hangat pada daerah abdomen. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi analgetik sesuai indikasi. Diagnosa 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan. Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat Kriteria hasil : Keluarga klien mengerti dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien. Intervensi : Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui pendidikan kesehatan. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien. Diagnosa 6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan. Tujuan : Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan Intervensi : Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji faktor pencetus cemas. Buat jadwal kontak dengan klien. Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga untuk selalu mendampingi klien.

61
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

D. Evaluasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh. Integritas kulit kembali normal. Rasa nyaman terpenuhi. Pengetahuan kelurga meningkat. Cemas pada klien teratasi.

62
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Daftar Pustaka Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarata : EGC Dongoes (2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan. Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius. Pitono Soeparto, dkk. (1997). Gastroenterologi Anak. Surabaya : GRAMIK FK Universitas Airlangga. Price, Anderson Sylvia. (1997) Patofisiologi. Ed. I. Jakarata : EGC. http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-gastroenteritis/

63
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN PADA KASUS KERACUNAN PENDAHULUAN Latar Belakang Keracunan bukanlah sesuatu yang diharapkan. Namun, hal ini bukan tidak mungkin terjadi pada diri kita, orang yang dekat dengan kita, atau masyarakat luas. Yang umumnya terjadi di masyarakat adalah keracunan makanan, gigitan binatang, zat-zat kimia, dan obatobatan. Kejadian keracunan ini ternyata kelazimannya masih terlalu tinggi. Dalam pengertian sederhana keracunan adalah kejadian masuknya racun kedalam tubuh manusia. Racun merupakan zat yang jika masuk kedalam tubuh dalam jumlah tertentu mengakibatkan organ tubuh terganggu, baik yang besifat sementara maupun permanen. Racun yang masuk ke dalam tubuh dapat disebabkan oleh unsur ketidaksengajaan maupun kesengajaan. PEMBAHASAN A. Pengertian Racun adalah zat yang ketika tertelan, terisap, diabsorbsi, menempel pada kulit atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia. Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi toksik, baik kecelakaan dan karena kesengajaan, merupakan kondisi bahaya kesehatan. Sekitar 7% dari semua pengunjung departemen kedaruratan dating karena masalah toksik. B. Macam-macam Keracunan 1. Mencerna (menelan) racun Tindakan yang dilakukan adalah menghilangkan atau menginaktifkan racun sebelum diabsorbsi, untuk memberikan perawatan pendukung, untuk memelihara system organ vital, menggunakan antidote spesifik untuk menetralkan racun, dan memberikan tindakan untuk mempercepat eliminasi racun terabsorbsi. Penatalaksanaan umum : a. Dapatkan control jalan panas, ventilasi, dan oksigensi. Pada keadaan tidak ada kerusakan serebral atau ginjal, prognosis pasien bergantung pada keberhasilan penatalaksanaan pernapasan dan sisitem sirkulasi. b. Coba untuk menentukan zat yang merupakan racun, jumlah, kapan waktu tertelan, gejala, usia, berat pasien dan riwayat kesehatan yang tepat. c. Tangani syok yang tepat. d. Hilangkan atau kurangi absorbsi racun.
64
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

e. Berikan terapi spesifik atau antagonis fisiologik secepat mungkin untuk menurunkan efek toksin. f. Dukung pasien yang mengalami kejang. Racun mungkin memicu system saraf pusat atau pasien mungkin mengalami kejang karena oksigen tidak adekuat. g. Bantu dalam menjalankan prosedur untuk mendukung penghilangan zat yang ditela, yaitu: Diuresis untuk agens yang dikeluarkan lewat jalur ginjal. Dialisis Hemoperfusi (proses melewatkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal dan cartridge containing an adsorbent [karbon atau resin], dimana setelah detoksifikasi darah dikembalikan ke pasien. h. i. j. k. l. m. n. Pantau tekanan vena sentral sesuai indikasi. Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit. Menurunkan peningkatan suhu. Berikan analgesic yang sesuai untuk nyeri. Bantu mendapatkan specimen darah, urine, isi lambung dan muntah. Berikan perawatan yang konstan dan perhatian pada pasien koma. Pantau dan atasi komplikasi seperti hipotensi, disritmia jantung dan kejang. Jika pasien dipulangkan, berikan bahan tertulis yang menunjukan tanda dan gejala masalah potensial dan prosedur untuk bantuan ulang. Minta konsultasi dokter jiwa jika kondisi tersebut karena usaha bunuh diri Pada kasus keracunan pencernaan yang tidak disengaja berikan pencegahan racun dan instruksi pembersihan racun rumah pada pasien atau keluarga

2. Keracunan melalui inhalasi Penatalaksanaan umum : 1) 2) 3) 4) 5) 6) Bawa pasien ke udara segar dengan segera; buka semua pintu dan jendela. Longgarkan semua pakaian ketat. Mulai resusitasi kardiopulmonal jika diperlikan. Cegah menggigil; bungkus pasien dengan selimut. Pertahankan pesien setenang mungkin. Jangan berikan alcohol dalam bentuk apapun.

3. Keracunan makanan ` Keracunan makanan adalah penyakit yang tiba-tiba dan mengejutkan yang dapat terjadi setelah menelan makanan atau minuman yang terkontaminasi. Pertolongan Pertama Pada Keracunan Makanan

65
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

1) Untuk mengurangi kekuatan racun, berikan air putih sebanyak-banyaknya atau diberi susu yang telah dicampur dengan telur mentah. 2) Agar perut terbebas dari racun, berikan norit dengan dosis 3-4 tablet selama 3 kali berturut-turut dalam setia jamnya. 3) Air santan kental dan air kelapa hijau yang dicampur 1 sendok makan garam dapat menjadi alternative jika norit tidak tersedia. 4) Jika penderita dalam kondisi sadar, usahakan agar muntah. Lakukan dengan cara memasukan jari pada kerongkongan leher dan posisi badan lebih tinggi dari kepala untuk memudahkan kontraksi 5) Apabila penderita dalam keadaan pingsan, bawa segera ke rumah sakit atau dokter terdekat untuk mendapatkan perawatan intensif. 4. Keracunan Akibat Gigitan Binatang Kondisi lingkungan dipedesaan memungkinkan berbagai jenis bintang peliharaan maupun binatang liar dapat hidup berdampingan dengan masyarakatnya walaupun binatang peliharaan kita sudah jinak namun bahaya dari binatang ini perlu di waspadai. Pada kondisi tertentu jenis binatang berdarah panas seperti pada anjing, kucing, dan monyet yang terkena rabies dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Demikian pula jenis binatang melata yang memiliki racun seperti ular, kalajengking, dan lipan (kelabang) yang masih banyak terdapat dialam pedesaan. Binatang-binatang tersebut akan menggigit siapa saja yang ada didekatnya bila mereka akan merasa terganggu. Bila hal ini terjadi maka gigitan tersebut akan meninggalkan racun dalam tubuh orang yang digigitnya. Diantaranya : 1) Gigitan ular Bisa (racun) ular terdiri dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang luas atau bervariasi. Sisitem multiorgan, terutama neurologic, kardiovaskuler, sisitem pernapasan mungkin terpengaruh. Bantuan awal pertama pada daerah gigitan ular meliputi mengistirahatkan korban, melepaskan benda yang mengikat seperti cincin, memberikan kehangatan, membersihkan luka, menutup luka dengan balutan steril, dan imobilisasi bagian tubuh dibawah tinggi jantung. Es atau torniket tidak digunakan. Evaluasi awal di departemen kedaruratn dilakukan dengan cepat meliputi : Menentukan apakah ular berbisa atau tidak. Menentukan dimana dan kapan gigitan terjadi sekitar gigitan. Menetapkan urutan kejadian, tanda dan gejala (bekas gigi, nyeri, edema, dan eritema jaringan yang digigit dan didekatnya). Menentukan keparahan dampak keracunan. Memantau tanda vital. Mengukur dan mencatat lingkar ekstremitas sekitar gigitan atau area pada beberapa titik.
66
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Dapatkan data laboratorium yang tepat (mis. HDL, urinalisi, dan pemeriksaan pembekuan).

2) Sengatan serangga Manifestasi klinis bervariasi dari urtikaria umum, gatal, malaise, ansietas, sampai edema laring, bronkhospasme berat, syok dan kematian. Umumnya waktu yang lebih pendek diantara sengatan dan kejadian dari gejala yang berat merupakan prognosis yang paling buruk. Penatalaksanaan umum: a) Berikan epineprin (cair) secara langsung. Masase daerah tersebut untuk mempercepat absorbsi. b) Jika sengatan pada ekstermitas, berikan tornikuet dengan tekanan yang tepat untuk membendung aliran vena dan limfatik. c) Instruksikan pasien untuk hal-hal berikut: Injeksi segera dengan epineprin Buang penyengat dengan garukan cepat kuku jari Bersihkan area dengan sabun air dan tempelkan es Pasang tornikuet proksimal terhadap sengatan Laporkan pada fasilitas perawatan kesehatan terdekat untuk pemeriksaan lebih lanjut C. Gambaran Klinik Yang paling menonjol adalah kelainan visus,hiperaktifitas kelenjar ludah,keringat dan gangguan saluran pencernaan,serta kesukaran bernafas. Gejala ringan meliputi : Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah,rasa takut, tremor pada lidah,kelopak mata,pupil miosis. Keracunan sedang : nausea, muntah-muntah, kejang atau kram perut, bradikardi. Keracunan berat : diare, reaksi cahaya negatif ,sesak nafas, sianosis, edema paru ,inkontenesia urine dan feces, koma. D. Penatalaksanaan 1. Resusitasi. Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan nadi.Infus dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit .,nafas buatan,oksigen,hisap lendir dalam saluran pernafasan,hindari obat-obatan depresan saluran nafas,kalu perlu respirator pada kegagalan nafas berat.Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mlut penolong.Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag valve mask. 2. Eliminasi. Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemeberian sirup ipecac 15 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis,( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus
67
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif.Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun. Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 6 jam . pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia. 3. Anti dotum (penawar racun) Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat penumpukan. a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 2,5 mg b. Dilanjutkan dengan 0,5 1 mg setiap 5 10 15 menitsamapi timbulk gejala-gejala atropinisasi ( muka merah,mulut kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis). c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 30 60 menit selanjutnya setiap 2 4 6 8 dan 12 jam. d. Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.

68
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Asuhan Keperawatan A. Pengkajian Pengkajian difokusakan padfa masalah yang mendesak seperti jalan nafas dan sirkulasi yang mengancam jiwa,adanya gangguan asam basa,keadaan status jantung,status kesadran. Riwayat kesadaran : riwayat keracunan,bahan racun yang digunakan,berapa lama diketahui setelah keracunan,ada masalah lain sebagi pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya. B. Pemeriksaan fisik Pendahuluan fisik racun, berdasarkan sifat-sifat organo leptik, seperti bentuk, warna baud an rasa. Selain itu, dengan dilakukan pemijaran akan dapat diketahui apakah bahan atau zat yang kita periksa merupakan senyawa organic anorganik. Senyawa organic tidak meninggalkan sisa setelah pemijaran. a) Bentuk Bentuk racun dapat berupa bahan atau rasa (serbuk, Kristal, tablet, kapsul), bahan atau zat cair lanjut (larutan, sirup, suspense, obat suntik) setegah padat (salep,cream) campuran bahan atau zat padat dengan cairan (muntahan, isi perut) dan mungkin juga gas atau uap. Pada tablet atau kapsul mungkin tertera nama obat atau kandungan isinya akan mempermudah dalam pemeriksaan selanjutnya. b) Warna Bahan atau zat kimia pada umumnya tidak berwarna atau berwarna putih. Tapi beberapa diantaranya mempunyai warna asli. Warna asli tersebut dapat berubah bila terjadi oksidasi oleh udara. Sedangkan warna sediaan jadi, biasanya bukan warna asli tapi sebagai akibat tambahan zat warna, sehingga tidak dapat digunakan sebagai cirri yang spesipik. c) Bau Pemeriksaan bau dapat dilakukan dengan cara membaui langsung setelah digerus, setelah digosok dengan dua jari. Jika berupa cairan di kocok terlebih dahulu dan dibaui langsung setelah dibakar. d) Rasa Pemeriksaan rasa dilakukan dengan mencicipi bahan atau zat peminimal mungkin. C. Intervensi Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi : tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup,mencegah penyerapan dan penawar racun ( antidotum ) yan meliputi resusitasi, : Air way, breathing, circulasi eliminasi untuk menghambat
69
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

absorsi melalui pencernaaan dengan cara kumbah lambung,emesis, ata katarsis dan kerammas rambut. Berikan anti dotum sesuai advis dokter minimal 2 x 24 jam yaitu pemberian SA. Perawatan suportif; meliputi mempertahankan agar pasien tidak samapi demamatau mengigil,monitor perubahan-perubahan fisik seperti perubahan nadi yang cepat,distress pernafasan, sianosis, diaphoresis, dan tanda-tanda lain kolaps pembuluh darah dan kemungkinan fatal atau kematian.Monitir vital sign setiap 15 menit untuk bebrapa jam dan laporkan perubahan segera kepada dokter.Catat tanda-tanda seperti muntah,mual,dan nyeri abdomen serta monotor semua muntah akan adanya darah. Observasi fese dan urine serta pertahankan cairan intravenous sesuai pesanan dokter. Jika pernafasan depresi ,berikan oksigen dan lakukan suction. Ventilator mungkin bisa diperlukan. Jika keracunan sebagai uasaha untuk mebunuh diri maka lakukan safety precautions. Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatri klinis. Pertimbangkan juga masalah kelainan kepribadian,reaksi depresi,psikosis neurosis, mental retardasi dan lain-lain

D. EVALUASI Keracunan adalah salah satu penyebab kematian yang sering terjadi disekitar kita, akibat keracunan yang di sebabkan oleh makanan, gigitan binatang, dan sengatan serangga. Hal tersebut terjadi karena kelalainan dan kurangnya pengetahuan dari pihak- pihak tersebut.

70
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT GANGGUAN SISTEM MUSCUUSCLETAL PADA KASUS FRAKTUR

KONSEP DASAR PENYAKIT A. PENGERTIAN Fraktur terbuka adalah patah tulang dimana fragmen tulang yang bersangkutan sedang atau pernah berhubungan dengan dunia luar. B. ETIOLOGI a) Trauma : out in : penyebab ruda paksa merusak kulit, jaringan lumak dan tulang. In out : fragmen tulang merusak jaringan lunak dan menembus kulit b) Patologis ( penyakit pada tulang ) c) Degenerasi spontan C. KLASIFIKASI Menurut Gustilo Anderson, fraktur terbuka dibagi menjadi: a) Derajat I b) Derajat II c) Derajat III : III A III B III C D. MANIFESTASI KLINIS

71
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Terdapat tanda-tanda patah tulang dengan luka di daerah tersebut. Darah yang keluar berwarna lebih kehitaman, bercampur butiran lemak dan selalu merembes, disertai nyeri dan perdarahan. E. PEMERIKSAAN a) Pemeriksaan Fisik Look ( lihat ) : warna kulit, pembengkakan, Deformitas. Feel ( sentuhan ) : suhu, tegang lokal, nyeri tekan, krepitasi, pulsasi arteri dari distal, dari daerah yang mengalami fraktur. Move ( gerak ) : gerak yang abnormal b) Pemeriksaan Diagnostik Dengan sinar X Ct Scan tulang F. PENATALAKSANAAN a) Live saving Ingat ABC b) Mengurangi nyeri c) Propilaksis antibiotika & anti tetanus d) Debridement & irigasi e) Fixasi & imobilisasi f) Penutupan luka g) Rehabilitasi

72
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

KONSEP DASAR ASKEP DENGAN FRAKTUR TERBUKA 1. Pengkajian a) Data subjectif Mengeluh sakit Bebal / kesemutan Mengeluh kehilangan fungsi pada bagian yang fraktor b) Data objectif Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian fraktur Meringis kesakitan Kadang-kadang hipertensi (respon terhadap nyeri) Kadang hipotensi Takikardi (respon stres, hivopoterta) Penurunan atau tidak ada nadi pada bagian distal yang terkena cedera Pucat pada bagian cedera Bengkak & hematum pada sisi yang cedera Krepitasi depormitas lokal Laserasi kulit / adanya luka Pendarahan

2. Diagnosa keperawatan 1. 2. 3. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan kulit. Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan imobilisasi pada kaki. Cemas berhubungan dengan pengetahuan tentang luka post op.
73
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

3. PERENCANAAN Diangnosa I Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan kulit. Tujuan Nyeri berkurang / terkontrol Kriteria hasil Nyeri berkurang (skala nyeri : 0) Klien tidak menyeringai Rencana tindakan 1. 2. 3. 4. Kaji ulang tingkat skala nyeri Jelaskan sebab- sebab timbulnya nyeri Anjurkan klien untuk melakukan tenik relaksasi dan distraksi Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat anti biotik.

Rasional 1. 2. 3. 4. untuk mengetahui / menentukan tingkat keparahan. menambahn pengetahuan individu terhadap penyakitnya. mengantisipasi lebih awal bila timbul nyeri. membantu untuk membatasi nyeri dan antibiotik untuk mencegah dan mengatasi infeksi.

Diangnosa II Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan imobilisasi pada kaki. Tujuan Klien melaksanakan aktivitas secara berlahan Kriteria hasil Klien dapat bergerak secara maksimal Klien dapat mempertahankan fungsi tubuh secara maksimal. Rencana tindakan 1. Lakukan pendekatan pada klien. R / Klien kooperatif dengan perawat.
74
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

2. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya R / Klien mengetahui tentang penyakit yang dialami. 3. Anjurkan pada klien untuk berlatih secara bertahap. R / Dapat Menambah aliran darah ke otot dan tulang melakukan gerakan sendi dapat mencegah kontruktur 4. Observasi TTV. R / Memonitor kekurangan klien. 5. Kolaborasi dengan tim dokter dan fisioterapi. R / Menjalankan fungsi independent dan dapat menciptakan program aktivitas dan latihan individu.

Diangnosa III Cemas berhubungan dengan pengetahuan tentang luka post op. Tujuan Klien tidak merasa cemas lagi.

Kriteria hasil Klien tampak rileks, klien tidak gelisah Rencana tindakan 1. Lakukan pendekatan pada klien tentang penyakitnya. R / Klien kooperatif dengan perawatnya. 2. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya R / Klien megerti tentang penyakitnya. 3. berikan motivasi pada klien dan keluarga. R / Memberi dorongan pada klien untuk sembuh 4. Observasi TTV. R / Memonitor kekurangan / keadaan klien. 5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi / obat. R / Menjalankan fungsi independent.

IMPLEMENTASI Implementsi yang dimaksud adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana perawatan, meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan advis dokter dan ketentuan rumah sakit.

75
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

EVALUASI Perbandingan yang sistematis dari rencana tindakan masalah kesehatan dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lain. Adanya peningkatan mobilitasn

DAFTAR PUSTAKA http://hesa-andessa.blogspot.com/2010/03/askep-pada-pasien-dengn-fraktur-terbuka.html Arif Mansjoer, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Susan Martin Tucker, dkk, 1995, Standart Keperawatan Pasien, Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Nasrul Effendi, 1995, Pengatar Proses Keperawatan, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

76
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN PADA KASUS LUKA BAKAR A. DEFINISI Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001). B. ETIOLOGI 1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn) a. Gas b. Cairan c. Bahan padat (Solid) 2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn) 3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn) 4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury) Fase Luka Bakar 1) Fase akut. Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. 2) Fase sub akut. Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan: 1. Proses inflamasi dan infeksi. 2. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ organ fungsional. 3. Keadaan hipermetabolisme. 3) Fase lanjut. Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
77
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Klasifikasi Luka Bakar A. Dalamnya luka bakar. Kedalaman Ketebalan partial superfisial(tingkat I) Penyebab Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari). Penampilan Kering tidak ada gelembung.Oedem minimal atau tidak ada. Warna Bertambah merah. Perasaan Nyeri

Lebih dalam dari ketebalan partial(tingkat II)


Superfisial Dalam

Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas. Kontak Blister besar dan lembab dengan bahan yang ukurannya air atau bahan bertambah besar.Pucat padat.Jilatan bial ditekan dengan ujung api kepada jari, bila tekanan dilepas pakaian. berisi kembali. Jilatan langsung kimiawi. Sinar ultra violet. Kontak dengan bahan cair atau padat.Nyala api. Kimia. Kontak dengan arus listrik.

Berbintik- Sangat nyeri bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat.

Ketebalan sepenuhnya(tingkat III)

Kering disertai kulit mengelupas.Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas. Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar. Tidak pucat bila ditekan.

Putih, kering, hitam, coklat tua.Hitam. Merah.

Tidak sakit, sedikit sakit.Rambut mudah lepas bila dicabut.

B. Luas luka bakar Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu: 1) Kepala dan leher : 9% 2) Lengan masing-masing 9% : 18% 3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36% 4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
78
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

5) Genetalia/perineum : 1% Total : 100% C. Berat ringannya luka bakar Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh. Kedalaman luka bakar. Anatomi lokasi luka bakar. Umur klien. Riwayat pengobatan yang lalu. Trauma yang menyertai atau bersamaan.

American college of surgeon membagi dalam: 1) Parah critical: a. b. c. d. Tingkat II : 30% atau lebih. Tingkat III : 10% atau lebih. Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah. Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.

2) Sedang moderate: a) Tingkat II : 15 30% b) Tingkat III : 1 10% 3) Ringan minor: a) Tingkat II : kurang 15% b) Tingkat III : kurang 1%

79
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

C. Patofisiologi (Hudak & Gallo; 1997)

Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar Perubahan Tingkatan hipovolemik( s/d 48- Tingkatan diuretik(12 jam 18/24 72 jam pertama) jam pertama) Mekanisme Pergeseran cairan ekstraseluler. Fungsi renal. Vaskuler ke insterstitial. Dampak dari Mekanisme Dampak dari Hemodilusi.

Hemokonsentrasi Interstitial ke oedem pada vaskuler. lokasi luka bakar.

Aliran darah Oliguri. renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang.

Peningkatan aliran Diuresis. darah renal karena desakan darah meningkat.

Kadar Na+ Defisit sodium. sodium/natrium. direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan dalam cairan oedem. Kadar potassium. K+ dilepas Hiperkalemi sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+ berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang.

Kehilangan Na+ Defisit sodium. melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu).

K+ bergerak Hipokalemi. kembali ke dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar).

Kadar protein.

Kehilangan Hipoproteinemia. Kehilangan Hipoproteinemia. protein ke protein waktu dalam jaringan berlangsung terus akibat kenaikan katabolisme. permeabilitas.
80

TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Keseimbangan Katabolisme Keseimbangan nitrogen. jaringan, nitrogen negatif. kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari masukan. Keseimbnagan Metabolisme Asidosis asam basa. anaerob karena metabolik. perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonas serum. Respon stres. Terjadi karena Aliran darah trauma, renal berkurang. peningkatan produksi cortison. Terjadi karena Luka bakar panas, pecah termal. menjadi fragil. Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri. MDF meningkat 2x lipat,

Katabolisme jaringan, kehilangan protein, immobilitas.

Keseimbangan nitrogen negatif.

Kehilangan Asidosis sodium metabolik. bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan produk akhir metabolisme.

Terjadi karena Stres karena luka. sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi. Tidak terjadi pada Hemokonsentrasi. hari-hari pertama.

Eritrosit

Lambung.

Rangsangan Akut dilatasi dan Peningkatan central di paralise usus. jumlah cortison. hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison. Disfungsi jantung. Peningkatan zat MDF (miokard depresant factor) CO menurun.

Jantung.

81
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang terbakar. Indikasi Rawat Inap Luka Bakar A. Luka bakar grade II:

sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap syok spetic.

Dewasa > 20% Anak/orang tua > 15% B. Luka bakar grade III. D. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll. D. Penatalaksanaan A. Resusitasi A, B, C. 1) Pernafasan: Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi. Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi Bronkhokontriksi obstruksi gagal nafas. 2) Sirkulasi: gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka. Resusitasi cairan Baxter. Dewasa : Baxter. RL 4 cc x BB x % LB/24 jam. Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal: RL : Dextran = 17 : 3 2 cc x BB x % LB. Kebutuhan faal: < 1 tahun : BB x 100 cc 3 tahun : BB x 75 cc 3 5 tahun : BB x 50 cc diberikan 8 jam pertama diberikan 16 jam berikutnya. Hari kedua: Dewasa : Dextran 500 2000 + D5% / albumin.
82
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

( 3-x) x 80 x BB gr/hr (Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt. Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal. Monitor urine dan CVP. Topikal dan tutup luka Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik. Tulle. Silver sulfa diazin tebal. Tutup kassa tebal. Evaluasi 5 7 hari, kecuali balutan kotor. Obat obatan:

Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur. Analgetik : kuat (morfin, petidine) Antasida : kalau perlu

83
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Aktifitas/istirahat: Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus. b. Sirkulasi: Tanda : (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar). c. Integritas ego: Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah. d. Eliminasi: Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik. e. Makanan/cairan: Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah. f. Neurosensori: Gejala: area batas; kesemutan. Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf). g. Nyeri/kenyamanan: Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan
84
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri. h. Pernafasan: Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi). Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi). i. Keamanan: Tanda: Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok. Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal. Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik). Pemeriksaan diagnostik: 1. LED: mengkaji hemokonsentrasi. 2. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
85
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

3. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap. 4. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal. 5. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas. 6. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap. 7. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif. 8. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap. 2. Diagnosa Keperawatan Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut : 1. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada. 2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan. 3. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher. 4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi. 5. Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka. 6. Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema. 7. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein. 8. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan. 9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam). 10. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri. 11. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi.

86
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Rencana Intervensi Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Hasil Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial; oedema mukosa; kompressi jalan nafas . Bersihan jalan nafas tetap efektif.Kriteria Hasil : Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis. Kaji refleks gangguan/menelan; perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi.Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah muda. Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan. Rasional

Dugaan cedera inhalasiTakipnea, penggunaan otot bantu, sianosis dan perubahan sputum menunjukkan terjadi distress pernafasan/edema paru dan kebutuhan intervensi medik. Obstruksi jalan nafas/distres pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau lambat contoh sampai 48 jam setelah terbakar.

Dugaan adanya Perhatikan adanya pucat hipoksemia atau karbon monoksida. atau warna buah ceri merah pada kulit yang Meningkatkan ekspansi cidera paru optimal/fungsi Tinggikan kepala tempat pernafasan. Bilakepala/leher tidur. Hindari terbakar, bantal dapat penggunaan bantal di menghambat bawah kepala, sesuai pernafasan, indikasi menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga Dorong batuk/latihan yang terbakar dan nafas dalam dan perubahan posisi sering. meningkatkan konstriktur leher. Hisapan (bila perlu) pada Meningkatkan ekspansi perawatan ekstrem, pertahankan teknik steril. paru, memobilisasi dan drainase sekret. Tingkatkan istirahat Membantu suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara mempertahankan jalan nafas bersih, tetapi harus
87
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

dan/atau menelan sekret dilakukan kewaspadaan oral secara periodik. karena edema mukosa dan inflamasi. Teknik steril menurunkan risiko Selidiki perubahan perilaku/mental contoh infeksi. gelisah, agitasi, kacau mental. Peningkatan sekret/penurunan kemampuan untuk Awasi 24 jam menelan menunjukkan keseimbngan cairan, peningkatan edema perhatikan trakeal dan dapat variasi/perubahan. mengindikasikan kebutuhan untuk Lakukan program intubasi. kolaborasi meliputi : Meskipun sering Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, berhubungan dengan nyeri, perubahan contoh masker wajah kesadaran dapat menunjukkan Awasi/gambaran seri terjadinya/memburukny GDA a hipoksia. Kaji ulang seri rontgen Perpindahan cairan atau Berikan/bantu fisioterapi kelebihan penggantian dada/spirometri intensif. cairan meningkatkan risiko edema paru. Siapkan/bantu intubasi Catatan : Cedera atau trakeostomi sesuai inhalasi meningkatkan kebutuhan cairan indikasi. sebanyak 35% atau lebih karena edema. O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan pengeringan saluran pernafasan dan menurunkan viskositas sputum. Data dasar penting untuk pengkajian lanjut status pernafasan dan pedoman untuk pengobatan. PaO2 kurang dari 50, PaCO2
88
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

lebih besar dari 50 dan penurunan pH menunjukkan inhalasi asap dan terjadinya pneumonia/SDPD. Perubahan menunjukkan atelektasis/edema paru tak dapat terjadi selama 2 3 hari setelah terbakar Fisioterapi dada mengalirkan area dependen paru, sementara spirometri intensif dilakukan untuk memperbaiki ekspansi paru, sehingga meningkatkan fungsi pernafasan dan menurunkan atelektasis. Intubasi/dukungan mekanikal dibutuhkan bila jalan nafas edema atau luka bakar mempengaruhi fungsi paru/oksegenasi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.Penggant ian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada orang dewasa. Urine berwarna merah pada kerusakan otot masif karena adanyadarah dan keluarnya mioglobin.

Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.

Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik.Kriteria evaluasi: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine di atas 30 ml/jam.

Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates sesuai indikasi. Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak Timbang berat badan setiap hari

Ukur lingkar ekstremitas Peningkatan yang terbakar tiap hari permeabilitas kapiler, perpindahan protein,
89
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

sesuai indikasi Selidiki perubahan mental

Observasi distensi abdomen,hematomesis,fe Penggantian cairan ces hitam. tergantung pada berat badan pertama dan Hemates drainase NG perubahan selanjutnya dan feces secara periodik. Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan Lakukan program cairan yang kolaborasi meliputi : mempengaruhi volume sirkulasi dan Pasang / pertahankan pengeluaran urine. kateter urine Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidak adequatnya Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, volume sirkulasi/penurunan elektrolit, plasma, perfusi serebral albumin. Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV. Awasi hasil pemeriksaan Stres (Curling) ulcus terjadi pada setengah laboratorium ( Hb, dari semua pasien yang elektrolit, natrium ). luka bakar berat(dapat terjadi pada awal Berikan obat sesuai minggu pertama). idikasi :

proses inflamasi dan kehilangan cairan melalui evaporasi mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.

Diuretika contohnya Manitol (Osmitrol) Kalium Antasida

Observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah stasis atau refleks urine. Memungkinkan infus cairan cepat.

Resusitasi cairan menggantikan kehilangan Pantau: cairan/elektrolit dan Tanda-tanda vital membantu mencegah setiap jam selama komplikasi. periode darurat, Mengidentifikasi setiap 2 jam
90
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

selama periode akut, dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi. Warna urine. Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam selama periode akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi. Hasil-hasil JDL dan laporan elektrolit. Berat badan setiap hari. CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bial diperlukan. Status umum setiap 8 jam.

kehilangan darah/kerusakan SDM dan kebutuhan penggantian cairan dan elektrolit. Meningkatkan pengeluaran urine dan membersihkan tubulus dari debris /mencegah nekrosis. Penggantian lanjut karena kehilangan urine dalam jumlah besar Menurunkan keasaman gastrik sedangkan inhibitor histamin menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan iritasi gaster.

Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Periode darurat (awal 48 Mulai terapi IV yang jam pasca luka bakar) ditentukan dengan jarum adalah periode kritis lubang besar (18G), lebih yang ditandai oleh disukai melalui kulit hipovolemia yang yang telah terluka bakar. mencetuskan individu Bila pasien menaglami pada perfusi ginjal dan luka bakar luas dan jarinagn tak adekuat. menunjukkan gejalagejala syok hipovolemik, Inspeksi adekuat dari bantu dokter dengan luka bakar. pemasangan kateter vena sentral untuk Penggantian cairan pemantauan CVP. cepat penting untuk mencegah gagal ginjal. Beritahu dokter bila: Kehilangan cairan haluaran urine < 30 bermakna terjadi ml/jam, haus, takikardia, melalui jarinagn yang Pada penerimaan rumah sakit, lepaskan semua pakaian dan perhiasan dari area luka bakar.
91
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

CVP < 6 mmHg, bikarbonat serum di bawah rentang normal, gelisah, TD di bawah rentang normal, urine gelap atau encer gelap. Konsultasi doketr bila manifestasi kelebihan cairan terjadi.

terbakar dengan luka bakar luas. Pengukuran tekanan vena sentral memberikan data tentang status volume cairan intravaskular.

Temuan-temuan ini mennadakan hipovolemia dan perlunya peningkatan cairan. Pada lka bakar Tes guaiak muntahan warna kopi atau feses ter luas, perpindahan cairan hitam. Laporkan temuan- dari ruang intravaskular ke ruang interstitial temuan positif. menimbukan hipovolemi. Berikan antasida yag diresepkan atau Pasien rentan pada antagonis reseptor kelebihan beban volume histamin seperti intravaskular selama simetidin periode pemulihan bila perpindahan cairan dari kompartemen interstitial pada kompartemen intravaskuler. Temuan-temuan guaiak positif ennandakan adanya perdarahan GI. Perdarahan GI menandakan adaya stres ulkus (Curlings). Mencegah perdarahan GI. Luka bakar luas mencetuskan pasien pada ulkus stres yang disebabkan peningkatan sekresi hormon-hormon adrenal dan asam HCl oleh lambung. Pantau laporan GDA dan Mengidentifikasi kadar karbon monoksida kemajuan dan serum.Beriakan penyimpangan dari hasil suplemen oksigen pada yang diharapkan. tingkat yang ditentukan. Inhalasi asap dapat Pasang atau bantu merusak alveoli,
92
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom

Pasien dapat mendemonstrasikan oksigenasi adekuat.Kriteroia evaluasi: RR 12-24 x/mnt, warna kulit

kompartemen normal, GDA dalam torakal sekunder renatng normal, bunyi terhadap luka nafas bersih, tak ada bakar sirkumfisial kesulitan bernafas. dari dada atau leher.

dengan selang endotrakeal dan temaptkan pasien pada ventilator mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi pernafasan (dibuktikan dnegna hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium). Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam selama tirah baring.

mempengaruhi pertukaran gas pada membran kapiler alveoli.Suplemen oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Ventilasi mekanik diperlukan untuk pernafasan dukungan sampai pasie dapat dilakukan secara mandiri.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat;

Pernafasan dalam mengembangkan alveoli, menurunkan Pertahankan posisi semi resiko atelektasis. fowler, bila hipotensi tak ada. Memudahkan ventilasi dengan menurunkan Untuk luka bakar sekitar tekanan abdomen torakal, beritahu dokter terhadap diafragma. bila terjadi dispnea disertai dengan takipnea. Luka bakar sekitar Siapkan pasien untuk torakal dapat membatasi pembedahan eskarotomi ekspansi adda. sesuai pesanan. Mengupas kulit (eskarotomi) memungkinkan ekspansi dada. Pasien bebas dari Pantau: Mengidentifikasi infeksi.Kriteria indikasi-indikasi Penampilan luka kemajuan atau evaluasi: tak ada bakar (area luka penyimapngan dari hasil demam, pembentukan bakar, sisi donor jaringan granulasi yang dan status balutan baik. di atas sisi tandur diharapkan.Pembersihan bial tandur kulit dan pelepasan jaringan dilakukan) setiap nekrotik meningkatkan 8 jam. pembentukan granulasi. Suhu setiap 4 jam. Antimikroba topikal Jumlah makanan membantu mencegah yang dikonsumsi infeksi. Mengikuti setiap kali makan. prinsip aseptik melindungi pasien dari
93

TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

penurunan Hb, penekanan respons inflamasi

Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jarinagn nekrotik (debridemen) sesuai pesanan. Berikan mandi kolam sesuai pesanan, implementasikan perawatan yang ditentukan untuk sisi donor, yang dapat ditutup dengan balutan vaseline atau op site. Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung tangan steril dan beriakn krim antibiotika topikal yang diresepkan pada area luka bakar dengan ujung jari. Berikan krim secara menyeluruh di atas luka.

infeksi. Kulit yang gundul menjadi media yang baik untuk kultur pertumbuhan baketri. Temuan-temuan ini mennadakan infeksi. Kultur membantu mengidentifikasi patogen penyebab sehingga terapi antibiotika yang tepat dapat diresepkan. Karena balutan siis tandur hanya diganti setiap 5-10 hari, sisi ini memberiakn media kultur untuk pertumbuhan bakteri.

Kulit adalah lapisan pertama tubuh untuk pertahanan terhadap infeksi. Teknik steril dan tindakan perawatan Beritahu dokter bila perlindungan demam drainase purulen lainmelindungi pasien atau bau busuk dari area terhadap infeksi. luka bakar, sisi donor Kurangnya berbagai atau balutan sisi tandur. rangsang ekstrenal dan Dapatkan kultur luka dan kebebasan bergerak berikan antibiotika IV mencetuskan pasien sesuai ketentuan. pada kebosanan. Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka bakar luas yang mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien. Gunakan skort steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan masker bila memberikan perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis pada ruangan
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Melindungi terhadap tetanus. Ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat mengevaluasi paling baik status nutrisi pasien dan merencanakan diet untuk emmenuhi kebuuthan nutrisi penderita. Nutrisi adekuat memabntu penyembuhan luka dan memenuhi kebutuhan
94

pasien untuk menghilangkan kebosanan. Bila riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia (hyper-tet) sesuai pesanan. Mulai rujukan pada ahli diet, beriakn protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang dari 50%. Anjurkan NPT atau makanan enteral bial pasien tak dapat makan per oral. Nyeri Pasien dapat Berikan anlgesik berhubungan mendemonstrasikan narkotik yang diresepkan dengan hilang dari prn dan sedikitnya 30 Kerusakan ketidaknyamanan.Krit menit sebelum prosedur kulit/jaringan; eria evaluasi: perawatan luka. Evaluasi pembentukan menyangkal nyeri, keefektifannya. Anjurkan edema. melaporkan perasaan analgesik IV bila luka Manipulasi nyaman, ekspresi bakar luas.Pertahankan jaringan cidera wajah dan postur pintu kamar tertutup, contoh tubuh rileks. tingkatkan suhu ruangan debridemen luka. dan berikan selimut ekstra untuk memberikan kehangatan.

energi.

Analgesik narkotik diperlukan utnuk memblok jaras nyeri dengan nyeri berat. Absorpsi obat IM buruk pada pasien dengan luka bakar luas yang disebabkan oleh perpindahan interstitial berkenaan dnegan peningkatan permeabilitas kapiler.Panas dan air hilang melalui jaringan Berikan ayunan di atas luka bakar, temapt tidur bila menyebabkan diperlukan. hipoetrmia. Tindakan eksternal ini membantu Bantu dengan pengubahan posisi setiap menghemat kehilangan panas. 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan sesuai Menururnkan neyri kebutuhan, khususnya dengan
95

TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

bila pasien tak dapat mempertahankan berat membantu membalikkan badan jauh dari linen badan sendiri. temapat tidur terhadap luka dan menuurnkan pemajanan ujung saraf pada aliran udara. Menghilangkan tekanan pada tonjolan tulang dependen. Dukungan adekuat pada luka bakar selama gerakan membantu meinimalkan ketidaknyamanan. Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.Meningkatka n aliran balik vena dan menurunkan pembengkakan.

Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfun gsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interu psi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.

Pasien menunjukkan sirkulasi tetap adekuat.Kriteria evaluasi: warna kulit normal, menyangkal kebas dan kesemutan, nadi perifer dapat diraba.

Untuk luka bakar yang mengitari ekstermitas atau luka bakar listrik, pantau status neurovaskular dari ekstermitas setaip 2 jam.Pertahankan ekstermitas bengkak ditinggikan. Beritahu dokter dengan segera bila terjadi nadi berkurang, pengisian kapiler buruk, atau penurunan sensasi. Siapkan untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.

Temuan-temuan ini menandakan keruskana sirkualsi distal. Dokter dapat mengkaji tekanan jaringan untuk emnentukan kebutuhan terhadap intervensi bedah. Eskarotomi (mengikis pada eskar) atau fasiotomi mungkin diperlukan untuk memperbaiki sirkulasi adekuat. Kerusakan Memumjukkan Kaji/catat ukuran, warna, Memberikan informasi integritas kulit regenerasi kedalaman luka, dasar tentang kebutuhan b/d kerusakan jaringanKriteria hasil: perhatikan jaringan penanaman kulit dan permukaan kulit Mencapai nekrotik dan kondisi kemungkinan petunjuk sekunder penyembuhan tepat sekitar luka.Lakukan tentang sirkulasi pada destruksi lapisan waktu pada area luka perawatan luka bakar aera graft.Menyiapkan kulit. bakar. yang tepat dan tindakan jaringan untuk kontrol infeksi. penanaman dan menurunkan resiko
96
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.

infeksi/kegagalan kulit.

Kain nilon/membran Tinggikan area graft bila silikon mengandung kolagen porcine peptida mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang yang melekat pada permukaan luka sampai diinginkan dan lepasnya atau imobilisasi area bila mengelupas secara diindikasikan. spontan kulit repitelisasi. Pertahankan balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor sesuai Menurunkan pembengkakan indikasi. /membatasi resiko Cuci sisi dengan sabun pemisahan graft. ringan, cuci, dan minyaki Gerakan jaringan dengan krim, beberapa dibawah graft dapat mengubah posisi yang waktu dalam sehari, setelah balutan dilepas mempengaruhi penyembuhan optimal. dan penyembuhan selesai. Area mungkin ditutupi oleh bahan dengan Lakukan program permukaan tembus kolaborasi : pandang tak reaktif. - Siapkan / bantu prosedur bedah/balutan Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh biologis. memerlukan perawatan khusus untuk mempertahankan kelenturan. Graft kulit diambil dari kulit orang itu sendiri/orang lain untuk penutupan sementara pada luka bakar luas sampai kulit orang itu siap ditanam.

97
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Daftar pustaka

Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 1328. Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 779. Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta. Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.

98
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT GANGGUAN SISTEM INDRA PADA KASUS EPISTAKSIS KONSEP MEDIS A. Pengertian Epistaksis adalah pedarahan hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala suatu kelainan. Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina. Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat. Klasifikasi Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung. Epistaksis Anterior (Mimisan Depan) Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan, maka disebut 'mimisan depan' (=epistaksis anterior). Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan jenis ini. Mimisan depan lebih sering mengenai anak-anak, karena pada usia ini selapun lendir dan pembuluh darah hidung belum terlalu kuat. Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung, baik melalui satu maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar lewat belakang menuju ke tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi telentang atau tengadah. Pada pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya di sekat hidung, tetapi kadang-kadang juga di dinding samping rongga hidung. Mimisan depan akibat :

99
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

1. Mengorek-ngorek hidung 2. Terlalu lama menghirup udara kering, misalnya pada ketinggian atau ruangan berAC 3. Terlalu lama terpapar sinar matahari 4. Pilek atau sinusitis 5. Membuang ingus terlalu kuat Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat berhenti sendiri dalam 3 - 5 menit, walaupun kadang-kadang perlu tindakan seperti memencet dan mengompres hidung dengan air dingin. Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan: 1. Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke depan. Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari jantung. Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan. Kepala ditundukkan ke depan agar darah mengalir lewat lubang hidung, tidak jatuh ke tenggorokan, yang jika masuk ke lambung menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru dapat menimbulkan gagal napas dan kematian. 2. Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah tulang hidung. Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti menekan sampai masa 10 menit terlewati. Penderita diminta untuk bernapas lewat mulut. 3. Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu mengerutkan pembuluh darah, sehingga perdarahan berkurang. 4. Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan menghembuskan napas lewat hidung terlalu kuat sediktinya dalam 3 jam. Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya dibawa ke rumah sakit, karena mungkin dibutuhkan pemasangan tampon (kasa yang digulung) ke dalam rongga hidung atau tindakan kauterisasi. Selama dalam perjalanan, penderita sebaiknya tetap duduk dengan posisi tunduk sedikit kedepan. Epistaksis Posterior (Mimisan Belakang) Mimisan belakang (=epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada pembuluh darah rongga hidung bagian belakang. Mimisan belakang jarang terjadi, tapi relatif lebih berbahaya. Mimisan belakang kebanyakan mengenai orang dewasa, walaupun tidak menutup

100
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

kemungkinan juga mengenai anak-anak. Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang mengalami perlukaan adalah pembuluh darah yang cukup besar. Karena terletak di belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian tertelan masuk ke lambung, sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah. Pada beberapa kasus, darah sama sekali tidak ada yang keluar melalui lubang hidung. Beberapa penyebab mimisan belakang : 1. Hipertensi 2. Demam berdarah 3. Tumor ganas hidung atau nasofaring 4. Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia, thalasemia dll. 5. Kekurangan vitamin C dan K. 6. Dan lain-lain Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi. Oleh karena itu, penderita harus segera dibawa ke puskesmas atau RS. Biasanya petugas medis melakukan pemasangan tampon belakang. Caranya, kateter dimasukkan lewat lubang hidung tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian ditarik keluar melalui mulut. Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan balon. Ujung kateter satunya yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut tertarik dan menyumbat rongga hidung bagian belakang. Dengan demikian diharapkan perdarahan berhenti. Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan kauterisasi. Langkah lain yang mungkin dipertimbangkan adalah operasi untuk mencari pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan, kemudian mengikatnya. Tindakan ini dinamakan ligasi. B. Etiologi Penyebab lokal : 1. Trauma misalnya karna mengorek hidung, terjatuh, terpukul, benda asing di hidung, trauma pembedahan, atau iritasi gas yang merangsang. 2. Infeksi hidung atau sinus paranasal,seperti rinitis,sinusitis,serta granuloma spesifik seperti lepra dan sifilis. 3. Tumor,baik jinak maupun ganas pada hidung,sinus paranasal dan nasoparing.
101
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

4. Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak, seperti pada penerbang maupun penyelam(penyakit Caisson), atau lingkungan yang udaranya sangat dingin. 5. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksisringan disertai ingus berbau busuk. 6. Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulangpada anak dan remaja. Penyebab sistemik : 1) Penyakit Kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah. 2) Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukimia. 3) Infeksi sistemik, Seperti demam berdarah dengue, Influenza, Morbiliatau demam tifoid. 4) Gangguan endokrin, Seperti pada kehamilan, menars, dan menopous. 5) Kelainan kongenital, seperti penyakit Osler (hereditary hemorrhagic telangiectasia).

C. Patofisiologi Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina. Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas) interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (littles area). Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke tenggorokan. Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari

102
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina. Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan. D. Manifestasi Klinik Pertama adalah menjaga ABC A. : airway : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk. B. : breathing: pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan darah yang mengalir ke belakang tenggorokan C. : circulation : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh, pastikan pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasi. Posisikan pasien dengan duduk menunduk untuk mencegah darah menumpuk di daerah faring posterior sehingga mencegah penyumbatan jalan napas. Hentikan perdarahan a. Tekan pada bagian depan hidung selama 10 menit. b. Tekan hidung antara ibu jari dan jari telunjuk. c. Jika perdarahan berhenti tetap tenang dan coba cari tahu apa faktor pencetus epistaksis dan hindari. Jika perdarahan berlanjut : a. Dapat akibat penekanan yang kurang kuat b. Bawa ke fasilitas yang c. Dapat diberikan vasokonstriktor (adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-semprot hidung) ke daerah perdarahan. Apabila masih belum teratasi dapat dilakukan kauterisasi elektrik/kimia (perak nitrat) atau pemasangan tampon hidung. E. Komplikasi Komplikasi yang dapat timbul :

103
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Sinusitis Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung) Deformitas (kelainan bentuk) hidung Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah) Kerusakan jaringan hidung Infeksi

F. Pemeriksaan Penunjang Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk memperkuat diagnosis epistaksis. Pemeriksaan darah tepi lengkap Fungsi hemostatis EKG Tes fungsi hati dan ginjal Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring. CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing dan neoplasma. G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan awal dengan penekanan pada hidung. Bila tidak berhasil dilakukan pemasangan tampon pada hidung (tampon anterior ataupun posterior), kauterisasi secara kimia/listrik, pemberian obat antikoagulansia, atau ligasi pembuluh darah. Keempat tindakan tersebut membutuhkan keahlian medis tertentu.

104
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1) Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,, 2) Riwayat Penyakit sekarang : 3) Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan. 4) Riwayat penyakit dahulu : Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma Pernah mempunyai riwayat penyakit THT Pernah menedrita sakit gigi geraham

5) Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang. 6) Riwayat spikososial Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0 Interpersonal : hubungan dengan orang lain.

7) Pola fungsi kesehatan Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat - Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping. Pola nutrisi dan metabolisme : - Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung Pola istirahat dan tidur - Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek. Pola Persepsi dan konsep diri - Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun Pola sensorik - Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilekterus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
105
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Pemeriksaan fisik - Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran. - Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).

Data subyektif : Mengeluh badan lemas Data Obyektif Perdarahan pada hidung/mengucur banyak Gelisah Penurunan tekanan darah Peningkatan denyut nadi Anemia

B. Diagnosa Keperawatan 1. Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yangrapuh.. 2. Obstruksi jalan nafas berhubungan dengan nersihan jalan nafas tidak efektif. 3. Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita. 4. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa hidung. C. Intervensi Keperawatan 1. Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang rapuh. Tujuan : meminimalkan perdarahan Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis INTERVENSI Monitor keadaan umum pasien Monitor tanda vital Monitor jumlah perdarahan psien
106
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Awasi jika terjadi anemia Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan: pemberian transfusi, medikasi

2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis INTERVENSI Kaji bunyi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada. R/ penurunan bunyi nafas dapat menyebabkan atelektasis, ronchi dan wheezing menunjukkan akumulasi sekret. Catat kemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif. R/ Sputum berdarah kental atau cerah dapat diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronchial. Berikan posisi fowler atau semi fowler tinggi. R/ posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea. R/ mencegah obstruksi/aspirasi. Pertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250 ml/hari kecuali kontraindikasi. R/ Membantu pengenceran sekret. Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspektoran, bronkodilator. R/ mukolitik untuk menurunkan batuk, ekspektoran untuk membantu memobilisasi sekret, bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan analgetik diberikan untuk menurunkan ketidaknyamanan. 3. Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita. Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang Kriteria :
107
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya. Klien mengetahui dan mengerti pengobatannya. tentang penyakit yang dideritanya serta

INTERVENSI Kaji tingkat kecemasan klien. R/ menentukan tindakan selanjutnya. Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien. R/ Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan Temani klien. Perlihatkan rasa empati ( datang dengan menyentuh klien

Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang serta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti. R/ Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif.

Singkirkan stimulasi yang berlebihan R/ dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien. Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang. Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan.

Observasi tanda-tanda vital. R/ Mengetahui perkembangan klien secara dini. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis. R/ Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien.

4. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa hidung. Tujuan : nyeri berkurang atau hilang Kriteria hasil : Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang Klien tidak menyeringai kesakitan.

108
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

INTERVENSI Kaji tingkat nyeri klien. R/ Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya. Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya. R/ Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi. R/ Klien mengetahui tehnik distraksi dan relaksasi sehinggga dapat

mempraktekkannya bila mengalami nyeri. Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien. R/ Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien. Kolaborasi dngan tim medis. R/ Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien. Yaitu : Terapi konservatif : obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung

109
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

. Daftar pustaka

Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta. Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung. Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

110
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN PADA KASUS CIDERA KEPALA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok umur produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Tidak hanya berakibat pada tingginya angka kematian pada korban kecelakaan. Justru, yang harus menjadi perhatian adalah banyaknya kasus kecacatan dari korban kecelakaan. Khususnya, korban kecelakaan yang menderita cedera kepala. Menurut paparan dr Andre Kusuma SpBS dari SMF Bedah Saraf RSD dr Soebandi Jember, cedera kepala adalah proses patologis pada jaringan otak yang bersifat nondegenerative, non-congenital, dilihat dari keselamatan mekanis dari luar, yang mungkin menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik, dan psikososial yang sifatnya menetap maupun sementara dan disertai hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran. Dari definisi itu saja, kita sudah tahu bahwa cedera kepala sangat berbahaya dan membutuhkan penanganan segera demi keselamatan penderita. Sayangnya, kendati kasus terus meningkat, namun masih banyak pihak yang belum sadar pentingnya kecepatan menolong penderita. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya ( Mansjoer, 2000 ). Berdasarkan hal-hal dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk mengambil kasus dengan judul Asuhan Keperawatan pada klien Tn. A dengan diagnosa Cidera Kepala Ringan di Institut Gawat Darurat RSUD Dr Rasidin, Padang

111
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

BAB II TINJAUAN TEORI A. Defenisi Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi, 2001). Cedera kepala adalah trauma yang mengenai kulit kepala, tengkorak, dan otak yang disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tembus ( Mansjoer, 2000; Brunner & Soddarth, 2002 ) Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius di antara penyakit neurologik, dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil dari kecelakaan jalan raya ( Brunner & Suddarth, 2002 ). Cedera kepala merupakan adaya pukulan/benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran. Traumatik yang terjadi pada otak yang mampu menghasilkan perubahan pada phisik, intelektual, emosional, sosial, dan vocational (Susan Martin, 1999) Trauma atau cedera kepala (brain injury) adalah salah satu bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan perubahan fungsi otak (black, 2005) Menurut konsensus perdosi (2006), cedera kepala yang sinonimnya adalah trauma kapitis = head injury = trauma kranioserebral = traumatic brain injury merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen

112
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

B. Etiologi a. Trauma oleh benda tajam Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.

b. Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi) Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua-duanya.

Etiologi lainnya: a. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil. b. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan. c. Cedera akibat kekerasan. C. Klasifikasi a. Menurut Jenis Cedera Cedera Kepala terbuka Dapat menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak dan jaringan otak Cedera kepala tertutup Dapat disamakan dengan keluhan geger otak ringan dan oedem serebral yang luas b. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale) Cedera Kepala ringan (kelompok risiko rendah)
113
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

- GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif) - Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt - Tak ada fraktur tengkorak - Tak ada contusio serebral (hematom) - Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang - Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing - Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala - Tidak adanya criteria cedera sedang-berat Cedera kepala sedang - GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor) - Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi) - Dapat mengalami fraktur tengkorak - Amnesia pasca trauma - Muntah - Kejang Cedera kepala berat - GCS 3-8 (koma) - Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran progresif) - Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial - Tanda neurologist fokal - Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium c. Menurut morfologi Fraktur tengkorak
114
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

- Kranium: linear/stelatum; depresi/non depresi; terbuka/tertutup - Basis: dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal, dengan/tanpa kelumpuhan nervus VII - Fokal: epidural, subdural, intraserebral - Difus: konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus d. Menurut patofisiologi Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi : - Gegar kepala ringan - Memar otak - Laserasi Cedera kepala sekunder

Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti : - Hipotensi sistemik - Hipoksia - Hiperkapnea - Udema otak - Komplikasi pernapasan - Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

115
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Kerusakan Pada Bagian Otak Tertentu Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan mempengaruhi kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang. Daerah tertentu pada korteks serebri biasanya bertanggungjawab atas perilaku tertentu, lokasi yang pasti dan beratnya cedera menentukan jenis kelainan yang terjadi. a. Kerusakan Lobus Frontalis Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian motorik (misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu). Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan. Daerah tertentu pada lobus frontalis bertanggungjawab terhadap aktivitas motor tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya mengelai satu sisi otak, biasanya tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun kadang menyebabkan kejang. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan,
116
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam; penderita mengabaikan akibat yang terjadi akibat perilakunya. b. Kerusakan Lobus Parietalis Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari daerah ini. Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan (keadaan ini disebut apraksia) dan untuk menentukan arah kiri-kanan. Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk yang sebelumnya dikenal dengan baik (misalnya bentuk kubus atau jam dinding). Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya.

c.

Kerusakan Lobus Temporalis Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan

mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur emosional. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita dalam mengekspresikan bahasanya. Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang non-dominan, akan mengalami perubahan kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.

Cedera Spesifik Otak Kepala a. Fraktur Tengkorak Kekuatan benturan lebih luas area tengkorak
117
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Fraktur Linear :

Fraktur Basiler: temporak

Pada dasar tengkorak atau pada tulang sepanjang bagian Frontal atau

Fraktur ini cukup serius karena menimbulkan kontak antara CSS dan dunia luar melalui ruang subarachnoid dan sinus yang mengandung udara dari wajah atau tengkorak, memungkinkan bakteri masuk & mengisi drainase sinus. Fraktur ini bisa melukai arteri dan vena yang kemudian mengalirkan drahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di dasar tengkorak bisa merobek meningens (selaput otak). Cairan serebrospinal (cairan yang beredar diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga. Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang tersebut, dan menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada otak. Sebagian besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan pembedahan, kecuali jika pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.

b.

Geger Serebral (Contusio) Gegar otak (kontusio serebri) merupakan memar pada otak, yang biasanya disebabkan

oleh pukulan langsung dan kuat ke kepala. Robekan otak adalah robekan pada jaringan otak, yang seringkali disertai oleh luka di kepala yang nyata dan patah tulang tengkorak. Hal ini menandakan terjadinya perdarahan pada otak yang dapat menimbulkan pembengkakan Bakteri ringan dari cedera otak menyebar, disfungsi neurologis bersifat sementara dapat pulih. Disorientasi dan bingung sesaat dengan gejala sakit kepala, tak mampu konsentrasi gangguan memori sementara pusing, peka omnesia retrograde. Jika terjadi pembengkakan pada otak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak; pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak.

118
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

c.

Memar / Laserasi cerebral (Komosio) Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah hilangnya fungsi neurologik sementara

tanpa kerusakan struktur. Umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam beberapa detik sampai beberapa menit. Jika jaringan otak di lobus frontal terkena, pasien dapat menunjukkan perilaku irasional yang aneh, dimana keterlibatan lobus temporal dapat menimbulkan amnesia atau disorientasi. Komosio cerebral ini merupakan memar pada permukaan otak yang terdiri dari area hemoragi kecil-kecil yang tersebar, gejala bersifat neorologis fokal, dapat berlangsung 2-3 hari setelah cedera dan menimbulkan disfungsi luas akibat dari peningkatan edema serebral. Pada scan tomografi terlihat masa dan menimbulkan perubahan TIK dengan jelas. Tindakan terhadap komosio meliputi mengobservasi pasien terhadap adanya sakit kepala, pusing, peka rangsang, dan ansietas (sindrom pasca-komosio), yang dapat mengikuti tipe cedera. Dengan memberi pasien informasi, penjelasan, dan dukungan pada pasien dapat mengurangi beberapa masalah sindrom pasca - komosio. d. Hematom Epidural Adalah suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian dalam dan lapangan meningens paling luar (dura), terjadi karena robekan cabang kecil arteri meningeal tengah atau frontal. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Tanda dan gejala berupa sakit kepala hebat yang bias segera timbul tetapi bias juga muncul beberapa jam setelah cedera dengan intensitas nyeri tidak tetap, penurunan kesadaran ringan, diikuti periode lucid, kemudian penurunan neurologi dari kacau mental sampai coma, bentuk dekortikasi & deserebrasi, pupil isokor sampai anisokor. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung kepada CT scan darurat. Hematoma epidural diatasi sesegera
119
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.

e.

Hematoma Subdural Adalah akumulasi darah dibawah lapangan meningeal duramater diatas lapangan

arakhnoid yang menutupi otak. Penyebabnya robekan permukaan dan lebih sering pada lansia dan alkoholik gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang disfasia. Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah: sakit kepala yang menetap rasa mengantuk yang hilang-timbul linglung perubahan ingatan
120
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

Hematoma subdural dapat terjadi akut, sub akut, atau kronik, bergantung pada ukuran pembuluh yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada. 1. Hematoma subdural akut Dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio atau laserasi. Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik yang penting dan serius dalam 24 48 jam setelah cedera. Cedera ini sering berkaitan dengan cedera deselerasi akibat kecelakaan kendaraan bermotor. Biasanya pasien dalam keadaan koma dan tanda klinis sama dengan hematoma epidural. Tekanan darah meningkat, frekuensi nadi lambat dan pernapasan cepat.

121
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

2.

Hematoma subdural sub akut Menyebabkan deficit neurologik bermakna dalam waktu lebih dari 48 jam setelah

cedera. Hematoma ini disebabkan oleh perdarahan vena ke dalam ruang subdural. Riwayat klinis khas dari penderita hematoma subdural subakut adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, yang diikuti penurunan kesadaran, dan perbaikan status neurologik secara bertahap. Namun setelah jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan penurunan status neurologik. Tingkat kesadaran menurun bertahap, pasien tidak berespon, peningkatan TIK, lalu terjadi herniasi unkus atau sentral. Angka kematian tinggi pada pasien hematoma subdural akut dan sub akut, karena sering dihubungkan dengan kerusakan otak. 3. Hematoma subdural kronik Terjadi karena cedera kepala minor, terjadi paling sering pada lansia akibat atrofi otak karena proses penuaan. Tampaknya cedera kepala minor dapat mengakibatkan dampak yang cukup untuk menggeser isi otak secara abnormal dengan sekuela negative. Waktu di antara cedera dan awitan gejala mungkin lama, sehingga akibat actual mungkin terlupakan. Gejala dapat tampak beberapa minggu setelah cedera minor. Hematoma subdural kronik menyerupai kondisi lain dan mungkin dianggap sebagai stroke. Tindakan terhadap hematoma subdural kronik ini daapt dilakukan melalui lubang burr ganda, atau kraniotomi dapat dilakukan untuk lesi massa subdural yang cukup besar yagn tidak dapat dilakukan melalui lubang burr.

a.

Hematoma Intrakranial Adalah pengumpalan darah lebih dari 25 ml dalam parenkim otak, penyebabnya

adalah fraktur depresi tulang tengkorak, cedera penetrasi peluru dan gerakan aselerasideserasi tiba-tiba tindakan bersifat kontroversial bedah atau medis, serta bias juga terjadi karena cedera atau stroke. Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak (hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejal adalam

122
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

beberapa menit. Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari. Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut. b. Konkusio Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan yang menimpa otak di dalam tulang tengkorak. Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang abnormal; sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari. Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio. Sindroma pasca konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala yang ringan. Para ahli belum sepakat, apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor psikis. Pemberian obatobatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih serius yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah terjadinya cedera. Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah parah, sebainya segera mencari pertolongan medis.

123
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak diperlukan pengobatan. Setiap orang yang mengalami cedera kepala diberitahu mengenai pertanda memburuknya fungsi otak. Selama gejalanya tidak semakin parah, biasanya untuk meredakan nyeri diberikan asetaminofen. Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari pertama. D. Patofisiologi Dalam keadaan normal otak mempunyai kemampuan melakukan autoregulasi aliran darah serebral dan menjamin aliran daerah konstan melalui pembuluh darah serebral. Faktorfaktor ini dapat mengubah kemampuan pembuluh serebral untuk berkontraksi dan berdilatasi serta mengganggu autoregulasi diantaranya trauma otak, iskemia dan hipoxia, pada klien dengan kerusakan autoregulasi. Aktivitas yang dapat menyebabkan peningkatan aliran darah serebral juga dapat meningkatkan TIK. Tekanan Intra Kranial (TIK) merupakan tekanan yang dikeluarkan oleh kombinas dari 3 komplemen intrakranial yaitu jaringan otak, CSS dan darah. Hipotesa monro kellie mengatakan volume intrakranial sama dengan volume otak ditambah volume darah serebral dan CSS, dimana tiap perubahan volume dari tiap-tiap komponan karena gangguan kranial dapat menyebabkan peningkatan TIK. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar. WOC (Terlampir)

E. Manifestasi Klinis Adapun manifestasi klinis dari cedera kepala adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. Gangguan kesadaran Konfusi Abnormalitas pupil
124
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

4. 5. 6. 7. 8. 9.

Piwitan tiba-tiba defisit neurologis Perubahan TTV Gangguan pergerakan Gangguan penglihatan dan pendengaran Disfungsi sensori Kejang otot

10. Sakit kepala 11. Vertigo 12. Kejang 13. Pucat 14. Mual dan muntah 15. Pusing kepala 16. Terdapat hematoma 17. Kecemasan 18. Sukar untuk dibangunkan 19. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

F. Pemeriksaan Penunjang 1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri. 2. MRI :Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif. 3. Cerebral Angiography :Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma. 4. Serial EEG :Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis 5. X-Ray :Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang. 6. BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
125
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

7. PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak 8. CSF, Lumbal Punksi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid. 9. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracranial. 10. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial. 11. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran. G. Penatalaksanaan Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Observasi 24 jam Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu. Berikan terapi intravena bila ada indikasi. Anak diistirahatkan atau tirah baring. Profilaksis diberikan bila ada indikasi. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi. Pemberian obat-obat analgetik. Pembedahan bila ada indikasi.

Penatalaksanaan Khusus 1. Cedera kepala ringan

Pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan bila memenuhi criteria berikut: Hasil pemeriksaan neurologist dalam batas normal Foto servikal jelas normal

126
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien selama 24 jam pertama, dengan instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat darurat jika timbul gejala perburukan

2.

Cedera kepala sedang Pasien yang sedang menderita konkusi otak, dengan GCS 15 dan CT Scan normal,

tidak perlu dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk observasi di rumah, meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing, atau amnesia. Risiko timbulnya lesi intracranial lanjut yang bermakna pada pasien dengan cedera kepala sedang adalah minimal. 3. Cedera kepala berat Setelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital, keputusan segera pada pasien ini apakah terdapat indikasi interval bedah saraf segera. Jika ada indikasi, harus segera dikonsulkan ke bedah saraf untuk tindakan operasi. Penatalaksanaan cedera kepala berat seyogyanya dilakukan di unit rawat intensif. Walaupun sedikit sekali yang dapat dilakukan untuk mengatasi kerusakan primer akibat cedera, tetapi setidaknya dapat mengurangi kerusakan otak sekunder akibat hipoksia, hipotensi, atau peningkatan TIK. Kejang umum yang terjadi setelah cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan otak sekunder karena hipoksia, sehingga terapi anti konvulsan dapat dimulai.

H. Komplikasi 1. Epilepsi Pasca Trauma Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala. Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cedera. Kejang terjadi pada sekitar 10% penderita yang mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya luka tembus di kepala dan pada sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala. Obat-obat anti-kejang (misalnya fenitoin, karbamazepin atau valproat) biasanya dapat mengatasi kejang pasca trauma. Obat-obat tersebut sering diberikan kepada seseorang yang
127
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

mengalami cedera kepala yang serius, untuk mencegah terjadinya kejang. Pengobatan ini seringkali berlanjut selama beberapa tahun atau sampai waktu yang tak terhingga. 2. Afasia Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan bagian lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun dari area tersebut karena stroke, tumor, cedera kepala atau infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa. 3. Apraksia Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis atau lobus frontalis. Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya, yang telah menyebabkan kelainan fungsi otak. 4. Agnosis Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal dari benda tersebut. Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalnya dengan baik atau benda-benda umum (misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka dapat melihat dan menggambarkan benda-benda tersebut. Penyebabnya adalah kelainan fungsi pada lobus parietalis dan temporalis, dimana ingatan akan benda-benda penting dan fungsinya disimpan. Agnosia seringkali terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala atau stroke. Tidak ada pengobatan khusus, beberapa penderita mengalami perbaikan secara spontan. 5. Amnesia Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu. Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti. Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesi retrograd) atau peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia pasca trauma). Amnesia
128
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

hanya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung kepada beratnya cedera) dan akan menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesi bisa bersifat menetap. Mekanisme otak untuk menerima informasi dan mengingatnya kembali dari memori terutama terletak di dalam lobus oksipitalis, lobus parietalis dan lobus temporalis. Amnesia menyeluruh sekejap merupakan serangan lupa akan waktu, tempat dan orang, yang terjadi secara mendadak dan berat. Serangan bisa hanya terjadi satu kali seumur hidup, atau bisa juga berulang. Alkoholik dan penderita kekurangan gizi lainnya bisa mengalami amnesia yang disebut sindroma Wernicke-Korsakoff. Sindroma ini terdiri dari kebingungan akut (sejenis ensefalopati) dan amnesia yang berlangsung lama. Amnesia Korsakoff terjadi bersamaan dengan ensefalopati Wernicke. Amnesia Korsakoff juga bisa terjadi setelah cedera kepala yang hebat, cardiac arrest atau ensefalitis akut. 6. Fistel Karotis-kavernosus Ditandai oleh trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan bruit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera. Angiografi perlu dilakukan untuk konfirmasi diagnosis dan terapi dengan oklusi balon endovaskuler untuk mencegah hilangnya penglihatan yang permanent. 7. Diabetes Insipidus Disebabkan oleh kerusakan traumtik pada tangkai hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormone antidiuretik. Pasien mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan hipernatremia dan deplesi volum. 8. Kejang pasca trauma Dapat segera terjadi (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predisposisi untuk kejang lanjut; kejang dini menunjukkan risiko yang meningkat untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan antikonvulsan. 9. Kebocoran cairan serebrospinal
129
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi pada 2-6 % pasien dengan cedera kepala tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah beberapa hari pada 85 % pasien. Drainase lumbal dapat mempercepat proses ini. Walaupun pasien ini memiliki risiko meningitis yang meningkat, pemberian antibiotic profilaksis masih controversial. Otorea atau rinorea cairan serebrospinal yang menetap atau meningitis berulang merupakan indikasi untuk reparative. 10. Edema serebral dan herniasi Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, Puncak edema terjadi 72 Jam setelah cedera. Perubahan TD, Frekuensi nadi, pernafasan tidak teratur merupakan gejala klinis adanya peningkatan TIK. Penekanan dikranium dikompensasi oleh tertekannya venosus & cairan otak bergeser. Peningkatan tekanan terus menerus menyebabkan aliran darah otak menurun dan perfusi tidak adekuat, terjadi vasodilatasi dan edema otak. Lama-lama terjadi pergeseran supratentorial dan menimbulkan herniasi. Herniasi akan mendorong hemusfer otak kebawah / lateral dan menekan di enchephalon dan batang otak, menekan pusat vasomotor, arteri otak posterior, saraf oculomotor, jalur saraf corticospinal, serabut RES. Mekanisme kesadaran, TD, nadi, respirasi dan pengatur akan gagal. 11. Defisit Neurologis dan Psikologis Tanda awal penurunan fungsi neulorogis: Perubahan TK kesadaran, Nyeri kepala hebat, Mual / muntah proyektil (tanda dari peningkatanTIK).

130
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Primer Airway Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan napas. Breathing Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, irama pernapasan, tarikan dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung. Circulation Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler refill. Disability Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri. Tingkat Kesadaran Kualitatif dengan : CMC Reaksi segera dengan orientasi sempurna, sadar akan sekeliling , orientasi baik terhadap orang tempat dan waktu. Apatis Terlihat mengantuk saat terbangun klien terlihat acuh tidak acuh terhadap lingkungannya. Confuse Klien tampak bingung, respon psikologis agak lambat. Samnolen Dapat dibangunkan jika rangsangan nyeri cukup kuat, bila rangsangan hilang, klien tidur lagi.
131
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Soporous Coma Keadaan tidak sadar menyerupai koma, respon terhadap nyeri masih ada, biasanya inkontinensia urine, belum ada gerakan motorik sempurna. Koma Keadaan tidak sadar, tidak berespon dengan rangsangan. Kuantitas dengan GCS 1. Mata (eye) Selalu menutup mata dengan rangsangan nyeri Membuka mata dengan rangsangan nyeri Membuka mata dengan perintah Membuka mata spontan 2. Motorik (M) Tidak berespon dengan rangsangan nyeri Eksistensi dengan rangsangan nyeri Fleksi lengan atas dengan rangsangan nyeri Fleksi siku dengan rangsangan nyeri Dapat bereaksi dengan rangsangan nyeri Bergerak sesuai perintah 3. Verbal (V) Tidak ada suara Merintih Dapat diajak bicara tapi tidak mengerti Dapat diajak bicara tapi kacau Dapat berbicara, orientasi baik Exposure Suhu, lokasi luka.

132
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

2. Pengkajian Sekunder a. Riwayat Kesehatan Sekarang

Tanyakan kapan cedera terjadi. Bagaimana mekanismenya. Apa penyebab nyeri/cedera: Peluru kecepatan tinggi? Objek yang membentuk kepala ? Jatuh ? Darimana arah dan kekuatan pukulan? b. Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah klien pernah mengalami kecelakaan/cedera sebelumnya, atau kejang/ tidak. Apakah ada penyakti sistemik seperti DM, penyakit jantung dan pernapasan. Apakah klien dilahirkan secara forcep/ vakum. Apakah pernah mengalami gangguan sensorik atau gangguan neurologis sebelumnya. Jika pernah kecelakaan bagimana penyembuhannya. Bagaimana asupan nutrisi. c. Riwayat Keluarga

Apakah ibu klien pernah mengalami preeklamsia/ eklamsia, penyakit sistemis seperti DM, hipertensi, penyakti degeneratif lainnya. d. Pengkajian Head To Toe 1) Pemeriksaan kulit dan rambut Kaji nilai warna, turgor, tekstur dari kulit dan rambut pasien 2) Pemeriksaan kepala dan leher Pemeriksaan mulai dari kepala, mata, hidung, telinga, mulut dan leher. Kaji kesimetrisan, edema, lesi, maupun gangguan pada indera. Pada penderita stroke biasanya terjadi gangguan pada penglihatan maupun pembicaraan 3) Pemeriksaan dada Paru-paru Inspeksi Palpasi Perkusi : kesimetrisan, gerak napas : kesimetrisan taktil fremitus : suara paru (pekak, redup, sono, hipersonor, timpani)
133
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Jantung Inspeksi Palpalsi Perkusi : amati iktus cordis : raba letak iktus cordis : batas-batas jantung

Batas normal jantung yaitu: Kanan atas: SIC II RSB, kiri atas: SIC II LSB, kanan bawah: SIC IV RSB, kiri bawah: SIC V medial 2 MCS 4) Pemeriksaan abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : keadaan kulit, besar dan bentuk abdomen, gerakan : hati, limpha teraba/tidak, adanya nyeri tekan : suara peristaltic usus : frekuensi bising usus

5) Pemeriksaan ekstremitas Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya alat bantu.

134
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

A. ANALISA DATA
NO DX HARI, TANGGAL DATA (DO/DS) FOKUS

PROBLEM

ETIOLOGI

TTD

Senin, 16/5/2011

DS : Klien mengatakan nyeri kepala pada waktu duduk, dengan skala 5. DO: Tekanan darah: 140/80 mmHg, suhu: 37 C, nadi: 60 kali permenit, RR: 20 kali permenit. Ada tanda-tanda peningkatan tekanan intra cranial. TD 140/80 mmhg Nadi 60x/menit.

perubahan perfusi jaringan serebral

terputusnya aliran darah ke otak

Senin, 16/5/2011

DS : kaki kiri tidak bisa digerakkan dan tangan kiri bisa sedikit digerakkan.

kerusakan mobilitas fisik ditandai dengan kaki kanan tidak bisa digerakkan dan tangan kanan bisa sedikit digerakkan.

kerusakan neuromoskuler, kelemahan parestesia

DO : Kekuatan otot: tangan dan kaki kanan 5, tangan dan kaki kiri 3, TD: 140/80 mmHg, S: 36,8 C, N: 88 135
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

kali/menit, RR: 20kali/menit. Hasil CT scan 1. Infark luas pada lobus temporal, occipital, dan parietal kanan 2. Infark pada kapsula interna crus posterior kiri, korona radiata kanan dan kapsula eksterna kanan 3 Selasa, 17/5/2011

DO : klien mengatakan sudah 4 hari klien tidak bisa BAB dan minum sedikiT. DS : pada abdomen teraba massa di kuadran kiri bawah bunyi usus: 3 kali permenit.

gangguan pola eliminasi (konstipasi)

kurangnya cairan dan serat dalam tubuh

Rabu, 18/5/2011

DS : klien mengatakan badan panas dan minum sedikit (125 cc)

hipertermi

Adanya infeksi

DO : mukosa bibir agak kering dengan TD: 140/80


136
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

mmHg, S: 38,6C, N : 88 kali permenit, RR: 20 kali permenit, Hemoglobin: 14,00 gr% Leukosit: 13,00 ribu/mmk (H), Eritrosit: 4,94 juta/mmk.

B.

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan terputusnya aliran darah ke otak. 2. kerusakan mobilitas fisik ditandai dengan kaki kanan tidak bisa digerakkan dan tangan kanan bisa sedikit digerakkan berhubungan dengan kerusakan neuromoskuler, kelemahan parestesia. 3. gangguan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya cairan dan serat dalam tubuh. 4. hipertermi berhubungan dengan adanya infeksi

C.
NO DX

INTERVENSI
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL TTD

perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan terputusnya aliran

Tujuan :

1. monitor TTV

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 kali 8 jam, diharapkan

mengetahui kondisi perkembangan klien.

137
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

darah ke otak

tidak terjadi perubahan perfusi 2. jaringan serebral KH: terpeliharanya tingkat kesadaran, menampakkan stabilisasi TTV dan 3. tidak ada PTIK serta peran pasien tidak menampakkan kekambuhan.

Tentukan faktorfaktor yang berhubungan dengan terjadinya pusing

mengetahui faktor yang dapat menyebabkan pusing.

Bantu klien tekhnik relaksasi dan distraksi (tarik nafas dalam dan mengajak bicara)

mengurangi rasa pusing

4. Pertahankan tirah baring 5. Berikan obat sesuai advis dokter mengurangi rasa pusing

membantu proses penyembuhan 6.


2 kerusakan mobilitas fisik ditandai dengan kaki kanan tidak bisa digerakkan dan tangan kanan bisa sedikit digerakkan berhubungan dengan kerusakan neuromoskuler, kelemahan parestesia Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 kali 8 jam, diharapkan klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya KH : bertambahnya kekuatan otot dan klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. 1. monitor TTV mengetahui perkembangan kondisi klien.

2. Lakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit

otot volunteer akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan

gerakan aktif 138


TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

3. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada eksremitas yang tidak sakit

memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.

mempertahankan otot tonus

membantu proses penyembuhan. 4. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien

5. Berikan obat sesuai advis dokter 3

gangguan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya cairan dan serat dalam tubuh

Tujuan :

1. monitor TTV

setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 kali 1 jam, diharapkan klien dapat BAB 2. Anjurkan klien untuk KH : sering minum air tidak teraba putih. massa pada abdomen

untuk mengetahui perkembangan kondisi klien

supaya masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu
139

TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

eliminasi

3. Anjurkan klien untuk makan makanan berserat

karena diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler

untuk membantu mempermudah BAB.

4. Berikan huknah gliserin 4

hipertermi berhubungan dengan adanya infeksi

Tujuan :

1. monitor TTV

setelah diberikan tindakan keperawatan selama satu kali 5 jam, diharapkan 2. Berikan kompres air tidak terjadi biasa hipertermi dengan KH: suhu badan 3. Anjurkan untuk antara 36-37 0C memakai baju yang tipis.

mengetahui perkembangan kondisi klien.

untuk menurukan panas

membantu menurunkan panas badan

4. Anjurkan klien sering minum air putih yaitu


TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

untuk memenuhi kebutuhan cairan


140

dan membantu menurunkan panas

5. Kolaborasi dengan tim medis lain (dokter) paracetamol 500 mg

untuk membantu proses penyembuhan

D. IMPLEMENTASI HARI, TANGGAL Senin, 16/5/2011

JAM 09.00

NO DX 1

IMPLEMENTASI memonitor TTV

RESPON KLIEN S:O : TD: 140/80 mmHg, S: 36,8 C, N: 88 kali/menit, RR: 20kali/menit.

TTD

10.00

Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit

S : klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan gerakan pasif O : klien kooperatif

14.00

Memonitor TTV

S:O : TD: 140/80 mmHg, S: 36,8 C, N: 88 kali/menit, RR: 20kali/menit.

Selasa, 17/5/2011

09.00

memonitor TTV

S:O : TD: 140/80 mmHg, 141

TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

S: 36,8 C, N: 88 kali/menit, RR: 20kali/menit. 09.30 1 Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit S : klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan gerakan pasif O : klien kooperatif 10.00 1 Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien S : klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan latihan fisik oleh fisioterapis O : klien kooperatif Rabu, 18/5/2011 09.00 1 memonitor TTV S:O : TD: 140/80 mmHg, S: 36,8 C, N: 88 kali/menit, RR: 20kali/menit. 09.30 1 Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit S : klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan gerakan pasif O : klien kooperatif 10.00 1 Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien S : klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan latihan fisik oleh fisioterapis O : klien kooperatif 17.00 1 monitor TTV TD : 140/80 mmHg S : 38,6C N : 88 X/m RR: 20 kali 142
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

Kamis 19/5/2011

09.00

memonitor TTV

S:O : TD: 140/80 mmHg, S: 36,8 C, N: 88 kali/menit, RR: 20kali/menit.

10.00

Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit

S : klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan gerakan pasif O : klien kooperatif

10.30

Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien

S : klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan latihan fisik oleh fisioterapis O : klien kooperatif

13.00

Memberikan obat sesuai advis dokter (aspilet 1x80 mg per oral, piracetam 1x200 mg per oral, ranitidine, 1x50 mg iv) memonitor TTV

S:O : klien kooperatif

Jumat 20/5/2011

09.00

S:O : TD: 140/80 mmHg, S: 36,8 C, N: 88 kali/menit, RR: 20kali/menit.

10.00

Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit

S : klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan gerakan pasif O : klien kooperatif

10.30

Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien

S : klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan latihan fisik oleh fisioterapis 143

TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

O : klien kooperatif 13.00 1 Memberikan obat sesuai advis dokter (aspilet 1x80 mg per oral, piracetam 1x200 mg per oral, ranitidine, 1x50 mg iv) Menentukan faktorfaktor yang berhubungan dengan terjadinya pusing S:O : klien kooperatif

Senin, 16/5/2011

11.30

S : klien mengatakan bahwa kepalanya pusing dengan skala 5 O : klien tampak kesakitan

12.00

Memberikan obat sesuai advis dokter (aspilet 1x80 mg per oral)

S : klien menanyakan obat apa itu? O : klien kooperatif dan meminum obatnya S : klien mengatakan posisi setengah duduk rasa pusing agak berkurang O : klien tampak menahan sakit

13.00

Mempertahankan tirah baring

Selasa, 17/5/2011

11.00

Pertahankan tirah baring

S : klien mengatakan posisi setengah duduk rasa pusing agak berkurang O : klien tampak menahan sakit

12.00

Memberikan obat sesuai advis dokter (aspilet 1x80 mg per oral)

S : klien menanyakan obat apa itu? O : klien kooperatif dan meminum obatnya S : klien mengatakan posisi setengah duduk rasa pusing agak 144

12.30

Mempertahankan tirah baring

TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

berkurang O : klien tampak menahan sakit 13.00 3 Menganjurkan klien untuk makan makanan berserat S : klien mengatakan mau makan makanan yang berserat O : klien tampak gelisah 13.30 3 Memberikan huknah gliserin S : klien mengatakan bersedia untuk di lakukan tindakan huknah O : klien kooperatif Rabu, 18/5/2011 11.00 4 Memonitor TTV S:O : mukosa bibir agak kering dengan TD: 140/80 mmHg, S: 38,6C, N : 88 kali permenit, RR: 20 kali permenit, Hemoglobin: 14,00 gr% Leukosit: 13,00 ribu/mmk (H), Eritrosit: 4,94 juta/mmk.

12.00

Berikan kompres air biasa

S:O : klien kooperatif

15.00

Anjurkan untuk memakai baju yang tipis. Anjurkan klien sering minum air putih yaitu

S:O : klien kooperatif S:O : klien kooperatif 145

15.30

TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

16.00

Kolaborasi dengan tim medis lain (dokter) paracetamol 500 mg

S:O : klien kooperatif

E. EVALUASI HARI, TANGGAL Senin, 16/5/2011 NO. DP 1

NO 1

EVALUASI S : klien mengatakan mau untuk melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan mau mengikuti latihan fisik yang dibimbing dengan fisioterapis O : klien tampak tenang A : masalah kerusakan mobilitas fisik sebagian teratasi P : lanjutkan intervensi (Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien)

TTD

Kamis, 19/5/2011

S : klien mengatakan mau untuk melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan mau mengikuti latihan fisik yang dibimbing dengan fisioterapis O : klien tampak tenang A : masalah kerusakan mobilitas fisik sebagian teratasi P : lanjutkan intervensi (Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien)

Jumat , 20/5/2011

S : klien mengatakan mau untuk melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan mau mengikuti latihan fisik yang dibimbing dengan fisioterapis O : klien tampak tenang A : masalah kerusakan mobilitas fisik sebagian 146

TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

teratasi P : lanjutkan intervensi (Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien) 4 Sabtu , 21/5/2011 1 S : klien mengatakan mau untuk melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan mau mengikuti latihan fisik yang dibimbing dengan fisioterapis O : klien tampak tenang A : masalah kerusakan mobilitas fisik sebagian teratasi P : lanjutkan intervensi (Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien) 5 Senin, 16/5/2011 2 S : klien mengatakan pusing berkurang jika dalam keadaan setengah duduk dan setelah diberi obat oleh dokter O : klien tampak tenang A : masalah perubahan perfusi jaringan serebral sebagian teratasi P : pertahankan intervensi (menentukan factor pusing, pertahankan tirah baring, berikan terapi sesuai advice) 6 Rabu, 18/5/2011 2 S : klien mengatakan sudah merasa panas lagi badannya O : suhu tubuh 36,9 C. A : masalah hipertermi teratasi P : lanjutkan intervensi (monitor TTV) 7 Selasa, 17/5/2011 3 S : klien mengatakan setelah dilakukan huknah perut klien terasa lega dan BAB bisa lancar O : klien tampak tenang

147
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

A : masalah konstipasi teratasi P : pertahankan intervensi ( minum air puti yang cukup, serta makan makanan yang berserat yang cukup) 8 Rabu, 18/5/2011 4 S : klien mengatakan sudah tidak merasa demam O : klien tampak tenang, S : 36,8 C A : masalah hipertermi teratasi P : pertahankan intervensi (minm banyak, makan makanan berserat, dan kolaborasi pemberian antipiretik jika suhu naik dan kolaborasi pemberian antibiotik)

148
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

DAFTAR PUSTAKA

Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto; 2001. Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC; 1996. Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000. Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC; 1999. http://yuflihul.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-gawat-darurat-pada_23.html

149
TINDAKAN KEDARURATAN LUH PUTU SRI NOVIARINI

You might also like