You are on page 1of 13

PENERAPAN STRATEGI PELAKSANAAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG MERPATI RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR PROVINSI

SUMATERA SELATAN TAHUN 2012 Oleh : Faiza dan Abu Bakar Sidik, S.Kp, M.Kes Program Studi Ilmu Keperawatan STIK Bina Husada Palembang Email : faiza1504@yahoo.co.id ABSTRAK Diperkirakan bahwa 2- 3% dari jumlah penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa berat. Salah satu dari jenis gangguan jiwa yang banyak terjadi adalah skizofrenia. Dari seluruh klien dengan skizofrenia, 70% diantaranya mengalami halusinasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan strategi pelaksanaan keperawatan pada pasien halusinasi pendengaran di Ruang Merpati Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan. Desain penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dengan informan berjumlah 5 orang perawat, 4 Perawat Pelaksana dan 1 perawat selaku Kepala Ruang Merpati yang ditentukan dengan teknik purposive sampling dan dilakukan pada bulan Mei 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam membina hubungan saling percaya pada dasarnya informan sudah mengerti dan memahami tahapan dalam membina hubungan saling percaya tapi tidak dilakukan secara maksimal sesuai dengan teori yang ada. Dalam membantu pasien mengenal halusinasi didapatkan tidak semua informan sudah melakukan tahapan dalam membantu pasien mengenal halusinasinya. Dalam membantu pasien mengontrol halusinasi tidak dilakukan secara optimal karena tidak sesuai dengan teori yang ada. Dalam melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam mengontrol halusinasi berpendapat pada dasarnya perawat sudah mengerti bagaimana melibatkan keluarga dalam mengontrol halusinasi. Diharapkan perawat dapat lebih intensif dalam menerapkan strategi pelaksanaan keperawatan untuk mempercepat proses penyembuhan pasien. Untuk selanjutnya diharapkan dilakukan penelitian dengan desain berbeda dan menggunakan sampel lebih banyak untuk menilai kinerja yang dilakukan perawat dalam menangani pasien halusinasi pendengaran. Kata Kunci : Strategi Pelaksanaan Keperawatan, Halusinasi Pendengaran

ABSTRACT It is estimated that 2-3% of Indonesia's population suffer from severe mental disorders. One of a kind of mental disorder is schizophrenia. 70% clients with schizophrenia had hallucinations. This study aims to determine the actions of nurses in applying implementation nursing strategies for auditory hal lucinations patient in Merpati Room Ernaldi Bahar Hospital Province of South Sumatra. The design of this study is a descriptive study with qualitative approach. Informants in this study are 5 nurses, one of them is a head of nurse. Informants are determined by purposive sampling technique and conducted in May 2012. The results showed that in building a trusting relationship is basically the informant know and understand the stages in building a trusting relationship, but did not do optimally in accordance with existing theories. In helping the patient recognize the hallucinations was found that not all the informants do the step of theory to help patients recognize hallucinations. In helping patients control the hallucinations do not optimal because it does not fit with existing theories. In engaging families to assist patients in controlling hallucinations found nurses basically understand how are involved the patients family in controlling hallucination Nurses are expected to be more intensive in the implementation of the nursing strategy to accelerate the healing process of patients. Expected to further studies with different designs and uses more samples are carried out to assess the performance of nurses in managing patients auditory hallucinations. Keywords : Nursing Strategy Implementation, Auditory Hallucinations

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sehat dalam pengertian yang paling luas adalah suatu keadaan yang dinamis dimana individu menyesuaikan diri dengan perubahanperubahan lingkungan internal dan eksternal untuk mempertahankan keadaan kesehatannya. Lingkungan internal terdiri dari beberapa faktor yang psikologis, dimensi intelektual dan spiritual dan proses penyakit (Potter, 2005). Dari segi ekonomi, krisis multi dimensi sekarang ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian besar masyarakat dunia umumnya dan Indonesia pada khususnya, masyarakat yang mengalami krisis ekonomi tidak saja akan mengalami gangguan kesehatan fisik berupa gangguan gizi atau terserang berbagai penyakit infeksi tetapi juga dapat mengalami gangguan kesehatan mental psikiatri (gangguan jiwa), yang pada akhirnya dapat menurunkan produktivitas kerja (Ramun, 2001). Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju, modern dan industri. Keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa dan kecelakaan. Gangguan jiwa muncul akibat adanya konflik internal (dunia dalam) pada diri seseorang dengan dunia luar (Ramun, 2001). Data yang diperoleh dari Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menunjukkan 10% dari populasi penduduk dunia membutuhkan pertolongan atau pengobatan bidang kesehatan atau psikiatri. Diperkirakan bahwa 2- 3% dari jumlah penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa berat. Bila separuh dari mereka memerlukan perawatan di rumah sakit dan jika penduduk Indonesia belum1ah sebanyak 120 juta jiwa, maka ini berarti bahwa 120 ribu jiwa berat memerlukan perawatan di rurnah sakit (Yosep, 2007). Keperawatan kesehatan jiwa adalah suatu bidang praktik keperawatan yang menerapkan teori perlaku manusia sebagai ilmu dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya (Depkes RI dalam Kusumawati, 2010) Salah satu dan jenis gangguan jiwa yang banyak terjadi adalah skizofrenia. Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima

dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan berperilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial (Stuart, 2005). Dari seluruh pasien dengan skizofrenia, 70% diantaranya mengalami halusinasi. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan dan penciuman. Pasien halusinasi sering mengalami khayalan-khayalan tertentu, manifestasi dan khayalan-khayalan tersebut mengarahkan penderita untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu (Hawari, 2007). Tindakan-tindakan yang dilakukan pasien halusinasi terkadang dapat membahayakan terutama pada dirinya sendiri, keluarga dan lingkungannya, maka mereka memerlukan bantuan dan tenaga pelayanan kesehatan yang kompeten dalam penye1esaian masalahnya (Keliat, 2005). Rumah sakit jiwa merupakan tempat pelayanan yang tepat untuk menangani masalah gangguan jiwa. Sebagian besar pasien dengan gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit merupakan pasien dengan gangguan halusinasi. Salah satu tenaga yang banyak berperan dalam penanganan pasien halusinasi di rumah sakit jiwa adalah seorang perawat. Keperawatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku, dimana perilaku sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya (Keliat, 2005). Profesi perawat merupakan bagian integral yang memberikan pelayanan keperawatan secara profesional dalam membantu mereka yang sedang mengalami gangguan jiwa. Agar dapat melaksanakan pelayanan yang profesional, perawat harus mempunyai kemampuan profesional dalam memberikan asuhan keperawatan pada individu dan keluarga yang mengalami gangguan jiwa (Keliat, 2005). Tindakan keperawatan dalam mengatasi halusinasi itu terdiri dari lima tahapan yaitu dimulai dari membina hubungan saling percaya, mengenal halusinasi, mengontrol halusinasi, memanfaatkan obat sesuai dengan advis dokter, memotivasi keluarga agar memberi dukungan untuk membantu pasien dalam mengontrol halusinasi (Yosep, 2009) Riskesdas tahun 2007 mengungkapkan prevalensi gangguan jiwa di Indonesia tertinggi

terdapat di DKI Jakarta dengan 20,3% sedangkan Sumatera Selatan menempati urutan ke-5 dengan 9,2%. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan, penderita skizofrenia yang dirawat inap selama tahun 2009 adalah sebanyak 4.313 orang dan untuk tahun 2010 adalah sebanyak 4.585 orang, sedangkan tahun 2011 sebanyak 4.445 orang. Ruang Merpati merupakan merupakan ruang rawat inap laki-laki kelas III, yang menampung pasien dengan fasilitas pelayanan Jamkesmas dan Jamsoskes, Ruang Merpati mempunyai kapasitas 45 tempat tidur dengan jumlah pasien 60 orang dengan jumlah tenaga perawat 14 orang termasuk Kepala Ruangan. Dimana dari jumlah perawat tersebut tidak memungkinkan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien secara maksimal. Berdasarkan latar belakang di atas yang telah dijelaskan, maka disini peneliti tertarik untuk mengetahui secara lebih mendalam bagaimana tindakan perawat dalam strategi pelaksanaan keperawatan pada penderita dengan gejala halusinasi pendengaran di Ruang Merpati Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan, karena perawat sebagai pendamping pasien ketika berada di rumah sakit selama 24 jam, dengan penerapan strategi pelaksanaan diharapkan dapat membantu kesembuhan pasien. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah belum diketahuinya tindakan perawat dalam menerapkan strategi pelaksanaan keperawatan pada pasien halusinasi pendengaran di Ruang Merpati Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan. 1.3 Tujuan Penelitian 3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui penerapan strategi pelaksanaan keperawatan pada pasien halusinasi pendengaran di Ruang Merpati Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan. 3.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus pada penelitian ini yaitu diperolehnya informasi mendalam tentang:

a. b. c. d.

Diketahuinya secara mendalam strategi dalam membina hubungan saling percaya dengan pasien. Diketahuinya secara mendalam strategi perawat dalam membantu pasien untuk dapat mengenal halusinasinya. Diketahuinya secara mendalam strategi perawat dalam membantu pasien untuk dapat mengontrol halusinasinya. Diketahuinya secara mendalam strategi perawat dalam memotivasi keluarga untuk membantu pasien dalam mengontrol halusinasinya.
LANDASAN TEORI

2.

Keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional yang didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respons psiko-sosial yang maladaftif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa (komunikasi terapeutik dan terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa) melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa pasien. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berusaha untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku sehingga pasien dapat berfungsi utuh sebagai manusia (Dalami, 2010) Definisi mengenai halusinasi bermacammacam menurut beberapa ahli yaitu: 1. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan dan penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Fitria, 2009). 2. Halusinasi adalah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan sensorik persepsi ; merasakan sensai palsu berupa suara penglihatan, pengecapan, perbaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Tim MPKP RS Ernaldi Bahar, 2007) Strategi pelaksanaan keperawatan merupakan rangkaian percakapan perawat dengan pasien pada saat melaksanakan tindakan keperawatan. Strategi pelaksanaan keperawatan melatih kemampuan intelektual tentang pola komunikasi dan pada saat

dilaksanakan merupakan latihan kemampuan yang terintegrasi antara intelektual, psikomotor dan afektif. Strategi pelaksanaan terdiri dari dua bagian yaitu proses keperawatan dan strategi komunikasi pada saat melaksanakan tindakan keperawatan. Tindakan keperawatan yang akan dilakukan terurai jelas pada bagian proses keperawatan. Strategi pelaksanaan keperawatan yang dilakukan perawat terhadap pasien dengan halusinasi adalah : 1. Membina Hubungan Saling Percaya Tindakan pertama dalam membina hubungan saling percaya pada pasien dengan gangguan halusinasi adalah: a. Awali pertemuan dengan selalu mengucapkan salam, msal: Assalamu alaikum; Selamat pagi, siang, malam atau sesuai dengan konteks agama pasien. b. Berkenalan dengan pasien, perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan perawat, termasuk jam dinas, ruangan dan senang dipanggil dengan nama apa. Selanjutnya perawat menanyakan nama pasien serta senang dipanggil dengan sebutan apa. c. Buat kontrak asuhan. Jelaskan kepada pasien tujuan kita merawat pasien, aktivitas apa saja yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan itu, kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas itu akan dilaksanakan. d. Bersikap empati yang ditujukan dengan mendengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian, tidak membantah dan tidak menyokong halusinasi pasien, segera menolong pasien jika pasien membutuhkan perawat. 2. Membantu pasien mengenal halusinasi. Disini perawat mencoba menanyakan kepada pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar atau diiihatnya); kapan waktu timbulnya halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan saat halusinasi muncul. 3. Melatih pasien mengontrol halusinasi

Dalam proses mengontrol halusinasi, pasien diajarkan cara menghardik halusinasi dalam upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang timbul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memperdulikan halusinasinya, menganjurkan pasien berinteraksi dengan orang lain dan melakukan aktivitas yang terjadwal. 4. Melatih pasien memanfaatkan obat untuk mengontrol halusinasinya Agar pasien mampu mengontrol halusinasi, maka perlu dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Berikut ini adalah tindakan keperawatan yang dilakukan perawat agar pasien patuh menggunakan obat dalam mengontrol halusinasi: jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa, jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program, jelaskan akibat dan putus obat, jelaskan efek samping dan obat yang dimakan, jelaskan cara mendapatkan obat, jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu dan benar dosis). 5. Melibatkan keluarga dalam tindakan mengontrol halusinasi Diantara penyebab kambuh yang paling sering adalah faktor keluarga dan pasien itu sendiri. Keluarga adalah support system terdekat dan 24 jam bersama-sama dengan pasien. Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mandiri dan patuh mengikuti program pengobatan. Salah satu tugas perawat adalah melatih keluarga agar mampu merawat pasien dengan gangguan jiwa di rumah. Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga, informasi yang perlu disampaikan kepada keluarga adalah sebagai berikut: menjelaskan pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami oleh pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara merawat pasien halusinasi, cara berkomunikasi, pengaruh pengobatan dan tata cara pemberian obat, pemberian aktivitas kepada pasien, sumber pelayanan kesehatan yang bisa dijangkau, pengaruh stigma masyarakat terhadap kesembuhan pasien.

3. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian ini merupakan penelitian survey deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendapatkan informasi mendalam mengenai tindakan perawat dalam menerapkan strategi pelaksanaan keperawatan pada pasien halusinasi di Ruang Merpati Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan (Notoatmodjo, 2010). 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Ruang Merpati Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan pada tanggal 13 16 Mei 2012. 3.3 Sumber Informasi Dalam penelitian ini, informannya adalah Perawat Pelaksana di Ruang Merpati Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan. Informan ditentukan dengan purposive sampling yaitu informan yang mempunyai karakteristik sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun karakteristik informan tersebut adalah: 1. Perawat yang bekerja minimal 1 tahun di Ruang Merpati Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan. 2. Perawat yang berpendidikan minimal DIII Keperawatan. 3. Perawat yang bersedia menjadi responden. 4. Perawat yang sudah mengikuti pelatihan strategi pelaksanaan keperawatan pada pasien halusinasi. Proses penentuan Perawat Pelaksana sebagai informan melalui langkah sebagai berikut, peneliti pertama bekerja sama dengan Kepala Ruangan terlebih dahulu untuk mendapatkan izin dan informasi, kemudian peneliti menentukan dengan sendiri calon infrman penelitian, selanjutnya peneliti dan informan bersama-sama mengatur waktu untuk melakukan kontrak wawancara. Dalam penelitian ini, key informannya adalah Kepala Ruangan Ruang Merpati Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan, di sini Kepala Ruangan digunakan untuk keperluan pengecekan dan sebagai pembanding terhadap data informasi yang telah didapat dari perawat pelaksana. Jumlah informan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang perawat, 4 Perawat Pelaksana dan 1 perawat selaku Kepala Ruang Merpati.

4. HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Temuan Penelitian Dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan wawancara mendalam dengan informan dan observasi partisipasi didapatkan informasi sebagai berikut : 4.1.1 Hasil wawancara dengan informan 4.1.1.1 Membina Hubungan Saling Percaya Dalam membina hubungan saling percaya terdapat empat kategori yaitu mengucapkan salam, berkenalan dengan pasien, membuat kontrak dengan pasien dan bersikap empati. Hasil wawancara mendalam dengan informan tentang tindakan perawat dalam membina hubungan saling percaya dengan pasien yang mengalami halusinasi. Dapat dibaca pada petikan wawancara berikut ini : ..dengan cara mengucapkan salam, assalamualaikum atau selamat pagi, siang atau sore.. mendekati pasien itu sendiri, mengajak berkenalan, menyebutkan nama perawat yang menjaga dan menanyakan nama pasien itu sendiri, menjabat tangan dan mengajak pasien duduk sambil menjelaskan tujuan dari BHSP, bersikap empati dan ramah sehingga pasien percaya pada kita.. (1-1) ..yang pertama kita melakukan pendekatan dahulu dengan cara mengenal pasien, mengucapkan salam pada pasien kemudian mengetahui keadaan pada saat berkenalan.. (1-2) Pertama-tama kl misalnya pada pagi hari yang kita ucapkan selamat pagi, gimana tidurnya malam ini, tidur apa nggak, trus ada bisikan-bisikan apa nggak ?(1-3) Yang pertama yaitu salam terapeutik kepada pasien, yang kedua memperkenalkan diri sebagai perawat (1-4) Selanjutnya peneliti juga menanyakan kepada key informan tentang tindakan perawat

dalam membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan halusinasi. Untuk Iebih jelasnya dapat dibaca petikan wawancara sebagai berikut: ...dilakukan oleh perawat ruangan, menanyakan nama pasien, siapa namanya, biasanya dipanggil apa, menjelaskan atau mengungkapkan nama perawat, nama panggilan perawatnya, minimal seperti itu.. Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap informan selama penelitian, bahwa hanya 2 informan melakukan tahapan dalam membina hubungan saling percaya dengan pasien, seperti mengucapkan salam pada saat bertemu dengan pasien, memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan interaksi, membuat kontrak dengan pasien dan bersikap empati seperti dengan mengajak ngobrol sambil duduk dan menanyakan apa yang dirasakan pasien, sedangkan 2 informan lainnya hanya mengucapkan salam dan memperkenalkan diri dengan pasien. 4.1.1.2 Membantu Pasien mengenal halusinasi Dalam membantu pasien mengenal halusinasi terdapat tiga kategori yaitu menanyakan tentang isi halusinasi, kapan waktu timbul halusinasi, dan perasaan saat halusinasi timbul. Hasil wawancara mendalam dengan perawat pelaksana tentang tindakan perawat dalam membantu pasien mengenal halusinasi dapat dibaca dalam petikan wawancara sebagai berikut: .pertama-tama kita harus mengetahui dulu jenis halusinasinya itu, isi dari halusinasi sendiri, kapan terjadinya.. trus apa saja yang ia lakukan kalau halusinasi itu datang. (1-1) bila ada halusinasi kita tanyakan dulu frekuensinya, berapa kali dalam sehari, kemudian kita ajarkan cara mengontrol halusinasinya(1-2) Kalau pasien tersebut merasakan ada halusinasi, misalnya ada suara-suara kita mengajarkan cara mengatasinya dengan cara menutup telinga (1-3)

Kita ketahui dulu jenis halusinasinya, apakah ia mendengar suara-suara.. (1-4) Sejalan dengan hasil wawancara mendalam dengan perawat pelaksana, peneliti juga menanyakan kepada kepala ruangan, berikut petikan wawancaranya: ...biasanya ditanyakan kapan terjadinya halusinasi, kapan terjadinya bisikan-bisikan atau hantu-hantu itu datang, yang dilihatnya siapa, kemudian berapa kali halusinasi tersebut terjadi, kapan waktunya apa yang dirasakan dalam kondisi seperti itu dan apa yang dilakukan pasien dalam menghadapi kondisi seperti itu Dari hasil observasi, diketahui dalam membantu pasien mengenal halusinasi, dua perawat pelaksana menanyakan tentang jenis halusinasi, kapan waktu timbulnya menentukan faktor pencetus halusinasi, apa yang terjadi sebelum halusinasi, dan mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya ketika terjadi halusinasi. Satu orang informan mengkaji jenis halusinasi, menentukan faktor pencetus dan mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya ketika terjadi halusinas serta satu orang informan yang mengkaji jenis halusinasi dan mendorong pasien untuk mengungkapkan perasannya pada saat terjadi halusinasi. 4.1.1.3 Membantu Pasien Untuk Mengontrol Halusinasi Hasil wawancara mendalam dengan informan tentang tindakan perawat membantu pasien untuk mengontrol halusinasi. Untuk jelasnya dapat dibaca dalam petikan wawancara di bawah ini: mengajarkan cara mengontrol halusinasinya itu dengan cara menghardik halusinasi tersebut, sambil menutup telinga dan yang kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain dan ketiga melakukan aktivitas yang terjadwal (1-1) kita ajarkan tahap-tahap-tahap halusinasi, dengan cara menghardik pasien dan mengobrol dengan orang lain (1-2)

..mengajarkan dengan cara menutup telinga dan menghardik.. (1-3) Biasanya kita ajarkan tutup telinga menghardik, trus kita ajarkan pada pasien untuk berbicara dengan pasien lain untuk mengungkapkan perasaannya (1-4) Selanjutnya peneliti melakukan wawancara mendalam dengan kepala ruangan mengenai tindakan perawat membantu pasien untuk mengontrol halusinasi pasien menyatakan sebagai berikut: itu dilakukan juga, biasanya itu SP terakhir, SP ke-4 dari halusinasi salah satu untuk mengontrol halusinasi dengan cara makan obat yang benar, benar waktu, benar dosis. .. Dan hasil observasi setiap informan mengajarkan cara menghardik halusinasi, tiga informan menganjurkan berinteraksi dengan orang lain dan satu informan tidak menganjurkan pasien berinteraksi dengan orang lain dan tidak ada informan yang membantu pasien membuat aktivitas terjadwal. 4.1.1.4 Melatih Pasien Memanfaatkan Obat Untuk Mengontrol Halusinasi Dalam melatih pasien menggunakan obat secara teratur terdapat empat kategori yaitu cara menggunakan obat, menjelaskan fungsi minum obat, menjelaskan efek sampmg dan obat dan cara perawat memastikan pasien minum obat. Beberapa petikan keterangan dan hasil wawancara sebagai berikut: Dalam pemberian obat kita menjelaskan tentang cara meminum obat yang benar dengan prinsip 5 benar, yaitu benar nama,obat, cara makan obat itu sendiri dan dosisnya berapa. Fungsi obat itu apa dan efek sampingnya (1-1) Kita terapkan cara pemanfaatan obat yang benar, untuk apa obat itu, benar dosisnya, benar jumlahnya (1-2) Kalau kita memberikan obat pagi, siang sore apakah obat itu benar-benar diminum atau tidak (1-3)

kalau masalah minum obat, harus diminum, kalau pasien tidak mau kita bujuk/dipaksa (1-4) Selanjutnya peneliti juga menanyakan kepada key informan tentang tindakan perawat dalam menggunakan obat secara teratur, berikut petikan wawancaranya: itu dilakukan juga, biasanya itu SP terakhir, SP ke-4 dari halusinasi salah satu untuk mengontrol halusinasi dengan cara makan obat yang benar, benar waktu, benar dosis. Dan hasil observasi hanya dua informan menjelaskan cara menggunakan obat yang benar, menjelaskan fungsi minum obat, menjelaskan efek samping dari obat dan perawat memastikan pasien minum obat sedangkan dua informan lainnya hanya menjelaskan fungsi obat dan memastikan pasien minum obat. 4.1.1.5 Melibatkan Keluarga Dalam Tindakan Mengontrol Halusinasi Dalam melibatkan keluarga dalam tindakan mengontrol halusinasi dapat dibaca dalam petikan wawancara mendalam dengan informan berikut ini: Disini kita yang ajarkan kepada keluarga pasien, kita menjelaskan apasih itu halusinasi kepada keluarga pasien.. (1-1) Yang pasti pada saat keluarga berkunjung kita jelaskan cara mengontrol halusinasi dan tahapantahapannya (1-2) Dengan cara keluarga pasien tersebut diajak bekerja sama misal dalam pemberian obat, dan mengontrol obat teratur (1-3) Umumnya sama dengan apa yang kita ajarkan pada pasien, misalnya menutup telinga dan diajak ngobrol (1-4) Selanjutnya peneliti juga menanyakan kepada key informan tentang tindakan perawat dalam melibatkan keluarga mengontrol halusinasi. Berikut petikan wawancaranya: ..disaat pasien dibesuk oleh keluarga, biasanya kita melakukan pendekatan

dengan keluarga, menjelaskan bagaimana kalau seandainya nanti di rumah pasien ngomong-ngomong sendiri, kita membimbing keluarga pasien bagaimana cara untuk mengontrol bisikan-bisikan, mengontrol penglihatan hantu-hantu, sama seperti kita membimbing pasienyang paling penting juga pasien mengajarkan cara makan obat yang benar Dari hasil observasi satu informan memberi penjelasan dengan keluarga tentang halusinasi, mendorong pasien untuk memberitahu keluarga dalam timbul halusinasi dan menjelaskan fungsi obat kepada keluarga. Dua orang informan memberi penjelasan dengan keluarga tentang halusinasi dan menjelaskan fungsi obat. Dan satu informan hanya menjelaskan kepada keluarga tentang halusinasi 4.1.2 Hasil wawancara dengan key informan 4.1.2.1 Kebijakan Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang Dari wawancara dengan Key informan mengenai kebijakkan dari RS Ernaldi Bahar dalam menerapkan strategi pelaksanaan keperawatan: Untuk kebijakan dari rumah sakit itu sudah ada dengan adanya SOP tentang perawatan pasien halusinasi. waktunya itu sudah sejak lama, aku lupa pastinya, diutamakan sekali sejak tahun 2004/2005 itu sudah ada panduan tentang strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi. Sudah ada SOPnya, tapi tidak di-SK-kan, Cuma SOPnya ditandatangani oleh direktur.. 4.1.2.2 Program Pelatihan strategi pelaksanaan keperawatan Untuk program pelatihan strategi pelaksanaan keperawatan pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Ernaldi Bahar, dapat dilihat dalam petikan jwaban wawancara berikut : untuk program pelatihan digabung dengan pelatihan CI, jadi didalamnya ada SP pasien halusinasi, dan bagi yang sudah mendapatkan pelatihan tersebut, mensosialisasikan hasil pelatihan tersebut kepada perawat lain. Untuk

pelatihan ini diutamakan pendidikan minimal DIII 5.1.1.1 Dukungan Pimpinan Rumah Sakit Ernaldi Bahar ya pelaksanaan strategi pelaksanaan ini sangat didukung oleh pimpinan rumah sakit Dari hasil wawancara mendalam dengan key informan, diketahui bahwa kebijakan rumah sakit tentang penerapan strategi pelaksanaan sudah ada dengan adanya SOP pasien halusinasi. Sedangkan dari hasil observasi terlihat adanya SOP penatalaksanaan halusinasi yang ditandatangani oleh direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar. Untuk program pelatihan mengenai strategi pelaksanaan, dari hasil wawancara mendalam dengan key informan didapatkan bahwa program pelatihan sudah dilakukan, tetapi digabung dengan pelatihan Clinical Instructure (CI), dan yang diutamakan yang berpendidikan minimal DIII keperawatan. 5. PEMBAHASAN 5.1 Analisis hasil Penelitian 5.1.1 Analisis hasil penelitian dengan informan 5.1.1.1 Membina hubungan saling percaya Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan terhadap empat informan diperoleh informasi bahwa semua informan mengucapkan salam, tiga informan memperkenalkan diri, dua informan bersikap empati dan ramah kepada pasien dan tidak ada tidak ada informan yang membuat kontrak pertemuan dengan pasien. Sejalan dengan hasil observasi yang dilakukan peneliti, semua informan mengucapkan salam, empat informan memperkenalkan diri, dan hanya dua informan yang menjelaskan tujuan interaksi, membuat kontrak dengan pasien dan bersikap empati. Yosep (2009) menyatakan bahwa tindakan pertama dalam membina hubungan saling percaya pada pasien dengan gangguan halusinasi adalah awali pertemuan dengan selalu mengucapkan salam, berkenalan dengan pasien, buat kontrak asuhan dan bersikap empati. Hal ini didukung oleh hasil penelitian oleh Anggriawan (2010) bahwa dalam membina hubungan saling percaya, informan memberi salam terapeutik dan memperkenalkan diri. Berdasarkan penelitian dan teori terkait, peneliti berpendapat bahwa pada dasarnya

informan sudah mengerti dan memahami tahapan dalam membina hubungan saling percaya yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien tapi tidak dilakukan secara maksimal sesuai dengan teori yang ada. 5.1.1.2 Membantu Pasien Mengenal Halusinasi Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan terhadap empat informan untuk penerapan strategi pelaksanaan pada tahap membantu pasien mengenal halusinasi diperoleh informasi sebagai berikut : satu informan menanyakan jenis/isi dari halusinasi, kapan waktunya dan apa yang dirasakan pasien saat halusinasi muncul, dua informan menanyakan jenis dan frekuensi dari halusinasi tersebut, dan satu orang informan dengan menanyakan apa yang dirasakan pasien. Berdasarkan hasil observasi, diketahui dalam membantu pasien mengenal halusinasi, dua perawat pelaksana menanyakan tentang jenis halusinasi, kapan waktu timbulnya menentukan faktor pencetus halusinasi, apa yang terjadi sebelum halusinasi, dan mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya ketika terjadi halusinasi. satu orang informan mengkaji jenis halusinasi, menentukan faktor pencetus dan mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya ketika terjadi halusinas serta satu orang informan yang mengkaji jenis halusinasi dan mendorong pasien untuk mengungkapkan perasannya pada saat terjadi halusinasi. Fitria (2009) yang menyatakan bahwa dalam membantu pasien mengenal halusinasi perawat mencoba menanyakan kepada pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar atau dilihatnya), kapan waktu timbulnya halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan pasien saat halusinasi rnuncul. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Anggriawan (2010) bahwa dalam membantu pasien mengenal halusinasi adalah menanyakan jenis halusinasi, kapan terjadinya dan menanyakan perasaan yang timbul pada saat halusinasi terjadi. Berdasarkan hasil penelitian dan teori terkait, peneliti berpendapat bahwa tidak semua informan sudah melakukan tahapan dalam membantu pasien mengenal halusinasinya, bila tahapan dalam membantu pasien mengenal halusinasi tidak dilakukan sepenuhnya, maka pasien akan lambat dalam proses penyembuhannya.

5.1.1.3 Melatih Pasien Mengontrol Halusinasi Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan terhadap empat informan dalam penerapan strategi pelaksanaan keperawatan pada tahap melatih pasien untuk mengontrol halusinasi didapatkan informasi sebagai berikut : satu orang informan mengajarkan kepada pasien cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik halusinasi tersebut, bercakap-cakap dengan orang dan melakukan aktivitas terjadwal, dua informan mengajarkan untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan bercakap-cakap dan satu orang informan hanya mengajarkan untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik halusinasi. Berdasarkan hasil observasi, keempat informan mengajarkan cara menghardik halusinasi, tiga informan menganjurkan berinteraksi dengan orang lain dan satu informan tidak menganjurkan pasien berinteraksi dengan orang lain dan tidak ada informan yang membantu pasien membuat aktivitas terjadwal. Fitria (2009) yang menyatakan tindakan perawat dalam melatih pasien mengontrol halusinasi adalah pasien diajarkan cara menghardik halusinasi dalam upaya mengendalikan diri terhadap dengan cara menolak halusinasi yang timbul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memperdulikan halusinasinya, menganjurkan pasien berinteraksi dengan orang lain, dan melakukan aktivitas terjadwal. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Anggriawan (2010) bahwa dalam membantu pasien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang dan melakukan aktivitas terjadwal. Berdasarkan hasil penelitian dan teori terkait, peneliti berpendapat bahwa tindakan yang dilakukan perawat dalam membantu pasien mengontrol halusinasi adalah hanya dengan menghardik halusinasi, menganjurkan pasien berinteraksi dengan orang lain. Menurut peneliti bila tindakan perawat dalam melatih pasien tidak dilakukan sepenuhnya maka halusinasi pasien kurang terkontrol. 5.1.1.4 Melatih Pasien Memanfaatkan Obat Untuk Mengontrol Halusinasi Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan terhadap empat informan dalam

penerapan strategi pelaksanaan pada tahap melatih pasien untuk menggunakan obat secara teratur untuk mengontrol halusinasinya didapatkan: tiga informan menjelaskan tentang cara menggunakan obat dengan 5 benar yaitu benar nama, obat, cara, dosis dan waktu. Satu informan tidak menjelaskan 5 benar tapi hanya memantau apakah pasien makan obat/tidak. Dari hasil observasi, hanya dua informan menjelaskan cara menggunakan obat yang benar, menjelaskan fungsi obat, menjelaskan efek samping obat dan perawat memastikan pasien minum obat sedangkan dua informan lainnya hanya menjelaskan fungsi obat dan memastikan pasien minum obat. Fitria (2009) mengatakan bahwa tindakan perawat dalam memilih pasien menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program, berikut ini tindakan keperawatan yang dilakukan perawat agar pasien patuh menggunakan obat dalarn mengontrol halusinasi: jelaskan akibat putus obat, jelaskan efek samping dari obat, cara mendapatkan obat, cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Anggriawan (2010) bahwa dalam melatih pasien menggunakan obat secara teratur yaitu dengan menjelaskan 5 benar cara dalam memanfaatkan obat yaitu benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu dan benar dosis sehingga meminimalkan kemungkinan terjadi hal yang tidak diinginkan. Berdasarkan hasil penelitian dan teori terkait, peneliti berpendapat pada dasarnya perawat sudah memahami cara melatih pasien menggunakan obat secara teratur dan bila tindakan perawat dalam melatih pasien menggunakan obat secara teratur tidak dilakukan sepenuhnya maka penyembuhan akan terhambat. 5.1.1.5 Melibatkan Keluarga Dalam Tindakan Mengontrol Halusinasi Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan terhadap keempat informan untuk menerapkan strategi pelaksanaan keperawatan pada tahap melibatkan keluarga dalam tindakan mengontrol halusinasi diperoleh informasi bahwa keempat informan menjelaskan pengertian, tanda, gejala, waktu dan suasana yang dapat menimbulkan halusinasi. Mengajarkan keluarga pasien cara mengontrol halusinasi dan menjelaskan fungsi obat yang digunakan pasien.

Berdasarkan hasil observasi, dua informan memberi penjelasan tentang halusinasi, menjelaskan cara mengontrol halusinasi dan menjelaskan fungsi obat pada keluarga, satu informan hanya menjelaskan tentang halusinasi saja sedangkan satu informan lainnya tidak melakukan tahapan melibatkan keluarga dalam tindakan mengontrol halusinasinya. Yosep (2009) menyatakan bahwa diantara penyebab kambuh yang paling sering adalah faktor keluarga dan pasien itu sendiri. Keluarga adalah support system terdekat dan 24 jam bersama-sama dengan pasien. Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien menyadari dan patuh mengikuti program pengobatan. Salah satu tugas perawat adalah melatih keluarga agar mampu merawat pasien dengan gangguan jiwa di rumah. Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga, infromasi yang perlu disampaikan kepada keluarga adalah sebagai berikut: menjelaskan pengertian, jenis, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara merawat pasien halusinasi, cara berkomunikasi, pengaruh pengobatan dan tata cara pemberian obat, pemberian aktivitas kepada pasien, sumber pelayanan kesehatan yang bisa dijangkau, pengaruh stigma masyarakat terhadap kesembuhan pasien. Berdasarkan hasil penelitian Anggriawan (2010) yang menyatakan bahwa melibatkan keluarga dalam tindakan mengontrol halusinasi adalah menjelaskan tentang halusinasi dan mengajarkan cara mengontrol halusinasi. Berdasarkan hasil penelitian teori terkait, peneliti berpendapat pada dasarnya perawat sudah mengerti bagaimana melibatkan keluarga dalam mengontrol halusinasi dan bila tindakan tersebut tidak dilakukan, maka memungkinkan kekambuhan pada pasien. 5.1.2 Analisis hasil penelitian dengan key informan 5.1.2.1 Kebijakan Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan key informan diketahui bahwa kebijakan rumah sakit tentang penerapan strategi pelaksanaan sudah ada dengan adanya SOP pasien halusinasi. Hal ini sejalan dengan hasil observasi terlihat adanya SOP penatalaksanaan halusinasi yang ditandatangani oleh direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang.

5.1.2.2 Program Pelatihan strategi pelaksanaan keperawatan Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan key informan, Untuk program pelatihan mengenai strategi pelaksanaan, didapatkan informasi bahwa program pelatihan sudah dilakukan, tetapi digabung dengan pelatihan Clinical Instructure (CI), dan yang diutamakan yang berpendidikan minimal DIII keperawatan. 5.2 Keterbatasan penelitian Keterbatasan penelitian ini adalah subjektif penelitian dalam menginterpretasikan informasi yang diperoleh dengan teknik waancara mendalam dan observasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif sehingga hasil penelitian tergantung pada pemahaman dan penafsiran peneliti, dimana peneliti berulang kali mendengarkan dan membaca hasil wawancara untuk menelaah dan mengerti makna-makna yang terkandung didalam hasil penelitian, adapun kesulitan lainnya adalah membandingkan hasil observasi dan hasil wawancara mendalam untuk melihat sejauh mana pelaksanaan strategi pelaksanaan keperawatan yang dilakukan informan sehingga diperlukan pemahaman dan analisis yang baik oleh peneliti. Dalam penelitian ini pengumpulan informasi dilakukan sendiri oleh peneliti dengan menggunakan recorder untuk pedoman wawancara mendalam, sedangkan observasi dilakukan di ruang rawat inap dimana perawat menerapkan strategi pelaksanaan keperawatan pada pasien halusinasi. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil penelitian ini seperti mencari celah waktu untuk wawancara mendalam dengan perawat dan kepala ruangan, dikarenakan peneliti melakukan pada saat jam kerja, sehingga peneliti dapat dengan mudah menggali informasi yang diinginkan dan lebih leluasa dalam memberikan informasi kepada peneliti. Sedangkan pada pelaksanaan observasi, faktor yang dapat mempengaruhi hasil penelitian ini suasana lingkungan yang kurang kondusif dengan adanya suara-suara gaduh yang berasal dari pasien-pasien yang berada didalam ruangan sehingga bisa terjadi faktor lupa atau bias. 6. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Dalam membina hubungan saling percaya peneliti berpendapat bahwa pada dasarnya informan sudah mengerti dan memahami tahapan dalam membina hubungan saling percaya yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien tapi tidak dilakukan secara maksimal sesuai dengan teori yang ada. 2. Dalam membantu pasien mengenal halusinasi, peneliti berpendapat bahwa tidak semua informan sudah melakukan tahapan dalam membantu pasien mengenal halusinasinya, bila tahapan dalam membantu pasien mengenal halusinasi tidak dilakukan sepenuhnya, maka pasien akan lambat dalam proses penyembuhannya. 3. Dalam membantu pasien mengontrol halusinasi peneliti berpendapat bahwa tindakan yang dilakukan informan dalam membantu pasien mengontrol halusinasi tidak dilakukan secara optimal karena tidak sesuai dengan teori yang ada, informan hanya mengajarkan cara menghardik halusinasi dengan mengucapkan pergi-pergi, dan menganjurkan pasien berinteraksi dengan orang lain. 4. Dalam melatih pasien memanfaatkan obat, peneliti berpendapat pada dasarnya perawat sudah memahami cara melatih pasien menggunakan obat secara teratur untuk mengontrol halusinasinya dan bila tindakan perawat dalam melatih pasien menggunakan obat secara teratur tidak dilakukan sepenuhnya maka penyembuhan akan terhambat. 5. Dalam melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam mengontrol halusinasi, peneliti berpendapat pada dasarnya perawat sudah mengerti bagaimana melibatkan keluarga dalam mengontrol halusinasi dan bila tindakan tersebut tidak dilakukan, maka memungkinkan kekambuhan pada pasien. 6.2 Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis mengajukan saran sebagai berikut:

1. Bagi Rumah Sakit Ernaldi Bahar Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian oleh rumah sakit untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan khususnya dalam penerapan strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi pendengaran 2. Bagi Bidang Perawatan khususnya Ruang Merpati Diharapkan agar perawat lebih meningkatkan skill atau keterampilan dengan mengadakan pelatihan-pelatihan dan seminar mengenai strategi pelaksanaan keperawatan pada pasien halusinasi pendengaran. 3. Bagi penelitian lain Perlu dilakukan lagi penelitian lanjutan tentang penerapan strategi pelaksanaan keperawatan pada pasien halusinasi untuk menilai kinerja yang dilakukan oleh perawat dalam menangani pasien jiwa terutama masalah halusinasi dengan desain penelitian yang berbeda dan menggunakan sampel yang lebih banyak. 4. Bagi STIK Bina Husada Palembang Diharapkan hasil penelitian dapat ditindaklanjuti terutama bagi mahasiswa agar dapat mengaplikasikan ilmu keperawatan khususnya keperawatan jiwa dalam membantu pasien mengatasi halusinasi. DAFTAR PUSTAKA Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC Azwar, Asrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika Anggriawan, Rendra, 2010 Pengalaman Perawat Dalam Keberhasilan Penerapan Strategi Pelaksanaan Pada Klien Halusinasi Pendengaran Di Ruang Bangau Rumah Sakit Dr. Ernaldi Bahar Palembang Tahun 2010 Dalami, Ermawati. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa, Jakarta : Trans Info Media Fitria, Nita. 2009.

Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan Pada Tindakan Keperawatan (LP Dan SP) Untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat Bagi Program Si Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Hawari, Dadang, 2006 Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. FKUI : Jakarta Herdiansyah, Haris, 2010 Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Medika Hidayat, A.A. 2007 Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika Keliat, B.A.1996. Perawatan Penderita Skizofrenia. Jakarta : EGC Kusumawati. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC Maleong, L. 2010 Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Notoatmodjo, Soekidjo. 2010 Metodologi Penelitian Jakarta : Rineka Cipta Kesehatan.

Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses dan Praktik, ed. 4. Jakarta : EGC Rekam Medik RS Ernaldi Bahar Palembang, 2011. Profil Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan tahun 2011. Palembang Saryono, 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Bidang Kesehatan. Yogjakarta : Nuha Medika

Stuart & Sudden, 1998 Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC

Tim MPKP RS Ernaldi Bahar, 2007 Modul Pelatihan Asuhan Keperawatan Jiwa. Palembang Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

You might also like