You are on page 1of 15

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFERAT Juni 2010

ABORTUS HABITUALIS

OLEH : IRWAN ASHARI C 111 04 126 PEMBIMBING Dr. LILIANI O. T. D KONSULEN Dr. EDDY R. MOELJONO Sp. OG (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2010

ABORTUS HABITUALIS A. PENDAHULUAN Abortus adalah keluarnya hasil konsepsi kehamilan pada usia kehamilan dibawah 20 minggu. Abortus memiliki gejala pendarahan, keluarnya konsepsi, dan mengalami kontraksi. Hal ini terjadi akibat adanya pembukaan dari mulut rahim atau cervix. Penyebabnya antara lain adalah karena adanya kelainan kromosom dan inkompeten cervix, dan konsepsi yang tidak baik. Hasil konsepsi yang tidak baik akan dianggap sebagai benda asing oleh rahim dan akan dibuang. Usia sang ibu juga nampaknya sedikit berpengaruh. Dari data yang ada, semakin tua usia sang ibu, maka resiko untuk mengalami abortus juga semakin tinggi.1,2 Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi tiga kali atau lebih berturut-turut. Pada umumnya penderita tidak sukar hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu. Angka kejadian jenis abortus ini ialah 0,4% dari semua kehamilan. Wanita yang mengalami peristiwa tersebut, umumnya tidak mendapat kesulitan untuk menjadi hamil, akan tetapi kehamilannya tidak dapat berlangsung terus dan terhenti sebelum waktunya, biasanya pada trimester pertama tetapi kadang-kadang pada kehamilan yang lebih tua.3,4 Walaupun terjadinya abortus berturut-turut mungkin kebetulan, namun wajar untuk memikirkan adanya sebab dasar yang mengakibatkan peristiwa berulang ini. Sebab dasar ini kurang lebih 40% tidak diketahui; yang diketahui, dapat dibagi 3 golongan : a) kelainan pada zigot; b) gangguan fungsi endometrium, yang menyebabkan gangguan implantasi ovum yang dibuahi dan/atau gangguan dalam pertumbuhan mudigah; c) kelainan anatomik pada uterus yang dapat menghalangi berkembangnya janin di dalamnya dengan sempurna.4 Bila menghadapi seorang ibu dengan riwayat abortus berulang maka harus mempelajari kasus ini dengan baik dengan melakukan pendataan tentang riwayat suami istri dan pemeriksaan fisik ibu baik secara anatomis maupun laboratorik Perhatikan apakah abortus terjadi pada trimester pertama atau trimester kedua. Bila terjadi pada trimester pertama maka banyak faktor yang harus dicari sesuai kemungkinan etiologi atau mekanisme terjadinya abortus berulang. Bila terjadi pada trimester kedua maka faktor faktor penyebab lebih cenderung pada faktor anatomis terjadinya inkompetensi serviks dan adanya tumor (mioma uteri) serta infeksi yang berat pada uterus atau serviks.1

B. INSIDEN Bishop melaporkan frekuensi 0,41% abortus habitualis pada semua kehamilan. Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi pada seorang wanita yang mengalami abortus habitualis ialah 73% dan 83,6%. Sebaliknya, Warton dan Fraser dan Llewellyn-Jones member prognosis yang lebih baik, yaitu 25,9% dan 39%.3 C. ANATOMI DAN PATOFISIOLOGI Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus adalah 7 - 7,5 cm, lebar di tempat yang paling lebar 5,25 cm dan tebal 2,5 cm. uterus terdiri atas korpus uteri (2/3 bagian atas) dan serviks uteri (1/3 bagian bawah).4 Di dalam korpus uteri terdapat rongga (kavum uteri), yang membuka keluar melalui saluran (kanalis servikalis) yang terletak di serviks. Bagian bawah serviks yang terletak di vagina dinamakan porsio uteri (pars vaginalis servisis uteri), sedangkan yang berada di atas vagina disebut pars supravaginalis servisis uteri. Antara korpus dan serviks masih ada bagian yang disebut isthmus uteri.4 Bagian atas uterus disebut fundus uteri. Di situ tuba fallopii kanan dan kiri masuk ke uterus. Dinding uterus terdiri atas miometrium, yang merupakan otot polos berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini beranyaman. Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi.4

Gambar 1.

Di kutip dari kepustakaan 5

Kavum uteri dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar, disebut endometrium. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan stroma dengan banyak pembuluh-pembuluh darah yang berkelok-kelok. Di korpus uteri endometrium licin, akan tetapi di serviks berkelok-kelok; kelenjar-kelenjar itu bermuara di kanalis servikalis (arbor vitae). Pertumbuhan dan fungsi endometrium dipengaruhi sekali oleh hormon steroid ovarium.4 Uterus ini sebenarnya terapung-apung dalam rongga pelvis dan jaringan ikat dan ligamentum yang menyokongnya, sehingga terfiksasi dengan baik. Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah :3 1. Ligamentum kardinale sinistrum et dekstrum (Mackenrodt) yakni ligamentum yang terpenting, mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal, dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah, antara lain vena dan arteri uterina. 2. Ligamentum sakro-uterinum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan kanan, ke arah os sakrum kiri dan kanan. 3. Ligamentum rotundum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah inguinal kiri dan kanan. Pada kehamilan kadang-kadang terasa sakit di daerah inguinal waktu berdiri cepat karena uterus berkontraksi kuat, dan ligamentum rotundum menjadi kencang serta mengadakan tarikan pada daerah inguinal. Pada persalinan ia pun teraba kencang dan terasa sakit bila dipegang. 4. Ligamentum latum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat. Sebenarnya ligamentum ini adalah bagian peritoneum viserale yang meliputi uterus dan kedua tuba dan berbentuk segitiga lipatan. Di bagian dorsal ligamentum ini ditemukan indung telur (ovarium sinistrum et dekstrum). Untuk memfiksasi uterus, ligamentum latum ini tidak banyak artinya. 5. Ligamntum infundibulo-pelvikum, yakni ligamentum yang menahan tuba Falloppii berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan urat saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan vena ovarika. Disamping ligamentum tersebut di atas ditemukan pada sudut kiri dan kanan belakang fundus uteri ligamentum ovarii proprium kiri dan kanan yang menahan ovarium. Ligamentum ovarii ini embriologis berasal dari gubernakulum; jadi

sebenarnya asalnya seperti ligamentum rotundum yang juga embriologis berasal dari gubernakulum.3

Gambar 2. Di kutip dari kepustakaan 6

Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu tulang panggul dalam anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk sudut dengan vagina, sedang korpus uteri berarah ke depan dan membentuk sudut 120o-130o dengan serviks uteri. Di Indonesia uterus sering ditemukan dalam retrofleksio (korpus uteri berarah ke belakang) yang pada umumnya tidak memerlukan pengobatan.4 Perbandingan antara panjang korpus uteri dan serviks berbeda-beda dalam pertumbuhan. Pada bayi perbandingan itu adalah 1:2, sedangkan pada wanita dewasa 2:1.4 Di luar, uterus dilapisi oleh serosa (peritoneum viserale). Jadi, dari luar ke dalam ditemukan pada dinding korpus uteri serosa atau perimetrium, miometrium, dan endometrium.4

Gambar 3. Di kutip dari kepustakaan 7

Pasokan darah : Uterus mendapat darah dari arteria uterine (cabang a.iliaka interna). Arteri ini berjalan dalam ligamentum latum dan setinggi os interna, menyilang ureter pada sudut kanan untuk mencapai dan memasok darah ke uterus sebelum melakukan anastomosis dengan arteri ovarika (cabang aorta abdominalis).8

Gambar 4. Di kutip dari kepustakaan 9

Batas-batas : Uterus dan serviks berbatasan dengan kavum uretrovesikalis dan permukaan atas kandung kemih di anterior. Kavum retrouterina (douglasi), yang meluas ke bawah sejauh forniks posterior vagina, merupakan batas posteriornya. Ligamentum latum adalah batas lateral utama dari uterus.8

Gambar 5. Di kutip dari kepustakaan 10

Drainase limfatik : Pembuluh limfe dari fundus menyertai a.ovarika dan mengalir menuju kelenjar getah bening para-aorta. Pembuluh limfe dari korpus dan serviks mengalir ke kelenjar getah bening iliaka interna dan eksterna.8 Kadang-kadang pada persalinan terjadi perdarahan banyak oleh karena robekan serviks ke lateral, sehingga mengenai cabang-cabang a.uterina. Robekan ini disebabkan antara lain pimpinan persalinan yang salah, persalinan dengan alat misalnya ekstraksi dengan cunam yang dilakukan dengan cermat dan sebagainya. Dalam hal ini harus berhati-hati dalam menjahit robekan serviks; kadang-kadang disangka robekan sudah dijahit dengan baik oleh karena tidak tampak adanya perdarahan lagi, padahal perdarahan tetap berlangsung terus ke dalam parametrium. Timbullah hematom di parametrium yang sukar di diagnosis dan dapat mengakibatkan ibu yang baru bersalin jatuh dalam syok dan jika hematom di parametrium tidak dipikirkan, wanita itu mungkin tidak tertolong lagi.3 Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus.11 Pada kehamilan kurang dari 8 minggu : Embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto , meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.11 Pada kehamilan 8 14 minggu:

Mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak.11 Pada kehamilan minggu ke 14 22: Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. 11 D. ENDOKRINOLOGI KEHAMILAN Dari segi endokrinologi, maka kehamilan dibagi atas tiga masa, yaitu :4 Kehamilan muda Masa ini ditandai oleh meningkatnya pembentukan HCG dari sel-sel trofoblas dan perubahan korpus luteum menjadi korpus luteum graviditatis. Korpus luteum graviditatis memproduksi estrogen dan progesterone.4 Kehamilan pertengahan triwulan pertama Pada masa ini produksi HCG yang semula meningkat mulai menurun. Estrogen dan progesterone tidak dihasilkan lagi oleh korpus luteum graviditatis, melainkan oleh plasenta.4 Kehamilan triwulan kedua dan ketiga Pada masa ini plasenta menghasilkan steroid seks dalam jumlah yang sangat besar. Selain itu terjadi pula peningkatan sekresi hormon PRL (Prolaktin) dari hipofisis anterior. Plasenta juga membentuk human chorionic somatomammotropin (hCS), human placental lactogen (hPL), atau human chorionic thyrotropin (hCt).4 Pembentukan HCG meningkat pada awal kehamilan dan mencapai puncaknya pada hari ke 50 hingga hari ke 80 kehamilan. Hormon khorionik ini memicu sintesis steroid seks tidak hanya di korpus luteum, melainkan juga di plasenta. Jumlah progesterone yang dibentuk oleh plasenta mencapai 200 ng sehari atau lebih. Progesterone ini dapat dibuktikan dengan memeriksa pregnandiol dalam urine 24 jam atau dalam serum secara teraradioimun (TRI).4 Pada pihak lain, produksi estrogen meningkat perlahan-lahan dan mencapai puncaknya pada akhir kehamilan. Kadar estrogen yang dibentuk oleh plasenta dapat mencapai 40 ng sehari. Telah dibuktikan bahwa kadar estradiol serum yang sangat

tinggi dapat menunjukkan kemungkinan adanya kehamilan ganda, sedangkan kadar estradiol yang rendah menunjukkan adanya anensefalus atau gawat janin.4 Dalam kehamilan dijumpai pula peningkatan aktivitas adrenal. Ini tampak dari pengeluaran 17-ketosteroid dan 17-hidroksisteroid. Peningkatan kortikosteroid ini menimbulkan striae pada wanita hamil. Selain itu, berat kelenjar tiroid ternyata meningkat dalam kehamilan. Telah diketahui di bawah pengaruh estrogen terjadi peningkatan kapasitas pengikatan iodium oleh protein plasma.4 Di bawah pengaruh steroid seks uterus bertambah besar. Pada kehamilan 36 minggu beratnya mencapai 1000 gram (20 kali lipat). Pembesaran uterus itu sementara dipicu oleh estrogen. Selain meningkatkan jumlah aktin dan myosin, estrogen juga meningkatkan membrane potensial sel-sel otot tersebut. Progesterone menyebabkan relaksasi otot-otot uterus. Relaksasi otot ini dibantu pula oleh enzim oksitosinase yang menginaktifkan hormon oksitosin.4 Selain progesteron dan estrogen, korpus luteum juga menghasilkan relaksasin, suatu hormon polipeptida. Hormon ini menyebabkan relaksasi tulang-tulang panggul. Pembesaran payudara pada kehamilan dipengaruhi oleh steroid seks; dan pigmentasi putting susu disebabkan oleh pengaruh estrogen yang merangsang melanin.4 E. ETIOLOGI Resiko berulangnya abortus setelah abortus I adalah 20% ; resiko setelah abortus II adalah 25% dan resiko setelah abortus III adalah 30%.10

Tabel 1. Di kutip dari kepustakaan 11

Defisiensi progesterone dan fase luteal Faktor endokrin terlibat dalam RPL (Recurrent Pregnancy Loss) atau abortus berulang sekitar 15% sampai 30% dari waktu. Cacat fungsional korpus luteum, atau reseptor progesteron endometrium, dapat menyebabkan RPL. Pada pasien dengan defisiensi fase luteal, kerugian umumnya terjadi sangat awal, di 4-7 minggu. Progesteron dari korpus luteum diperlukan untuk mendukung kehamilan sampai produksi progesterone di plasenta dimulai pada minggu kedelapan.12 Gangguan fase luteal dapat menjadi sebab infertilitas dan abortus muda yang berulang. Gangguan fase luteal bisa menyebabkan disfungsi tuba dengan akibat transport ovum terlalu cepat, motilitas uterus yang berlebihan, dan kesukaran dalam nidasi karena endometrium tidak dipersiapkan dengan baik.4 Progesteron yang dihasilkan dari korpus luteum sangat diperlukan untuk keberhasilan implantasi dan pemeliharaan dari awal kehamilan sampai produksi progesteron diambil alih oleh plasenta. Defek fase luteal telah digambarkan sebagai penyebab keguguran. Klasiknya, diagnosis diperoleh setelah biopsi endometrium pada hari ke 26 atau hari ke 27 dari siklus yang lebih dari 2 hari keluar dari fase, dan barubaru ini, kadar konsentrasi progesteron midluteal <10 ng / mL telah diusulkan untuk menegakkan diagnosis. Wanita dengan out-of-fase biopsi endometrium tidak mampu menjaga reseptor pregesterone endometrium abnormal dan memiliki v3 integrin, yang merupakan sebuah penanda penerimaan uterus. v3 integrin biasanya muncul dalam kelenjar endometrium pada hari siklus 20-21 selama implantasi. Sebagian besar pasien, ketika diobati dengan progesteron atau suplemental dosis rendah clomiphene sitrat, akan memiliki restorasi histologis endometrium yang normal dan v3 normal. Implantasi embrio yang lambat juga telah dikaitkan dengan peningkatan tingkat keguguran.13 Hormon tiroid yang abnormal Pada wanita dengan abortus habitualis, dapat ditemukan bahwa fungsi glandula tiroidea kurang sempurna. Oleh sebab itu, pemeriksaan fungsi tiroid pada wanita-wanita abortus berulang perlu dilakukan; pemeriksaan ini hendaknya dilakukan di luar kehamilan.4 Sindrom polikistik ovarium Wanita dengan PCOS (Polycystic Ovarian Symdrome) memiliki kesulitan mencapai kehamilan dibandingkan dengan populasi umum, tetapi sifat hubungan antara PCOS dengan keguguran berulang belum jelas.14

Wanita dengan sindrom polikistik ovarium (PCOS) telah diamati mengalami peningkatan kadar hormone luteinizing, hormone androgen, dan resistensi insulin. Meskipun etiologi masih belum jelas, peningkatan kejadian keguguran telah di catat pada wanita yang telah didiagnosis dengan PCOS. Hiperinsulinemia telah diusulkan sebagai penyebab yang mungkin. Beberapa bukti menunjukkan bahwa resistensi insulin dikaitkan dengan peningkatan kadar homosistein plasma.12 Hiperinsulinemi pada PCOS adalah hipotesis untuk berkontribusi pada awal keguguran selama kehamilan, dan dalam suatu siding, pemberian metformin selama kehamilan untuk wanita dengan riwayat perdarahan menunjukkan dapat mengurangi angka keguguran pada trimester pertama pada wanita dengan PCOS. Dalam persidangan yang lebih besar, dari 2000 wanita dengan riwayat perdarahan berulang, prevalensi PCOS adalah 40,7%. Kriteria yang cukup untuk menentukan wanita dengan PCOS mempunyai prognosis yang baik atau buruk adalah kehamilan di masa depan.14 Diabetes mellitus Diabetes melitus secara tradisional disebutkan dalam hubungan dengan peningkatan tingkat aborsi, tetapi telah ditetapkan bahwa diabetes terkontrol dengan baik dengan kontrol glukosa (dengan diet atau insulin) tidak meningkatkan risiko aborsi spontan. Pasien dalam kontrol yang baik dengan pengobatan oral sebelum pembuahan akan mungkin juga mendapatkan hasil yang meningkat. Diabetes dengan kontrol glikemik yang kurang baik dihubungkan dengan meningkatnya risiko kehilangan kehamilan, dan ada hubungannya langsung antara kadar hemoglobin A1C (HbA1C) dan tingkat aborsi.14 F. DIAGNOSIS Diagnosis abortus habitualis tidak sukar ditentukan dengan anamnesis. Khususnya diagnosis abortus habitualis karena inkompetensi menunjukkan gambaran klinik yang khas, yaitu dalam kehamilan triwulan kedua terjadi pembukaan serviks tanpa disertai mules yang selanjutnya diikuti oleh pengeluaran janin yang biasanya masih hidup dan normal. Apabila penderita datang dalam triwulan pertama, maka gambaran klinik tersebut dapat diikuti dengan melakukan pemeriksaan vaginal tiap minggu. Penderita tidak jarang mengeluh bahwa ia mengeluarkan banyak lendir dari vagina. Di luar kehamilan penentuan serviks inkompeten dilakukan dengan histerosalpingografi (HSG) yaitu ostium internumuteri melebar lebih dari 8 mm.3

Bila menghadapi seorang ibu dengan riwayat abortus berulang maka harus mempelajari kasus ini dengan baik dengan melakukan pendataan tentang riwayat suami istri dan pemeriksaan fisik ibu baik secara anatomis maupun laboratorik Perhatikan apakah abortus terjadi pada trimester pertama atau trimester ke dua. Bila terjadi pada trimester pertama maka banyak faktor yang harus dicari sesuai kemungkinan etiologi atau mekanisme terjadinya abortus berulang. Bila terjadi pada trimester kedua maka faktor faktor penyebab lebih cenderung pada faktor anatomis terjadinya inkompetensi serviks dan adanya tumor mioma uteri serta infeksi yang berat pada uterus atau serviks. Ikutilah langkah langkah investigasi untuk mencari faktor faktor yang potensial menyebabkan terjadinya abortus spontan yang berulang sebagai berikut :1,2
a. Riwayat penyakit terdahulu1,2

1. Kapan abortus terjadi. Apakah pada trimester pertama atau pada trimester berikutnya adakah penyebab mekanis yang menonjol. 2. Mencari kemungkinan adanya toksin, lingkungan dan pecandu obat (naza). 3. Infeksi ginekologi dan obstetri.
4. Gambaran

asosiasi

terjadinya

antiphospholipid

syndrome

(thrombosis,

autoimmune phenomena, false-positive tests untuk sifilis) 5. Faktor genitik antara suami istri ( consanguinity ). 6. Riwayat keluarga yang pernah mengalami terjadinya abortus berulang dan sindroma yang berkaitan dengan kejadian abortus ataupun partus prematurus yang kemudian meninggal. 7. Pemeriksaan diagnostik yang terkait dan pengobatan yang pernah didapat.
b. Pemeriksaan fisik1,2

1. Pemeriksaan fisik secara umum 2. Pemeriksaan ginekologi


c. Pemeriksaan laboratorium1,2 1. Kariotipe darah tepi kedua orang tua 2. Biopsi endometrium pada fase luteal

3. Pemeriksaan hormon TSH dan antibodi anti tiroid 4. Antibodi antiphospholipid ( cardiolphin, phosphatidylserine ) 5. Lukpus antilogulan ( a partial thromboplastin time or Russell Viper Venom ) 6. Pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit
7. Kultur cairan serviks (mycoplasma, ureaplasma, chlamdia) bila diperlukan.

G. DIAGNOSA BANDING

95% perdarahan uterus pada kehamilan muda disebabkan oleh abortus, namun perlu diingat diagnosa banding dari perdarahan pervaginam pada kehamilan muda yaitu : 11 1. Kehamilan ektopik 2. Perdarahan servik akibat epitel servik yang mengalami eversi atau erosi 3. Polip endoservik 4. Mola hidatidosa 5. Karsinoma servik uteri (jarang) 6. Mioma submukosa pedunkularis H. KOMPLIKASI 1. Perdarahan (hemorrhage) 2. Perforasi : sering terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh tenaga yang tidak ahli seperti bidan dan dukun. 3. Infeksi dan tetanus 4. Payah ginjal akut 5. Syok, pada abortus dapat disebabkan oleh : -

Perdarahan yang banyak disebut syok septik Infeksi berat atau sepsis disebut syok septik atau endoseptik.15

I. PENATALAKSANAAN Biasanya wanita dengan abortus habitualis datang ke dokter tidak lama setelah ia mengalami abortus untuk sekian kalinya. Jika ia belum hamil lagi, hendaknya waktu itu digunakan untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari kelainan yang mungkin menyebabkan abortus habitualis itu.4 Di samping pemeriksaan umum dengan memperhatikan gizi dan bentuk bahan penderita, dilakukan pula pemeriksaan suami-istri, antara lain pemeriksaan darah dan urine rutin, pemeriksaan golongan darah, faktor Rh, dan tes terhadap sifilis, selanjutnya pada istri dibuat kurve harian glukosa darah dan diperiksa fungsi tiroid, dan pada suami diperiksa fungsi sperma.4

Pada wanita dengan abortus habitualis, yang datang dalam keadaan sudah hamil lagi, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan seperti di atas, kecuali yang dapat mengganggu kehamilan.4 Selain terapi yang bersifat kausal, maka penderita dengan abortus habitualis, jika ia hamil, perlu mendapat perhatian khusus. Ia harus banyak istirahat, hal ini tidak berarti bahwa ia harus tinggal terus di tempat tidur, akan tetapi perlu dicegah usaha-usaha yang melelahkan.4 Pada hamil muda sebaiknya jangan bersenggama. Makanannya harus adekuat mengenai protein, hidrat arang, mineral dan vitamin. Khususnya dalam masa organogenesis pemberian obat-obat harus dibatasi, dan obat-obat yang diketahui dapat mempunyai pengaruh jelek terhadap janin, dilarang. Khususnya di mana faktor emosional memegang peranan penting, pengaruh dokter sangat besar untuk mengatasi ketakutan dan keresahan.4 Terapi hormonal umumnya tidak perlu, kecuali jika ada gangguan fungsi tiroid, atau gangguan fase luteal.4

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonym. Abortus (Revisi 1). [on line] 2009 [cited 2009 November 13].

Available from : URL : http://yamachiyo.wordpress.com


2. Hariadi R. Abortus Spontan Berulang. Dalam : Ilmu Kedokteran Fetomaternal.

Edisi Perdana. Surabaya

: Penerbit Himpunan

Kedokteran

Fetomaternal

Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.; 2004. Hal. 326-34.


3. Wiknjosastro H. Kelainan Dalam Lamanya Kehamilan. Dalam : Ilmu

Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : Penerbit Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007. Hal. 309-10. 4. Wiknjosastro H. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam : Ilmu Kandungan. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008. Hal. 246-50

5. Vorvick L. Uterus. [on line] 2009 [cited 2009 November 1]. Available from :

URL : http://www.healthcentral.com/sexual-health/
6. Brotherlim. Anatomi dan Fisiologi Sister Reproduksi Wanita.[on line] 2008

[cited

2009

November

1].

Available

from

URL

http://www.bluefame.com/lofiversion/index.php/f35.html
7. Anonym. Uterus and Uterine Tubes. [on line] 2008 [cited 2009 Oktober 30].

Available

from

URL

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/6/66/illu_cervix.jpg
8. Faiz O, Moffat D. Visera Pelvis. Dalam : At a Glance Series Anatomi. Jakarta :

Penerbit Erlangga; 2002. Hal. 56-7.


9. Anonym. File : Gray589.png [on line] 2007 [cited 2009 Oktober 30]. Available

from : URL : http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/d/d4/gray589.png


10. Anonym. Uterus. [on line] 2007 [cited 2009 oktober 29]. Available from : URL :

http://www.wikipedia.com
11. Widjanarko B. Abortus. [on line] 2009 [cited 2009 November 3]. Available from

: http://reproduksiumj.com
12. Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE, Wallach EE. Recurrent Pregnancy Loss.

In : Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics. 3rd ed. Lippincott Williams & Wilkins. 2007. P.3-6 13. Carr BR, Blackwell RE, Azziz R. Recurrent Pregnancy Loss. In : Essential Reproductive Medicine. New York : McGraw-Hill. 2005. P. 586.
14. Curtis MG, Overholt S, Hopkins MP. Infertility and Recurrent Pregnancy Loss.

In : Glass Ofice Gynecology, 6th ed. Lippincott Williams & Wilkins. 2006. P.6-7. 15. Mochtar R, Lutan D. Abortus dan Kelainan dalam Tua Kehamilan. Dalam: Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;1998. Hal. 21415.

You might also like