You are on page 1of 34

DEFINISI Meningioma adalah tumor pada meninx, yang merupakan selaput pelindung yang melindungi otak dan medulla

spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisphere otak di semua lobusnya. Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign). Meningioma malignant jarang terjadi. Meningioma adala tumor otak jinak yang berasal dari sel-sel yang terdapat pada lapisan meningen serta derivat-derivatnya. Di antara sel-sel meningen itu belum dapat dipastikan sel mana yang membentuk tumor tetapi terdapat hubungan erat antara tumor ini dengan villi arachnoid. Timbulnva meningioma kebanvakan di tempat ditemukan banyak villi arachnoid. Dari observasi yang dilakukan Mallary (1920) dan didukung Penfield (1923) didapatkan suatu konsep bahwa sel yang membentuk tumor ini ialah fibroblast sehingga mereka menyebutnya arachnoid fibroblast atau meningeal Fibroblastoma.3 Meningioma berasal dari leptomening yang biasanya berkembang jinak. Gushing, 1922 menamakannya meningioma karena tumor ini yang berdekatan dengan meningen. Ahli patologi pada umumnya Iebih menyukai label histologi dari pada label anatomi untuk suatu tumor. Namun istilah meningioma yang diajukan Gushing (1922) ternyata dapat diterima dan didukung oleh Bailey dan Bucy (1931). Orville Bailey (1940) mengemukakan bahwa sel-sel arachnoid berasal dari neural crest, sel-sel arachnoid disebut Cap cells; pendapat ini didukung Harstadius (1950), bennula dari unsur ectoderm. Zuich tetap menggolongkan meningioma ke dalam tumor mesodermal.

Gambar 1.1 Meningioma pada gambaran CT scan ETILOLOGI Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Faktor-faktor terpenting sebagai penyebab meningioma adalah trauma, kehamilan, dan virus. Pada penyelidikan dilaporkan 1/3 dari meningioma mengalami trauma, Pada beberapa kasus ada hubungan langsung antara tempat terjadinya trauma dengan tempat timbulnya tumor. Sehingga disimpulkan bahwa penyebab timbulnya meningioma adalah trauma. Beberapa penyelidikan berpendapat hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara meningioma dengan trauma. Dilaporkan juga bahwa meningioma ini sering timbul pada akhir kehamilan, mungkin hal ini dapat dijelaskan atas dasar adanya hidrasi otak yang meningkat pada saat itu. Teori lain menyatakan bahwa virus dapat juga sebagai penyebabnya. Pada penyelidikan dengan light microscope ditemukan virus like inclusion bodies dalam nuclei dari meningioma. Tetapi penyelidikan ini kemudian dibantah bahwa pemeriksaan electron misroscope inclusion bodies ini adalah proyeksi cytoplasma yang berada dalam membran inti. Para peneliti sedang mempelajari beberapa teori tentang kemungkinan asal usul meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningiornas berisi kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen

supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang menjadi meningioma multiple, dan sering tetjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma. Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor. Penyebab kelainan ini tidak diketahui. Meningioma juga sering memiliki salinan tambahan dari platelet diturunkan faktor pertumbuhan (PDGFR) dan epidermis reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang mungkin memberikan kontribusi pada pertumbuhan tumor ini. Sebelumnya radiasi ke kepala, sejarah payudara kanker, atau neurofibromatosis tipe 2 dapat risiko faktor untuk mengembangkan meningioma. Multiple meningiomas terjadi pada 5% sampai 15% dari pasien, terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2. Beberapa meningioma memlliki reseptor yang berinteraksi dengan hormon seks progesteron, androgen, dan jarang estrogen. Ekspresi progesteron reseptor dilihat paling sering pada jinak meningiomas, baik pada pria dan wanita. Fungsi reseptor ini belum sepenuhnya dipahami, dan demikian, sering kali menantang bagi dokter untuk menasihati pasien perempuan mereka tentang penggunaan hormon jika mereka memiliki sejarah suatu meningioma. Meskipun peran tepat hormon dalam pertumbuhan meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa kadang-kadang mungkin meningioma tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan. MANIFESTASI KLINIK Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh terganggunya fungsi normal dari bagian khusus dari otak atau tekanan pada nervus atau pembuluh darah). Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala awal. Meningioma tumbuhnya perlahan-lahan dan tanpa memberikan gejalagejala dalam waktu yang lama, bahkan sampai bertahun-tahun. Ini khas untuk meningioma tetapi tidak pathognomonis. Diperkirakan meningioma intrakranial yang merupakan 1,44% dari seluruh otopsi sebagian besar tidak menunjukkan gejala-gejala dan didapatkan secara kebetulan. Dari permulaan sampai timbulnya gejala-gejala rata-rata 26 bulan, dilaporkan juga gejala-gejala yang lama timbulnya yaitu antara 20 30 tahun. Walaupun demikian gejala-gejala yang

cepat tidak menyingkir kan adanya meningoma. Gejala-gejala umum, seperti juga pada tumor intracranial yang lain misalnya sakit kepala, muntah-muntah, perubahan mental atau gejala-gejala fokal seperti kejang-kejang, kelumpuhan, atau hemiplegia. Gejala umum ini sering sudah ada sejak lama bahkan ada yang bertahun-tahun sebelum penderita mendapat perawatan dan sebelum diagnosa ditegakkan. Gejala-gejala yang paling sering didapatkan adalah sakit kepala. Gejala Minis lain yang paling sering adalah berturut-turut sebagai berikut: 1) kejang-kejang (48%) 2) gangguan visus ( 29%) 3) gangguan mental ( 13%) 4) gangguan fokal ( 10%) Tetapi timbulnya tanda-tanda dan gejala-gejala ini tergantung pada letak tumor dan tingginya tekanan intrakranial, Tanda-tanda fokal sangat tergantung dari letak tumor, gejala-gejala bermacam-macam sesuai dengan fungsi jaringan otak yang ditekan atau dirusak, dapat perlahan-lahan atau cepat. Menurut Leaven gangguan fungsi otak ini penting untuk diagnosa dini. Gejala-gejala ini tirnbul akibat hemodynamic steal dalam satu hemisfer otak, antara hemisfer atau dari otak kedalam tumor. 1) Sakit Kepala Merupakan gejala yang paling sering, sakit kepala ini tidak khas, dapat umum atau terlokalisir ada daerah yang berlainan. Hal ini sudah lazim walaupun tidak dikaitkan dengan meningkatnya tekanan intracranial. Meningioma Intra Ventrikuler seringkali mengalami sakit kepala dan peningkatan tekanan intrakranial, karena meningioma di tempat tersebut dapat bergerak dan dapat mengadakan penyumbatan pada aliran cairan serebrospinalis. Sakit kepala tersebut bersifat unilateral dan gejala-gejala ini mungkin hilang timbul. Selain sakit kepala juga disertai mual dan muntah-muntah. 2) Kejang Didapati 48% dari kasus meningioma mengalami kejang-kejang terutama pada meningioma parasagittal dan lobus temporalis, Adanya kejang-kejang ini akan memperkuat diagnosa. 3) Gangguan Mata Gangguan mata yang terjadi pada meningioma dapat berupa :

a) penurunan visus b) papil oedema c) nystagmus d) gangguan yojana penglihatan e) gangguan gerakan bola mata f) exophthalmus. 5) Hemiparese Lebih sering didapatkan pada meningioma dibandingkan dengan tumortumor intrakranial yang lain. 10% dari kasus meningioma didapati kelumpuhan fokal, Crose dkk mendapatkan tiga dari 13 kasusnya dengan hemi parese disertai gangguan sensoris dari N V. 6) Gangguan mental Sering juga didapatkan gangguan mental, tentunya berhubungan pula dengan lokalisasi dari tumor. Dilaporkan 13% dari kasus-kasus RAAF (29) dengan gangguan mental. Gejala mental seperti: dullness, confusion stupor merupakan gejala-gejala yang paling sering. Disamping gejala-gejala tersebut di atas juga sering didapatkan gangguan saraf otak (nervus cranialis) terutama yang paling sering dari kasuskasus Grouse yaitu N II, V, VI, IXdan X. Gejala yang menarik adalah adanya Intermittent cerebral symptoms. Pada 219 penderita dengan meiiingioma supra tentorial didapatkan gangguan fungsi serebral yang mendadak intermitten dan sementara dapat beberapa menit atau lebih dari sehari. Gejala-gejala dapat berapa afasia, kelumpuhan dari muka dan lidah, hemi plegia, vertigo, buta, ataxia, hallusinasi (olfaktoris) dan kejang-kejang. Setengah dari kasus-kasus ini gangguan fungsi serebral berulang-ulang, karena terjadi pada usia lanjut maka seringkali diagnosa membingungkan dengan suatu infark otak atau insuffuiensia serebrovaskuler, migrain, dan multiple sclerosis. Pada umumnya C.V.A. dapat dibedakan dengan tumor intrakranial dengan adanya gejala-gejala yang mendadak dan perlahan-lahan diikuti dengan kemajuan dari gejala-gejala neurologis. Bermacam-macam gejala neurologis yang paling sering menimbulkan kesalahan diagnosa. 7) Tanda-tanda yang menyesatkan (False Localizing Signs = FLS) FLS dari tumor-tumor intrakranial adalah tanda-tanda yang tidak semuanya berhubungan dengan gangguan fungsi pada tempat tumor tersebut. Biasanya terlihat sebagai gejala fokal dari tempat-tempat yang jauh dari tumor di

mana hal ini dapat membingungkan untuk menentukan lokalisasi tumor tersehut. Seperti biasanya diagnosa klinik ditegakkan dari kumpulan/tanda-tanda, tetapi kurangnya pengetahuan akan FLS menyebabkan kesalahan-kesalahan pada diagnosa, apabila pada kasus-kasus yang tanda-tandanya tidak jelas. Dari 250 kasus meningioma intrakranial didapatkan 101 kasus dengan FLS. Diagnosa yang salah karena gejala-gejala yang tidak jelas disertai adanya FLS. Gejalagejala yang tidak jelas dapat disebabkan oleh karena adanya Silent area di mana tumor-tumor itu pada permulaannya tidak menunjukkan gejala-gejala. Yang termasuk silent area: parasagital anterior, konveksitas frontal dan intraventrikuler. Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor: 1) Meningioma falx dan parasagittal; nyeri tungkai 2) Meningioma Convexitas; kejang, sakit kepala, deficit neurologis fokal, perubahan status mental 3) Meningioma Sphenoid; kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda. 4) Meningioma Olfactorius; kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus. 5) Meningioma fossa posterior; nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya berjalan, 6) Meningioma suprasellar; pembengkakan diskus optikus, masalah visus 7) Spinal meningioma ; nyeri punggung, nyeri dada dan lengan 8) Meningioma Intraorbital ; penurunan visus, penonjolan bola mata 9) Meningioma Intraventrikular ; perubahan mental, sakit kepala, pusing KLASIFIKASI Gambaran mikroskopik meningioma amat bervariasi, macam-macam klasifikasi diusulkan, natnun Orville Bailey (1940) menganggap klasifikasi meningioma tidak diperlukan. Pandangan ini didasarkan secara biologis karena variasi-variasi histologis tersebut tidak banyak kaitannya dengan perangai biologi kelompok tumor ini. Klasifikasi menurut Kernohan dan Sayre, yaitu Meningioma meningotheliomatosa (syncytial, eiidothclimatous), Meningioma fibroblastic dan Meningioma angioblastik. Yang terakhir ada yang menggolongkan sebagai haemangioperisitoma. Tipe transisional atau tipe campuran digolongkan ke dalam kelompok meningioma meningotheliomatosa. WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah

diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan derajat pada hasil biopsi yang dilihat di bawah rnikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-beda di tiap derajatnya. a. Grade I Meningioma tumbuh dengan lambat . Jika tumor tidak menimbulkan gejala, mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodic. Jika tumor semakin bverkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan tindakan bedah dan observasi yang continue. b. Grade II Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi juga. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan. c. Grade III Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma malignant atau meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung kurang dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama untuk grade III diikuri dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi. Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtype berdasarkan lokasi dari tumor.
1. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus menlngioma). Falx

adalah

selaput yang

terletak

antara

dua

sisi

otak

yang

memisahkan hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar. Parasagital meningioma terdapat di sekitar falx
2. Meningioma Convexitas (20%).

Tipe meningioma ini terdapat pada

permukaan atas otak.


3. Meningioma Sphenoid (20%) Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah

belakang rnata. Banyak terjadi pada wanita.


4. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang

menghubungkan otak dengan hidung.


5. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di pemukaan

bawah bagian belakang otak.

6. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas seila tursica, sebuah kotak pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitary.
7. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang

berumur antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pda medulla spinalis setingkat thorax dan dapat menekan spinal cord. Meningioma spinalis dapat menyebabkan gejala seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai.
8. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang pada atau

di sekitar mata cavum orbita.


9. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi

cairan di seluruh bagian otak. PATOFISILOLOGI Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral. Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral. Dari lokalisasinya Sebagian besar meningioma terletak di daerah supratentorial. Insidens ini meningkat terutama ada daerah yang mengandung granulatio Pacchioni. Lokalisasi terbanyak pada daerah parasagital dan yang paling sedikit pada fossa posterior. Etiologi tumor ini diduga berhubimgan dengan genetik, terapi radiasi, hormon sex, infeksi virus dan riwayat cedera kepala. Sekitar 40-80% tumor ini mengalami kehilangan material genetik dari lengan panjang kromosom 22, pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang menjadi meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma. Terapi radiasi juga dianggap turut berperan dalam genesis meningioma. Bagaimana peranan radiasi dalani menimbulkan meningioma masih belum jelas.

Pasien yang mendapatkan terapi radiasi dosis rendah untuk tinea kapitis dapat berkembang menjadi meningioma multipel di tempat yang terkena radiasi pada dekade berikutnya. Radiasi kranial dosis tinggi dapat menginduksi terjadinya meningioma setelah periode laten yang pendek. Meningioma juga berhubungan dengan hormon seks dan seperti halnya faktor etiologi lainnya mekanisme hormon sex hingga memicu meningioma hingga saat ini masih menjadi perdebatan. Pada sekitar 2/3 kasus meningioma ditemukan reseptor progesterone. Tidak hanya progesteron, reseptor hormon lain juga ditemukan pada tumor ini termasuk estrogen, androgen, dopamine, dan reseptor untuk platelet derived growth factor. Beberapa reseptor hormon sex diekspressikan oleh meningioma. Dengan teknik imunohistokimia yang spesifik dan teknik biologi molekuler diketahui bahwa estrogen diekspresikan dalam konsentrasi yang rendah. Reseptor progesteron dapat ditemukan dalam sitosol dari meningioma. Reseptor somatostatin juga ditemukan konsisten pada meningioma. Pada meningioma multiple, reseptor progesteron lebih tinggi dibandingkan pada meningioma soliter. Reseptor progesteron yang ditemukan pada meningioma sama dengan yang ditemukan pada karsinoma mammae. Jacobs dkk (10) melaporkan. meningioma secara bermakna tidak berhubungan dengan karsinoma mammae, tapi beberapa penelitian lainnya melaporkan hubungan karsinoma mammae dengan mening 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

Gambar 1.2 Lokasi tersering pada meningioma

Meningioma merupakan tumor otak yang pertumbuhannya lambat dan tidak menginvasi otak maupun medulla spinalis. Stimulus hormon merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan meningioma. Pertumbuhan meningioma dapat menjadi cepat selama periode peningkatan hormon, fase luteal pada siklus menstruasi dan kehamilan. Trauma dan virus sebagai kemungkinan penyebab meningioma telah diteliti, tapi belum didapatkan bukti nyata hubungan trauma dan virus sebagai penyebab meningioma. Philips et al melaporkan adanya sedikit peningkatan kasus meningioma setelah trauma kepala pada populasi western Washington state. Gambaran Histopatologi Meningioma intrakranial banyak ditemukan di regio parasagital, selanjutnya di daerah permukaan konveks lateral dan falx cerebri. Di kanalis spinalis meningioma lcbih sering menempati regio torakal. Pertumbuhan tumor ini mengakibatkan tekanan hebat pada jaringan sekitamya, namun jarang menyebar ke jaringan otak. Kadang-kadang ditemukan fokus-fokus kalsifikasi kecil-kecil yang berasai dari psammoma bodies, bahkan dapat ditemukan pembentukan jaringan tulang baru. Secara histologis, meningioma biasanya berbentuk globuler dan meliputi dura secara luas. Pada permukaan potongan, tampak pucat translusen atau merah kecoklatan homogen serta dapat seperti berpasir. Dikatakan atipikal jika ditemukan proses mitosis pada 4 sel per lapangan pandang elektron. atau terdapat peningkatan selularitas, rasio small cell dan nukleus sitoplasma yang tinggi, uninterupted patternless dan sheet-like growth. Sedangkan pada anapiastik akan ditemukan peningkatan jumlah mitosis sel, nuklear pleomorphism, abnormalitas pola pertumbuhan meningioma dan infiltrasi serebral. Imunohistokimia dapat membantu diagnosis meningioma. Pada pasien dengan meningioma, 80% menunjukkan adanya epithelial membrane antigen (EMA) yang positif. Stain negative untuk anti-Leu 7 antibodi (positif pada Schwannomas) dan glial fibrillary acididprotein (GFAP).

Gambar 1.3 slide Patologi (Hematoksilin-eosin, X400 perbesaran asli). A, Meningioma dengan fitur ganas, nukleolus (titik kuning) dan mitosis (panah). B, intranuklear intnisi sitoplasma (pseudoinclusion). PEMERIKSAAN PENUNJANG Diagnosa meningioma dapat ditentukan atas beberapa pemeriksaan sebagai berikut: 1) Elektroensefaiografi (E.E.G.). 2) X ray foto tengkorak. 3) Angiografi 4) Pneumoensefalografi atau Ventrikulografi. 5) Brain Scan. 6) Computerized Tomography Scan (CT scan). 7) Histopatologik. 8) Tissue Culture.

1) Elektroensefaiografi (EEG) Tumor otak memberi EEG abnormal pada 75-85% dari kasus dan 15 - 25% dari penderita dengan tumor otak mempunyai EEG yang normal. Tumor otak sendiri tidak memberi aktivitas listrik abnormal. Hanya neuron-neuron yang membuat ini pada daerah dekat tumor menjadi abnormal sedemikian rupa sehingga hypersyndironisasi dari pelepasan-pelepasan listrik dari beribu-ribu atau berjutajuta sel saraf membentuk gelombang lanibat atau gelombang runcing pada EEG. Mungkin tumor ini memberi kelainan metabolik dari neuron-neuron didekatnya, mungkin dengan tekanan langsung, oedema atau raengacau (merusak) innervasi daerahnya. Meningoma raenunjukkan sedikit abnormalitas pada E.E.G. Pada kasus-kasus didapatkan 53% dengan focus abnormal. Pada meningioma intraventriculer enam dari delapan kasus menunjukkan EEG yang abnormal. 2) Foto Tengkorak Beberapa sarjana menyatakan bahwa perubahan-perabahan dari X foto tengkorak pada meningioma 22,5% adalah normal, 75,5% abnormal. Kelainan radiologis tersebut adalah: a) Hyperostosis : 25% - 44,1 % b) Pembesaran dari canalis yang dilalui oleh arteri meningiamedia (foramen Spinosum): 25% c) Perkapuran dari tumor : 3% 20% d) Kerasakan dari tulang : 1,5% -16,1% e) f) g) Pembuatan specule : 4,3% adalah pembuatan tulang-tulang baru sebagai Penebalan tulang yang difus Hyperostosis dan kalsifikasi tumor teratama Psammomatous tiang yang ramping tegak lurus pada permukaan tulang yang normal.

merupakan tanda yang paling penting untuk diagnosa meningioma disamping peningkatan Vascularisasi dan kerasakan tulang. Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos. Dinidikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi tulang dan dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh darah meninx menggambarkan dilatasi arteri meninx yang mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus . 3) Angiografi Kelainan pembuluh darah yang paling khas pada meningioma adalah

adanya pembuluh darah yang meraberi darah pada neoplasma oleh cabangcabang arteri sistim karotis ekstema. Bila mendapatkan arteri karotis ekstenia yang memberi darah ke tumor yang letaknya intrakranial maka ini mungkin sekali neningioma. Umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat menimbulkan gambaran "spoke wheel appearance". Selanjutnya arteri dan kapiler memperlihatkan gambaran vascular yang homogen dan prominen yang disebut dengan mother and law phenomenon Meningioma menunjukkan dri-ciri paling khas sebagai berikut:: (i) Mendapat darah dari sistim karotis ekstema. (ii) Homogenous akan tetapi sharphy sircumscribed cloud, ya itu adanya tumor cloud yang homogen dari cairan kontras pada selurah tumor. Batas vaskuler intrinsik dari meningioma sering jelas sekali dan konfigurasinya berbentuk bulatbulatan (lobulated). Dan (iii). Tetap adanya cairan kontras dalam tumor. Terdapat tetap adanya tumor cloud untuk waktu yang agak lama pada serialogram. Tumor Stain masih terlihat pada film terakhir ialah delapan sainpai sembilan detik setelali permulaan dari injeksi cairan kontras. (iii) lebih dapat dipercaya daripada (ii). 4) Pneumoensefalografi atau Ventrikulografi Pneumografi dapat menunjukkan paling jelas tumor intraventrikuler dan tumor yang letaknya dalam, dekat pada ventrikel atau mengadakan invasi pada straktur di garis tengah (invading midline structures). 5) Brain Scan Brain scan biasanya kurang cermat untuk diagnosa dari tumor yang tumbuh lambat dan berasal dari glia. Mungkin tak lebih dari separo menunjukkan Brainscan yang positlp. Keterbatasan atau kejelekan dari radionucleide brainscan ini ialali tak dapat memberi petunjuk yang dapat dipercaya mengeiiai jenis atau maeam nature dari lesi. la hanya menunjukkan suatu daerah dengan uptake yang abnormal dalam kepala, yang dapat sebagai neoplasma, vaskuler, radang atau trauma. la tak memberi informasi mengenai status dari otak dan derajad dari deformitas atau adanya edema otak, dilatasi ventrikel atau tekanan intrakranial yang tinggi. Dalam hal ini, C.T. scan dari otak lebih superior dibandingkan dengan isotop brain scan. 6) Computerized Tomography scan (CT scan) CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak meningioma. Tampak gambran isodense hingga hiperdense pada foto

sebelum kontras, dan gambaran peningkatan densitas yang homogeny pada foto kontras. Tumor juga memberikan gambaran komponen cystic dan kalsifikasi pada beberapa kasus. Udem peritumoral dapat terlihat dengan jelas. Perdarahan dan cairan intratumoral sampai akumulasi cairan dapat terlihat. Meningioma biasanya lebih padat dibandingkan dengan otak oleh karena adanya Calcium dalam tumor. Nilai absorpsi mungkin antara 20-300 Um, dan lesi-lesi itu dengan densitas sedang, bertambah jelas dengan penyuntikan, kontras walau dengan jumlah yang sedikit (20 - 40 cc). Bila meningioma dengan densitas sangat mendekati otak,maka kita dapat salah menerka edema sebagai tumor dan dapat mendiagnosis salah sebagai glioma. Sesuai dengan laporan BECKER dkk bila meningioma mengandung banyak calcium, ia sangat padat dan diagnosisnya jelas. CT. Scan dapat menunjukkan ventrikel dan ruangan subarachnoid, juga massa tumor, sering dapat memberi infonnasi tentang lokalisasi secara terperinci. Histopatologik, Histopatologi dari meningioma menunjukkan gambaran yang beraneka ragam. Beberapa sarjana membagi menjadi gambaran yang sederhana didasarkan jenis yang paling sering didapatkan. 7) Pembiakan jaringan (Tissue Culture) Sejak tahun 1928 pembiakan jaringan meningioma telah dilakukan, tetapi tidak didapatkan bentuk-bentuk pertunibuhan, sampai COSTERO dkk pada th 1955 mendapatkan pertunibuhan meningioma whorls yang khusus. Bentuk whorls tidak selaiti didapatkan pada semua pembiakan jaringan meningioma, tetapi whorls ini merupakan tanda khas adanya meningioma dan tidak pernah didapatkan pada tumor-tumor yang lain baik intra maupun ekstraserebral.l Menurat U.I.C.C. (Unio Intemationalis Contra Cancrum) gambaran histopatologi sebagai berikut: a) Epitheloid b) Meningotheliomatous c) Endotheliomatous d) Fibroblastic / Fibromatous e) Psammomatous Pemeriksaan Radiologi Umumnya pada banyak pasien, tidak ditemukan kelainan pada

pemeriksaan radiografi. Foto polos kepala dapat memberikan gambaran kalsifikasi karena ada meningioma pada dasar tulang kepala dengan bentuk

yang konveks. Meningioma dapat mengakibatkan reaktif hyperostosis yang tidak berhubungan dengan ukuran tumor. Osteolisis jarang mengakibatkan meningioma yang jinak dan malignan. Pemeriksaan foto polos kepala sebagai penunjang penyaki meningioma masih memiliki derajat kepercayaan yang tinggi. Gambaran yang sering terlihat plak yang hyperostosis, dan bentuk sphenoid , dan pterion. Kalsifikasi tanpa adanya tumor pada foto polos kepala dapat menunjukkan hasil false-negatif pada meningioma. Banyak pasien dengan meningioma otak dapat ditegakkan secara langsung dengan menggunakan CT atau MRI.
a.

Foto polos

Otak

Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos. Foto polos diindikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi tulang dan dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh darah meninx menggambarkan dilatasi arteri meninx yang mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus. b. Computed Tomography (CT scan) CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak meningioma. Tampak gambaran isodense hingga hiperdense pada foto sebelum kontras, dan gambaran peningkatan densitas yang homogen pada foto kontras. Tumor juga memberikan gambaran komponen kistik dan kalsifikasi pada beberapa kasus. Udem peritumoral dapat terlihat dengan jelas. Perdarahan dan cairan intratumoral sampai akumulasi cairan dapat terlihat. CT-scan memiliki kelebihan untuk menggambarkan meningioma. Invasi

sepanjang dura serebri sering muncul akibat provokasi dari respon osteoblas, yang menyebabkan hiperostosis.8 Gambaran CT-scan paling baik untuk menunjukkan kalsifikasi dari meningioma; dapat dilihat pada gambar-gambar berikut. The CT nature of the calcification may be nodular, fine and punctate, or dense. Penelitian histologi membuktikan bahwa proses kalsifikasi > 45% adalah meningioma.

Gambar 1. Meningioma otak. CT-scan nonkontras menunjukkan meningioma fossa media. Massa kalsifikasi melekat pada anterior tulang petrous kanan. Terlihat kalsifikasi berbentuk cincin dan punctata. Tidak terlihat adanya edema.

Gambar 2. Dua kasus berbeda. A, B. CT-scan menunjukkan kalsifikasi meningioma dari lobus parietal. C, D. CT-scan nonkontras potongan axial menunjukkan massa kalsifikasi yang homogeny melekat pata tulang parietal kanan. Jaringan lunak tumor banyak terlihat pada bagian posterior. Penyebab kalsifikasi minor lain pada hemispere serebri kiri disebabkan oleh penyakit parasit. Gambaran MRI potongan coronal T2 menunjukkan deposit kalsium (seperti bintang) yang dikelilingi jaringan solid. Pada kasus ini tidak terlihat edema.

CT-scan efektif menunjukkan hyperostosis, destruksi tulang, erosi pada perlekatan dura. Hiperostosis sering terlihat 15-20% pada pasien. Lihat gambar berikut.

Gambar 3. Meningioma otak. Gambaran CT-Scan tanpa zat kontras menunjukkan sebuah meningioma maligna di lobus frontal yang muncul seperti massa dengan densitas tinggi. Kavitas kistik bisa berupa nekrosis tumor, perdarahan yang lama, degenaratif kistik atau CSF yang terjebak. Edema dan pergeseran Midline ke bagian kiri anterior juga dapat terlihat.

Gambar 4. Meningioma otak. CT-Scan tanpa kontras menunjukkan meningioma maligna di lobus frontal. Dapat terlihat peningkatan densitas dan massa yang homogen dan perselubungan yang berbentuk cincin.

Gambar 5. Meningioma otak. Meningioma maligna pada lobus frontal. CT-scan pada frontal internal cerebri dan gambaran diploic menunjukkan erosi dan infiltrasi tulang.

CT-scan dapat menunjukkan perdarahan tumor akut dan pelebaran pembuluh darah pada kalvarium. Massa yang homogeny dengan densitas yang sama mengelilingi otak dapat 2533% adalah meningioma. Densitas meningioma lebih tinggi disbanding otak. Meningioma dapat menimbulkan edema yang luas, necrosis dan jarang terjadi perdarahan. Edema tidak terjadi pada 50% pasien karena pertumbuhan yang lambat, tetapi dapat meluas. Edema lebih dominan terjadi di lapisan white matter, dan mengakibatkan penurunan densitas. Lihat gambar berikut.

Gambar 6. Meningioma otak. CT-scan nonkontras menunjukkan isodensitas sphenoid-wing meningioma. Fissura Sylvii kiri kolaps sebagian.

Gambar 7. Meningioma Otak. CT-scan menunjukkan meningioma isodensitas spenoid. Massa meningioma terlihat setelah diberi injeksi zat kontras secara intravena.

Zat kontras pada CT-Scan akan menunjukkan tumor dengan densitas sedang sampai kuat; dapat dilihat pada gambar-gambar dibawah.

Gambar 8. Meningioma Otak. Meningioma pada lobus parietal. CT-scan dengan kontras menunjukkan lingkaran, peningkatan desitas, dan massa unilobus. Perlekatan massa pada bagian dura serebral, sehingga adanya terlihat edema yang jelas pada otak.

Gambar 9. Meningioma otak. Meningioma lobus parietal. Injeksi pada arteri meningeal media menunjukkan adanya perkumpulan tumor. Vaskularisasi yang meningkat dapat di lihat di posterior dari massa. Vena drainase tidak terlihat.

Periperal kistik dapat mengakibatkan cairan serebrospinal terperangkap yang dapat dilihat pada gambaran berikut.

Gambar 10.

Meningioma otak. Tentorium posterior meningioma dengan potongan coronal pada CT-scan dengan zat kontras. Terdapat massa yang berbatas tegas dengan peningkatan densitas di sepanjang tentorium. Penumpukan cairan serebrospinal, edema subtle, hemodensitas, dan dilatasi ventrikel.

Komponen-kompenen kistik pada meningioma dapat terlihat di dalam tumor atau antara tumor dengan jaringan otak, oleh karena itu disebut CSF yang terjebak. c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk mengevaluasi meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa, dengan gejala tergantung pada lokasi tumor berada.9 Kelebihan MRI dalam memberikan gambaran meningioma adalah resolusi 3 dimensi. Kemampuan MRI untuk membedakan tipe dari jaringan ikat, kemampuan multiplanar, dan rekonstruksi 3D. Dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 11. Meningioma Parasagital. A. MRI nonkontras potongan sagital T1 menunjukkan massa dural yang padat dengan invasi dan kompresi terhadap korteks parietal. B. MRI dengan zat kontras potongan sagittal T1 menunujukkan perlekatan sebagian tumor. C. Potongan Koronal T2 menunjukkan massa padat yang menunjukkan jaringan padat. Gambaran ini menunjukkan meningioma fibroblastik. D. MRI potongan axial T1 dengan zat kontras menujukkan hiperintensitas yanr terletak di sumsum tulang.

Gambar 12. A. Nonkontras angio-MRI lateral menunjukkan oklusi sinus sagital ssuperior

akibat invasi oleh meningioma. B. MRI rekonstruksi menunjukkan obstruksi venavenas sagital dan memperlihatkan tumor dalam 3D. MRI dapat memperlihatkan vaskularisasi tumor, pembesaran arteri, dan invasi sinus venos, dan hubungan antara tumor dengan dengan sekeliilingnya.Kelebihan lain dapat melihat area juxtasellar dan fossa posterior dan kadang dapat menunjukkan hubungan penyebaran penyakit melalui CSF. Kemampuan multiplanar adalah kemampuan untuk memvisualisasikan kontak tumor dengan meningen, kapsul tumor, dan kontras pada meningeal dapat memperjelas tumor. Dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 13. Meningioma otak. MRI nonkontras menunjukkan meningioma parasagital. Gambaran homogen menunjukkan massa yang bulat dengan kapsul tipis. Tumor terletak pada dura sagitalis kiri. Massa tampak mendorong trigonum ventrikel.

Gambar 14. Meningioma otak. MRI nonkontras potongan axial menunjukkan paarasagital meningioma. Gambar T1 menunjukkan homogenitas, panjang T1 dan massa dilapisi kapsul. Tumor melekat pada falx serebri bagian kiri. Massa terlihat disepanjang girus serebri.

Gambar 15. Meningioma multiple: A. Sagittal T1 menunjukkan fossa posterior dan meningioma parietal. B Gadolinium pada Sagittal T1 menunjukkan pengkontrasan massa. C. T2 coronal menunjukkan penampilan intensitas rendah dari massa posterior setelah embolisasi endovaskular.

Gambar 16. Maligna dan multiple meningioma. Seorang lelaki kulit putih, 47 tahun dibedah dengan Gamma Knife karena meningioma conveks, diikuti dengan pembedahan micro untuk mengangkat tumor pada tahun 2001. A, B. 4 tahun yang lalu -Desember 2005- MRI menunjukkan sebuah massa sisa di paretal dan occipital. Sinus sigmoid kiri tersumbat. C, D. Sebuah meningioma kecil pada frontal kanan juga dioperasi radiologi pada waktu yang sama. Edema dan peningkatan intensitas setelah injeksi gadolinium. Diagnosis Banding Diagnosa banding tergantung dari bentuk gejala sebenamya dan usia penclerita. Telah dibuat sejumlah diagnosa banding pada beberapa penyelidikan.Kira-kira separo dari kasus-kasus dengan insuffisiensia serebral sepintas lalu dan berulang-ulang pada penderita yang tua menyerupai infark otak atau insuffiensia serebro vaskuler. Seringkali juga menyerupai chronic subdural hematoma, perdarahan subarachnoid dan meningitis serosa.

PENATALAKSANAAN a. Operatif Penatalaksanaan meningioma terganting dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf. dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat selurah tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi. Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa hari sebelum operas! dilaksanakan. Pemberian antibiotik perioperatif digunakan sebagai profilaksis pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisem pseudomonas, serta pemberian inetronidazol mastoid . Klasifikasi penatalaksanaan dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial: 1) Grade I Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal 2) Grade II Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura 3) Grade III Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan dura, atau mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus yang terserang atau tulang yang hiperostotik) 4) Grade IV Reseksi parsial tumor 5) Grade V Dekompresi sederhana (biopsy) b. Radioterapi Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasuskasus rekurensi baik yang didaliului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak, Pada kasus meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, (untuk organisme anaerob) ditambalikan apabila operas! direncanakan dengan pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau

keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi, external beam irradiation masih belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus meiiingioma yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi yang mendukung teori ini belurn banyak dikemukakan . Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan pertimbangan koraplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf optikus sangat rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi. Koraplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat radioterapi. c. Radiasi Stereotoktik Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang berasal dari Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat (proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan stereotaktik ini dapat mengurangi kornplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang dari 2,5 cm. Steiner dan koleganya menganalisa pasien meningioma yang diterapi dengan gamma knife dan diobservasi selama 5 tahun. Mereka menemukan sekitar 88% pertumbuhan tumor ternyata dapat dikontrol. Kondziolka dan kawankawan memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan tumor dalam 2 tahun pada 96 % kasus. Bara-baru ini peneliti yang sama melakukan studi dengan sampel 99 pasien yang diikuti selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan pertumbuhan tumor sekitar 93 % kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit neurologis baru pada pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut kejadiannya sekitar 5 % . d. Kemoterapi Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak barn sedikit sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC)

dan adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak. Laporan dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclopliosphamide, adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi. Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone (anti progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjiitkan 10 mg 2 kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau parsial pada tiga pasien . Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200 mg perhari selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14 pasien menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa tumor pada empat pasien dan satu pasien gangguan lapang pandangnya membaik walaupun tidak terdapat pengurangan massa tumor; terdapat pertumbuhan ulang pada salah satu pasien tersebut. Pada studi yang kedua dari kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan pertumbuhan tumor berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan pengurangan ukuran yang minimal pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar pada meningioma tetapi sampai sekarang belum ada terapi yang menjadi prosedur tetap untuk terapi pada tumor ini .

PROGNOSIS Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa snrvivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi, Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila letaknya mudah dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila ada: 1) Invasi dan kerusakan tulang 2) tumor tidak berkapsul pada saat operasi 3) invasi pada jaringan otak. Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan pengalaman operasi para ahli bedah maka angka kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan angka kematian post operasi selama lima tahun (1942-1946) adalah 7,9% dan (1957-1966) adalah 8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu yaitu perdarahan dan edema otak.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN I. Pengkajian Data Subjektif Identitas Pasien dan Penanggung Jawab Nama Jenis kelamin Usia Status Agama Alamat Pekerjaan Pendidikan Bahasa Suku bangsa Dx Medis Sumber biaya Riwayat keluarga Genogram Keterangan genogram Status kesehatan Status kesehatan saat ini Keluhan Utama (saat MRS dan saat ini) Alasan MRS dan perjalanan penyakit saat ini Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya Status kesehatan masa lalu Penyakit yang pernah dialami Pernah dirawat Alergi Kebiasaan (merokok/kopi/alcohol atau lain lain yang merugikan kesehatan) Riwayat penyakit keluarga Diagnosa Medis dan Therapi .

Dikaji berdasarkan 14 kebutuhan dasar menurut Virginia Handerson, yaitu : Bernafas Dikaji apakah pasien mengalami gangguan pernafasan, sesak, atau batuk, serta ukur respirasi rate. Makan Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah disediakan RS, apakah pasien mengalami mual atau muntah ataupun kedua-duanya. Minum Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah ada perubahan (lebih banyak minum atau lebih sedikit dari biasanya). Eliminasi (BAB / BAK) Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar. Gerak dan aktifitas Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan aktivitasnya saat menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah didiagnosa mengalami alergi) atau saat menjalani perawatan di RS. Rasa Nyaman Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya, misalnya pasien merasa nyeri di perut bagian kanan atas (dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya, kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri) Kebersihan Diri Dikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS Rasa Aman Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya, dan apakah pasien merasa lebih aman saat ditemani keluarganya selama di RS. Sosial dan komunikasi Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS dan lingkungan sekitar (termasuk terhadap pasien lainnya). Pengetahuan Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita saat ini dan terapi yang akan diberikan untuk kesembuhannya. Rekreasi Dikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia senangi.

Spiritual Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien menerima penyakitnya adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun sebaliknya. Data Objektif Pemeriksaan fisik Keadaan umum Tingkat kesadaran CCS Tanda-tanda vital Keadaan fisik Kepala dan leher Dada Payudara dan ketiak Abdomen Genitalia Integument Ekstremitas Pemeriksaan neurologist Pengkajian saraf cranial Olfaktori(penciuman ) Optic (penglihatan ) Okulomotor(gerak ekstraokular mata,dilatasi pupil) Troklear(gerak bola mata ke atas ke bawah) Trigeminal(sensori kulit wajah,pergerakan otot rahang) Abdusens(gerakan bola mata menyamping) Fasial(ekspresi fasial dan pengecapan) Auditori(pendengaran) Glosofaringeal(pengecapan,kemampuan menelan,gerak lidah) Vagus(sensasi faring,gerakan pita suara) Aksesori(gerakan kepala dan bahu) Hipoglosal(posisi lidah) Pemeriksaan ROM AKTIF & PASIF Pemeriksaan Penunjang Arterigrafi atau Ventricolugram ; untuk mendeteksi kondisi patologi pada sistem ventrikel dan cisterna.

CT SCAN ; Dasar dalam menentukan diagnosa. Radiogram ; Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur, penebalan dan klasifikasi; posisi kelenjar pinelal yang mengapur; dan posisi selatursika. Elektroensefalogram (EEG) ; Memberi informasi mengenai perubahan kepekaan neuron. Ekoensefalogram ; Memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra serebral. Sidik otak radioaktif ; Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat radioaktif. Tumor otak mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif 2. Diagnosa Keperawatan Gangguan perfusi cerebral Nyeri akut Resiko cidera Gangguan mobilitas fisik Ansietas berhubungan Resiko kekurangan nutrisi 3.Rencana tindakan Dx1. Nyeri akut Tujuan :Setelah diberikan askep selama ..x24 jam,diharapakan nyeri yang dirasakan pasien berkurang dengan ,kriteria hasil: Klien melaporkan nyeri berkurang/terkontrol, Wajah pasien tidak meringis Intervensi : mandiri 1. Teliti keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang memperburuk dan meredakan. R/ Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan. 2. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah, gelisah, menangis/meringis, perubahan tanda vital. R/ Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami.

3. Instruksikan pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri timbul. R/ Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat mengurangi beratnya serangan. 4. Berikan kompres dingin pada kepala. R/ Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi Kolaborsi Berikan analgesik sesuai indikasi atau program medis. R/ : menurunkan nyeri Dx 2. Gangguan perfusi cerebral Tujuan :setelah diberikan askep selama .x24 jam,diharapkan gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang,dengan kriteria hasil: Pasien dapat mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan.kognisi,dan fungsi motorik/sensorik Tanda-tanda vita stabil Intervensi: mandiri 1.Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK R/untuk menentukan pilihan intervensi yang tepat 2. Catat status neurologi secara teratur, badingkan dengan nilai standart R/mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial adanya peningkatan TIK 3.Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana R/ mengukur kesadaran secara keseluruhan 4. Pantau tekanan darah R/normalnya,autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat fluktasi tekanan darah sistemik 5.Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan penglihatan kabur R/gangguan penglihatan yang dapat diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada otak ,mempunyai konskuensi terhadap keamanan dan akan mempengaruhi intervensi

5Pantau suhu lingkungan sesuai indikasi R/demam dapat mencerminkan kerusakan hipotalamus .selanjutnya akan terjadi peningkatan TIK 6. Pantau intake, output, dan ukur berat badan sesuai indikasi R/ bermanfaat sebagai indicator dari total cairan tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan 7.Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai R/petunjuk nonverbal ini mengindikasikan adanya peningkatan TIK 8.Hindari /batasi penggunaan restein R/restein mekanik dapat menanbah respons melawan yang akan meningkatkan TIK Kolaborasi 1.tinggikan kepala pasien 15-45 derajat sesuai indikasi yang dapat ditoleransi R/meningkatkan aliran balik vena dari kepala,sehingga akan mengurangi kongesti dan edema atau resiko terjadi peningkatan TIK Dx 3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama .x24 jam ,diharapkan Kebutuhsn nutrisi dapat terpenuhi ,dengan criteria hasil: -Nutrisi klien terpenuhi - Mual berkurang sampai dengan hilang. Intervensi mandiri 1.Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat. R/ Makanan yang hangat menambah nafsu makan. 2. Kaji kebiasaan makan klien. R/ Jenis makanan yang disukai akan membantu meningkatkan nafsu makan klien. 3. Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam. R/ Tarik nafas dalam membantu untuk merelaksasikan dan mengurangi mual. 4. Timbang berat badan bila memungkinkan. R/ Untuk mengetahui kehilangan berat badan.

Kolaborasi 5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin R/ Mencegah kekurangan karena penurunan absorsi vitamin larut dalam lemak. 4.Penatalaksanaan Penatalaksanaan adalah perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan tindakan yang direncanakan oleh perawat Dalam melaksanakan proses keperawatan harus kerjasama dengan tim kesehatan kesehatan yang lain keluarga klien dan dengan klien sendiri, meliputi 3 hal : a. Melaksanakan tindakan keperawatan dengan memperhatikan kode etik dengan standar praktek dan sumber sumber yang ada. b. Mengidentifikasi respon klien. c. Mendokumentasikan/mengevakuasi keperawatan dan respon pasien. Faktor faktor yang perlu di perhatikan : Kebutuhan klien. Dasar dari tindakan. Kemampuan perseorangan dan keahlian/keterampilan dari perawat. Sumber sumber dari keluarga dank lien sendiri. Sumber sumber dari instansi. pelaksanaan tindakan

5.evaluasi Pada tahap akhir dari proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil ya ng diharapkan telah tercapai. Evaluasi yang merupakan proses terus menerus, diperlukan untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi merupakan proses interaktif dan kontinu, karena setip tindakan keperawatan dilakukan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam berhubungan dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi intervensi/hasil pasien yang mungkin diperlukan

DAFTAR PUSTAKA Black, P., Morokoff, A., Zauberman, J., Claus, E., dan Carroll, R. 2007. Meningiomas: Science and Surgery. Journal Online: Clinical Neurosurgery Volume 54, 2007. Denizot, Y., Armas, R., Durand, K., Robert, S., JacquesMoreau, J., dan Caire, F. 2009. Analysis of Several PLA2 mRNA in HumanMeningiomas. Artikel Online: Hindawi Publishing Corporation Mediators of Inflammation Volume 2009, Article ID 689430, 8 pages Fynn, E. 2006. Multiple Meningiomas. Jurnal Online: SA Journal of Radiology June 2006. Gazzeri, R., dan Galarza, M. 2007. Growth of a Meningioma in a Transsexual Patient after Estrogen-Progestin Therapy. Jurnal Online: n engl j med 357;23 www.nejm.org december 6, 2007. Lee, A., Wallace, C, Rewcastle, B., dan Sutherland, G. 1998. Metastases to Meningioma. Jurnal Online: AJNR Am J Neuroradiol 19:1120 -1122, June 1998. Ojo, A. 2006. Multiple Meningiomas. Jurnal Online: SA JOURNAL OF RADIOLOGY June 2006. Yekeler, E., Dursun, M., Yilmazbayhan, D., dan Tunaci, A. 2005. Multiple pulmonary metastases from intracranial meningioma: MR imaging findings. Jurnal Online: Diagn Interv Radiol 2005; 11:28-30. Mardjono M, Sidharta P. Dalam: Neurologi klinis dasar. : Fakultas Kedokteran Universtas Indonesia; 2003. Hal 393-4. Luhulima JW. Menings. Dalam: Anatomi susunan saraf pusat. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2003. Netter HF, etc. Spinal nerve origin. In: Neuroanatomy and neurophysiology. USA: Icon Custom Communication: 2002. P. 24 Meningiomas. [cited 2009 November 20]. Available from: www. Mayfieldclinic.com Meningioma[cited 2009 November 20]. Available from:. http://www.cancer.net Fyann E, Khan N, Ojo A. Meningioma. In: SA Journal of Article Radiology. SA: Medical University of Southern Africa; 2004. p. 3-5.

You might also like