You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Trombositopenia disebabkan oleh banyak factor, salah satunya adalah adanya drug induced yang mengakibatkan trombositopenia dan juga adanya proses autoimun pada trombosit seperti pada Idiopahtic/Immune

Thrombocytopenia Purpura (ITP). Purpura Trombositopenik Idiopatik (ITP) adalah penyakit umum dengan penurunan jumlah trombosit yang sangat besar di dalam darah akibat destruksi imun pada trombosit. Hal ini terjadi dalam dua bentuk klinis : ITP akut : terlihat terutama pada anak-anak. Sekitar 50% kasus terkait dengan riwayat infeksi virus 2-3 minggu sebelum awitan. ITP akut dengan pemulihan spontan pada sebagian besar pasien, 80% menjadi normal setelah 6 bulan, dan banyak yang pulih dalam waktu 6 minggu. ITP kronik : terjadi terutama pada orang dewasa, dengan predileksi pada wanita (3:1) dan sering terjadi relaps selama kehamilan. Kejadian adanya drug induced thrombocytopenia (DIT) berdasarkan laporan 4 survei nasional yang dikutip George, dkk.,insiden tahunan DIT berkisar antara 0,6-1,8 per 100.000 populasi. Meskipun insiden DIT relatif rendah, namun pada bulan Agustus 2004 terdapat 964 artikel (berbahasa Inggris) berisi laporan kasus DIT yang melibatkan 1316 pasien dan 281 jenis obat (Rahajuningsih, 2007). Hal ini merupakan gambaran dimana begitu banyak obat yang dapat mengakibatkan trombositopenia dan diperlukan penelitian atau pengkajian lebih lanjut mengenai masalah ini. Begitu juga dengan ITP, dimana prevalensi pada anak antara 4,0-5,3 per 100.000 dimana ITP akut sering terjadi pada anak-anak (Ibnu Purwanto, 2006). Immune Thrombocytopenia Purpura pada dewasa terjadi pada umumnya pada usia 18-40 tahun dan 2-3 kali lebih sering pada perempuan dari pada laki-laki (Ibnu Purwanto, 2006). Selain itu adanya infeksi virus dan anemia yang disertai perdarahan dapat juga menyebabkan adanya trombositopenia.

Hematologi

B. Rumusan Masalah 1. Apa penyebab adanya bercak hitam pada pasien? 2. Apakah pasien tersebut mengalami trombositopenia dan apa

penyebabnya? 3. Apakah terdapat pengaruh pemberian obat Amoxyllin pada

trombositopenia pasien? 4. Apakah trombositopenia pada pasien disebabkan oleh pemberian obat atau adany infeksi virus? 5. Apa penyebab eosinofilia pada pasien? 6. Apa diagnosis atau diagnosis banding pada pasien berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang? 7. Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan pada pasien tersebut? C. Tujuan 1. Mengetahui patofisiologi tanda dan gejala klinis pada pasien. 2. Mengetahui patofisiologi klasifikasi penyebab trombositopenia,

diantaranya: DIT, ITP, viral infectous. 3. Mampu menetapkan diagnosis atau diagnosis banding pada pasien berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. 4. Mengetahui penatalaksanan dan pencegahan pada pasien D. Manfaat Dalam skenario 2 dalam blok Hematology menjelaskan tentang Trombositopenia dengan itu untuk diambil manfaat yaitu : 1. Mengetahui definisi dan patofisiologis. 2. Mengetahui diagnosis banding dan diagnosis. 3. Mengetahui penatalaksaan.

Hematologi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Trombosit Trombosit bukan merupakan suatu sel utuh tapi merupakan fragmen sitoplasma megakariosit yang terlepas keluar sel megakariosit. Trombosit berasal dari sel megakariosit yang berada dalam sumsum tulang sehingga

pembentukannya terdapat dalam organ tersebut. Trombosit tidak mempunyai inti dan dilengkapi organel dan system enzim sitosol untuk menghasilkan energy dan mensintesis produksi sekretorik yang disimpan di granula-granula yang tersebar di seluruh sitosolnya.Umur trombosit dalam sirkulasi sekitar 7-10 hari pada manusia. Hitung trombosit normal adalah 150.000-400.000/l darah (Frances K. Widmann, 1995; Yuwono, 1998; A.V Hoffbrand, et al., 2005). Diameter trombosit rata-rata 1-2 m dan volume sel rata-rata 5,8 fl (Bambang Pernomo, et al., 2005). Trombopoesis berasal dari sel induk pluripotensial yang berubah menjadi megakarioblas kemudian promegakarioblas menjadi megakariosit di dalam sumsum tulang.Megakariosit mengalami pematangan dengan replikasi inti endometotik yang sinkron, memperbesar volume sitoplasma sejalan dengan penambahan lobus inti menjadi kelipatan duanya. Kemuadian sitoplasma menjadi granuler dan trombosit dilepaskan. Setiap megakariosit menghasilkan sekitar 4000 trombosit. Interval waktu dari diferensiasi sel induk (stem cell) sampai dihasilkan trombosit sekitar membutuhkan sekitar 10 hari pada manusia (A.V. Hoffbrand, et al., 2005; Frances K. Widman, 1995). Trombopoesis dipengaruhi oleh hormone trombopoetin yang dihasilkan di hati dan ginjal dan sejumlah sitokin seperti: IL11, IL-3, dan IL-6. Trombopoetin meningkatkan kecepatan dan jumlah maturasi megakariosit (A.V. Hoffbrand, et al., 2005).

Hematologi

Struktur trombosit secara ultrastruktur trombosit terdiri atas : 1. Zona perifer : glikokalik (membrane ekstra yang terletak di bagian paling luar, didalamnya terdapat membrane plasma dan lebih dalam lagi terdapat system kanal terbuka. a. Glikoprotein (GP) penting untuk reaksi adhesi dan agregasi trombosit yang merupakan kejadian awal yang mengarah pada pembentukan sumbat trombosit selama hemostasis. GP Ia : adhesi pada kolagen

GPIb, IIb//IIIa : reseptor faktor von willebrand (vWF) dan karenanya juga perlekatan pada subendotel vaskular. GP IIb/IIIa : reseptor fibrinogen yang penting dalam agregasi trombosit. b. Membran plasma berinvaginasi ke bagian dalam trombosit untuk membentuk suatu sistem membran (kanalikular) terbuka yang menyediakan permukaan reaktif yang luas tempat protein koagulasi plasma diabsorbis secara selektif. Fosfolipid membran (faktor trombosit 3) sangat penting dalam konversi faktor koagulasi X menjadi Xa, dan protrombin (faktor II) menjadi trombin (faktor IIa). 2. Zona sol-gel : Mikrotubulus, mikrofilamen, system tubulus padat (berisi nukleotida adenine dan kalsium). Selain itu adapula trombostenin, suatu protein penting untuk fungsi kontraktil. 3. Zona organela : Granula padat elektron , mitokondria, granula dan organela (lisosom dan retikulum endoplasmik). a. Granula padat berisi dan melepaskan nukleotida adenin(terutama ADP), serotonin, katekolamin, dan faktor trombosit. Granula padat lebih sedikit dan mengandung ADP, ATP, 5-hidroksitriptamin (5-HT), dan kalsium b. Granula berisi antagonis heparin (platelet factor 4, PF4), tromboglobulin, vWF, faktor pertumbuhan yang berasal dari

trombosit/PDGF (platelet-derived growth factor), dan melepaskan fibrinogen enzim lisosom.

Hematologi

c.

Terdapat 7 faktor trombosit yang telah diidentifikasi dan diketahui ciricirinya. Dua diantaranya dianggap penting yaitu faktor trombosit 3 (Platelet Factor 3, PF 3) /membran fosfolipoprotein trombosit (untuk konversi faktor koagulasi X menjadi Xa dan protrombin) dan faktor trombosit 4 (Platelet Factor 4, PF4)/faktor antiheparin (anti-heparin factor, AHF).

d.

Organel spesifik lain meliputi lisosom yang mengandung enzim hidrolitik dan peroksisom yang mengandung katalase. Selama reaksi pelepasan, isi granula dikeluarkan ke dalam sistem kanalikular.

e.

Energi untuk reaksi trombosit berasal dari fosforilasi oksidatif dalam mitokondria dan glikolisis anaerobik dengan memakai glikogen trombosit. Sistem membran tertutup (dense tubular) trombosit menunjukkan retikulum endoplasma sisa.(A.V. Hoffbrand, et al., 2005; Bambang Pernomo, 2005)

Trombopoiesis Trombosit adalah fragmen sitoplasmik tanpa inti berdiameter 2-4 mm yang berasal dari megakariosit. Hitung trombosit normal di dalam darah tepi adalah 150.000 400.000/uL dengan proses pematangan selama 7-10 hari di dalam sumsum tulang. Trombosit dihasilkan oleh sumsum tulang (stem sel) yang berdiferensiasi menjadi megakariosit (Candrasoma,2005). Megakariosit ini melakukan replikasi inti endomitotiknya kemudian volume sitoplasma membesar seiring dengan penambahan lobus inti menjadi kelipatannya. Kemudian sitoplasma menjadi granular dan trombosit dilepaskan dalam bentuk platelet/keping-keping. Enzim pengatur utama produksi trombosit adalah trombopoietin yang dihasilkan di hati dan ginjal, dengan reseptor C-MPL serta suatu reseptor lain, yaitu interleukin-11 (Hoffbrand et al, 2005). Trombosit berperan penting dalam hemostasis, penghentian perdarahan dari cedera pembuluh darah (Guyton,1997; Sherwood,2001).

Hematologi

Trombositopenia 1. Definisi Trombositopenia adalah suatu keadaan jumlah trombosit darah perifer kurang dari normal yang disebabkan oleh menurunnya produksi, distribusi abnormal, destruksi trombosit yang meningkat. 2. Patofisiologi Klasifikasi a. Trombositopenia artifaktual 1) Trombosit bergerombol (Platelet clumping) disebabkan oleh anticoagulant-dependent immunoglobulin (Pseudotrombositopenia) 2) Trombosit satelit (Platelet satellitism) Trombosit menempel pada sel PMN Leukosit yang dapat dilihat pada darah dengan antikoagulan EDTA. Platelet satellism tidak menempel pada limfosit, eosinofil, basofil, monosit. Platelet satellism tidak ditemukan pada individu normal ketika plasma, trombosit, dan sle darah putih dicampur dengan trombosit dan sel darah putih atau trombosit (Carl R. Kjeldsberg and John swanson, 1974). Trombosit diikat oleh suatu penginduksi (obat, dll.) sebagai antigen sehingga dikenali oleh sel PMN leukosit yang mengandung antibody sehingga terjadi adhesi trombosit pada PMN leukosit.

3) Giant Trombosit (Giant Platelet) Giant trombosit terdapat pada apusan darah tepi penderita ITP (I Made Bakta, 2006). Trombosit ini berukuran lebih besar dari normal. b. Penurunan Produksi Trombosit 1) Hipoplasia megakariosit 2) Trombopoesis yang tidak efektif 3) Gangguan kontrol trombopoetik 4) Trombositopenia herediter c. Peningkatan destruksi Trombosit 1) Proses imunologis

Hematologi

a)

Autoimun, idiopatik sekunder : infeksi, kehamilan, gangguan kolagen vaskuler, gangguan limfoproliferatif.

b)

Alloimun : trombositopenia neonates, purpura pascatransfusi.

2) Proses Nonimunologis a) Trombosis Mikroangiopati : Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), Thrombotic Thrombocytopenic Purpura (TTP), Hemolytic-Uremic Syndrome (HUS). b) Kerusakan trombosit oleh karena abnormalitas permukaan vaskuler: infeksi, tranfusi darah massif, dll. 3) Abnormalitas distribusi trombosit atau pooling a) b) c) Gangguan pada limpa (lien) Hipotermia Dilusi trombosit dengan transfuse massif (Ibnu Puwanto, 2006) 3. Gejala Klinis a. b. AT<100.000/L Diatesis hemoragik yang merupakan akibat yang timbul karena kelainan faal hemostasis yaitu kelainan patologik pada dinding pembuluh darah mengakibatkan: 1) 2) Simple easy bruising (mudah memar) Purpura senilis, karena atrofi jaringan penyangga pembuluh darah kulit terlihat terutama pada aspek dorsal lengan bawah atau tangan. 3) Purpura steroid, karena terpai steroid yang mengakibatkan atrofi jaringan ikat penyangga kapiler bawah kulit sehingga pembuluh darah mudah pecah. 4) Scurvy, yaitu terjadi pada defisiensi vitamin C, zat intersel yang tidak sempurna dapat menyebabkan petechie

perifolikular, memar, dan perdarahan mukosa

Hematologi

c.

Ditemukan adanya petechie, yaitu perdarahan yang halus terjadi di bawah kulit yang akan manifes dengan gesekan yang lemah. Petechie timbul sebab jumlah trombosit yang ada tidak mencukupi untuk membuat sumbat trombosit dan karena penurunan resistensi kapiler darah.

Perdarahan 1. Definisi Keluarnya darah dari sistem kardiovaskuler, disertai penimbunan dalam jaringan atau dalam ruang tubuh atau disertai keluarnya darah dari tubuh. Titik perdarahan yang dapat dilihat pada permukaan kulit atau pada potongan permukaan organ disebut petekie. Bercak perdarahan yang lebih besar disebut ekimosis dan keadaan yang ditandai dengan bercak-bercak perdarahan yang tersebar luas disebut purpura. 2. Etiologi Penyebab perdarahan yang paling sering dijumpai adalah hilangnya integritas dinding pembuluh darah, yang memungkinkan darah keluar. Keadaan ini paling sering disebabkan oleh trauma eksternal seperti cedera yang disertai memar. Sejumlah mekanisme terdapat dalam tubuh untuk menekan perdarahan. Salah satu mekanisme hemostasis melibatkan trombosit darah. Perdarahan mungkin disebabkan oleh kelainan mekanisme hemostasis ini. Misalnya, perdarahan yang menyertai suatu keadaan trombositopenia. Jika jumlah trombosit dalam darah perifer turun sampai batas tertentu, penderita mulai mengalami perdarahan spontan yang berarti bahwa trauma akibat gerakan normal dapat mengakibatkan perdarahan yang luas 3. Mekanisme bercak-bercak Efek lokal perdarahan berkaitan dengan adanya darah yang keluar dari pembuluh di dalam jaringan dan pengaruhnya dapat berkisar dari yang ringan hingga yang mematikan. Pengaruh lokal yang ringan adalah

Hematologi

timbulnya bercak-bercak hitam kebiruan. Hal ini berkaitan dengan adanya eritrosit yang keluar dan terkumpul dalam jaringan. Eritrosit yang keluar dari pembuluh ini dipecahkan dengan cepat dan difagosit oleh makrofag. Pada saat Hb dimetabolisme dalam sel-sel makrofag ini, terbentuk suatu kompleks yang mengandung besi yang dinamakan hemosiderin, bersamaan pula dengan terbentuknya zat yang tidak mengandung besi yang dalam jaringan dinamakan hematoidin (secara kimia identik dengan bilirubin). Hemosiderin berwarna coklat-karat dan hematoidin berwarna kuning muda. Interaksi pigmen-pigmen ini berpengaruh pada warna bercak-bercak hitam kebiruan kemudian memudar menjadi coklat dan kuning, dan akhirnya menghilang karena makrofag mengembara dan pemulihan jaringan yang sempurna. (Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 2005)

Purpura Trombositopeni Idiopatik (TIP) 1. Batasan Purpura trombositopeni idiopatik (PTI) atau purpura trombositopeni autoimun adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 150.000/L) akibat antibodi yang mengikat antigen trombosit yang menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa. ITP pada anak yang sering terjadi antara umur 2-8 tahun, lebih sering pada wanita (Mansjoer et al, 2007). 2. Etiologi Penyebab yang pasti belum diketahui, tapi dapat berupa: hipersplenisme, infeksi virus (demam berdarah, morbili, vsrisela), intoksikasi makanan atau obat (asetosal, PAS, fenilbutazon, diamox, kina, sedormid) atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas) kekurangan faktor pematangan (malnutrisi), DIC (DSS, leukemia, respiratory distress syndrome pada neonatus) dan terakhir dikemumkakan bahwa ITP adalah penyakit autoimun, hal ini disebabkan ditemukannya antibodi terhadap

Hematologi

trombosit darah. Pada neonatus kadang-kadang ditemukan trombositopenia neonatal yang disebabkan inkompatibilitas golongan darah trombosit antara ibu dan bayi (isoimunisasi). Jenis antibodi trombosit yang sering ditemukan pada kasus yang mempunyai dasar immunologis ialah anti P1EJ dan anti P1E2 (Latief et al, 2007). Riwayat penyakit purpura trombositopeni idiopatik atau autoimun ini terbagi dalam dua yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umumnya pada orang dewasa) (Supandiman,1997). 3. Patogenesis Sensitisasi trombosit oleh autoantibodi (biasanya Ig G)

menyebabkan disingkirkannya trombosit tersebut secara prematur dari sirkulasi oleh makrofag sistem retikuloendotelial, khususnya limpa. Pada banyak kasus, antibodi tersebut ditujukan terhadap tempat-tempat antigen pada glikoprotein Iib-Iia atau kompleks Ib. masa hidup normal untuk trombosit adalah sekitar 7 hari tetapi pada ITP masa hidup ini memendek menjadi beberapa jam. Masa megakariosit total dan perputaran (turnover) trombosit meningkat secara sejajar menjadi sekitar lima kali normal (Hoofbrand et al, 2005). 4. Gejala klinis Gejala utama adalah petekie dan perdarahan selaput lendir berupa epiktasis atau perdarahan di tempat lain. ITP akut biasanya dijumpai pada anak, jarang pada dewasa, awitan penyakit biasanya mendadak, riwayat infeksi sering mengawali terjadinya perdarahan berulang, gejala perdarahan selaput lendir disertai petekie berjalan singkat. Bentuk kronis biasanya tidak menentu, riwayat perdarahan sering dari ringan sampai sedang, infeksi dan pembesaran lien jarang, memiliki perjlanan klinis yang fluktuatif. Onsetnya dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, mungkin intermitten atau bahkan terus menerus. Gejalanya berupa petekie diekstremitas bawah, jarang ditemukan perdarahan selaput lendir, pada

Hematologi

10

wanita

menorhagia

satu-satunya

gejala

penyakit

ini.

Hendaknya

disingkirkan trombositopenia sekunder/akibat obat (aspirin, barbiturat, kina, laksansia), infeksi, anemia aplastik (Supandiman,1997). 5. Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan dengan menyingkirkan faktor-faktor sekunder yang dapat mengakibatkan trombositopenia, yaitu : a. b. c. d. Perdarahan/ purpura/ purpura lebih pada satu lokasi. Tidak ada perbesaran limpa. Trombositopenia kurang dari 150.000/uL. Aspirasi sutul : jumlah megakariosit normal atau meningkat, eritropoesis, dan mielopoesis normal. Antiplatelet antibodi dapat positif. e. Tidak ada penyakit lain penyebat trombositopeni, misalnya obat-obat, sepsis, koagulasi intravaskuler doseminata, SLE, leukemia,

trombositopeni pasca transfusi. Pada 75 % penderita terdapat peningkatan titer palsu yang terjadi karena antibodi nonspesifik misalnya pada sepsis, SLE rematoid, anemia hemolitik autoimun. f. Negatif palsu didapatkan bila antibodi yang beredar dalam sirkulasi sangat rendah karena antibodi banyak terikat pada trombosit. Teknik imunoflueresen : paling sensitif 92%, tetapi kurang spesifik 30%. g. Kadar antibodi platelet tidak berhubungan dengan derajat penyakit, hanya membantu diagnosis kadar Ab platelet berhubungan dengan jumlah trombosit sangat berarti menunjukkan prognosis, tetapi tidak dianjurkan sebagai dasar diagnosis. 1) Anamnesis a) Riwayat obat (heparin, alkohol, sulfanamides, kuinidin/kuinin, aspirin) dan bahan kimia. b) Gejala sistemik: pusing, demam, penurunan berat badan. c) Gejala autoimun: artralgia, rash kulit, rambut rontok.

Hematologi

11

d) Riwayat perdarahan (lokasi, banyak, lama), risiko HIV, status kehamilan, riwayat transfusi, riwayat keluarga

(trombositopenia, gejala perdarahan, dan kelainan autoimun). e) Penyakit penyerta meningkatkan risisko perdarahan (kelainan gastrointestinal, sistem saraf pusat, dan urologi). f) 2) Kebiasaan/hobi: aktivitas yang traumatik.

Pemeriksaan fisik a) Perdarahan (lokasi, dan beratnya). b) Jarang ditemukan organomegali, tidak ikterus atau stigmata penyakit hati kronis. c) Tanda infeksi (bakteremia/infeksi HIV). d) Tanda penyakit autoimun (artritis, goiter, nefritis, vaskulitis).

3)

Pemeriksaan penunjang a) Darah tepi: hitung trombosit <150.000/uL tanpa sitopenia lainnya, morfologi darah tepi dijumpai tromboblas berukuran lebih besar. b) Pemeriksaan serologi (dengue, CMV, EBV, HIV, rubella). c) Pemeriksaan ACA, Coombs test, C3, C4, ANA. Anti dsDNA. d) Pemeriksaan hemostatis normal kecuali pada perdarahan yang memanjang dan komplikasi. e) Pemeriksaan pungsi sumsum tulang: megakariosit normal atau meningkat. f) Pemeriksan autoantibodi trombosit.

6.

Diagnosis banding Diagnosis banding ITP antara lain: anemia aplastik, leukemia akut, Drug induced thrombocytopenia (DIT), Dissaminated intravascular coagulation (DIC), Thrombotic thrombocytopenic purpura-hemolytic uremic syndrome (TTP-HUS), Antiphospholipid antibody syndrome (APS), Myelodysplastic syndrome, hipersplenisme, alcoholic liver disease, bentuk sekunder ITP (SLE, HIV, leukemia limfositik kronik),

Hematologi

12

pseudotrombositopenia karena ethylenediamine tetraacetate (EDTA), obatobatan. 7. Penatalaksanaan Pilihan awal: kortikosteroid Yang sering digunakan prednison, dosis 1 mg/ kg BB / hari selam 13 bulan. Bila diperlukan parenteral(injeksi) Methylprenison sodium suxinat dosis 1g/hari selama 3 hari (RS dr. Soetomo,2008). Efek steroid (prednison) tampak setelah 24-48 hari (Hanidin 1978). Angka kesembuhan 60-70%. Evaluasi efek steroid dilakukan 2-4 minggu. Bila responsif dosis diturunkan perlahan sampai kadar trombosit stabil atau dipertahankan sekitar 50.000/mm3 (RS dr. Soetomo,2008). Pemberian prednison maksimal selama 6 bulan. Apabila lebih dari 4 minggu pasien tidak berespon dengan prednison, prednison jangan diberikan lagi. 8. Hasil terapi : a. Respon lengkap: ada perbaikan klinis + trombosis tercapai 100.000/mm3 dan tidak terjadi trombositopeni berulang bila dosis steroid diturunkan. b. Respon parsial: perbaikan klinis = trombosis mencapai 50.000/mm3 dan memerlukan terapi steroid dosis rendah untuk mencegah perdarahan dan dengan jangka waktu 6 bulan. c. Respon minimal: perbaikan klinis + trombosis mencapai 50.000/mm3 dan memerluka steroid dosis rendah untuk mencegah perdarahan dengan jangka waktu > 6 bulan. d. Tidak ada respon: tidak ada perbaikan klinis dannkelainan trombosit tidak dapat mencapai 50.000/mm3 setelah terapi steroid dosis maksimal (RS dr. Soetomo,2008).

1) Splenektomi Bila terapi steroid dianggap gagal, segera dilanjutkan splenektomi. Angka keberhaslan 70-100%. Splenektomi bertujuan untuk

Hematologi

13

mencegah dekstruksi trombosit yang telah diliputi antibodi dan menurunkan sintesis antibodi platelet (RS dr. Soetomo,2008). Indikasi Spelektomi : Gagal remisi/perbaikan dengan steroid dalam 6 bulan, perlu dosis maintance steroid yang tinggi, dan adanya kontraindikasi/intoleransi terhadap steroid (RS dr. Soetomo,2008). 2) Kombinasi kemoterapi Imunoglobulin diperkenalkan sejak 1981 hasil perlu penelitian lebih lanjut. Bila terjadi perdarahan darurat (perdarahan otak, dan persalinan) dapat diberikan imunoglobulin, kortikosteroid, transfusi trombosit, dan splenoktomi darurat (RS dr. Soetomo,2008). 3) Terapi suporti PTI kronis a) Membatasi aktivitas yang berisiko trauma. b) Hindari obat yang ganggu fungsi trombosit. c) Transfusi PRC sesuai kebutuhan. d) Transfusi perdarahan bila : perdarahan masif, adanya ancaman perdarahan otak/SSP, persiapan untuk operasi besar (RS dr. Soetomo,2008). 4) Perawatan rumah sakit untuk pasien dengan perdarahan berat yang mengancam jiwa: a) Trombosit <20.000/ul dengan perdarahan mukosa bermakna. b) Trombosit >50.000/ul asimtomatik/dengan purpura minimal tidak diterapi. c) Trombosit <30.000/ul dengan/tanpa gejala, 30.000-50.000/ul dengan perdarahan bermakna, Kadar trombosit berapa saja dengan perdarahan yang mengancam jiwa (RS dr.

Soetomo,2008). 9. Komplikasi a. b. c. d. Peradarahan masif: saluran cerna, otak, DIC, Anemia. Berkembang ke arah keganasan atau penyakit autoimun lain (20%). Menjadi leukemia dan limfoma (3,8%). Menjadi SLE (4%).
14

Hematologi

e.

Kasus fatal dengan sebab kematian : 1) Perdarahan intrakranial (11%). 2) Sepsis pasca splenoktomi atau pasca terapi imunosupresif. 3) Infeksi, ITP berat, DM induiced steroid, hipertensi,

immunocompromised (RS dr. Soetomo,2008). 10. Prognosis Faktor yang berpengaruh: a. b. Umur : pada orang muda prognosis lebih baik. Jumlah trombosit : mempengaruhi respon terapi dan faktor prediktif menentukan risiko perdarahan intrakranial. Trombosit <20.000/mm3 risiko perdarahan intrakranial meningkat, semakin tinggi pada usia lanjut. c. Kadar antibodi membantu menentukan respon terapi terhadap steroid dan splenektomi. Menurunnya kadar antibodi menunjukkan respon terapi yang baik. d. Prognosis jelek pada yang refrakter terhadap steroid, splenoktomi, atau imunosupresif lain. Mortalitas sekitar 16% (RS dr. Soetomo,2008).

Drug Induced Trombocytopenia (DIT) Diagnosis banding ITP yang sangat mirip adalah DIT, dimana pembeda kedua penyebab ini adalah patogenesisnya. ITP karena Imunitas, dan DIT karena pengaruh perjalanan obat. Pasien akibat DIT akan merasakan sensasi obat selama sekitar 1 minggu atau berselang-seling selama jangka waktu lama sebelum didahului dengan peteki dan ekimosis yang mana merupakan indikasi trombositopenia. Kadang-kadang, gejala timbul dalam 1-2 hari setelah benar-benar jelas adanya pengaruh pertama pada obat. Gejala sistemik seperti mengigau, dingin, demam, sakit kepala dan muntah sering mendahului gejala perdarahan. Pada pasien berat mempunyai purpura dan perdarahan dari hidung, gusi, dan gastrointestinal. Pada kasus di atas, trombositopenia tergolong berat (< 20.000/mm3). Karena pemahaman yang kurang, DIT kadang-kadang digambarkan dengan disseminated intravascular

Hematologi

15

coagulation (DIC) atau kegagalan ginjal dan indikasi lain pada hemolytic-uremic syndrome (HUS) atau thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP) (Richard H. Aster, et al., 2007; Dennis L. Kasper, et al., 2005)

Kriteria Diagnosis Drug Induced Trombocytopenia: 1. Terapi dengan obat yang masuk kriteria mendahului terjadinya trombositopenia dan setelah terapi dihentikan, jumlah trombosit menjadi normal dan hal ini menetap. 2. Obat kadidat adalah satu-satunya obat yang diberikan sebelum onset trombositopenia, atau jika obat lain terus diberikan setelah penghentian obat kandidat jumlah trombosit tetap normal. 3. Penyebab trombositopenia lain sudah disingkirkan. 4. Trombositopenia akan kembali terjadi jika obat kandidat diberikan lagi. Tingkatan Bukti I (Definite) Pasti II (Probable) III (Possible) IV (Unlikely) = jika kriteria 1,2,3,4 terpenuhi = jika kriteria 1,2,3 terpenuhi = jika hanya kriteria 1 terpenuhi = jika kriteria 1 pun tidak terpenuhi. (George, et al. 1998, 2007; Rahajuningsih D Setiabudy, 2007)

Obat yang menyebabkan DIT pada pasien kemungkinan oleh amoxyllin atau ant- inflamantory nonsteroid (AINS) yang terdapat pada obat puyer pasien. Patogenesisnya yaitu Amoxycillin yang merupakan golongan penisillin dianggap sebagai hapten yang akan membentuk ikatan kovalen dengan trombosit sebagai kompleks antigen. Hal ini akan merangsang pembentukan antibody yang akan mengenali dan mengikat trombosit kemudian difagosit oleh RES sehingga menyebabkan trombositopenia. AINS dapat menginduksi antibodi pada membran protein trombosit sehingga akan merangsang untuk didestruksi oleh RES dan menyebabkan trombositopenia. Penatalaksanaan dari DIT adalah menghentikan konsumsi obat yang masuk dalam daftar dibawah ini.

Hematologi

16

Daftar Obat Sebagai Pemicu pada Drug Induced Trombocytopenia Kategori Obat Obatyang meliputi 5 atau lebih laporan Unfractionated heparin, Heparin Heparin berat molekul rendah Kuinin, Kuinidin Cinchona alkaloids Abciximab, eptifibatida, Platelet inhibitor tirofiban Garam emas Agen antirematik Linezolid, rifampin, Agen antimikrobial sulfonamide, varicomycin Agen antikonvulsan Carbamazepine, phenytoin, valproic acid dan sedative Antagonis reseptor- Cimetidine heparin Acetaminophen, diclofenak, Agen analgesik naproxen Klorotiazida Agen diuretik Imunosupresan dan Fludarabine, oxaliplatin kemoterapi Obat lainnya

D-penicillamine

Diazepam Ranitidine Ibuprofen Hidroklorotiazida Siklosporin, rituximab

(Aster, 2007; Warkentin,2005; George et al., 1998; dan the University of Oklahoma web site (http://moon.ouhsc.edu/jgeorge/DITP.html)

Mekanisme Penyebab Drug Induced Trombocytopenia Klasifikasi Haptendependent antibody Mekanisme Hapten menyambung secara kovalen pada membrane protein dan menginduksi obat dengan respon imun spesifik Obat menginduksi antibodi yang mengikat ke membrane protein dalam keadaan obat terlarut bereaksi tipe Obat dengan GP IIb/IIIa Kejadian Sangat cepat Contoh obat Penisilin, Kemungkinan beberapa antibiotic sefalosporin

Kuinin

Obat Fiban

26 dari satu juta pengguna kuinin per minggu, mungkin lebih sedikit kasusnya pada obat lainnya 0,2-0,5 %

Kuinin, sulfonamide, antiinflamasi nonsteroid (AINS)

Tirofiban, eftifibatide
17

Hematologi

untuk menginduksi adanya perubahan bentuk (neoepitop) obat Obat-antibodi Antibody mengenali komponen murin spesifik dari fragmen Fab untuk membrane trombosit GP IIIa Autoantibodi Obat menginduksi antibody yang bereaksi dengan trombosit autologi dalam kehilangan obat Obat mengikat pada Kompleks platelet factor 4 imun (PF4), memproduksi kompleks imun untuk antibody yang spesifik, kompleks imun mengaktifkan trombosit melalui reseptor Fc

0,5-1,0 % setelah Abciximab paparan, 10-14% setelah paparan kedua 1,0% dengan Garam emas, emas, sangat prokainamida cepat prokainamida dan obat lainnya. 3-6 % diantara Heparin pasien diterapi dengan heparin selama 7 hari, cepat dengan heparin berat molekul rendah

(Aster, 2007)

Hematologi

18

BAB III
PEMBAHASAN
Pada pembahasan skenario 2 pada blok 11 ini membahas tentang trombositopeni. Di skenario pasien bernama Alma, usia 12 tahun datang dengan keluhan panas, batuk pilek, karena keluhan ini berupa infeksi/paparan antigen berupa bakteri/virus, lalu oleh Dokter diberi obat puyer dan amoxycillin sirup. Obat sudah di minum sebanyak dua kali, karena muncul bercak-bercak hitam di tungkai dan pilek masih belum sembuh maka pasien kembali lagi untuk periksa ke Dokter lagi. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik yang di dapat yaitu berupa suhu tubuh turun karena pemberian obat puyer dan amoxycillin, kemungkinan dalam obat puyer tersebut terdapat acetaminophen (paracetamol) untuk menurunkan panasnya. Pilek yang masih ada setelah pemberian obat pada pasien kemungkinan disebabkan oleh obat amoxyllin di mana obat tersebut memiliki resistensi terhadap influenza (Katzung, 1998) atau kemungkinan masa inkubasi virus belum berakhir, karena baru dua hari. Dan keluhan berupa batuk sudah tidak ada, berdasarkan keterangan amoxycillin merupakan derivat semisintetik dari amphicylin yang efektif melawan spektrum bakteri gram positif dan gram negatif, tetapi obat ini memiliki efek samping yaitu reaksi hipersensitivitas/alergi, anafilaksis, dan dapat juga menyebabkan gangguan darah seperti anemia, trombositopenia, eosinofilia, serta leukopenia. Munculnya bercak-bercak hitam di tungkai karena adanya perdarahan di exstravaskular/darah keluar ke interstisial atau manifestasi patologis hemostasis karena kadar trombosit dalam darah turun drastis(trobositopeni), dari pemeriksaan diperoleh AT 60.000/l, angka ini menggambarkan penurunan trombosit, dari angka normal 150.000-400.000 /l. Trombositopeni dari skenario ini diawali oleh beberapa sebab yang belum diketahui, karena dalam skenario terdapat dua kemungkinan tentang penyebab

Hematologi

19

trombositopeni. Pertama dapat berupa adanya autoimun/adanya infeksi disebut juga Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP). ITP ini disebabkan oleh infeksi virus influenza yang terjadi pada Alma. Infeksi ini dapat memicu pembentukan autoantibodi IgG yang melapisi trombosit dan merangsang untuk didestruksi oleh RES sehingga trombositopenia. Mekanisme Sindrom ITP disebabkan oleh trombosit yang diselimuti oleh autoantibodi trombosit spesifik (IgG) yang kemudian akan mengalami percepatan pembersihan di lien dan di hati setelah berikatan dengan reseptor Fcg yang diekspresikan oleh makrofag jaringan. Faktor yang memicu produksi autoantibodi belum diketahui, namun kebanyakan pasien mempunyai antibodi terhadap glikoprotein pada permukaan trombosit. Autoantibodi terbentuk karena adanya antigen yang berupa kompleks glikoprotein IIb/IIIa. Sel penyaji antigen (makrofag) akan merusak glikoprotein IIb/IIIa dan memproduksi epitop kriptik dari glikoprotein dari trombosit lain. Sel penyaji antigen yang teraktifasi mengekspresikan peptida baru pada permukaan sel dengan bantuan konstimulasi dan sitokin yang berfungsi memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4-positif antiglikoprotein Ib/IX antibodi dan meningkatkan produksi antiglikoprotein IIb/IIIa antibodi oleh B-cell clone 1. Dengan kata lain, destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen (makrofag) akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen, yang berakibat produksi antibodi yang cukup yang akan terus meyelubungi trombosit, yang pada akhirnya kan menyebabkan trombositopenia. Masa hidup trombosit pada ITP memendek berkisar antara 2-3 hari sampai beberapa menit. Kemungkinan kedua adalah karena pengaruh obat yang diberikan Drug Induced Trombositopeni (DIT) dan berpengaruh pada jumlah trombosit. Obat yang menyebabkan DIT pada pasien kemungkinan oleh amoxyllin atau antinflamantory nonsteroid (AINS) yang terdapat pada obat puyer pasien. Amoxycillin yang merupakan golongan penisillin dianggap sebagai hapten yang akan membentuk ikatan kovalen dengan trombosit sebagai kompleks antigen. Hal ini akan merangsang pembentukan antibody yang akan mengenali dan mengikat

Hematologi

20

trombosit kemudian difagosit oleh RES sehingga menyebabkan trombositopenia. AINS dapat menginduksi antibodi pada membran protein trombosit sehingga akan merangsang untuk didestruksi oleh RES dan menyebabkan trombositopenia. Untuk memastikan penyebab trombositopeni dalam skenario ini pertama dengan penghentian pemberian obat berupa Amoxycillin (golongan Penicilin). Penghentian pemberian obat ini berkisar antara 3-5 hari, tujuan untuk menghilangkan efek obat serta menunggu keluarnya trombosit muda yang telah berubah menjadi matur. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui jumlah trombosit, apakah jumlahnya meningkat dari semula apa sama saja/bahkan turun dari keadaan semula. Jika jumlah trombosit meningkat dapat dipastikan bahwa penyebab dari trombositopeni adalah karena obat dan masuk dalam kriteria DIT, hal yang harus dilakukan jika pasien mengalami trombositopeni karena DIT cukup dengan menghentikan pemberian obat yang dikonsumsi dan diganti dengan obat golongan lain. Pasien akibat DIT akan merasakan sensasi obat selama sekitar 1 minggu atau berselang-seling selama jangka waktu lama sebelum didahului dengan peteki dan ekimosis yang mana merupakan indikasi trombositopenia. Kadang-kadang, gejala timbul dalam 1-2 hari setelah benar-benar jelas adanya pengaruh pertama pada obat. Gejala sistemik seperti mengigau, dingin, demam, sakit kepala dan muntah sering mendahului gejala perdarahan. Pada pasien berat mempunyai purpura dan perdarahan dari hidung, gusi, dan gastrointestinal. Pada kasus di atas, trombositopenia tergolong berat ( < 20.000/mm3). Karena pemahaman yng kurang, DIT kadang-kadang digambarkan dengan disseminated intravascular coagulation (DIC) atau kegagalan ginjal dan indikasi lain pada hemolytic-uremic syndrome (HUS) atau thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP) (Richard H. Aster, et al., 2007; Dennis L. Kasper, et al., 2005) Jika penghentian obat tidak berpengaruh terhadap jumlah trombosit maka dapat dipastikan adalah Idiopatik/autoimun dan masuk dalam kriteria ITP. Penanganan pada ITP bertujuan untuk menekan respon imun khususnya kerja

Hematologi

21

makrofag supaya tidak memfagositosis trombosit. Terapi untuk mengurangi proses imun sehingga mengurangi perusakan trombosit yaitu : 1. Terapi kortikosteroid, yang berfungsi untuk mengurangi aktivitas makrofag sehingga mengurangi destruksi trombosit, mengurangi pengikatan IgG oleh trombosit, serta menekan sintesis antibodi. 2. Pemberian prednison 60-80 mg/hari kemudian diturunkan perlahan-lahan, untuk mencapai dosis pemeliharan (<15 mg/hari). Sekitar 80% kasus mengalami remisi setelah terapi steroid. 3. Jika dalam 3 bulan tidak memberi respon pada kortikosteroid (AT < 30.000/L) atau perlu dosis pemeliharaan yang tinggi maka diperlukan: a. Splenektomi b. Obat-obat imunosupresif: vincristine, cyclophospamide, azathioprim c. Pemberian Ig anti G 70g/kg 4. Terapi supportif, terapi untuk mengurangi pengaruh trombositopenia : a. Pemberian androgen (danazol) b. Pemberian high dose immunoglobulin (IgIV 1 mg/kg/hari selama 2 hari berturut-turut) untuk menekan fungsi makrofag dan

meningkatkan AT dengan cepat. c. Pemberian metil prednisolon jika pasien resisten terhadap prednison d. Transfusi konsentrat trombosit hanya dipertimbangkan pada penderita dengan risiko perdarahan akut

Hematologi

22

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Bercak hitam pada pasien akibat perdarahan pada kulit tungkai yang kemungkinan disebabkan oleh trombositopenia. 2. Penyebab trombositopenia pada pasien belum dapat ditegakkan namun ada beberapa diagnosis pada pasien, yaitu drug induced

thrombocytopenia (DIT), immune thrombocytopenia purpura (ITP) akut akibat infeksi virus influenza, dan anemia perdarahan. Unuk menentukan diagnosis lebih lanjut perlu dilakukan pemeriksaan penunjang dan penghentian obat untuk evaluasi DIT. 3. Jika karena reaksi obat maka penatalaksanaan pada pasien dapat dilakukan dengan penghentian obat dan dilakukan pemeriksaan hitung trombosit selama 7-10 hari ke depan untuk evaluasi DIT. 4. Pencegahan pada pasien dapat dilakukan dengan menghindari faktor penyebab adanya perdarahan baik intern maupun ekstern, menghindari konsumsi obat-obatan yang dapat menyebabkan trombositopenia, dan mengkonsumsi bahan makanan atau pun suplemen yang dapat meningkatkan hitung trombosit.

B.

Saran
1. Sebaiknya pasien meminum obat hemostatik sesuai resep dokter dengan kontinu sebelum hasil laboratorium diperoleh. 2. Sebaiknya pasien diedukasi untuk menghindari factor penyebab terjadinya perdarahan dan menghindari konsumsi obat-obatan penyebab trombositopenia. 3. Sebaiknya pada skenario diberikan informasi mengenai isi obat puyer yanbg diberikan pada pasien sehingga membantu dalam mengevaluasi adanya DIT.

Hematologi

23

DAFTAR PUSTAKA
Aster R. Drug-induced thrombocytopenia. In: Michelson AD, ed. Platelets. New York: Academic Press, 2007: 887-902. Aster, Richard H; Daniel W. Bougie. Drug-Induced Immune Thrombocytopenia. N Engl J Med 2007; 357: 580-7. Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC. Chandrasoma, 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi 2.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.EGC. Guyton, Arthur C., dan John E. Hall. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hartanto, Huriawati dkk.ed..2002.Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC Hoffbrand,A.V., Pettit,J.E., Moss, P.A.H. 2005. Kapita Selekta Hematologi edisi 4. Jakarta: EGC. Kasper, Dennis L. 2005. Harrisons Principles of Internal Medicine. Sanfrancisco: McGrawhill. Katzung, Bertram G. 1998. Farmokologi Dasar dan Klinik Edisi IV. Jakarta: EGC. Kjeldsberg, Carl R.; John Swanson. Platelet Satellitism. In: Bloods. Utah: Grune and Stratton Inc., June 1974; 43: 831-836. Permono, Bambang dkk. 2005. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbi IDAI. Phee, Stephen J. Mc, Maxine A. Papdakis. 2007. Current Medical Diagnosis & Treatment 46th ed. Sanfrancisco: McGrawhill. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6. Jakarta: EGC. Purwanto, Ibnu. 2006. Purpura Trombositopenia Idiopatik. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi IV.Jakarta: Pusat Penerbit Departemen IPD FKUI.

Hematologi

24

Setiabudy, Rahajuningsih D. 2007. Hemostatis dan Trombosis. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1989. Ilmu Kesehatan Anak I. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Tim Penyusun. 2007. Buku Pedoman Mahasiswa: Blok IV Hematologi. Surakarta: Unit Pengembangan Pendidikan FK UNS. Warkentin TE. Thrombocytopenia due to platelet destruction and hypersplenism. In: Hoffman R, Benz EJ Jr, Shattil SJ, et al., eds. Hematology: basic principles and practice. 4th ed. Philadelphia: Elsevier, 2005: 2305-25. Widmann, Frances K. 1995. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 9. Terj. : Gandasoebroto, et al. Jakarta: EGC. Yuwono. 1998. Hitung Trombosit. In: Pangantar Analisa Laboratorium Patologi Klinik I. Surakarta: UNS.

Hematologi

25

Oleh :

PRIAMBODO ILHAM A J 5000 800 88

Tutor :

dr Elvia Maharani

Fakultas Kedokteran Hematologi


26

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Hematologi

27

You might also like