You are on page 1of 7

Pruritus Senilis

A. Pengertian Pruritus merupakan sensasi kulit yang tidak nyaman, bersifat iritatif, dan menimbulkan rangsangan untuk menggaruk. Pruritus merupakan gejala dari pelbagai penyakit kulit. Bila tidak disertai dengan kelainan kulit maka disebut pruritus esensial atau pruritus sine materia atau pruritus simptomatik. B. Etiologi Pruritus dapat disebabkan oleh faktor eksogen dan endogen. 1. Faktor eksogen Dermatitits kontak (pakaian, logam, benda asing), rangsangan oleh ektoparasit (serangga tungau scabies, pedikulus, larva migrans) atau faktor lingkungan yang membuat kulit kering 2. Faktor endogen Seperti reaksi obat atau penyakit (contoh diskriasia darah, limfoma keganasan alat dalam, dan kelainan hepar dan ginjal). C. Manifestasi Klinis 1. Garukan, sering lebih hebat pada malam hari. 2. Ekskoriasi, kemerahan, area penonjolan pada kulit (kutil) 3. Infeksi, peruhahan pigmentasi kulit. 4. Gatal yang amat sangat sehingga menyebabkan ketidakmampuan pada individu. D. Patofisiologi Pruritogen menyebabkan ujung serabut saraf C pruritoseptif teraktivasi. Serabut saraf C tersebut kemudian menghantarkan impuls sepanjang serabut saraf sensoris. Terjadi input eksitasi di Lamina-1 kornu dorsalis susunan saraf tulang belakang. Hasil dari impuls tersebut adalah akson refleks yang mengeluarkan

transmiter yang menghasilkan inflamasi neurogenik (substansi P, CGRP, NKA, dll). Setelah impuls melalui pemrosesan di korteks serebri, maka akan timbul suatu perasaan gatal dan tidak enak yang menyebabkan hasrat untuk menggaruk bagian tertentu tubuh. E. Klasifikasi Pruritus Pruritoceptive itch : Akibat gangguan yang berasal dari kulit. Misalnya, inflamasi, kering, dan kerusakan kulit. Neuropathic itch : Akibat gangguan pada jalur aferen saraf perifer atau sentral. Misalnya, pada herpes dan tumor. Neurogenic itch : Tidak ada gangguan pada saraf maupun kulit, namun terdapat transmitter yang merangsang gatal. Misalnya, morphin dan penyakit sistemik (ginjal kronis, jaundice). Psikogenic itch : Akibat gangguan psikologi. Misalnya, parasitophobia.

F. Mediator Penyebab Gatal Pada Kulit 1. Histamin Konsentrasi histamin yang rendah pada lapisan dermo-epidermal menyebabkan sensasi gatal, namun injeksi yang lebih dalam (deeper intracutaneus) menyebabkan nyeri. Histamin disintesis di dalam sel mast dan tersimpan pada granula sel mast. Ketika terjadi reaksi radang, sel mast terdegranulasi dan keluarlah histamin tersebut. Histamin terdiri dari dua macam, H1 dan H2. Histamin yang menyebabkan gatal adalah H1. 2. Serotonin Amina jenis ini ditemukan pada platelet, tetapi tidak terdapat pada sel mast manusia. Serotonin dapat menyebabkan gatal melalui pelepasan histamine dari sel mast dermal. 3. Endopeptidase Endopeptidase seperti tripsin atau papain dapat menyebabkan gatal. Tripsin adalah komponen penting dari sel mast dermal dan dilepaskan akibat aktivasi sel mast. Sel mast memperoleh triptase, dari kerja

proteinase-activated receptor-2 (PAR-2) pada terminal saraf C yang berdekatan sehingga membangkitkan neuropeptida pruritogenik dari terminal yang sama. Hal ini memperlihatkan interaksi sistem imun dan sistem saraf dalam menyebabkan sensasi gatal. Selain tripsin, reaksi inflamasi juga menghasilkan interleukin-2 (IL-2) yang ikut berperan dalam timbulnya gatal. 4. Neuropeptida Substansi P yang terdapat pada terminal neuron C dilepaskan sebagai akibat dari kerja triptase sel mast pada PAR-2 dan menyebabkan gatal dengan baik dengan aksi langsung maupun memicu pelepasan histamin oleh sel mast melalui reseptor NK-1. Dosis rendah dari morphin menyebabkan gatal dan efeknya adalah pelepasan prostaglandin dan degranulasi sel mast. Reseptor agonis opioid adalah pada saraf tulang belakang atau ganglia dorsal karena dosis rendah dari morphine dapat menyebakan gatal segmental. 5. Eicosanoid Transformasi asam arakidonat (prostaglandin, leukotrin) memiliki peran yang kuat dalam mediator inflamasi tetapi tidak secara langsung menyebabkan gatal. Prostaglandin E (PGE) menyebabkan gatal melalui mediator lain. Konsentrasi rendah PGE pada satu area kulit menurunkan ambang batas timbulnya sensasi gatal akibat kerja histamin pada area tersebut. G. Perubahan Anatomi Kulit pada Lansia Secara ilmiah kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar yang menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya yang membungkus seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia. Cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan.

Kulit merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan umum dengan melihat perubahan yang terjadi pada kulit. Misalnya menjadi pucat, kekuning-kuningan, kemerah-merahan atau suhu kulit meningkat, memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada tubuh atau gangguan kulit karena penyakit tertentu. Gangguan psikis juga dapat menyebabkan kelainan atau perubahan pada kulit. Misalnya, karena stress, ketakutan atau dalam keadaan marah, akan terjadi perubahan pada kulit wajah. Perubahan struktur kulit dapat menentukan apakah seseorang telah lanjut usia atau masih muda. Wanita atau pria juga dapat membedakan penampilan kulit. Perubahan Sistem Integumen dan Jaringan Ikat pada Lansia 1. Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak. 2. Kulit kering & kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adiposa. 3. Kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik, sehingga tidak begitu tahan terhadap panas dengan temperatur yang tinggi. 4. Kulit pucat dan terdapat bintik bintik hitam akibat menurunnya aliran darah dan menurunnya sel sel yang meproduksi pigmen. 5. Menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan penyembuhan luka luka kurang baik. 6. Kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh. 7. Pertumbuhan rambut berhenti, rambut menipis dan botak serta warna rambut kelabu. 8. Pada wanita > 60 tahun rambut wajah meningkat kadang kadang menurun. 9. Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang menurun. 10. Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak rendahnya akitfitas otot. 11. Menurunnya respon terhadap trauma. 12. Rambut pada hidung dan telinga menebal. 13. Mekanisme proteksi kulit menurun.

H. Pruritus Senilis Kulit senile yang kering dan mudah menderita fisur (chapped skin) mudah menjadi pruritik. Pruritus senilis sering terjadi pada orang tua dengan usia 60 tahun atau lebih. Pruritus dapat terjadi dengan atau tanpa reaksi inflamatorik. Rasa gatal terjadi karena stimulasi ringan, seperti gosokan dengan pakaian atau perubahan suhu di sekitar penderita. Pruritus senilis biasanya merupakan gejala dari penyakit lain. Oleh karena itu penting untuk mengetahui penyebab dari gejala tersebut. Daerah yang tersering ialah daerah genital eksterna, perineal dan perianal. Selain pruritus senilis sine material pada orang tua, ada pula pruritus yang merupakan permulaan dermatitis eksfoliativa generalisata (eritroderma). Kadang-kadang terdapat genesis dermatitis seboroik atau psoriasis. Penyakit-penyakit yang biasanya mendasari dari pruritus senilis:

Ekzema Neurodermatitis Urtikaria Infeksi jamur Penyakit kulit oleh parasit, seperti skabies Penyebab yang paling sering pada pruritus senilis adalah kulit yang sangat

kering (xerosis kutis atau xerodermia). Kejadian ini tidak hanya akibat dari natural skin aging, pengaruh lingkungan, dapat juga oleh kulit yang sangat kering. Penyakit internal yang menjadi penyebab dari gejala pruritus adalah gangguan ginjal, gangguan fungsi hati dan di abetes mellitus. General pruritus juga dapat terjadi akibat interoleransi obat. I. Penatalaksanaan a. Lakukan kompres dingin seperti es batu, bedak dingin yang mengandung mentol, bila keluhan pruritus masih berlanjut, perlu pemeriksaan pruritus akibat masalah sistemik.

b. Gunakan Alpha-Keri, Lubath (bath oil) yang mengandung surfaktan dan membuat minyak bercampur dengan air rendaman untuk membersihkan kulit. c. Preparat kortikosteroid topikal bermanfaat sebagai obat anti-inflamasi untuk mengurangi rasa gatal. d. Antihistamin, seperti difenhidramin (Benadryl), efektif membuat tidur nyenyak, sedangkan antihistamin nonsedasi seperti terfenadin (seldane) baik untuk menghilangkan pruritus pada siang hari. Sementara antihistamin trisiklik seperti doksepin (sinequen) untuk pruritus akibat nueropsikogen.

DAFTAR PUSTAKA
1. Suria Djuanda, editors. Hubungan Kelainan Kulit dan Penyakit Sistemik. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. 2. Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatricks Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw Hill; 2008. 3. Norman RA. Xerosis and pruritus in the elderly: recognition and management. Dermatol Ther 2003; 16: 254259. 4. Wilkinson SM, and Beck MH. Rooks Textbook Of Dermatology 7th ed. Australia: Blackwell Publishing. 2004. 5. Young AW. The diagnosis of pruritus in the elderly. J Am Geriatr Soc. 1967; 15: 750758.

You might also like