You are on page 1of 28

NASKAH UJIAN KASUS FORENSIK KLINIK

PENGUJI dr. Zulhasmar Syamsu, Sp.F., SH.

OLEH Agra Cesarienne Pradito, S.Ked 030.08.010

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA RSUPNCM JAKARTA

BAB I ILUSTRASI KASUS PENGANIYAAN

I.1. Identitas Korban


1. Nama 2. Tempat/ Tanggal Lahir 3. Usia 4. Jenis Kelamin 5. Agama 6. Pekerjaan 7. Warga Negara 8. Alamat : Tn. Suprapto : Blora / 10 Oktober 1975 : 36 Tahun : Laki-laki : Islam : POLISI : Indonesia : Kp. Buaran No. 11 RT 005/002, Serua, Ciputat, Tanggerang selatan Pemeriksaan dilakukan pada hari Rabu, 12 September 2012 pukul 04.45 WIB di UGD RSUPN Cipto Mangunkusumo

I.2. Anamnesis/Wawancara
Jam 00.15 WIB, kurang lebih 4,5 jam SMRS di daerah sekitaran Jakarta Selatan korban dikeroyok oleh 20 orang warga karena sedang melakukan tindakan razia judi. Karena terdapat warga yang memprovokasi, sehingga warga menjadi salah paham dan mengeroyok korban. Korban ditonjok pada daerah wajah dengan jumlah tonjokan yang tidak diingat serta kepala, korban juga dipukul dengan balok, pot bonga, tong sampah, dan batu yang mengenai wajah dan badan korban. Korban adalah seorang polisi. Riwayat pusing, pingsan, mual, dan muntah disangkal oleh korban.

1.3. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum Kesadaran Tanda vital Tekanan darah Frekuensi nadi : Tampak sakit sedang : Compos mentis : : 110/70 mmHg : 78x/menit, reguler, isi cukup

Frekuensi nafas

: 20x/menit, thoraco-abdominal

I.4. Status Lokalis Luka/Cedera


1. Pada pipi kanan 5,5 cm dari garis pertengahan depan (GPD), 4 cm di bawah sudut mata kanan terdapat beberapa luka lecet berbentuk garis dengan ukuran terpanjang 4 cm dan terpendek 0,2 cm meliputi area sebesar 7,5 cm x 1,5 cm yang dikelilingi oleh memar berwarna merah dengan area seluas 10 cm x 2 cm. 2. Pada pipi kanan 10 cm dari garis pertengahan depan (GPD), setinggi liang telinga terdapat 2 buah luka lecet berbentuk garis masing-masing sepanjang 1 cm dan 2 cm. 3. Pada pipi kanan 5 cm dari garis pertengahan depan (GPD) setinggi sudut mulut, terdapat 2 buah luka lecet berbentuk garis yang berukuran masing-masing sepanjang 2 cm dan 0,5 cm. 4. Pada batang hidung sisi kiri 0,5 cm dari garis pertengahan depan (GPD) dan 3 cm di bawah alis terdapat luka lecet berbentuk garis sepanjang 0,3 cm. 5. Pada dagu kiri, 6 cm dari garis pertengahan depan (GPD), 3 cm dibawah sudut bibir terdapat 5 buah luka lecet berbentuk garis yang berjalan sejajar dengan ukuran masing-masing sepanjang 4 cm. 6. Pada dagu kiri 1,5 cm dari garis pertengahan depan (GPD) dan 2 cm di bawah sudut bibir terdapat beberapa luka lecet kecil seluas 0,5 cm x 0,5 cm yang dikelilingi oleh memar berwarna merah dengan area seluas 2,5 cm x 2,5 cm. 7. Pada dahi kanan 6 cm dari garis pertengahan depan (GPD) dan 5 cm di atas alis terdapat pembengkakan sewarna kulit seluas 1,5cm x 1cm x 0,5cm. 8. Pada kepala belakang sisi kiri 3cm dari garis pertengahan belakang (GPB) dan 9cm di atas batas tumbuh rambut bawah (BTRB) terdapat luka terbuka dengan tepi tidak rata, dasar jaringan bawah kulit dan jika dirapatkan membentuk garis sepanjang 2cm.

I.5. Tindakan/Pengobatan
1. Perawatan luka : Konsultasi dengan dr. Bedah korban menolak

I.6. Visum et Repertum


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jl. Salemba Raya 6 Jakarta 10430 Telp: 021 3106197 Jakarta, 12 September 2012 Nomor Perihal Lampiran : No 969/VR.RSCM/IX/2012 : Hasil pemeriksaan korban bernama Suprapto :-

PRO JUSTITIA VISUM ET REPERTUM Saya yang bertanda tangan dibawah ini dr. Agra Cesarienne Pradito, dokter pada Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta, menerangkan bahwa atas permintaan tertulis dari Kepolisian Resort Metro Jakarta Pusat, dengan suratnya nomor 394/VER/IX/2012/POLRES JP tertanggal 12 September 2012, dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal dua belas September dua ribu dua belas pukul empat lewat empat puluh lima menit Waktu Indonesia Barat, bertempat di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo telah melakukan pemeriksaan korban dengan nomor registrasi 371-66-81 yang menurut surat tersebut adalah:---------------------------------------------------------------------------------------------Nama : Suprapto---------------------------------------------------------------Tempat/ Tanggal Lahir : Blora / 10 Oktober 1975--------------------------------------------Usia : 36 Tahun--------------------------------------------------------------Jenis Kelamin : Laki-laki---------------------------------------------------------------Agama : Islam-------------------------------------------------------------------Pekerjaan : POLISI----------------------------------------------------------------Warga Negara : Indonesia--------------------------------------------------------------Alamat : Kp. Buaran No. 11 RT 005/002, Serua, Ciputat, Tanggerang Selatan-----------------------------------------------------------------HASIL PEMERIKSAAN:--------------------------------------------------------------------------------1. Korban datang dalam keadaan sadar, dengan keadaan umum tampak sakit sedang, berperilaku sopan dan kooperatif.----------------------------------------------------------2. Korban mengaku pada tanggal dua belas September dua ribu dua belas pukul nol nol lewat lima belas menit Waktu Indonesia Barat, korban dikeroyok oleh dua puluh orang warga yang tidak dikenal saat sedang melakukan tindakan razia judi. Karena terdapat warga yang memprovokasi, sehingga warga menjadi salah paham dan mengeroyok korban. Korba\===================================================== ========================================================== ========================================================== ============================= ditonjok pada daerah wajah dengan jumlah tonjokan yang tidak diingat. Pada bagian wajah serta kepala bagian belakang korban juga dipukul dengan balok, pot bonga, tong sampah, dan batu.

Korban adalah seorang polisi. Setelah kejadian ini korban mengaku tidak pusing, tidak pingsan, dan tidak mual muntah.----------------------------------------------------------3. Dari hasil pemeriksaan didapat:... Lanjutan Visum et Repertum Nomor 394/VER/IX/2012/POLRES JP Halaman 2 dari 3 halaman 3. Dari hasil pemeriksaan didapat :-----------------------------------------------------------(1) Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran baik.-----------------------------(2) Tekanan darah seratus sepuluh per tujuh puluh milimeter air raksa, frekuensi nadi tujuh puluh delapan kali per menit, frekuensi pernafasan delapan belas kali per menit.----------------------------------------------------------------------------(3) Pada pipi kanan lima koma lima sentimeter dari garis pertengahan depan, dan empat sentimeter di bawah sudut mata kanan terdapat beberapa luka lecet berbentuk garis dengan ukuran terpanjang empat sentimeter dan terpendek nol koma dua sentimeter meliputi area sebesar tujuh koma lima sentimeter kali satu koma lima sentimeter yang dikelilingi oleh memar berwarna merah dengan area seluas sepuluh sentimeter kali dua sentimeter.-----------------------(4) Pada pipi kanan sepuluh sentimeter dari garis pertengahan depan, setinggi liang telinga terdapat dua buah luka lecet berbentuk garis masing-masing sepanjang satu sentimeter dan dua sentimeter.--------------------------------------(5) Pada pipi kanan lima sentimeter dari garis pertengahan depan setinggi sudut mulut, terdapat dua buah luka lecet berbentuk garis yang berukuran masingmasing sepanjang dua sentimeter dan nol koma lima sentimeter.----------------(6) Pada batang hidung sisi kiri nol koma lima sentimeter dari garis pertengahan depan dan tiga sentimeter di bawah alis terdapat luka lecet berbentuk garis sepanjang nol koma tiga sentimeter.--------------------------------------------------(7) Pada dagu kiri, enam sentimeter dari garis pertengahan depan, tiga sentimeter dibawah sudut bibir terdapat lima buah luka lecet berbentuk garis yang berjalan sejajar dengan ukuran masing-masing sepanjang empat sentimeter.---(8) Pada dagu kiri satu koma lima sentimeter dari garis pertengahan depan dan dua sentimeter di bawah sudut bibir terdapat beberapa luka lecet kecil seluas nol koma lima sentimeter kali nol koma lima sentimeter yang dikelilingi oleh memar berwarna merah dengan area seluas dua koma lima sentimeter kali dua koma lima sentimeter.-------------------------------------------------------------------(9) Pada dahi kanan, enam sentimeter dari garis pertengahan depan dan lima sentimeter di atas alis terdapat pembengkakan sewarna kulit seluas satu koma lima sentimeter kali satu sentimeter kali nol koma lima sentimeter.-------------(10) Pada kepala belakang sisi kiri tiga sentimeter dari garis pertengahan belakang dan sembilan sentimeter di atas batas tumbuh rambut bawah terdapat luka terbuka dengan tepi tidak rata, dasar jaringan bawah kulit dan jika dirapatkan membentuk garis sepanjang dua sentimeter.---------------------------------------(11) Terhadap korban dilakukan tindakan perawatan luka karena korban menolak untuk dilakukan tindakan penjahitan terhadap luka.-------------------------------

(12) Korban dipulangkan.-------------------------------------------------------------------KESIMPULAN : Pada pemeriksaan korban laki-laki usia 36 tahun... Lanjutan Visum et Repertum Nomor 394/VER/IX/2012/POLRES JP Halaman 3 dari 3 halaman Pada pemeriksaan korban laki-laki usia 36 tahun ini ditemukan luka terbuka pada kepala, luka lecet pada wajah, dan memar pada wajah akibat kekerasan tumpul. Luka tersebut telah menimbulkan penyakit/halangan dalam menjalankan pekerjaan/jabatan/pencaharian untuk sementara waktu.------------------------------------------------------------------------------------------Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.--------------------------------------------------------------------------------------------------------

Dokter tersebut diatas,

dr.Agra Cesarienne Pradito NIM 030.08.010

BAB II PEMBAHASAN UMUM

II.1. Prosedur Medikolegal


Penegakan hukum harus dilakukan dengan seadil-adilnya sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Hal ini membuat penegakan hukum harus berdasarkan pada keilmuan ahli bidang yang terkait. Bidang kedokteran diberikan penghargaan yang sangat tinggi dalam upaya menegakkan keadilan yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Bagian kedokteran forensik merupakan ujung tombak dalam bidang peradilan agar proses peradilan dapat berjalan lebih mudah. Ahli kedokteran dan forensik, bersama-sama dengan ahli kedokteran lain bertanggung jawab dalam memberikan penjelasan (keterangan ahli) bagi pihak yang menangani kasus hukum yang sedang berlangsung. Oleh karena itu dokter diharapkan dapat menemukan kelainan pada tubuh korban, serta dampak yang akan timbul terhadap kesehatannya, jika korban ternyata masih hidup. Jika korbannya telah meninggal, maka dokter diharapkan dapat menjelaskan penyebab dan mekanisme kematian. Kewajiban dokter dalam memberikan keterangan ahli diatur dalam KUHAP pasal 133 ayat (1) : Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani korban baik luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada kedokteran kehakiman atau dokter atau ahlinya Visum et Repertum merupakan salah satu bantuan yang sering diminta oleh penyidik (polisi) kepada dokter yang menyangkut dengan perlukaan pada tubuh manusia. Visum et Repertum merupakan alat bukti dalam proses peradilan yang tidak hanya memenuhi standart penulisan rekam medis, tetapi juga harus memenuhi hal-hal yang disyaratkan dalam sistem peradilan. Visum et Repertum per definisi adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik

yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap seseorang manusia, baik hidup ataupun mati, ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan interpretasinya berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan peradilan. Dalam praktik sehari-hari seorang dokter tidak hanya melakukan pemeriksaan medis untuk kepentingan diagnostik dan pengobatan penyakit saja, tetapi juga untuk dibuatkan surat keterangan medis. Demikian pula halnya dengan seorang pasien yang datang ke instalasi gawat darurat, tujuan utama yang bersangkutan umumnya adalah untuk mendapatkan pertolongan medis agar penyakitnya sembuh. Namun dalam hal pasien tersebut mengalami cedera, pihak yang berwajib dapat meminta surat keterangan medis atau Visum et Repertum dari dokter yang memeriksa. Jadi pada satu saat yang sama dokter dapat bertindak sebagai seorang klinisi yang bertugas mengobati penyakit sekaligus sebagai seorang petugas forensik yang bertugas membuat Visum et Repertum. Sedangkan pasien bertindak sebagai seorang yang diobati sekaligus korban yang diperiksa dan hasilnya dijadikan alat bukti. Sebuah Visum et Repertum yang baik harus mampu membuat terang perkara tindak pidana yang terjadi dengan melibatkan bukti-bukti forensik yang cukup. Berdasarkan tujuannya, paradigma yang digunakan dalam pemeriksaan medikolegal sangat berbeda dibandingkan dengan pemeriksaan klinis untuk kepentingan pengobatan. Tujuan pemeriksaan medikolegal pada seorang korban adalah untuk menegakkan hukum pada peristiwa pidana yang dialami oleh korban melalui penyusunan Visum et Repertum yang baik. Tujuan pemeriksaan klinis pada peristiwa perlukaan adalah untuk memulihkan kesehatan pasien melalui pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan medis lainnya. Apabila seorang dokter yang ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan medikolegal menggunakan orientasi dan paradigma pemeriksaan, penyusunan Visum et Repertum dapat tidak mencapai sasaran sebagaimana yang seharusnya. Dari segi medikolegal, orientasi dan paradigma yang digunakan dalam merinci luka dan kecederaan adalah untuk dapat membantu merekonstruksi peristiwa penyebab terjadinya luka dan memperikirakan derajat keparahan luka. Dengan demikian pada pemeriksaan suatu luka, bisa saja ada beberapa hal yang dianggap penting dari segi medikolegal, tidak dianggap perlu untuk tujuan pengobatan, seperti

misalnya lokasi luka, tepi luka, dan sebagainya. Penilaian terhadap kualifikasi luka yang harus dicantumkan dalam suatu Visum et Repertum diatur dalam rumusan pasal 351, 352, dan 90 KUHP. Rumusan ketiga pasal tersebut secara implisit membedakan derajat perlukaan yang dialami korban menjadi luka ringan, luka sedang, dan luka berat. Secara hukum, ketiga keadaan luka tersebut menimbulkan konsekuensi pemidanaan yang berbeda lagi bagi pelakunya. Dengan demikian kekeliruan penyimpulan kualifikasi luka secara benar dapat menimbulkan ketidakadilan bagi korban maupun pelaku tindak pidana. Hal tersebut dapat mengakibatkan fungsi Visum et Repertum sebagai alat untuk membatu suatu proses peradilan menjadi berkurang. Dasar hukum Visum et Repertum adalah sebagai berikut : Pasal 133 KUHAP menyebutkan : (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seseorang baik korban luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. (2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Prosedur pengadaan Visum et Repertum berbeda dengan prosedur pemeriksaan korban mati, prosedur permintaan Visum et Repertum korban hidup tidak diatur secara rinci di dalam KUHAP. Tidak ada ketentuan yang mengatur tentang pemeriksaan apa saja yang harus dan boleh dilakukan oleh dokter. Hal tersebut berarti bahwa pemilihan jenis pemeriksaan yang dilakukan diserahkan sepenuhnya kepada dokter dengan mengandalkan tanggung jawab profesi kedokteran. KUHAP juga tidak memuat ketentuan tentang bagaimana menjamin keabsahan korban sebagai barang bukti. Hal-hal yang merupakan barang bukti pada tubuh korban hidup adalah perlukaannya beserta akibatnya dan segala sesuatu yang berkaitan dengan perkara pidananya. Sedangkan orangnya sebagai manusia tetap diakui sebagai subjek hukum dengan segala hak dan kewajibannya. Dengan demikian, karena barang bukti tersebut tidak dapat dipisahkan dari orangnya maka tidak dapat disegel maupun disita, melainkan menyalin barang bukti tersebut kedalam bentuk Visum et Repertum.

Visum et Repertum hanya sah bila dibuat oleh dokter yang telah mengucapkan sumpah saat mulai menjabat sebagai dokter, yang lafalnya seperti pada No. 97 pasal 38, tahun 1882. Komponen Visum et Repertum meliputi kata Pro Justitia, pendahuluan, pemberitaan, kesimpulan, dan penutup.

Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Penyidik yang dimaksud adalah penyidik sesuai dengan pasal 6(1) butir a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Permintaan keterangan ahli oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis, seperti yang tertuang pada KUHAP 133 ayat (2) : Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Permintaan tertulis itu disebut Surat Permintaan Visum. Syarat Surat permintaan visum yang sah adalah jika terdiri dari kop surat dari instansi kepolisian yang meminta sebagai pihak yang meminta visum, Visum ditujukan kepada siapa, Identitas mayat, Nama dan pangkat penyidik, Jenis pemeriksaan yang diminta oleh penyidik, dan dugaan sebab kematian. Sesuai peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983, pihak yang berwenang membuat Surat Permintaan Visum adalah penyidik pembantu berpangkat serendah-rendahnya Sersan Dua. Seorang komandan kepolisian, tanpa memandang pangkatnya, adalah seseorang penyidik dan berhak meminta keterangan ahli. Apabila pada pembuatan Visum et Repertum jenazah, terdapat permintaan bedah mayat (autopsi), maka penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban sesuai KUHAP pasal 134 ayat (1) : Dalam hal sangat diperlukan dimana keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban. Kemudian jika keluarga korban keberatan, kewajiban penyidik tercantum dalam pasal 134 ayat (2) : Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut. Jika tidak ada keluarga yang memberi tanggapan atau tidak dapat dihubungi, maka boleh dilakuakn autopsi sesuai dengan KUHAP pasal 134 ayat (3) : Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau

pihak yang perlu diberitahu, tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini. Pemeriksaan forensik terhadap jenazah melipuri pemeriksaan luar dan pemeriksaan bedah mayat (dalam). Pemeriksaan luar merupakan pemeriksaan yang tidak merusak keutuhan jaringan jenazah, dilakukan secara teliti dan sistematik. Pemeriksaan meliputi tutup/bungkus mayat, perhiasamn, pakaian, benda-benda disekitar jenazah, tanda tanatologi, gigi geligi, identitas khusus, dan luka-luka yang ada diseluruh bagian luar tubuh. Dari pemeriksaan ini kesimpulan yang didapatkan adalah jenis luka, jenis kekerasan, dan perkiraan saat kematian. Jika belum dilakukan autopsi, maka penyebab kematian belum dapat ditentukan. Autopsi dilakukan dengan membuka tenggkorak, dada, leher, perut,dan pangkal panggul. Dapat pula dilakukan pemeriksan penunjang yang diperlukan, seperti histopatologi, toksikologi, dan lainlain, untuk menentukan penyebab dan mekanisme kematian.

II.2 Jenis Luka


Traumatologi berasal dari kata trauma dan logos. Trauma berarti kekerasan atas jaringan tubuh yang masih hidup, sedang logos berarti ilmu. Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma atau perlukaan, cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), yang kelainannya terjadi pada tubuh karena adanya diskontinuitas jaringan akibat kekerasan yang menimbulkan jejas. Kekerasan dapat bersifat mekanik, fisik, maupun kimia. Kekerasan mekanik selanjutnya terbagi menjadi kekerasan oleh benda tajam, benda tumpul, dan tembakan senjata api. Luka merupakan salah satu kasus tersering dalam Ilmu Kedokteran Forensik. Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Dalam ilmu perlukaan dikenal trauma tumpul dan trauma tajam. Luka merupakan kerusakan atau hilangnya hubungan antara jaringan (discontinuous tissue) seperti jaringan kulit, jaringan lunak, jaringan otot, jaringan pembuluh darah, jaringan saraf dan tulang. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal luka kelalaian atau karena yang disengaja. Luka yang terjadi ini disebut Kejahatan Terhadap Tubuh atau Misdrijven Tegen Het Lijf. Kejahatan terhadap jiwa ini diperinci menjadi dua yaitu kejahatan doleuse (yang dilakukan dengan sengaja) dan kejahatan culpose (yang dilakukan karena kelalaian atau kejahatan).

Sebagai seorang dokter, hendaknya dapat membantu pihak penegak hukum dalam melakukan pemeriksaan terhadap pasien atau korban korban perlukaan. Dokter sebaiknya dapat menyelesaikan permasalahan mengenai jenis luka apa yang ditemui, jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka dan bagaimana kualifikasi dari luka itu. Sebagai seorang dokter, ia tidak mengenal istilah penganiayaan. Jadi istilah penganiayaan tidak boleh dimunculkan dalam Visum et Repertum. Akan tetapi sebaiknya dokter tidak boleh mengabaikan luka sekecil apapun. Sebagai misalnya luka lecet yang satu-dua hari akan sembuh sendiri secara sempurna dan tidak mempunyai arti medis, tetapi sebaliknya dari kaca mata hukum. Kekerasan yang mengenai tubuh seseorang dapat menimbulkan efek pada fisik maupun psikisnya. Efek fisik berupa luka-luka yang kalau di periksa dengan teliti akan dapat di ketahui jenis penyebabnya, yaitu: 1. 2. 3. 4. Benda-benda mekanik Benda-benda fisik Kombinasi benda mekanik dan fisik Zat-zat kimia korosif

Dalam ilmu perlukaan dikenal Luka akibat kekerasan benda tumpul dan benda tajam. A. Benda-benda mekanik a) Trauma Benda Tajam Trauma tajam ialah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada permukaan tubuh oleh benda-benda tajam. Ciri-ciri umum dari luka benda tajam adalah sebagai berikut : Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata dan sudutnya runcing Bila ditautkan akan mejadi rapat (karena benda tersebut hanya memisahkan , tidak menghancurkan jaringan) dan membentuk garis lurus dari sedikit lengkung. Tebing/dinding luka rata dan tidak ada jembatan jaringan. Daerah di sekitar garis batas luka tidak ada memar. Trauma tajam dikenal dalam tiga bentuk, yaitu luka iris atau luka sayat (vulnus scissum), luka tusuk (vulnus punctum) dan luka bacok (vulnus caesum). 1) Luka sayat Luka sayat ialah luka yang disebabkan karena suatu alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh karena penekanan alat pada kulit dengan kekuatan yang bersifat relatif ringan, kemudian digeserkan sepanjang kulit.

Ciri luka sayat : Pinggir luka rata Sudut luka tajam Rambut ikut terpotong Jembatan jaringan ( - ) Biasanya mengenai kulit, otot, pembuluh darah, tidak sampai tulang

2) Luka tusuk Luka tusuk ialah luka akibat suatu alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong pada permukaan tubuh. Contoh: Belati, bayonet, keris Clurit Kikir Tanduk kerbau

Ciri luka tusuk (misalnya senjata pisau / bayonet) adalah : Tepi luka rata Dalam luka lebih besar dari pada panjang luka Sudut luka tajam Sisi tumpul pisau menyebabkan salah satu sudut luka bersifat kurang tajam Sering ada memar / echymosis di sekitarnya 3) Luka bacok Luka bacok ialah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar. Contoh : pedang, clurit, kapak, baling-baling kapal.

Ciri luka bacok :

Luka biasanya besar Pinggir luka rata Sudut luka tajam Hampir selalu menimbulkan kerusakan pada tulang, dapat memutuskan bagian tubuh yang terkena bacokan Kadang-kadang pada tepi luka terdapat memar, dan aberasi. b) Trauma benda tumpul Trauma tumpul ialah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada permukaan tubuh oleh benda-benda tumpul. Hal ini disebabkan oleh benda-benda yang mempunyai permukaan tumpul, seperti : batu, kayu, martil, terkena bola, ditinju, jatuh dari tempat ketinggian, kecelakaan lalu-lintas dan lain-lain sebagainya. Trauma tumpul dapat menyebabkan tiga macam luka yaitu:

1) Luka memar (contusio) Memar adalah suatu perdarahan jaringan bawah kulit akibat pecahnya pembulih darah kapiler dan vena karena kekerasan tumpul. Memar merupakan salah satu bentuk luka yang ditandai oleh kerusakan jaringan tanpa disertai diskontinuitas permukaan kulit. Kerusakan tersebut disebabkan oleh pecahnya kapiler sehingga darah keluar dan meresap kejaringan di sekitarnya. Terkadang memar dapat memberi petunjuk tentang bentuk benda penyebab memar, seperti jejas ban yang menunjukkan tepi (marginal haemorrhage). Letak, bentuk, dan luas luka dipengaruhi oleh berbagai faktor. Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan warna dan bentuk luka. Mula mula terlihat pembengkakan, berwarna merah kebiruan, kemudian menjadi ungu kehitaman. Sesudah 4 sampai 5 hari berubah menjadi kuning kehijauan dan sesudah lebih dari seminggu menjadi kekuningan, dan hilang dalam 14-15 hari. Pada orang yang menderita penyakit defisiensi atau menderita kelainan darah, kerusakan yang terjadi akibat trauma tumpul tersebut akan lebih besar dibandingkan pada orang normal. Oleh sebab itu, besar kecilnya memar tidak dapat dijadikan ukuran untuk menentukan besar kecilnya (intensitas) dari benda penyebabnya atau kekerasan dari trauma yang terjadi. Pada wanita atau orang orang yang gemuk juga akan mudah terjadi memar. Interpretasi

luka menjadi lebih penting jika ternyata terdapat laserasi atau luka lecet bersamaan pada tempat terjadinya memar. Dilihat secara sepintas, luka memar dapat terlihat seperti lebam mayat, tetapi jika di periksa dengan seksama akan dapat dilihat perbedaan perbedaanya, yaitu : Memar Lokasi Bisa dimana saja Lebam mayat Pada terendah Pembengkakan Bila di tekan Mikroskopik Positif Warna tetap Reaksi jaringan (+) Negatif Memucat / hilang Reaksi jaringan ( - ) bagian

2) Luka lecet (abrasio) Luka lecet adalah luka yang disebabkan oleh rusaknya atau lepasnya lapisan luar dari kulit. Luka lecet terjadi akibat cedera pada epidermis yang bersentuhan dengan benda yang memiliki permnukaan kasar atau runcing, mengakibatkan sebagian atau seluruh lapisannya hilang. Ciri-ciri dari luka lecet, antara lain : o Bentuk luka tak teratur o Batas luka tidak teratur o Tepi luka tidak rata o Kadang kadang di temukan sedikit perdarahan o Sebagian atau seluruh epitel hilang o Permukaannya mengering) o Warna coklat kemerahan o Timbul reaksi radang (Sel PMN) o Biasanya pada penyembuhan tidak meninggalkan jaringan parut o Pada pemeriksan mikroskopik terlihat adanya beberapa bagian yang masih di tutupi epitel dan reaksi jaringan (inflamasi) Bentuk luka lecet kadangkadang dapat memberi petunjuk tentang benda penyebabnya, seperti misalnnya kuku, ban mobil, tali atau ikat tertutup oleh krusta (serum/eksudasi yang telah

pinggang. Luka lecet juga dapat terjadi sesudah orang meninggal dunia, dengan tanda tanda sebagai berikut : o Warna kuning mengkilat o Lokasi biasnya didaerah penonjolan tulang o Pemeriksaan mikroskopik tidak di temukan adanya sisa-sisa epitel dan tidak di temukan reaksi jaringan. Manfaat interpretasi luka lecet ditinjau dari aspek medikolegal seringkali diremehkan, pdahal pemeriksaan luka lecet yang teliti disertai pemeriksaan di TKP dapat mengungkap peristiwa sebenarnya yang terjadi. Misalnya suatu luka lecet yang semula diperkirakan sebagai akibat jatuh dan terbentur aspal jalanan atau tanah, seharusnya dijumpai pula aspal atau debu yang menempel di luka tersebut. Bila setelah dilakukan pemeriksaan yang teliti, ternyata tidak dijumpai benda asing tersebut, maka harus timbul pemikiran bahwa luka tersebut bukan terjadi akibat jatuh ke aspal/tanah, tetapi mungkin akibat tindak kekerasan. Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet dapat diklasifikasikan sebagai luka lecet gores, luka lecet serut, luka lecet tekan, dan luka lecet geser. Berdasarkan warna dari luka lecet, kita dapat memperkirakan usia dari luka lecet, yaitu : Hari 1-3 : Warna coklat kemerahan Hari 4-6 : Warna perlahan menjadi gelap dan lebih suram Hari 7-14 : Pembentukan epidermis baru Beberapa minggu : Penyembuhan lengkap Luka lecet gores diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku jari yang menggores kulit) yang menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis) di depannya dan menyebabkan lapisan tersebut terangkat sehingga dapat menunjukkan arah kekerasan yang terjadi. Luka lecet serut adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan ditentukan dengan melihat letak tumpukan epitel.

Luka lecet tekan disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit adalah jaringan yang lentur, maka bentuk luka lecet tekan belum tentu sama dengan permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih memungkinkan identifikasi benda penyebab yang mempunyai bentuk khas misalnya kisi-kisi radiator mobil, jejas gigitan, dan sebagainya. Gambaran luka lecet tekan yang ditemukan pada mayat adalah daerah kulit yang kaku dengan warna lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan yang tertekan serta terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca mati. Luka lecet geser disebabkan oleh tekanan linier pada kulit yang disertai dengan gerakan bergeser, misalnya pada kasus gantung atau jerat serta pada korban pecut. Luka lecet geser yang terjadi semasa hidup mungkin sulit dibedakan dari luka lecet geser yang terjadi segera pasca mati.

3) Luka robek (vulnus laceratum) Luka robek merupakan luka terbuka akibat trauma benda tumpul, yang menyebabkan kulit teregang ke satu arah dan bila batas elastisitas kulit terlampaui, maka akan terjadi robekan pada kulit. Luka ini mempunyai ciri bentuk luka yang umumnya tidak beraturan, tepi atau dinding tidak rata, tampak jembatan jaringan antara kedua tepi luka, bentuk dasar luka tidak beraturan, sering tampak luka lecet atau luka memar disisi luka.Luka terbuka/robek adalah luka yang disebabkan karena persentuhan dengan benda tumpul yang memiliki kekuatan yang mampu merobek seluruh lapisan kulit dan jaringan di bawahnya, yang ciricirinya sebagai berikut : o Bentuk garis batas luka tidak teratur dan tepi luka tak rata o Bila ditautkan, luka tidak dapat rapat ( karena sebagaian jaringan hancur ) o Tebing/dinding luka tak rata serta terdapat jembatan jaringan o Di sekitar garis batas luka di temukan memar o Lokasi luka lebih mudah terjadi pada daerah yang dekat dengan tulang (misalnya daerah kepala, muaka atau ekstremitas). Karena terjadinya luka disebabkan oleh robeknya jaringan, maka bentuk dari luka tersebut tidak menggambarkan bentuk dari benda penyebabnya.

Jika benda tumpul yang mempunyai permukaan bulat atau persegi dipukulkan pada kepala, maka luka robek yang terjadi tidak berbentuk bulat atau persegi. c) Trauma benda yang mudah pecah (kaca) Kekerasan oleh benda yang mudah pecah seperti misalnya kaca, dapat mengakibatkan lukaluka campuran yang terdiri atas luka iris, luka tusuk dan luka lecet. Pada daerah luka atau sekitarnya biasanya tertinggal fragmen-fragmen dari benda yang mudah pecah itu. Jika yang menjadi penyebabnya adalah kaca mobil maka luka-luka campuran yang terjadi hanya terdiri atas luka lecet dan luka iris saja, sebab kaca mobil sengaja dirancang sedemikian rupa sehingga jika pecah akan terurai menjadi bagian-bagian kecil.

B. Benda-benda fisik Kekerasan fisik adalah kekerasan yang disebabkan oleh benda-benda fisik, antara lain: a. Benda bersuhu tinggi Kekerasan oleh benda bersuhu tinggi akan dapat menimbulkan luka bakar yang cirinya amat tergantung dari jenis bendanya, ketinggian suhunya serta lamanya kontak dengan kulit. Api sebagai benda padat panas atau membara dapat mengakibatkan luka bakar derajat I, II, III, atau IV. Zat cair panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II, atau III. Gas panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II, III, atau IV. b. Benda bersuhu rendah Kekerasan oleh hawa bersuhu dingin biasanya dialami oleh bagian tubuh yang terbuka, seperti misalnya tangan, kaki, telinga atau hidung. Mula-mula pada daerah tersebut akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah superfisial sehingga terlihat pucat. Selanjutnya akan terjadi paralisis dari vasomotor kontrol yang mengakibatkan daerah tersebut menjadi kemerahan. Pada keadaan yang berat dapat terjadi gangren. c. Sengatan listrik Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar sebagai akibat berubahnya energi listrik menjadi panas. Besarnya pengaruh listrik pada

jaringan tubuh tersebut tergantung dari besarnya tegangan (voltase), kuatnya arus (ampere), besarnya tahanan (keadaan kulit kering atau basah), lamanya kontak serta luasnya daerah terkena kontak. Bentuk luka pada daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan lapisan kulit dengan tepi agak menonjol dan di sekitarnya terdapat daerah pucat, dikelilingi daerah hyperemis. Sering ditemukan adanya metalisasi. Pada tempat keluarnya arus dari tubuh juga sering ditemukan luka. Bahkan kadang-kadang bagian dari baju atau sepatu yang dilalui oleh arus listrik ketika meninggalkan tubuh juga ikut terbakar. Tegangan arus kurang dari 65 volt biasanya tidak membahayakan, tetapi tegangan antara 65-1000 volt dapat mematikan. Sedangkan kuat arus (amper) yang dapat mematikan adalah 100 mA. Kematian tersebut terjadi akibat fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot pernafasan atau pusat pernafasan.

d. Petir Petir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang tegangannya dapat mencapai 10 mega volt dengan kuat arus sekitar 100.000 A ke tanah. Lukaluka karena sambaran petir pada hakekatnya merupakan luka-luka gabungan akibat listrik, panas dan ledakan udara. Luka akibat panas berupa luka bakar dan luka akibat ledakan udara berupa luka-luka yang mirip dengan luka akibat persentuhan dengan benda tumpul. Dapat terjadi kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan susunan saraf pusat, menyebabkan fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat terjadi karena efek ledakan ataun efek dari gas panas yang ditimbulkannya. Pada korban mati sering ditemukan adanya arborescent mark (percabangan pembuluh darah terlihat seperti percabangan pohon), metalisasi benda-benda dari logam yang dipakai. Pakaian korban terbakar atau robek-robek. e. Tekanan (barotrauma) Trauma akibat perubahan tekanan pada medium yang ada di sekitar tubuh manusia dapat menimbulkan kelainan atau gangguan yang sering disebut disbarisme yang terdiri atas 2 macam yaitu: 1) Hiperbarik Sindrom ini disebabkan oleh karena tekanan tinggi, antara lain:

Turun dari ketinggian secara mendadak: saat pesawat mendarat atau turun gunung Berada didalam kedalaman air: pada penyelam bebas, scuba diving (menyelam dengan tangki oksigen), snorkeling (menyelam dengan tube di mulut) penyelam dengan pakaian khusus. Gejala yang dapat ditimbulkan oleh perubahan tekanan tersebut dapat berupa: Barotrauma pulmoner: pneumotoraks, emboli udara atau emfisema interstisial. Barotalgia: rasa nyeri, membrana timpani pecah, perdarahan, vertigo atau dizzines. Barodontalgia: pengumpulan gas yang menyebabkan rasa nyeri atau bahkan meletus. Narkosis Nitrogen: amnesia atau disorientasi

2) Hipobarik Sindroma ini disebabkan oleh perubahan tekanan rendah, antara lain: Naik ke tempat tinggi secara mendadak: saat pesawat mengudara atau saat pesawat meluncur keluar angkasa. Berada di dalam ruang bertekanan rendah: misalnya di dalam

decompression chamber. Gejala yang ditimbulkannya disebabkan oleh pembentukan dan pengumpulan gelembung-gelembung udara di dalam jaringan lunak, rongga-rongga atau organ-organ berongga. Gejala tersebut antara lain: Sendi-sendi terasa kaku disertai nyeri hebat Rongga dada dirasakan tercekik, sesak napas dan batuk yang hebat Gejala pada susunan syaraf tergantung letak emboli dan letak emfisema subkutan Rongga perut terasa kembung Gigi-geligi terasa rasa nyeri (barodontalgia) C. Kombinasi benda mekanik dan fisik Luka akibat tembakan senjata api pada hakekatnya merupakan luka yang dihasilkan oleh trauma benda mekanik (benda tumbul) dan benda fisik (panas), yaitu

anak peluru yang jalannya giroskopik (berputar/mengebor). Mengingat lapisan kulit mempunyai elastisitas yang kurang baik dibandingkan lapisan di bawahnya maka jaringan yang hancur akibat terjangan anak peluru lebih luas. Akibatnya, bentuk luka tembak masuk terdiri atas lubang, dikelilingi oleh cincin lecet yang diameternya lebih besar. Diameter cincin lecet tersebut lebih mendekati kaliber pelurunya. Sedangkan luka akibat senjata yang tidak menggunakan mesiu sebagai tenaga pendorong anak pelurunya (senjata angin), pada hakekatnya merupakan luka yang disebabkan oleh persentuhan dengan benda tumpul saja. Ciri-ciri luka tembak amat tergantung dari jenis senjata yang ditembakkan, jarak tembakan, arah tembakan serta posisinya (sebagai tempat masuk atau keluarnya anak peluru).

D. Zat-zat kimia korosif Zat-zat kimia korosif dapat menimbulkan luka-luka apabila mengenai tubuh manusia. Ciri-ciri lukanya amat tergantung dari golongan zat kimia tersebut, yaitu: a. golongan asam Termasuk zat kimia korosif golongan asam antara lain: Asam mineral, yaitu: H2SO4, HCL, NO3 Asam organik, yaitu: asam oksalat, asam formiat dan asam asetat Garam mineral, yaitu: AgNO3, dan Zinc Chlorida Halogen, yaitu: F, Cl, Ba dan J

Cara kerja zat kimia korosif dari golongan ini sehingga mengakibatkan luka ialah: Mengekstraksi air dari jaringan Mengkoagulasi protein menjadsi albuminat Mengubah hemoglobin menjadi acid hematin

Ciri-ciri dari luka yang terjadi akibat zat-zat asam korosif tersebut di atas ialah: Terlihat kering Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan oleh nitric acid erwarna kuning kehijauan Perabaan keras dan kasar

b. golongan basa Zat-zat kimia korosif yang termasuk golongan basa antara lain:

KOH NaOH NH4OH

Cara kerja dari zat-zat tersebut sehingga menimbulkan luka ialah: Mengadakan ikatan dengan protoplasma sehingga membentuk alkaline albumin dan sabun Mengubah hemoglobin menjadi alkaline hematin

Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat ini adalah: Terlihat basah dan edematus Berwarna merah kecoklatan Perabaan lunak dan licin

II.3 Visum et Repertum pada Kasus Perlukaan


Tujuan pemeriksaan kedokteran forensik pada korban hidup adalah untuk mengetahui penyebab sakit atau luka dan derajat keparahannya. Pemeriksaan yang dilakukan diharapkan dapat memenuhi rumusan delik dalam KUHP, walaupun pemeriksaan ini tidak ditujukan untuk pengobatan, pemeriksaan forensik tetap saja merupakan hal yang sangat penting untuk diberi perhatian. Hal ini mengingat penegakan hukum adalah semata-mata untuk melindungi hak asasi manusia. Seorang dokter harus membuat catatatn medik atas semua hasil pemeriksaan medik yang dilakukannya. Pada korban yang diduga korban tindak pidana, pencatatan harus lengkap dan jelas, sehingga dapat digunakan untuk membuat Visum et Repertum. Catatan medik yang tidak lengkap akan menyebabkan hilangnya sebagian barang bukti di dalam pemberitaan visum et repertum. Korban dengan luka ringan pada umumnya dapat mendatangi polisi terlebih dahulu, baru kemudian berobat ke intstitusi kesehata/dokter. Maka korban dengan luka ringan biasa dapat datang beserta dengan surat permintaan visum. Hal ini berbeda dengan korban dengan luka sedang atau berat, yang harus segera mendapatkan pertolongan, dimana korban akan segera mendatangi institusi kesehata/ dokter terlebih dahulu, sehingga surat permintaan visum akan datang terlambat. Korban dengan luka ringan dapat merupakan hasil dari tindak pidana penganiayaan ringan (pasal 352 KUHP), sedangkan korban dengan luka sedang dapat

merupakan hasil penganiayaan pasal 351 (1) atau 353 (1). Korban dengan luka berat (pasal 90 KUHP) dapat merupakan hasil tindak pidana penganiayaan dengan akibat luka berat (pasal 351(2) atau 353 (2) atau akibat penganiayaan berat pasal 354 (1) atau 355 (1)).

II.4 Derajat Luka


Jika meilhat dari sudut pandang medis, luka merupakan kerusakan jaringan baik disertai atau tidak disertai diskontuinitas permukaan kulit akibat trauma, sedangkan dari sudut pandang hukum, luka merupakan kelainan yang dapat disebabkan oleh suatu tindak pidana, baik yang bersifat intensional (sengaja), reckless (ceroboh) atau negligence (kurang hati hati). Untuk menentukan berat ringannya hukuman perlu ditentukan terlebih dahulu berat ringannya suatu luka yang terjadi pada korban kasus pidana. Untuk penetuan derajat luka tersebutlah, dokter sebagai ahli dalam bidang tubuh manusia menjadi berkewajiban membantu penyidik untuk menentukan dan menetapkan hal tersebut dalam suatu visum et repertum. Suatu luka biasa dapat timbul akibat suatu penganiayaan, dimana definisi penganiayaan dijelaskan di Juriprudensi Hoge Road pada tanggal 25 Juni 1894, yang menjelaskan bahwa menganiaya adalah dengan sengaja menimbulkan sakit atau luka. Kebijakan hukum pidana didalam penentuan berat ringannya luka tersebut didasarkan atas pengaruhnya terhadap beberapa hal, seperti : Kesehatan jasmani Kesehatan rohani Kelangsungan hidup janin di dalam kandungan Estetika jasmani Pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencarian Fungsi alat indera Berdasarkan pada beberapa hal tersebut diatas, penderajatan luka berdasarkan ketentuan hukum yang tertuang dalam KUHP, antara lain : a) Luka ringan Luka ringan adalah luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencariannya. Ketentuan atas penderajatan luka ringan tertuang dalam pasal 352 KUHP yang menyebutkan bahwa suatu penganiayaan ringan adalah suatu penganiayaan yang tidak

menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaan. Umumnya dianggap sebagai hasil penganiayaan ringan adalah korban yang tanpa luka atau dengan luka lecet atau memar kecil di lokasi yang tidak berbahaya atau tidak menurunkan fungsi alat tubuh tertentu. b) Luka sedang Luka sedang adalah luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabtan atau mata pencariaanya untuk sementara waktu. c) Luka berat Luka berat adalah luka yang sebagaiman diuraikan didalam pasal 90 KUHP, yang terdiri atas : i. Luka atau penyakit yang tidak dapat diharapkan akan sembuh dengan sempurna lebih ditujukan pada fungsinya. Contohnya trauma pada satu mata yang menyebabkan kornea robek. Sesudah di jahit sembuh, tetapi mata tersebut tidak dapat melihat. ii. iii. Luka yang dapat mendatangkan bahaya maut Dapat mendatangkan bahaya maut pengertiannya adalah memiliki potensial untuk menimbulkan kematian, tetapi sesudah diobati dapat sembuh. iv. Luka yang menimbulkan rintangan tetap dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencariaanya. Luka yang dari sudut medik tidak membahayakan jiwa, dari sudut hukum dapat dikatagorikan sebagai luka berat. Contonya trauma pada tangan kiri pemain biola atau pada wajah seorang peragawati dapat dikatagorikan luka berat jika akibatnya mereka tidak dapat lagi menjalankan pekerjaanya tersebut selamnya. v. vi. Kehilangan salah satu dari panca indera Jika trauma menimbulkan kebutaan satu mata atau kehilangan pendengaran satu telinga, tidak dapat digolongkan kehilangan indera. Meskipun demikian tetap digolongkan sebagai luka berat berdasarkan butir (a) di atas. vii. viii. ix. Cacat besar atau kudung Lumpuh Gangguan daya pikir lebih dari 4 minggu lamanya. Gangguan daya pikir tidak harus berupa kehilangan kesadaran tetapi dapat juga berupa amnesia, disorientasi, anxietas, depresi atau gangguan jiwa lainnya. x. Keguguran atau kematian janin seorang perempuan

xi.

Keguguran ialah keluarnya janin sebelum masa waktunya, yaitu tidak di dahului oleh proses yang sebagaimana umumnya terjadi seorang wanita ketika melahirkan. Sedang kematian janin mengandung pengertian bahwa janin tidak lagi menunjukan tanda tanda hidup. Tidak dipersoalkan bayi keluar atau tidak dari perut ibunya.

BAB III PEMBAHASAN KASUS


III.1 Prosedur Medikolegal
Pada kasus ini, surat permintaan visum et repertum sudah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam KUHAP pasal 133 ayat (1) dan (2), dimana dokter selaku ahli telah membuat visum atas permintaan secara tertulis dari penyidik, dengan komponen sebagai berikut : 1. Institusi Pengirim : POLRI Daerah Metro Jaya, POLRES METRO Jakarta Pusat 2. Nomor Surat 3. Tujuan Surat 4. Identitas Korban : 394/VER/IX/2012/POLRES JP : Ka. RSCM : Nama, Tempat tanggal lahir, Agama, Pekerjaan, Kebangsaan, dan Alamat. 5. Dugaan luka 6. Permintaan : Sakit memar dan mengeluarkan darah : Pemeriksaan Luar

7. Nama/Pangkat penyidik : Edy Supriyono/ Ajun Komisaris Polisi (AKP) atas nama KAPOLRES METRO Jakarta Pusat

III.2 Pemeriksaan Korban


Pada Rabu, 12 September 2012 pukul 04.45 WIB, Korban telah berbaring di UGD RSCM dan dilakukan pemeriksaan. Korban mengaku pada pukul 00.15 WIB, kurang lebih 4,5 jam Sebelum Masuk Rumah Sakit, di sekitaran Jakarta Selatan saat korban sebagai polisi sedang bertugas melakukan razia judi. Saat razia berlangsung, karena terdapat beberapa oknum yang melakukan provokasi, maka warga menjadi salah paham dan mengeroyok korban. Korban ditonjok pada daerah wajah dengan jumlah tonjokan yang tidak diingat serta kepala, korban juga dipukul dengan balok, pot bonga, tong sampah, dan batu yang mengenai wajah dan badan korban. Korban adalah seorang polisi. Riwayat pusing, pingsan, mual, dan muntah disangkal oleh korban. Keluhan korban saat ini adalah nyeri pada wajah, dan perdarahan pada kepala bagian belakang.

III.3 Luka-Luka
Pada pemeriksaan korban, ditemukan luka terbuka pada kepala, luka lecet pada wajah, dan memar pada wajah akibat kekerasan tumpul. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, luka yang dialami oleh korban akibat penganiayaan yang terjadi, tergolong dalam luka sedang. Hal tersebut didasari dengan adanya luka terbuka pada kepala bagian belakang, dan adanya beberapa luka lecet dan memar pada wajah. Luka tersebut tergolong dalam luka sedang karena luka tersebut telah menimbulkan penyakit/halangan bagi korban dalam menjalankan pekerjaan/jabatan/pencaharian untuk sementara waktu.

III.4 Perencanaan
1. Pembuatan Visum et Repertum, karena surat permintaan visum yang telah memenuhi persyaratan telah diterima. 2. Terhadap luka-luka pasien, dilakukan tindakan wound toilet dan penjahitan pada luka terbuka, tetapi korban menolak.

III.5 Hukuman Terhadap Pelaku

Sesuai dengan pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, pelaku dapat dikenakan hukuman paling lama dua tahun delapan bulan.

III.6 Kesimpulan
Pada pemeriksaan korban laki-laki usia 36 tahun ini ditemukan luka terbuka pada kepala, luka lecet pada wajah, dan memar pada wajah akibat kekerasan tumpul.Luka tersebut telah menimbulkan penyakit/halangan dalam menjalankan pekerjaan/jabatan/pencaharian untuk sementara waktu. Dari hasil pemeriksaan, dapat ditentukan bahwa korban mengalami luka derajat II atau luka sedang. Pelaku ini dapa dikenai jerat hukum dengan pasal 351 tentang penganiayaan dengan ancaman hukuman paling lama dua tahun delapan bulan kurungan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto A, et all. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik FKUI.1997 2. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Jakarta : Bagian

Kedokteran Forensik FKUI. 1994 3. Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 67-91. 4. De Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 67-8.

You might also like