You are on page 1of 31

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN MUSIM TERHADAP BANJIR TAHUNAN IBUKOTA SERTA DAMPAK PADA KESEHATAN LINGKUNGAN

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi SDM dan SDA

Dosen Pembimbing : Dra. Endah Sulistyo M

Disusun Oleh : Dewi Mentari (8105108036)

JURUSAN EKONOMI DAN ADMINISTRASI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Air adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa dan jumlahnya sangat banyak. Tak heran jika negara kita khususnya disebut Negara Maritim, karena hampir bagian di Indonesia merupakan perairan. Mulai dari sungai sampai dengan laut yang begitu esotik keindahannya. Bukan hanya Indonesia hampir seluruh pelosok negera membutuhkan air, karena air merupakan sumber kehidupan. Manusia bisa hidup tanpa makan dnegan waktu satu minggu akan tapi manusia membutuhkna waktu tiga hari saja untuk hidup tanpa air. Tanpa air segalanya tiada berarti. Akan tetapi bila kita tidak bisa mengolah dengan baik, air malah bisa menjadi malapetaka untuk kita semua, banyak keadaan alam yang kita alami yang disebabkan air, seperti banjir, tsunami, longsor, erosi, dan masih banyak lagi. Apalagi musim hujan tiba, banjir menjadi momok untuk kota-kota besar seperti Jakarta dan kota-kota besar lainnya di dunia. Banjir yang terjadi biasanya disebabkan karena pergantian musim dari musim kemarau menjadi musim hujan, sehingga mudah sekali debit air naik. Selain itu disebabkan karena buruknya penanganan sampah, masyakarakat rasanya kurang perduli sehingga membuang sampah sembarangan seperti di sungai, selokan, dan sebagainya. Apabila musim hujan datang sungai dan selokan terjadi penyumbatan akibat sampah yang menumpuk. Hal lainnya dikarenakan pembangunan tempat pemukiman ditanah kosong yang menyebabkan hilangnya daya resap air hujan. Pembangunan tempat pemukiman bisa menyebabkan meningkatnya resiko banjir sampai 6 kali lipat dibandingkan tanah terbuka yang biasanya mempunyai daya serap air tinggi serta peraturan pembuatan sumur resapan di daerah perkotaan kurang diawasi pelaksanaannya. Jakarta sebagai Ibu Kota Negara yang merupakan citra negara dan barometer ekonomi, setiap waktu harus ada peningkatan pembangunan dari semua sektor. Akibat dari pembangunan gedung-gedung dan pusat perbelanjaan yang tidak memperharikan AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) sehinggan semakin sedikitnya lahan untuk serapan air, yang akhirnya menimbulkan sebuah genangan besar atau disebut juga dengan banjir.

Kemudian adanya pembabatan hutan yang liar akibatnya terjadi erosi tanah. Tumbuhan yang semula difungsikan untuk menahan kekuatan air dari hutan tetapi karena hutan gundul sehingga tidak ada yang bisa menyerap kekuatan air itu karena pada sesungguhnya tanah yang ditumbuhi banyak tanaman mempunyai daya serap air yang besar. Biasanya hutan gundul karena terdapatnya tambang emas di tempat itu, karena bagi masyarakat sekitar lebih memilih untuk menambang emas karena dirasa dengan menambang emas bisa menjadi mata pencaharian yang lebih menguntungkan. Apabila hujan turun dengan deras, tidak ada yang bisa menahan kekuatan air tersebut sehingga terjadilah banjir, banjirnya tersebut bisa berupa banjir bandang. Selanjutnya adalah Bendungan dan saluran air yang rusak. Walaupun tidak sering terjadi namun bisa menyebabkan banjir terutama pada saat musim hujan deras yang panjang. Karena bertambahnya debit air sehingga bendungan tidak lagi mampu untuk menahan air tersebut sehingga terjadilah bendungan yang bocor akibatnya air meluap ke jalan dan pemukiman perumahan, lalu terjadilah banjir. Setiap kali terjadi banjir di Jakarta sering terdengar ungkapan banjir itu kiriman dari Bogor. Tudingan itu muncul karena hampir semua sungai yang bermuara di Jakarta berhulu di wilayah Kabupaten Bogor. Daerah aliran sungai yang berasal dari Bogor adalah DAS Ciliwung, DAS Cakung, DAS Angke, DAS Sunter, DAS kalibaru dan DAS Krukut. Banjir yang terjadi di Jakarta tidak hanya karena aliran air dari Bogor dimana banjir kiriman berarti hujan hanya terjadi di daerah Bogor, kenyataannya hujan juga terjadi di Jakarta, ditambah dengan pasang laut. DAS hulu Ciliwung berbentuk seperti corong yang terdiri dari berbagai anak sungai dan menyempit di bendungan utama Ciliwung di Katulampa. Seandainya banjir itu limpahan dari hulu, tentu kota Bogor akan banjir terlebih dahulu. Banjir merupakan permasalahan kompleks yang harus segera ditangani agar akibat yang ditimbulkannya tidak banyak merusak dan merugikan masyarakat sekitarnya, mengingat Jakarta merupakan Ibukota Negara yang merupakan citra negara dan baromter ekonomi. Usaha-usaha untuk mencegah dan mengurangi akibat terjadinya banjir harus segera dilakukan. Selain Jakarta sekarang ini banyak kota-kota besar yang mengalami hal yang sama seperti di Jakarta. Ini menjadi masalah yang lebih serius dan harus dibenahi dan mencari solusi dalam upaya pencegahannya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut di atas maka dapat dirumuskan sebagai berikut : Apakah terdapat hubungan antara perubahan musim dengan banjir tahunan ibukota serta dampak terhadap kesehatan lingkungan.

1.3 Pembatasan Masalah Dari berbagai identifikasi masalah yang telah dijabarkan di atas maka peneliti Perubahan Musim membatasi maslah yang diteliti hanya pada Analisis Dampak

Terhadap Banjir Tahunan Ibukota Serta Dampak Pada Kesehatan Lingkungan.

1.4 Tujuan Penulisan Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan ini adalah mengungkap dan menganalisis fenomena banjir tahunan yang menimpa ibukota serta dampak banjir terhadap kesehatan lingkungan serta memaparkan solusi yang dapat dilakukan dalam memecahkan masalah banjir di Ibukota melalui analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats)

1.5 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi literatur, yaitu penelusuran literatur yang bersumber dari buku, media, pakar ataupun dari hasil penelitian orang lain yang bertujuan untuk menyusun dasar teori yang kita gunakan dalam melakukan penelitian1. Analisis yang penulis lakukan merupakan sintesis dan penjabaran hasil kajian pustaka yang didukung data terkini. Sumber data tersebut bersumber dari surat kabar harian dan berita online pilihan pertanggal

http://sayudjberbagi.wordpress.com/2010/04/29/study-literature/, tanggal akses 8 Desember 2012

BAB II Analisis Dampak Perubahan Musim Terhadap Banjir Tahunan Ibukota Serta Dampak Terhadap Kesehatan Lingkungan

2.1 Perubahan Musim Cuaca dan iklim merupakan dua kondisi yang hampir sama tetapi berbeda pengertian khususnya terhadap kurun waktu. Cuaca merupakan bentuk awal yang dihubungkan dengan penafsiran dan pengertian akan kondisi fisik udara sesaat pada suatu lokasi dan suatu waktu, sedangkan iklim merupakan kondisi lanjutan dan merupakan kumpulan dari kondisi cuaca yang kemudian disusun dan dihitung dalam bentuk rata-rata kondisi cuaca dalam kurun waktu tertentu (Winarso, 2003). Menurut Rafii (1995) Ilmu cuaca atau meteorologi adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji peristiwa-peristiwa cuaca dalam jangka waktu dan ruang terbatas, sedangkan ilmu iklim atau klimatologi adalah ilmu pengetahuan yang juga mengkaji tentang gejala-gejala cuaca tetapi sifat-sifat dan gejala-gejala tersebut mempunyai sifat umum dalam jangka waktu dan daerah yang luas di atmosfer permukaan bumi2. Trewartha and Horn (1995) mengatakan bahwa iklim merupakan suatu konsep yang abstrak, dimana iklim merupakan komposit dari keadaan cuaca hari ke hari dan elemenelemen atmosfer di dalam suatu kawasan tertentu dalam jangka waktu yang panjang. Iklim bukan hanya sekedar cuaca rata-rata, karena tidak ada konsep iklim yang cukup memadai tanpa ada apresiasi atas perubahan cuaca harian dan perubahan cuaca musiman serta suksesi episode cuaca yang ditimbulkan oleh gangguan atmosfer yang bersifat selalu berubah, meski dalam studi tentang iklim penekanan diberikan pada nilai rata-rata, namun penyimpangan, variasi dan keadaan atau nilai-nilai yang ekstrim juga mempunyai arti penting3. Trenberth, Houghton and Filho (1995) dalam Hidayati (2001) mendefinisikan

perubahan iklim sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang merubah komposisi atmosfer yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang. Menurut Effendy (2001) salah satu akibat dari penyimpangan iklim adalah terjadinya fenomena El-Nino dan La-Nina. Fenomena El-Nino akan menyebabkan penurunan jumlah curah hujan jauh di bawah normal

2 3

http://mbojo.wordpress.com/2007/04/15/cuaca-dan-iklim/, tanggal akses 10 Desember 2012 Ibid.,

untuk beberapa daerah di Indonesia. Kondisi sebaliknya terjadi pada saat fenomena La-nina berlangsung4. Proses terjadinya cuaca dan iklim merupakan kombinasi dari variabel-variabel atmosfer yang sama yang disebut unsur-unsur iklim. Unsur-unsur iklim ini terdiri dari radiasi surya, suhu udara, kelembaban udara, awan, presipitasi, evaporasi, tekanan udara dan angin. Unsur-unsur ini berbeda dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang disebabkan oleh adanya pengendali-pengendali iklim. Pengendali iklim atau faktor yang dominan menentukan perbedaan iklim antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain menurut Lakitan (2002) yaitu: 1. posisi relatif terhadap garis edar matahari (posisi lintang) 2. keberadaan lautan atau permukaan airnya 3. pola arah angin 4. rupa permukaan daratan bumi 5. kerapatan dan jenis vegetasi.

Cuaca dan iklim muncul setelah berlangsung suatu proses fisik dan dinamis yang kompleks yang terjadi di atmosfer bumi. Kompleksitas proses fisik dan dinamis di atmosfer bumi ini berawal dari perputaran planet bumi mengelilingi matahari dan perputaran bumi pada porosnya. Pergerakan planet bumi ini menyebabkan besarnya energi matahari yang diterima oleh bumi tidak merata, sehingga secara alamiah ada usaha pemerataan energi yang berbentuk suatu sistem peredaran udara, selain itu matahari dalam memancarkan energi juga bervariasi atau berfluktuasi dari waktu ke waktu (Winarso, 2003). Perpaduan antara prosesproses tersebut dengan unsur-unsur iklim dan faktor pengendali iklim menghantarkan kita pada kenyataan bahwa kondisi cuaca dan iklim bervariasi dalam hal jumlah, intensitas dan distribusinya. Eksploitasi lingkungan yang menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan serta pertambahan jumlah penduduk bumi yang berhubungan secara langsung dengan penambahan gas rumah kaca secara global akan meningkatkan variasi tersebut. Keadaan seperti ini mempercepat terjadinya perubahan iklim yang mengakibatkan penyimpangan iklim dari kondisi normal. Menurut Winarso (2003) berdasarkan kajian dan pantauan dibidang iklim siklus cuaca dan iklim terpanjang adalah 30 tahun dan terpendek adalah10 tahun dimana kondisi ini dapat menunjukkan kondisi baku yang umumnya akan berguna untuk menentukan kondisi iklim

Ibid.,

per dekade. Penyimpangan iklim mungkin akan, sedang atau telah terjadi bila dilihat lebih jauh dari kondisi cuaca dan iklim yang terjadi saat ini. Letak geografis Indonesia menyebabkan wilayah Indonesia memiliki iklim muson, yang berpengaruh terhadap perubahan musim di Indonesia. Perubahan musim di Indonesia terjadi dari musim hujan dan musim kemarau dengan fenomena alam, sebagai berikut :

1. Musim Kemarau Musim kemarau di Indonesia terjadi pada bulan April sampai Oktober. Musin kemarau disebabkan oleh hembusan angin muson timur yang bertiup dari Benua Australia yang bertekanan maksi- mum ke Benua Asia yang bertekanan minimum. Hembusan angin ini sedikit membawa uap air sehingga Indonesia mengalami musim kemarau. Sebelum terjadinya musim hujan, kalau kita lihat hampir semua media masa di Indonesia baik yang elektronik maupun cetak sedang gencar mengangkat berita tentang kekeringan akibat musim kemarau yang berkepanjangan di Indonesia. Di sebut sebagai kemarau berkepanjangan karena seharusnya di Indonesia pada bulan Agustus sudah terjadi hujan tetapi pada tahun 2012 ini hingga bulan September masih terjadi kemarau hingga membuat sebagian daerah di indonesia dilanda kekeringan. Akibat hujan yang kian tidak datang membuat cadangan air tanah semakin menipis sehingga tidak ada lagi air untuk irigasi sawah para petani sehingga para petani tersebut menjadi gagal panen. Banyaknya pemadaman listrik di beberapa daerah akibat PLTA kekurangan air untuk memutar turbinnya untuk menghasilkan listrik yang dapat disalurkan di rumah rumah warga dan secara tidak langsung mengganggu kegiatan sehari hari. Dengan berlangsungnya musim kemarau secara terus menerus, akan berdampak pada: a. Kekeringan Kekeringan ini pada akhirnya berimbas terhadap berkurangnya ketersediaan air permukaan dan bawah tanah sehingga air bersih menjadi terbatas.Sehingga air bukan lagi hal yang murah. Selain itu di beberapa daerah yang kekeringan menyebabkan penduduknya kesulitan untuk mendapatkan air bersihsehingga terpaksa mengkonsumsi air yang tidak layak yang seharusnya tidak digunakan yang mana dapat mengganggu kesehatan. Kekeringan tersebut juga mempermudah menyebarnya penyakit penyakit menular. b. Gagal panen Indonesia adalah Negara pertanian yang masih sangat bergantung kepada musim hujan sehingga di beberapa daerah yang masih menggunakan irigasi tradisional kesulitan mendapatkan pasukan air untuk mengairi tanamannya sehingga membuat petani menjadi

gagal panen terutama padi sebagai makanan pokok di indonesia. Indonesia yang dahulu dijuluki lumbung padi sekarang harus mengimport beras ke negara tetangga untuk mencukupi kebutuhan beras di dalam negeri. c. Kebakaran Akibat kekeringan adalah kebakaran lahan, hamper setiap tahun pada musim kemarau selalu terjadi kebakaran lahan yang besar di Indonesia terutama di areal gambut. Efek dari kebakaran itu dapet mengurangi hutan tropis di Indonesia yang seharusnya menjadi paru paru dunia untuk membantu mengurangi efek rumah kaca yang menjadi persoalan serius Dunia.Pada musim kemarau ini sering kita menemukan berita di televise kalau terjadi kebakaran di beberapa daerah bahkan di daerah tertentu asap dari kebakaran sudah menganggu penerbangan pesawat dan ideks udara sudah pada tingkat berbahaya yang mengakibatkan terganggunya jarak pandang dan pernapasan manusia. BMKG memperkirakan kalau kemarau panjang berakhir Awal Desember 2012 atau pertengahan akhir Oktober 2012. Prediksi secara umum atau nasional itu didasarkan oleh beberapa kriteria antara lain Sebagai akibat dari dampak anomali cuaca, yakni El Nino lemah serta terjadinya pendinginan suhu muka laut di wilayah Indonesia. Akibat anomali tersebut, di zona musim Indonesia, terutama di pulau Jawa, akan terasa kurang hujan sampai dengan Januari 2013. El Nino lemah sejak bulan Agustus 2012, sehingga mengurangi pasokan uap air dari Samudra Pasifik di Timur Indonesia. Suhu muka laut di sekitar Indonesia mendingin, sehingga mengurangi potensi penguapan uap air. Keadaan ini akan mengakibatkan keterlambatan awal musim hujan 10-30 hari dibandingkan dengan kondisi normal. Curah hujan pun akan menjadi lebih rendah dari normalnya. Mundurnya awal musim hujan 2012 akan mencapai 10 hari sampai dengan sebulan. Sebagian besar daerah memasuki musim hujan di bulan Oktober. Wilayah yang paling akhir memasuki msuim hujan yaitu Maluku, yaitu Mei 2013. Tidak pasrah dengan musibah ini, pemerintah juga sudah bergerak mengantisipasi dan melakukan beragam langkah untuk meminimalisir penderitaan akibat kemarau panjang ini, diantaranya pemerintah pusat yang diwakili oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana telah menyelesaikan rencana aksi terpadu menghadapi kekeringan 2012, dengan total biayaRp 60 miliar yang disediakan untuk penanggulangan bencana kekeringan. Diantaranya membuat hujan buatan untuk daerah yang dilanda kekeringan yang tujuannya mempercepat proses hujan alami.5

http://www.pantonanews.com/2347-beragam-dampak-musim-kemarau, tanggal akses 6 Desember 2012

2. Musim Hujan Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu maupun tempat, sehingga kajian tentang iklim lebih banyak diarahkan pada hujan. Hujan adalah salah satu bentuk dari presipitasi, menurut Lakitan (2002) presipitasi adalah proses jatuhnya butiran air atau kristal es ke permukaan bumi. Tjasyono (2004) mendefinisikan presipitasi sebagai bentuk air cair dan padat (es) yang jatuh ke permukaan bumi dimana kabut, embun dan embun beku bukan merupakan bagian dari presipitasi (frost) walaupun berperan dalam alih kebasahan (moisture)6. Jumlah curah hujan dicatat dalam inci atau milimeter (1 inci = 25,4 mm). Jumlah curah hujan 1 mm, menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi permukaan bumi 1 mm, jika air tersebut tidak meresap ke dalam tanah atau menguap ke atmosfer (Tjasyono, 2004). Menurut Arsyad (1989) Tinggi curah hujan diasumsikan sama disekitar tempat penakaran, luasan yang tercakup oleh sebuah penakar curah hujan tergantung pada homogenitas daerahnya maupun kondisi cuaca lainnya. Musim hujan di Indonesia terjadi pada bulan Oktober sampai April. Musim hujan di Indonensia disebabkan oleh hembusan Angin Muson Barat yang bertiup dari Benua Asia yang bertekanan maksimum ke Benua Australia yeng bertekanan minimum. Angin Muson Barat ini banyak membawa uap air, sehingga di sebagian besar wilayah Indonesia mengalami musim hujan. Alat yang digunakan untuk mengukur curah hujan adalah fluviometer atau penakar hujan. Menurut jenisnya tipe hujan terdiri dari lima macam, yaitu sebagai berikut1.
a. Hujan Siklonal, yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik disertai dengan

angin berputar.
b. Hujan Zenithal, yaitu hujan yang sering terjadi di daerah sekitar ekuator, akibat

pertemuan Angin Pasat Timur Laut dengan Angin Pasat Tenggara. Kemudian angin tersebut naik dan membentuk gumpalan-gumpalan awan di sekitar ekuator yang berakibat awan menjadi jenuh dan turunlah hujan.
c. Hujan Orografis, yaitu hujan yang terjadi karena angin yang mengandung uap air yang

bergerak horisontal. Angin tersebut naik menuju pegunungan, suhu udara menjadi dingin sehingga terjadi kondensasi. Terjadilah hujan di sekitar pegunungan.
d. Hujan Frontal, yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin bertemu dengan

massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara kedua massa itu disebut bidang front.

http://mbojo.wordpress.com/2007/07/24/hujan/, tanggal akses 10 Desember 2012

Karena lebih berat massa udara dingin lebih berada di bawah. Di sekitar bidang front inilah sering terjadi hujan lebat yang disebut hujan frontal.
e. Hujan Muson, yaitu hujan yang terjadi karena Angin Musim (Angin Muson). Penyebab

terjadinya Angin Muson adalah karena adanya pergerakan semu tahunan Matahari antara Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan. Di Indonesia, secara teoritis hujan muson terjadi bulan Oktober sampai April. Sementara di kawasan Asia Timur terjadi bulan Mei sampai Agustus.

Secara klimatologis pola hujan di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga yaitu pola monson, pola ekuatorial dan pola lokal. Pola Monson dicirikan oleh bentuk pola hujan yang bersifat unimodal (satu puncak musim hujan yaitu sekitar bulan Desember). Secara umum musim kemarau berlangsung dari bulan April sampai Bulan September dan musim hujan dari Bulan Oktober sampai bulan Maret (Beor, 2003). De Boer (1947) dalam Daryono (2002) mengatakan bahwa apabilan curah hujan di suatu daerah 150 mm/bulan maka daerah tersebut telah memasuki musim hujan, begitupun sebaliknya bila curah hujan <150 mm/bulan maka daerah tersebut telah memasuki musim kemarau. Pola ekuatorial dicirikan oleh pola hujan dengan bentukbimodal (dua puncak hujan) yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober yaitu pada saat matahari berada dekat ekuator. Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodal (satu puncak hujan) tapi bentuknya berlawanan dengan pola hujan pada tipe moonson (Effendi, 2001). daerah pembagian hujan secara klimatologis dapat di lihat di gambar dibawah7. Indonesia merupakan negara yang dilewati oleh garis katulistiwa serta dikelilingi oleh dua samudra dan dua benua. Posisi ini menjadikan Indonesia sebagai daerah pertemuan sirkulasi meridional (Utara-Selatan) dikenal sebagai Sirkulasi Hadley dan sirkulasi zonal (Timur-Barat) dikenal sebagai Sirkulasi Walker, dua sirkulasi yang sangat mempengaruhi keragaman hujan di Indonesia. Pergerakan matahari yang berpindah dari 23.5o Lintang Utara ke 23.5o Lintang Selatan sepanjang tahun mengakibatkan timbulnya aktivitas moonson yang juga ikut berperan dalam mempengaruhi keragaman hujan. Pengaruh lokal terhadap keragaman hujan juga tidak dapat diabaikan, karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan bentuk topografi sangat beragam menyebabkan sistem golakan

http://info.medion.co.id/index.php/artikel/layer/tata-laksana/pergantian-musim, tanggal akses

15

Desember 2012

lokal cukup dominan. Faktor lain yang diperkirakan ikut berpengaruh terhadap keragaman hujan di Indonesia ialah gangguan siklon tropis. Semua aktivitas dan sistem ini berlangsung secara bersamaan sepanjang tahun akan tetapi besar pengaruh dari masing-masing aktivitas atau sistem tersebut tidak sama dan dapat berubah dari tahun ke tahun (Boer, 2003). Fenomena El-Nino dan La-Nina merupakan salah satu akibat dari penyimpangan iklim. Fenomena ini akan menyebabkan penurunan dan peningkatan jumlah curah hujan untuk beberapa daerah di Indonesia. Menurut penelitia Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi seperti yang diungkapkan oleh Irianto (2003) bahwa dampak dari fenomena El-Nino menyebabkan penurunan jumlah curah hujan musim hujan, musim kemarau, awal musim kemarau lebih cepat dan awal musim hujan lebih lambat. Irianto, dkk (2000) juga mengungkapkan bahwa pada saat fenomena El-Nino terjadi, curah hujan untuk wilayah Pulau Jawa dan Nusa Tenggara mengalami penurunan jumlah hujan yang mencapai 60% dari ratarata curah hujan normal. Berbeda dengan El-Nino, pada saat fenomena La-Nina berlangsung menurut Effendy (2001) akan meningkatkan jumlah curah hujan tahunan sekitar 50 mm dari curah hujan ratarata normal, dimana saat bulan Desember, Januari dan Februari curah hujan meningkat sangat nyata. Irianto, dkk (2000) mengatakan bahwa pada saat fenomena La-Nina terjadi di Pulau Jawa curah hujan meningkat sampai 140%, sedangkan di Pulau Sumatra dan Kalimantan peningkatannya mencapai 120%. Boer (2003) juga mengatakan bahwa La-Nina berpengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah curah hujan pada musim kemarau dari pada jumlah hujan pada saat musim hujan. Pengaruh fenomena El-Nino terhadap hujan di Indonesia sangat beragam. Pengaruh El-Nino kuat pada daerah yang berpola hujan moonson, lemah pada daerah berpola hujan equatorial dan tidak jelas pada daerah dengan pola hujan lokal (Tjasyono, 1997 dalam Irianto, dkk., 2000).

2.2 Banjir Serta Siklus Terjadinya Banjir

A. Pengertian Banjir Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Secara sederhana banjir dapat didefinisikan sebagainya hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut. Dalam cakupan pembicaraan yang luas, kita bisa melihat banjir sebagai suatu bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan Bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan

Bumi dominan ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah. Aliran Permukaan = Curah Hujan (Resapan ke dalam tanah + Penguapan ke udara)

Air hujan sampai di permukaan Bumi dan mengalir di permukaan Bumi, bergerak menuju ke laut dengan membentuk alur-alur sungai. Alur-alur sungai ini di mulai di daerah yang tertinggi di suatu kawasan, bisa daerah pegunungan, gunung atau perbukitan, dan berakhir di tepi pantai ketika aliran air masuk ke laut. Secara sederhana, segmen aliran sungai itu dapat kita bedakan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. 1. Daerah hulu Terdapat di daerah pegunungan, gunung atau perbukitan. Lembah sungai sempit dan potongan melintangnya berbentuk huruf V. Di dalam alur sungai banyak batu yang berukuran besar (bongkah) dari runtuhan tebing, dan aliran air sungai mengalir di sela-sela batu-batu tersebut. Air sungai relatif sedikit. Tebing sungai sangat tinggi. Terjadi erosi pada arah vertikal yang dominan oleh aliran air sungai. 2. Daerah tengah Umumnya merupakan daerah kaki pegunungan, kaki gunung atau kaki bukit. Alur sungai melebar dan potongan melintangnya berbentuk huruf U. Tebing sungai tinggi. Terjadi erosi pada arah horizontal, mengerosi batuan induk. Dasar alur sungai melebar, dan di dasar alur sungai terdapat endapan sungai yang berukuran butir kasar. Bila debit air meningkat, aliran air dapat naik dan menutupi endapan sungai yang di dalam alur, tetapi air sungai tidak melewati tebing sungai dan keluar dari alur sungai. 3. Daerah hilir Umumnya merupakan daerah dataran. Alur sungai lebar dan bisa sangat lebar dengan tebing sungai yang relatif sangat rendah dibandingkan lebar alur. Alur sungai dapat berkelok-kelok seperti huruf S yang dikenal sebagai meander. Di kiri dan kanan alur terdapat dataran yang secara teratur akan tergenang oleh air sungai yang meluap, sehingga dikenal sebagai dataran banjir. Di segmen ini terjadi pengendapan di kiri dan kanan alur sungai pada saat banjir yang menghasilkan dataran banjir. Terjadi erosi horizontal yang mengerosi endapan sungai itu sendiri yang diendapkan sebelumnya. Dari karakter segmen-segmen aliran sungai itu, maka dapat dikatakan bahwa :

1. Banjir merupakan bagian proses pembentukan daratan oleh aliran sungai. Dengan banjir, sedimen diendapkan di atas daratan. Bila muatan sedimen sangat banyak, maka pembentukan daratan juga terjadi di laut di depan muara sungai yang dikenal sebagai delta sungai. 2. Banjir yang meluas hanya terjadi di daerah hilir dari suatu aliran dan melanda dataran di kiri dan kanan aliran sungai. Di daerah tengah, banjir hanya terjadi di dalam alur sungai. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di selokan sungai.

B. Macam-Macam Banjir Terdapat berbagai macam banjir yang disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya8: 1. Banjir air Banjir yang satu ini adalah banjir yang sudah umum. Penyebab banjir ini adalah meluapnya air sungai, danau, atau selokan sehingga air akan meluber lalu menggenangi daratan. Umumnya banjir seperti ini disebabkan oleh hujan yang turun terus-menerus sehingga sungai atau danau tidak mampu lagi menampung air. 2. Banjir Cileunang Jenis banjir yang satu ini hampir sama dengan banjir air. Namun banjir cileunang ini disebakan oleh hujan yang sangat deras dengan debit air yang sangat banyak. Banjir akhirnya terjadi karena air-air hujan yang melimpah ini tidak bisa segera mengalir melalui saluran atau selokan di sekitar rumah warga. Jika banjir air dapat terjadi dalam waktu yang cukup lama, maka banjir cileunang adalah banjir dadakan (langsung terjadi saat hujan tiba). 3. Banjir Bandang Tidak hanya banjir dengan materi air, tetapi banjir yang satu ini juga mengangkut material air berupa lumpur. Banjir seperti ini jelas lebih berbahaya daripada banjir air karena seseorang tidak akan mampu berenang ditengah-tengah banjir seperti ini untuk menyelamatkan diri. Banjir bandang mampu menghanyutkan apapun, karena itu daya rusaknya sangat tinggi. Banjir ini biasa terjadi di area dekat pegunungan, dimana tanah pegunungan seolah longsor karena air hujan lalu ikut terbawa air ke daratan yang lebih
8

http://ertizaaulialghani.blogspot.com/2011/10/pengertian-penyebab-dampak-dan-cara.html, tanggal akses 8

Desember 2012

rendah. Biasanya banjir bandang ini akan menghanyutkan sejumlah pohon-pohon hutan atau batu-batu berukuran besar. Material-material ini tentu dapat merusak pemukiman warga yang berada di wilayah sekitar pegunungan. 4. Banjir Rob (laut pasang) Banjir rob adalah banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut. Banjir seperti ini kerap melanda kota Muara Baru di Jakarta. Air laut yang pasang ini umumnya akan menahan air sungan yang sudah menumpuk, akhirnya mampu menjebol tanggul dan menggenangi daratan. 5. Banjir Lahar Dingin Salah satu dari macam-macam banjir adalah banjir lahar dingin. Banjir jenis ini biasanya hanya terjadi ketika erupsi gunung berapi. Erupsi ini kemudian mengeluarkan lahar dingin dari puncak gunung dan mengalir ke daratan yang ada di bawahnya. Lahar dingin ini mengakibatkan pendangkalan sungai, sehingga air sungai akan mudah meluap dan dapat meluber ke pemukiman warga. 6. Banjir Lumpur Banjir lumpur ini identik dengan peristiwa banjir Lapindo di daerah Sidoarjo. Banjir ini mirip banjir bandang, tetapi lebih disebabkan oleh keluarnya lumpur dari dalam bumi dan menggenangi daratan. Lumpur yang keluar dari dalam bumi bukan merupakan lumpur biasa, tetapi juga mengandung bahan dan gas kimia tertentu yang berbahaya. Sampai saat ini, peristiwa banjir lumpur panas di Sidoarjo belum dapat diatasi dengan baik, malah semakin banyak titik-titik semburan baru di sekitar titik semburan lumpur utama.

C. Banjir-Banjir Besar di Jakarta Definisi banjir dalam pembahasan ini adalah banjir besar yang hampir melumpuhkan kota Jakarta seperti terjadi pada minggu pertama Februari 2007, yang merupakan ulangan kejadian pada bulan yang sama tahun 1996, dan 2002. Menarik mencermati adanya kecenderungan periode 5-6 tahun pada peristiwa banjir besar Jakarta (1996, 2002, 2007). Apabila diamati, terdapat kesamaan pola pada hadirnya cold surge, yaitu massa udara dingin yang terbawa oleh sirkulasi angin utaraselatan (meredional) akibat gangguan tekanan tinggi(high pressure disturbance) di daerah Siberia, melewati ekuator di Selat Karimata, dan mencapai laut dan pesisir utara Jawa dengan kecepatan yang konsisten, lebih dari 10 meter/detik (m/det) dan berlangsung selama 12-24 hari.

Selain faktor hadirnya cold surge, banjir Jakarta 1996, 2002, dan 2007 memiliki korelasi dengan gangguan atmosfer dalam bentuk osilasi gelombang Maden-Julian Oscillation (MJO) yang memiliki periode 30-50 hari dan kondisi iklim regional El Nino/La Nina Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) dari Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Banjir Februari 1996 terjadi pada saat kondisi iklim regional mengalami La Nina lemah bersamaan dengan datangnya fase aktif MJO. Banjir Februari 2002 terjadi pada saat kondisi iklim regional normal dan juga fase aktif MJO. Banjir Februari 2007 terjadi saat kondisi iklim regional El Nino di Samudra Pasifik dan IOD di Samudra Hindia baru saja meluruh, tetapi MJO pada fase tidak aktif. MJO menjadi faktor dominan kedua selain cold surge yang menyebabkan banjir Jakarta 1996 dan 2002. Fenomena MJO terkait langsung dengan pembentukan kolam panas di Samudra Hindia bagian timur dan Samudra Pasifik di bagian barat sehingga pergerakan MJO ke arah timur bersama angin baratan(westerly wind) sepanjang ekuator selalu diikuti dengan konveksi awan kumulus tebal. Awan konvektif ini menyebabkan hujan dengan intensitas tinggi sepanjang penjalarannya yang menempuh jarak 100 kilometer dalam sehari di Samudra Hindia dan 500 kilometer per hari ketika berada di Indonesia. Selain meningkatkan curah hujan, terutama ketika kondisi iklim regional mengalami La Nina seperti saat ini, MJO juga menyebabkan munculnya siklon tropis dan gangguan instabilitas atmosfer, seperti depresi atau tekanan rendah (Malonet dan Hartmann, 2001). Hal ini dapat dilihat pada akhir Desember 2007, ketika MJO dalam fase matang. Intensitas curah hujan tinggi dan dalam waktu cukup lama (torrential rains) terjadi di laut dan pantai utara Jawa menyebabkan wilayah Jawa Tengah mengalami longsor akibat hujan deras yang terus-terusan mengguyur yang menimbulkan korban jiwa dan menyebabkan instabilitas atmosfer di perairan selatan Bali (Kompas,26 Desember 2007). Selain itu, siklon tropis Melanie terbentuk di perairan barat laut Australia pada 30 Desember 2007 dan beberapa hari kemudian siklon tropis Helen muncul di perairan utara Australia (sekitar Darwin) pada 4 Januari 2008. Wilayah Jakarta beruntung terhindar dari curah hujan dengan intensitas tinggi saat berlangsungnya fase matang MJO tersebut. Instabilitas atmosfer hanya terjadi di perairan selatan Jawa dalam bentuk depresi (tekanan rendah) pada 1 Januari 2008 akibat pergerakan siklon tropis Melanie. Kondisi tak kondusif terjadinya banjir besar di Jakarta disebabkan tak hadirnya faktor cold surge saat itu.

Menarik saat mencermati banjir Jakarta Februari 2007 yang terjadi saat MJO tidak aktif. Kondisi iklim regional IOD yang meluruh di Samudra Hindia bagian timur dianalisis sebagai faktor kondusif meningkatnya intensitas curah hujan harian secara lokal di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Cold surge yang membawa uap air hangat dari Laut China Selatan dan Selat Karimata mencapai wilayah Jakarta menyebabkan konvergensi angin (datang dari arah barat daya) bertekanan rendah di permukaan (0-3 km) yang secara intensif dan berlangsung cukup lama sejak akhir Januari sampai minggu pertama Februari 2007. Sebaliknya di lapisan menengah (lebih dari 3 kilometer) berembus angin tenggara yang berlawanan dengan arah angin di lapisan bawahnya dan membawa massa udara kering akibat proses depresi di Samudra Hindia bagian timur pada saat meluruhnya IOD. Hal tersebut menyebabkan gaya gesekan angin secara menegak (wind vertical shear) yang besar di permukaan dan menjadi kondisi sangat kondusif untuk intensifikasi pembentukan awan kumulus dalam waktu lama dan berulang dalam sehari (Rotunno dkk,1988) Kondisi ini dapat dilihat saat cold surge hadir dalam waktu cukup lama (12 hari) pada kasus banjir Jakarta 2007 dan meningkatkan durasi curah hujan harian di wilayah Jakarta dan sekitarnya dengan pola hujan yang terjadi sepanjang malam (pukul.20.00-22.00) selama 4-5 jam, berhenti sebentar pada dini hari, dan hujan lagi pada pagi hari (Pk.08.00-10.00) selama 3-4 jam. Bahkan pada kondisi cold surge memiliki kecepatan maksimum (15 m/det) yang terjadi pada 31 Januari hingga 1 Februari 2007, hujan pada malam hari terus berlangsung sampai pagi, 8-9 jam. Dari uraian di atas tampak paling tidak ada 3 faktor dominan yang menyebabkan banjir Jakarta 1996, 2002, dan 2007, yaitu kehadiran cold surgedengan kecepan angin dari arah barat daya lebih besar 10 m/det dan berlangsung dalam waktu cukup lama (12-24 harian); fase aktif osilasi gelombang MJO dalam periode 30-50 harian; dan kondisi lokal adanya massa udara kering pada lapisan menengah (lebih dari 3 km) yang menyebabkan meningkatnya instabilitas angin secara menegak dan pada gilirannya menjadi kondisi kondusif pembentukan awan kumulus melalui proses konveksi pada saat cold surge berada di lapisan permukaan (0-3 km). Menimbang skematis uraian ketiga faktor tersebut, dewasa ini curah hujan tidak dapat diprediksi secara akurat akibat pemanasan global yang menyebabkan iklim menjadi tidak menentu.

D. Penyebab Terjadinya Banjir Banjir merupakan peristiwa yang akrab bagi kota-kota di Pantai Utara Jawa termasuk kota Jakarta. Jakarta yang dibangun oleh Jan Pieters Z. Coen di awal abad ke 17 dengan konsep kota air (waterfront city) merupakan kota yang sangat akrab dengan permasalahan banjir sejak wal pendiriannya. Pada waktu didirikan di tahun 1619 pada lokasi kota pelabuhan Sunda Kelapa, Batavia dirancang dengan kanal-kanal seperti kota Amsterdam dan kota-kota lain di Belanda. Secara historis semenanjung dan Teluk Jakarta memang rawan banjir akibat peningkatan debit air sungai-sungai Cisadane, Angke, Ciliwung dan Bekasi pada musim hujan. Tetapi saat itu desain ini gagal diterapkan karena tingginya sedimentasi dan rendahnya pemeliharaan saluran dan kanal. Berbagai faktor penyebab memburuknya kondisi banjir Jakarta saat itu ialah pertumbuhan permukiman yang tak terkendali disepanjang bantaran sungai, sedimentasi berat serta tidak berfungsinya kanal-kanal dan sistem drainase yang memadai. Hal ini mengakibatkan Jakarta terutama di bantaran sungai menjadi sangat rentan terhadap banjir. Berdasarkan dokumentasi, Kota Jakarta dilanda banjir besar pada tahun 1621, 1654, dan 1918. Selanjutnya banjir besar juga terjadi pada tahun 1976, 1996, 2002, dan 2007. Banjir Jakarta pada tahun 1996 terjadi pada seluruh penjuru kota serta menjadi tragedi nasional yang menjadi pusat perhatian. Pada tahun 2002 dan 2007, banjir kembali melanda Jakarta dan sekitarnya dengan dampak yang lebih luas dan parah. Banjir besar Jakarta tahun 1997 rupanya bukan hanya menciptakan tragedi nasional yang tetapi juga menarik perhatian seluruh dunia. Banjir tersebut dilaporkan menggenangi 4 Kelurahan, 745 rumah, serta mengakibatkan 2.640 orang harus mengungsi. Banjir tsb dilaporkan mencapai rata rata tinggi 80 cm. Pada Tahun 2002 dan 2007 dilaporkan Banjir Jakarta memburuk dengan penambahan luas genangan banjir dan dampak keuangan yang lebih besar. Banjir besar tahun 2002 dilaporkan menggenangi Jakarta, Tangerang dan Bekasi. Banjir tsb dilaporkan membunuh 2 orang dan 40.000 orang pengungsi. Sementara banjir pada 2 4 Februari 2007 mempengaruhi 60% dari wilayah Jakarta, yang menyebabkan Jakarta di bawah tanda merah panggung dan menggusur 150.000 orang. Hal ini menunjukkan bahwa dampak banjir memburuk setiap tahun karena faktor-faktor dibawah ini antara lain: 1. Meluapnya Sungai Sungai-sungai yang membelah Jakarta sudah tidak lagi berfungsi maksimal dalam menampung air. Selain karena pendangkalan dan rumah-rumah penduduk yang menyemut di sepanjang pinggirannya, juga karena sungai-sungai ini penuh dengan sampah. Berbagai

jenis sampah dapat ditemukan di badan sungai. Di beberapa tempat, tumpukan sampah itu begitu banyak sehingga menjadi sebuah daratan yang dapat diinjak manusia. 2. Muara Biasanya diakibatkan oleh penggabungan pasang laut yang diakibatkan angin badai. Banjir badai akibat siklon tropis atau siklon ekstratropismasuk dalam kategori ini. 3. Pantai Diakibatkan badai laut besar atau bencana lain seperti tsunami atau hurikan). Banjir badai akibat siklon tropis atau siklon ekstratropismasuk dalam kategori ini. 4. Peristiwa Alam Diakibatkan oleh peristiwa mendadak seperti jebolnya bendungan atau bencana lain seperti gempa bumi dan letusan gunung berapi. 5. Manusia Kerusakan akibat aktivitas manusia, baik disengaja atau tidak merusak keseimbangan alam 6. Lumpur Banjir lumpur terjadi melalui penumpukan endapan di tanah pertanian. Sedimen kemudian terpisah dari endapan dan terangkut sebagai materi tetap atau penumpukan dasar sungai. Endapan lumpur mudah diketahui ketika mulai mencapai daerah berpenghuni. Banjir lumpur adalah proses lembah bukit, dan tidak sama dengan aliran lumpur yang diakibatkan pergerakan massal. 7. Lainnya Banjir dapat terjadi ketika air meluap di permukaan kedap air (misalnya akibat hujan) dan tidak dapat terserap dengan cepat (orientasi lemah atau penguapan rendah). Rangkaian badai yang bergerak ke daerah yang sama. Curah hujan dalam jangka waktu panjang Erosi tanah menyisakan batuan, hingga tidak ada resapan air. Buruknya penanganan sampah, hingga sumber saluran-saluran air tersumbat. Pembangunan tempat permukiman dimana tanah kosong diubah menjadi jalan / tempat parkir, hingga daya serap air hujan tidak ada. Keadaan tanah tertutup semen, paving atau aspal, hingga tidak menyerap air. Pembabatan hutan secara liar (Illegal logging). Di daerah bebatuan daya serap air sangat kurang, mengakibatkan banjir kiriman atau banjir bandang.

E. Dampak yang Ditimbulkan Oleh Banjir 1. Primer Kerusakan fisik - Mampu merusak berbagai jenis struktur, termasuk jembatan, mobil, bangunan, sistem selokan bawah tanah, jalan raya, dankanal. 2. Sekunder Persediaan air Kontaminasi air. Air minum bersih mulai langka. Penyakit - Kondisi tidak higienis. Penyebaran penyakit bawaan air. Pertanian dan persediaan makanan - Kelangkaan hasil tani disebabkan oleh kegagalan panen. Namun, dataran rendah dekat sungai bergantung kepada endapan sungai akibat banjir demi menambah mineral tanah setempat. Pepohonan - Spesies yang tidak sanggup akan mati karena tidak bisa bernapas. Transportasi - Jalur transportasi rusak, sulit mengirimkan bantuan darurat kepada orang-orang yang membutuhkan. 3. Dampak tersier/jangka panjang Ekonomi - Kesulitan ekonomi karena kerusakan pemukiman yang terjadi akibat banjir; dalam sector pariwisata, menurunnya minat wiasatawan; biaya pembangunan kembali; kelangkaan makanan yang mendorong kenaikan harga, dan lain-lain. Dari berbagai dampak negatif yang ditimbulkan, ternyata banjir (banjir air skala kecil) juga dapat membawa banyak keuntungan, seperti mengisi kembali air tanah, menyuburkan serta memberikan nutrisi kepada tanah. Air banjir menyediakan air yang cukup di kawasan kering dan semi-kering yang curah hujannya tidak menentu sepanjang tahun. Air banjir tawar memainkan peran penting dalam menyeimbangkan ekosistem di koridor sungai dan merupakan faktor utama dalam penyeimbangan keragaman makhluk hidup di dataran. Banjir menambahkan banyak nutrisi untuk danau dan sungai yang semakin memajukan industri perikanan pada tahuntahun mendatang, selain itu juga karena kecocokan dataran banjir untuk pengembangbiakan ikan (sedikit predasi dan banyak nutrisi).

F. Penyakit yang Timbul Pasca Banjir Banjir yang mengenangi Jakarta dan sekitarnya juga menebarkan kekhawatiran munculnya penyakit Leptospirosis. Leptospirosis yang juga dikenal sebagai demam banjir ini bisa menginfeksi manusia melalui kontak dengan air atau tanah masuk kedalam tubuh melalui selaput lendir mata atau luka lecet. Leptospirosis perlu diwaspadai pasca banjir ini. Terlebih lagi bakteri Leptospira ini bisa bertahan didalam air selama 28 hari. Gejala klinis

penyakit ini pada stadium pertama adanya demam tinggi, sakit kepala, lemas dan adanya radang mata. Dan pada stadium lanjut bisa berakibat fatal akan muncul gejala penyakit kuning dan dapat menyerang ginjal, hati dan paru-paru yang berakhir pada kematian. Kuman Leptospira yang mampu bertahan sebulan di air dan tanah mudah mati bila menggunakan disenfektan. Leptospirosis yang mulai muncul pada banjir besar di Ibukota tahun 2002 lalu cukup besar memakan korban jiwa yaitu dari 44 kasus 14 orang diantaranya meninggal dunia.

G. Upaya Pencegahan banjir dengan Pembuatan Lubang Biopori Salah satu solusi alternatif meminimalkan dampak banjir yang bisa dilakukan adalah dengan teknologi lubang serapan biopori atau mulsa vertikal. Dampaknya luar biasa untuk menyelamatkan lingkungan khususnya menjaga ketersediaan air tanah dan meminimalkan dampak banjir. Efeknya cukup banyak, terlebih masyarakat telah merasakan manfaatnya. Seperti berkurangnya genangan air di wilayah atau rumah mereka. Meminimalisir sampah organik yang terbuang atau keluari dar rumah, serta dalam waktu jangka panjangnya adalah meresapnya air ke tanah sebagai cadangan air tanah. Efek lainnya turut berpartisipasi dan antisipasi pada pemanasan global. Teknologi ini pada prinsipnya menahan air hujan untuk tidak langsung mengalir ke daerah yang lebih rendah, tetapi membiarkannya terserap ke dalam tanah melalui lubang resapan tersebut. Dinamakan teknologi biopori, karena mengandalkan jasa hewan-hewan tanah seperti cacing dan rayap untuk membentuk pori-pori alami dalam tanah dengan bantuan sampah organik sehingga air bisa terserap, sehingga memperbaiki struktur tanah. Ini bisa mengantisipasi banjir dan berperan dalam siklus air tanah di lingkungan. Membuat lubang resapan biopori di sekitar rumah dapat membuat tanaman di sekitarnya menjadi lebih subur dan tidak mudah mati. Manfaat yang didapatkan jika mengaplikasikan hal tersebut, yakni mempunyai ketersediaan air tanah yang cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Selain itu, lubang tersebut dapat mencegah banjir karena meningkatkan daya resapan air. Fungsi lainya adalah mengubah sampah organik menjadi kompos dan memanfaatkan fauna tanah dan akar tanaman. Ini upaya yang menurut penulis paling cocok diterapkan di ibukota dalam upaya pencegahan banjir jika penanggulangan yang lain tidak dapat dilakukan seperti memperbaiki tata letak kota, mengupayakan untuk membuang sampah pada tempatnya, tidak membuang sampah ke sungai, membuat taman-

taman kota yang berfungsi sebagai lahan resapan air dan menjaga kelestarian banjir kanal timur dan kanal barat yang sudah jadi.

H. Upaya Penanggulangan Bencana Banjir Terjadinya serangkaian banjir dalam waktu yang relatif pendek dan terulang tiap tahun menuntut upaya lebih besar mengantisipasinya, sehingga kerugian dapat diminimalkan. Berbagai upaya pemerintah yang bersifat struktural (structural approach), ternyata belum sepenuhnya mampu menanggulangi masalah banjir di Indonesia. Penanggulangan banjir, selama ini lebih terfokus pada penyediaan bangunan fisik pengendalian banjir untuk mengurangi dampak bencana. Selain itu, meskipun kebijkan non fisik yang umunya mencangkup partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir sudah dibuat, namun belum diimplemesntasikan secara baik, bahkan tidak sesuai kebutuhan masyarakat, sehingga efektifitasnya dipertanyakan. Kebijakan sektoral, sentralistik, dan top-down tanpa melibatkan masyarakat yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan global yang menuntut desentralisasi, demokrasi, dan partisipasi stakeholder, terutama masyarakat yang terkena bencana. Pertanyaannya adalah siapa yang disebut masyrakat? Seberapa jauh masyarakat dapat berpartisipasi? Dan pada tahapan mana masyarakat dapat berpartisipasi? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, harus menjadi pertimbangan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijkan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir. Kekeliruan perumusan kebijakan tersebut menyebabkan berbagai kepentingan individu atau kelomok lebih dominan, kemudian kebijakan yang ditetapkan tidak efektif bahkan batal. Dengan demikian penanggulangan banjir yang hanya melalui pembangunan fisik (structural approach), harus disinergikan dengan pembangunan non fisik (non-structural approach), yang menyediakan ruang lebih luas bagi munculnya partisipasi masyarakat, sehingga hasilnya lebih optimal. Dari penjelasan di atas, maka kebijakan penanggulangan banjir yang bersifat fisik harus diimbangi dengan langkah-langkah non-fisik, sehingga peran masyarakat dan stakeholder lainnya diberi tempat yang sesuai. Agar penanggulangan banjir lebih integratif dan efektif, diperlukan tidak hanya koordinasi ditingkat pelaksanaan, tetapi juga di tingkat perencanaan kebijakan, termasuk partisipasi masyarakat dan stakeholder lainnya. Atas petimbangan tersebut, sebagai instituisi yang ditugaskan mengkoordinasikan perencanaan pembangunan, Bappenas mengkaji kebijakan penanggulangan banjir yang komprehensif di sektor dan wilayah, dengan penekanan pada partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir.

2.3 Analisis SWOT untuk Perencanaan Pemecahan Masalah Krisis Ketersediaan Air Bersih di Indonesia Dalam perencanaan pemecahan masalah atau minimal mitigasi bencana krisis ketersediaan air bersih, diperlukan perencanaan dan strategi yang efektif dan efesien sesuai dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia. Untuk merencanakan pencapaian tujuan, dalam konteks sumber daya air tersebut, terlebih dahulu harus dilakukan analisis situasi internal dan eksternal serta faktor-faktor strategis atau yang lebih dikenal dengan analisis strengths, weaknesses, opportunities, dan threats (SWOT). Berikut adalah diagram analisis SWOT untuk perencanaan dan strategi pemecahan masalah ketersediaan air Indonesia : Strength Pusat perekonomian negara Pusat pemrintahan negara Weaknesses Penanggulangan (Pemprov) Pencegahan yang kurang efektif Kurangnya kesadaran masyarakat Jumlah penduduk yang padat

selalu

terlambat

Opportunities Penerapan teknologi biopori Penghijaun kembali taman kota Pemanfaatan proyek banjir kanal

Threats Wabah penyakit Semakin properti sekitarnya Kerusakan infrastruktur maraknya di daerah pembangunan jakarta dan

2.3.1 Penjelasan Singkat Tabel Analisis SWOT 1. Strengths Pusat perekonomian negara, Jakarta sebagai pusat perekonomian negara, ada yang menyebutkan bahwa Jakarta merupkan kota yang peredaran uangnya tersebar dan tercepat di Indonesia, hal ini yang menjadi kekuatan bagi kota Jakarta.

Pusat pemerintahan negara, Jakarta juga sebagai pusat pemerintah negara Indonesia ini juga seharusnya menjadi kekuatan bagi kota Jakarta untuk lebih menata kota Jakarta sedemikian rupa sehingga tidak terjadi bencana besar yang sering menimpa rutin setiap tahun.

2. Weakness Penanggulangan Pemprov yang selalu terlambat. Pemerrintah DKI Jakarta dirasa lambat dalam hal penanganan bencana banjir, dari banjir-banjir yang terjadi masih saja ada korban tewas dalam bencana tersebut. Pencegahan yang kurang efektif. Ada istilah mencegah lebih baik daripada mengobati namun nampaknya kalimat tersebut tidak berlaku bagi Pemerintah DKI Jakarta dan bagi masyarkatnya, pencegahan atau upaya prepentiv seharusnya dilakukan sehingga tidak terjadi banjir atau minimal ketika banjir datang mereka sudah siap mengatasinya. Kurangnya kesadaran masyrakat. Ini menjadi masalah utama, kesadaran masyarkat yang begitu rendah untuk membuang sampah pada tempatnya, tidak membuang smapah ke bantaran sungai dan tidak mendirikan bangunan-bangunan liar dikawasan bantaran sungai. Jumlah penduduk yang padat. Jakarta dikenal dengan jumlah penduduk yang padat, mereka biasanya berasal dari daerah yang datang untuk mengadu nasib di Jakarta namun kedatangan mereka ternyata hanya menimbulkan masalah kependudukan bagi Jakarta, semakin padatnya penduduk berarti semakin banyak pula lahan yang dibutuhkan untuk tempat tinggal, dengan begitu banyak lahan-lahan yang dijadikan perumahan-perumahan warga sehingga berkurangnya daerah resapan air di jakarta.

3. Opportunities Penerapan teknologi biopori. Penerapan teknologi ini merupakan salah satu alternatif dari upaya pencegahan banjir di Jakarta hal ini dikarenakan pembuatan lubang biopori dirasa sangat sederhana dan mudah namun selain itu memilki manfaat yang besar untuk pencegahan banjir, setiap rumah di Jakarta seharusnya memilki minimal 5 lubang biopori. Hal ini seharusnya mulai diterapkan dan menjadi agenda wajib bagi warga Jakarta serta adanya sosialisasi dari Pemerintah untuk melaksanakan hal tersebut.

Penghijauan kembali taman kota. Penghijauan kembali taman-taman kota bisa dilakukan dalam upaya pencegahan banjir di Jakarta dengan banyaknya tumbuhan dan adanya lahan tanah maka akan menambah lahan untuk penyerapan air hujan. Pemanfaatan banjir kanal. Setelah berdirinya banjir kanal timur dan barat, setidaknya banjir di Jakarta agak berkurang. Hal ini adalah program pemerintah yang seharusnya kita dukung. Apalagi dalam proyek banjir kanal tersebut ada taman dan jalur sepeda yang bisa digunakan untuk bersantai dan berolahraga. Semuanya telah diberikan oleh pemrintah, sekarang tinggal bersama-sama menjaga kelestarian banjir kanal tersebut.

4. Threats Wabah penyakit. Wabah penyakit merupakan ancaman yang serius pasca terjadinya bencan banjir, wabah penyakit banyak yang menyerang warga Jakarta khususnya para korban banjir seperti diare, demam berdarah, dan lain-lain Semakin maraknya pembangunan properti di daerah Jakarta dan sekitar. Pembangunan perumahan atau properti menjadi ancaman yang besar bagi warga Jakarta. Wilayah sekitar Jakarta yang meliputi Bogor, Depok, Tanggerang, dan Bekasi yang awalnya menjadi daerah serapan air kini di daerah tersebut banyak sekali dibangun perumahan-perumahan sehingga tidak ada lagi daerah serapan air Kerusakan infrastruktur. Terjadinya banjir mengakibatkan kerusakan infrastruktur seperti jalan, sekolah-sekolah, kantor-kantor , dan lain-lain.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jakarta sebagai ibukota negara yang merupakan citra negara dan barometer ekonomi, setiap waktu harus ada peningkatan pembangunan. Akibat dari pembangunan tata ruang yang salah banyak masyrakat yang tidak lagi memperdulikan lingkungan disekitarnya. Sehingga banyak masyarakat yang membangun rumah di bantaran sungai dan banyak juga yang membuang sampah sembarangan. Tidak hanya itu saja penebangan hutan yang tidak terkontrol juga merupkan penyebab banjir di Jakarta, selain itu semakin berkurangnya daerah resapan air di Jakarta. Banyak pembangunan gedung-guedung dan mall-mall tanpa memperhatikan dampaknya terahadap lingkungan. Jakarta merupakan daerah yang termasuk dataran rendah yang dikelilingi daerah dataran tinggi disekitarnya seperti Bogor. Dalam upaya pencegahan Banjir Jakarta hal yang sederhana yang dapat dilkaukan adalah dengan membuat lubang biopori disetiap lahan. Teknologi ini pada prinsipnya menahan air hujan untuk tidak langsung mengalir ke daerah yang lebih rendah, tetapi membiarkannya terserap ke dalam tanah melalui lubang resapan tersebut. Dinamakan teknologi biopori, karena mengandalkan jasa hewan-hewan tanah seperti cacing dan rayap untuk membentuk pori-pori alami dalam tanah, dengan bantuan sampah organik, sehingga air bisa terserap serta memperbaiki struktur tanah. Ini bisa mengantisipasi banjir dan berperan dalam siklus air tanah di lingkungan. Hal ini dirasa sangat sederhana dan dapat dilakukan oleh semua masyrakat Jakarta dalam rangka upaya pencegahan banjir sampai hari ini belum ada solusi yang jelas yang diupayakan oleh pemerintah setempat.

3.2 Implementasi Persoalan banjir merupakan satu masalah yang serius yang dihadapi oleh masyarakt Indonesia khususnya masyarakat yang tinggal di ibukota. Banjir jika tidak ditangani dan diatasi dengan benar akan menimbulkan dampak yang lebih serius dan kerugian yang akan dialami akan lebih besar. Oleh karena itu harus ada tindakan yang nyata untuk upaya pencegahan banjir rutin tahunan yang selalu menimpa ibukota dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Tindakan kecil tersebut adalah melakukan hal yang sangat sederhana seperti membuang sampah pada tempatnya dan tidak mendirikan bangunan-bangunan liar di

kawasan bantaran sungai serta membuat sumur-sumur resapan. secara swadaya maupun dengan bantuan pemerintah

3.3 Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis dapat memberikan saran yang mungkin dapat berguna untuh mencegah banjir di Jakarta, diantaranya: a. Dalam Upaya mencegah ancaman banjir, warga masyarakat harus sudah mulai membuat sumur-sumur resapan, secara swadaya maupun dengan bantuan pemerintah. b. Pemerinta harus memindahkan warga yang tinggal di daerah dekat pinggiran sungai ke tempat yang lebih aman dari ancaman banjir. c. Pemerintah agar tidak berhenti memberikan peringatan keras kepada seluruh masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan dan tidak menebang hutan secara liar. d. Mengeruk sungai/kali dan saluran air yang ada di sekitar kita, sebaiknya jangan nungguin pemerintah yang melakukan, percuma kalau ditungguin kelamaan. e. Membuat lubang-lubang biopori f. Memperlebar dan merehabilitasi kali/sungai, untuk menambah kapasitas sungai dalam menampung debit air g. Jangan membuang sampah di sungai atau saluran air Selain itu juga mendukung penuh usaha penanggulangan banjir yang dilakukan pemerintah sebab usaha pemerintah tidak akan efektif tanpa kerjasama dari masyarakat. Jadi diperlukan kerjasama yang baik antara masyarat dengan pemerintah sehingga akan terciptanya Jakarta yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor Lakitan, Benyamin. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. Cetakan Ke-dua. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Irianto, Gatot., Le Istiqlal Amin, Elza Surmaini. 2000. Keragaman Iklim Sebagai Peluang Diversifikasi. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Jakarta http://www.aktual.co/sosial/091250pemukiman-warga-kampung-pulo-terendam-banjir, tanggal akses 25 November 2012 http://nasional.kompas.com/read/2012/10/09/13413770/Musuh.Mereka.Bernama.Genangan, tanggal akses 28 November 2012 http://nasional.kompas.com/read/2012/10/08/13231448/Kali.Baru.Meluap.Dua.RT.di.Cililita n.Banjir, tanggal akses 28 November 2012 http://www.pantonanews.com/2347-beragam-dampak-musim-kemarau, tanggal akses Desember 2012 http://sayudjberbagi.wordpress.com/2010/04/29/study-literature/, tanggal akses 8 Desember 2012 http://ertizaaulialghani.blogspot.com/2011/10/pengertian-penyebab-dampak-dan-cara.html, tanggal akses 8 Desember 2012 http://mbojo.wordpress.com/2007/04/15/cuaca-dan-iklim/, tanggal akses 10 Desember 2012 http://info.medion.co.id/index.php/artikel/layer/tata-laksana/pergantian-musim, tanggal akses 15 Desember 2012 Mdn. 17 Oktober 2012. Samapah Masih Menjadi Ancaman Terbesar. Kompas. hal 27 Gal. 23 Oktober 2012. Cuaca Buruk di Jabodetabek. Kompas. hal 26 Psy. 14 November 2012. Tanggul Kali Laya Cimanggis Jebol. Kompas. hal 1 Aik. 14 November 2012. Siaga Banjir dan Tanah Longsor. Kompas. hal 14 Nel. 19 November 2012. Hanyut, 2 Orang Hilang. Kompas. hal 27 NDY. 20 November 2012. Perjalanan KRL Kacau. Kompas. hal 25 NDY. 23 November 2012. Banjir Jakarta Belum Teratasi. Kompas. hal 26 Gun. 24 November 2012. Korban Banjir 11.354 Warga. Kompas. hal 1 Mdn. 25 November 2012. Akhir Tahun, Ibukota Semakin Rentan Banjir. Kompas. hal 1 Mkn. 26 November 2012. Derita Warga Tepian Kali Cipinang. Kompas. hal 23 6

Win. 26 November 2012. Banjir Masih Menghantui Warga. 26 November. Kompas. hal 25 Lst. 27 November 2012. DKI Bersiaplah Hadapi Banjir. Kompas. hal 1 Gal. 27 November 2012. Fokus Pekerjaan di Tiga Kali. Kompas. hal 25 Wsn. 27 November 2012. Banjir Mengintai. Kompas. hal 27 Ttk. 2 Desember 2012. Bersiasat Hidup Merangkul Banjir. Kompas. hal 1 Wwn. 6 Desember 2012. Makam yang Tergenang. Kompas. hal 25

LAMPIRAN

ARTIKEL 1

Musuh Mereka Bernama Genangan


Selasa, 9 Oktober 2012 JAKARTA, KOMPAS.com - Permukiman padat penduduk di RW 03 Gang Kubis II Ujung, Gandaria Utara, Kebayoran Baru, termasuk wilayah rawan banjir di Jakarta Selatan. Namun, banjir yang dimaksud bukanlah luapan kali atau banjir kiriman. "Kalau di sini yang parah itu genangannya. Hujan satu-dua jam airnya sudah sebetis," kata Ilham, warga setempat saat ditemui Kompas.com, Selasa (9/10/2012). Situasi tersebut seakan tak terelakkan. Letak lokasi di ledok Gandaria menjadikan wilayah di belakang Pasar Blok A itu seakan menjadi muara aliran air dari berbagai arah. Parahnya, derasnya air yang mengaliri wilayah tersebut tidak terhubungkan dengan saluransaluran yang mengalirkan air keluar dari wilayah padat penduduk itu. Alhasil, terjadi genangan air yang akan meninggi seiring curah hujan yang terjadi. "Genangan sudah jadi musuh kami. Kalau sudah terjadi, kami hanya bisa menunggu kapan surutnya," ujar Ilham dengan nada pasrah. Jejeran rumah-rumah yang rapat di ledok itu hanya terpisahkan gang-gang kecil berukuran sekitar satu meter. Bagian belakang rumah disisihkan buat got-got kecil yang mengarah ke selokan air utama yang cukup lebar. Selokan tersebut sebenarnya cukup bersih dan terawat untuk mengalirkan air. Sayangnya, ukuran selokan-selokan utama terlalu kecil untuk mengalirkan limpahan air yang mengalir deras dari wilayah sekitar ke dataran rendah tersebut. Masalah tersebut masih diperparah dengan mampetnya got-got di belakang pemukiman warga akibat tumpukan sampah. Jarak yang hampir tak bercelah antara bagian belakang rumah-rumah petak warga mengakibatkan perawatan got-got sempit itu sulit diharapkan. Masalah di pemukiman tersebut belum selesai. Bagian depan rumah-rumah penduduk juga dijadikan lokasi usaha. Warung makan, dagangan sayur, kios sembako berjejer dalam jarak yang cukup berdekatan. Perawatan kebersihan lahan sekitar lokasi usaha pun kurang menjadi perhatian warga. Akibatnya, genangan air yang terjadi di saat hujan semakin kekurangan saluran pembuangannya.

"Biasanya kami tunggu sampai meresap ke tanah. Biasanya emang nggak lama. Tapi kalau hujannya berjam-jam seperti hari Kamis (4/10/2012) kemarin, kami tetap kesulitan juga," kata Rika, ibu rumah tangga di RT 16 RW 03 Gandaria Utara. Kesulitan warga lainnya adalah membuat saluran WC. Lantaran menjadi wilayah resapan air, galian sedalam beberapa meter sudah mencapai titik timbul air. "Kalau dipaksakan, ya takutnya mencemari air. Kami bingung sendiri, gali di sini ada airnya, gali di sana ada airnya," lanjut Rika. Ia menuturkan, karena kesulitan-kesulitan itulah warga terkesan apatis terhadap programprogram penanganan banjir yang dikemukakan beberapa calon gubernur DKI di masa kampanye lalu. Menurut mereka, program-program yang disampaikan belum tepat sasaran atau belum sesuai dengan kondisi genangan yang dialami warga ledok Gandaria itu. "Mereka ngomong soal penanganan banjir kiriman, penataan pinggiran kali, kebersihan kali, pembangunan waduk. Kalau di sini kan masalahnya beda. Nggak ada satu calon pun yang menyebut penanganan genangan seperti yang kami alami, termasuk Jokowi-Ahok," kata Ilham. Ia berharap pemerintah DKI Jakarta akan memikirkan cara-cara untuk menangani genangan di wilayah pemukiman yang berada di dataran rendah atau ledok. Ilham meyakini persoalan yang sama terdapat juga di wilayah lain di Jakarta. Penulis Editor ARTIKEL 2 : Imanuel More : Kistyarini

Pemukiman Warga Kampung Pulo Terendam Banjir


Senin, 19 Nov 2012 Jakarta, Aktual.co Hujan yang mengguyur kota Bogor dan Ibukota Jakarta sejak Minggu (18/11) kemarin, membuat debit air kian bertambah di bendungan Katulampa Kota Bogor. Hasilnya warga Kali Ciliwung khususnya Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur Senin (19/11) pun terendam air hingga 2 meter. Banjir kiriman kali ini mengakibatkan ratusan rumah di RW 03 terendam banjir. Air yang menggenangi pemukiman tersebut, terjadi sejak pukul 10 malam. Debit air pun kian bertambah ketinggiannya apabila curah hujan di kota Bogor kian deras. "Kalau di Bogor terus-terusan hujan ya kita bakalan kerendam," ujar Ujang salah satu warga yang ditemui di lokasi banjir. Karena menurut Ujang, banjir di Kampung Pulo diakibatkan kiriman air dari Bogor. Selain itu kata Ujang, walau terus menjadi langganan banjir, warga Kampung Pulo akan tetap bertahan di rumahnya. "Banyak yang bertahan di rumah. Kecuali kalau banjirnya udah 10

meter lebih baru kita ngungsi," imbuhnya. Lebih lanjut Ujang juga mengatakan, kalau warga berharap ada perhatian khusus bagi warga bantaran kali Ciliwung, yang tiap kali musim penghujan dirundung banjir. Penulis : Rafkha Editor : Febrianto

ARTIKEL 3

Kali Baru Meluap, Dua RT di Cililitan Banjir


Senin, 8 Oktober 2012 JAKARTA, KOMPAS.com - Musim penghujan di wilayah Jabodetabek mulai tiba. Hujan di wilayah Bogor membuat sungai yang mengalir di Jakarta mengalami peningkatan volume air. Salah satunya adalah Kali Baru yang melintas di permukiman kawasan Cililitan, Kramat Jati, Jakarta Timur. Iwan (30), salah seorang warga mengatakan, kali yang memiliki hulu dari Sungai Cisadane, Bogor, Jawa Barat tersebut, mulai meluap pukul 05.30 WIB subuh. Air meluap di titik-titik tertentu di pintu air Cililitan yang bersebelahan dengan Jalan Raya Bogor dan Jalan Raya Condet. "Iya, biasanya kalau di Bogor hujan deras, airnya meluap di sini. Kalau hujan justru nggak banjir," ujarnya saat ditemui Kompas.com di lokasi banjir, Senin (8/10/2012) pagi. Akibat dari luapan volume air kali, dua RT yaitu RT 01 dan RT 02, RW 15, Cililitan, Kramat Jati, Jakarta Timur, ikut terendam. Pasalnya dua RT tersebut berada tepat di pinggir kali yang bermuara di Kanal Banjir Timur (KBT) tersebut. Banjir juga sempat menutup jembatan yang menghubungkan permukiman dengan Jalan Raya Bogor. "Ketinggian waktu pertama banjir sampai 30 sentimeter. Sekarang sih sudah mulai berkurang, sekitar 20 sentimeter-an, tapi nggak tahu di Bogor hujan lagi atau nggak," lanjutnya. Berdasarkan pantauan pukul 12.30 WIB, warga di dua RT itu tengah membersihkan rumahnya paska banjir. Dengan menggunakan peralatan kebersihan seadanya, warga mengeluarkan lumpur dan sampah yang turut serta dalam air luapan kali tersebut. Sementara, selain menyebabkan banjir di permukiman, luapan air tersebut juga menggenangi dua jalan, yaitu Jalan Raya Bogor yang mengarah ke Cililitan dan Jalan Raya Condet di kedua arah. Genangan tersebut sempat membuat lalu lintas macet sepanjang dua kilometer. Penulis : Fabian Januarius Kuwado Editor : Hertanto Soebijoto

You might also like