You are on page 1of 54

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons ( sumber seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); suatu perasaan takut akan terjadi sesuatu yang disebabkan oleh antisipasi bahaya. Ini merupakan sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya yang akan datang dan memperkuat individu mengambil tindakan menghadapi ancaman. Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak dimiliki objek yang spesifik. Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang bahwa tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna; suatu keadaan di mana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan (NANDA, 2005) Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain ( Stuart & Sundeen, 1995 ). Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya citra tubuh. Citra tubuh adalah sekumpulan sikap yang didasari atau tidak disadari oleh individu terhadap tubuhnya. Citra tubuh meliputi meliputi persepsi saat ini dan masa lampau. Citra tubuh juga dapat diartikan sebagai sikap, persepsi, keyakinan, dan pengetahuan individu secara sadar atau tidak sadar terhadap tubuhnya yaitu ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan

objek yang kontak secara terus menerus (anting, make-up, kontak lensa, pakaian, kursi roda) baik masa lampau maupun sekarang. Gangguan Citra Tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, sturktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang sering kontak dengan tubuh. B. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah tentang Asuhan Keperawatan Masalah Psikososial : Askep Pada Pasien Dengan Kecemasan, Ketidakberdayaan Dan Gangguan Citra Tubuh ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan umum Tujuan penulisan makalah ini agar mahasiswa mengetahui dan memahami konsep tentang Asuhan Keperawatan Masalah Psikososial : Askep Pada Pasien Dengan Kecemasan, Ketidakberdayaan Dan Gangguan Citra Tubuh, sehingga mahasiswa diharapkan dapat mengaplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari sebagai anggota

masyarakat atau mahasiswa keperawatan. 2. Tujuan khusus Tujuan khusus dalam penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui: 1. Mengidentifikasi konsep dasar asuhan keperawatan pasien dengan masalah psikososial dan gangguan kesehatan jiwa (Kecemasan, Ketidakberdayaan Dan Gangguan Citra Tubuh). 2. Melakukan pengkajian dengan masalah psikososial dan gangguan kesehatan jiwa (Kecemasan, Ketidakberdayaan Dan Gangguan Citra Tubuh). 3. Membuat perencanaan keperawatan pada pasien dengan masalah psikososial dan gangguan kesehatan jiwa (Kecemasan,

Ketidakberdayaan Dan Gangguan Citra Tubuh). 4. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan masalah psikososial dan gangguan kesehatan jiwa (Kecemasan,

Ketidakberdayaan Dan Gangguan Citra Tubuh). 2

5.

Melakukan dokumentasi keperawatan pada pasien dengan masalah psikososial dan gangguan kesehatan jiwa (Kecemasan, Ketidakberdayaan Dan Gangguan Citra Tubuh).

C.

Metode Penulisan Metode penulisan yang penulis gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah pola deskripsi, yakni mengambarkan, memaparkan serta menjelaskan kembali apa yang telah penulis dapat dan telah penulis pelajari sebelumnya dari berbagai sumber yang telah penulis padukan menjadi satu rangkaian berdasarkan pemahaman penulis, berdasarkan study literature dalam blok Keperawatan Kesehatan Jiwa. Ada pula metode penulisan untuk bahan sumber yang kami dapatkan adalah sebagai berikut: 1. Mencari bahan di perpustakaan berdasarkan sumber yang sesuai dengan materi 2. 3. 4. Mencari buku sumber yang sesuai dengan materi yang dibutuhkan Mencari jurnal yang berhubungan dengan pembahasan Mencari ke internet , dll.

D.

Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan Pada bab ini berisikan tentang : latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan Bab II Tinjauan teoritis Bab ini berisi mengenai teori tentang kecemasan, ketidakberdayaan, gangguan citra tubuh, dan dilanjutkan dengan asuhan keperawatan dari ketiga pembahasan BAB III Simpulan Bab ini berisikan kesimupulan dari pembahasan yang sudah di bahas

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan a. Menurut Capernito (2001) kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas, non spesifik. b. Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang menggambarkan perasaan, keadaan emosional yang dimiliki seseorang pada saat menghadapi kenyataan atau kejadian dalam hidupnya (Rivai,2000). c. Kecemasan adalah perasaan individu dan pengalaman subjektif yang tidak diamati secara langsung dan perasaan tanpa objek yang spesifik dipacu oleh ketidak tahuan dan didahului oleh pengalaman yang baru (Stuart dkk,1998) d. Berdasarkan definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan, tidak enak, khawatir dan gelisah. Keadaan emosi ini tanpa objek yang spesifik, dialami secara subjektif dipacu oleh ketidak tahuan yang didahului oleh pengalaman baru, dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. 2. Etiologi Hingga saat ini ada 3 pemikiran yang bisa menjelaskan penyebab dari serangankecemasan yang dialami seseorang, yaitu: a. Biologis Semua manusia memiliki kode ketakutan di dalam gennya, jadi setiap orangsebenarnya memiliki potensi untuk mengalami

kecemasan. Tapi kondisi ini bisa sangatmempengaruhi seseorang

tapi tidak dengan orang lain. Hal ini kemungkinan turutdipengaruhi oleh ketidakseimbangan senyawa kimia di dalam otak yang membuatkecemasan atau ketakutan menjadi abnormal. b. Perilaku Pola-pola perilaku tertentu mengajarkan seseorang bertindak dengan caraberbeda. Misalnya jika sejak kecil seringkali diterapkan perilaku main sendiri atau tidakterlalu bersosialisasi, maka kondisi ini bisa terbawa hingga dewasa yang membuatnyamenjadi takut atau cemas untuk berhadapan dengan orang lain.

3.

Klasifikasi tingkat kecemasan Menurut Carpenito (2001) klasifikasi tingkat kecemasan dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu: a. Kecemasan ringan Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsi. Tanda dan gejala antara lain: persepsi dan perhatian meningkat, waspada, mampu mengatasi situasi bermasalah dapat mengintegrasikan pengalaman masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang. b. Kecemasan sedang Memungkinkan seseorang untuk memusatkan seseorang pada hal yang nyata dan mengesampingkan yang lain, sehingga mengetahui perhatian yang sedikit, tetapi dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Tanda dan gejala dari kecemasan sedang yaitu persepsi agak menyempit secara selektif, tidak perhatian tetapi dapat mengarahkan perhatian. c. Kecemasan berat Cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat berfikir tentang hal yang lalin. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan

pengarahan untuk dapat memusatkan pada area lain. Tanda dan gejala dari kecemasan berat yaitu persepsinya sangat kurang, berfokus pada hal yang detail, tidak dapat berkonsentrasi lebih, sangat mudah mengalihkan perhatiaan, serta tidak mampu

berkonsentrasi. d. Tingkat panic Berhubungan dengan terpengaruh ketakutan dan teror. Tanda dan gejala dari tingkat panik yaitu peningkatan aktifitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, dan persepsi yang menyimpang.

4.

Faktor yang mempengaruhi kecemasan a. Umur Prawirohardjo (2003) menspesifikasikan umur kedalam tiga

kategori, yaitu: kurang dari 20 tahun tergolong muda, 20-30 tahun tergolong menengah, dan lebih dari 30 tahun tergolong tua. Soewandi (1997) mengungkapkan bahwa umur yang lebih muda lebih mudah menderita stress dari pada umur tua. b. Keadaan fisik Menurut Carpenito (2001) penyakit adalah salah satu faktor yang menyebabkan kecemasan. Seseorang yang sedang menderita penyakit akan lebih mudah mengalami kecemasan dibandingkan dengan orang yang tidak sedang menderita penyakit. c. Sosil budaya Menurut Soewardi (1997), cara hidup orang dimasyarakat juga sangat memungkinkan timbulnya stress. Individu yang mempunyai cara hidup teratur akan mempunyai filsafat hidup yang jelas sehingga umumnya lebih sukar mengalami stress. Demikian juga dengan seseorang yang keyakinan agamanya rendah.

d.

Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang baik dari dalam maupun dari luar. Orang yang akan mempunyai pendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah atau mereka yang tidak berpendidikan. Kecemasan adalah respon yang dapat dipelajari. Dengan demikian pendidikan yang rendah menjadi faktor penunjang terjadinya kecemasan (Raystone, cit Meria 2005).

e.

Tingkat pengetahuan Soewandi (1997) mengatakan bahwa pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mudah mengalami stress. Ketidaktahuan terhadap suatu hal dianggap sebagai tekanan yang dapat

mengakibatkan krisis dan dapat menimbulkan kecemasan. Stress dan kecemasan dapat terjadi pada individu dengan tingkat pengetahuan yang rendah, disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh.

5.

Tanda dan gejala kecemasan Menurut Carpenito (2001), sindrom kecemasan berfariasi tergantung tingkat kecemasan yang dialami seseorang, yang manifestasi gejalanya terdiri dari : a. Gejala fisiologis Peningkatan frekuensi nadi, tekanan darah, nafsu, gemetar, mual muntah, sering berkemih, diare, insomnia, kelelahan dan kelemahan, kemerahan atau pucat pada wajah, mulut kering, nyeri (dada, punggung dan leher), gelisah, pingsan dan pusing. b. Gejala emosional Individu mengatakan merasa , ketakutan, tidak berdaya, gugup, kehilangan percaya diri, tegangtidak dapat rileks, individu juga memperlihatkan peka terhadap rangsang, tidak sabar, mudah marah,

menangis, cenderung menyalahkan orang lain, mengkritik diri sendiri dan orang lain. c. Gejala kognitif Tidak mampu berkonsentrasi, kurangnya orientasi lingkungan, pelupa (ketidakmampuan untuk mengingat) dan perhatian yang berlebihan.

6.

Rentang respon Ansietas

RENTANG RESPON ANSIETAS

Respon Adpatif

Respon Maladatif

Antisipasi

Ringan

Sedang

Berat

Panik

7.

Faktor penyebab Kecemasan/ Ansietas a. Faktor Predisposisi Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa : 1) Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional. 2) Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu. 3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.

4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego. 5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu. 6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga. 7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya. 8) Kajian biologis, medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena

benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

b.

Faktor presipitasi Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu : 1) Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi : a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil). b) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.

2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal. a) Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat

mengancam harga diri. b) Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

8.

Sumber Koping Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005).

9.

Mekanisme Koping Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi

merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005). Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu : a. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara

10

objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik, dan memenuhi kebutuhan secara realitas. 1) Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan. 2) Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress. 3) Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara yang biasa di lakukan individu, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal. b. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut : 1) Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien. 2) Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian. 3) Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien. 4) Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.

10. Penatalaksanaan Kecemasan Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut : a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara : 1) Makan makan yang bergizi dan seimbang.

11

2) Tidur yang cukup. 3) Cukup olahraga. 4) Tidak merokok. 5) Tidak meminum minuman keras.

b.

Terapi psikofarmaka.
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.

c. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.

d. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain : 1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri. 2) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan. 3) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.

12

4) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat. 5) Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan. 6) Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.

e. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.

11. Asuhan Keperawatan Kecemasan a. Pengkajian 1. 2. Identitas Klien Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui gejala ataumekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan. Data fokus yang perlu dikaji pada klien yang mengalami ansietas adalah sebagai berikut Menurut (Stuart & Sundeen,1995) : 1. PerilakuAnsietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologisdan perilaku secara tidak langsung

melaluitimbulnya gejala atau mekanisme kopingsebagai upaya untuk melawan ansietas. a) Faktor Predisposisi b) Faktor Presipitasi c) Stresor Pencetus

13

a. Ancaman terhadap integritas fisik, meliputi disabilitas fisiologis yang akanterjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. b. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diridan fungsi sosial. d) Penilaian Stresor Penilaian stresor mendorong pengkajian perilaku dan persepsi klien dalammengembangkan intervensi yang tepat. Sehingga pemahaman ansietasmemerlukan integrasi banyak faktor seperti pengetahuan dari perspektif psikoanalisis, interpersonal, perilaku, genetik dan biologis. e) Sumber Koping Memanfaatkan dan menggerakan sumber koping yang ada disekitar lingkingandapat mengatasi stres dan ansietas yang dialami oleh individu. Sumber kopingtersebut berupa modal ekonomi, kemampuan menyelelesaikan

masalah,dukungan sosial dan keyakinan budaya. f) Mekanisme Koping Ketidakmampuan mengatasi ansietas sacara konstruktif merupakan penyebabutama terjadinya perilaku patologis. Pola mekanisme koping yang biasadigunakan untuk mengatasi ansietas ringan cenderung tetap meskipun ketikaansietas menjadi lebih intens.ansietas ringan lebih sering ditangani tanpa sadar.Ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping : 1) Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pada tindakan untukmemenuhi tuntutan stres secara realistis. a. Perilaku menyerang digunakan untuk

menghilangkan

ataumengatasi

hambatan

pemunuhan kebutuhan.

14

b. Perilaku menarik diri digunakan utntuk menjauhkan diri darisumber ancaman, baik secara fisik maupun psikologis. c. Perilaku kompromi digunakan untuk

mengubah cara yang biasanya dipakai individu, mengganti tujuan atau

mengorbankankebutuhan personal. 2) Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dansedang. Tetapi karena respon tersebut bersifat relatif pada tingkat tidak sadar dan mencakup penipuan diri dan distorsi realitas, maka mekanisme inidapat menjadi respon maladaptif terhadap stres. 2. Analisa Data No. 1. DS :
-

Data

Masalah Ansietas ringan

Pasien

mengatakan

masih

memikirkan merasa cemas DO :


-

keadaannya,

Pasien tampak gelisah dan sedikit berkeringat

TTV: Suhu : 37,90C Nadi : 100 x/ mnt RR : 24 x/ mnt

TD :130/90 mmHg 2. DS`:


-

Ansietas sedang mengatakan sering

Klien

merasakan gelisah

15

Susah untuk tidur Sering ragu ragu

DO :
-

Keadaan umum lemah Cemas Tegang diwajah Ansietas berat mengatakan takut sering yang

3.

DS :
-

Klien

merasakan berlebihan
-

Klien tidur

mengatakan

susah

Sulit untuk berkosentrasi Sering gelisah

DO :
-

Klien tampak sangat gelisah Klien kepalanya menundukan

Klien tampak sedih RR : 30 x / menit

3. Diagnosa Keperawatan a. Ansietas ringan b. Ansietas Sedang c. Ansietas Berat

16

b.

Rencana Asuhan Keperwatan

No. Diagnosa 1. Ansietas ringan

Tujuan
-

Intervensi 1. Dukung dan terima

Rasional 1. Ansietas berat dan panic dikurangi dapat dengan

Tupen : Klien sudah tidak cemas

mekanisme pertahan diri klien

Tupan : pasien akan mengurangi ansietasnya sampai tingkat sedang atau ringan

mengizinkan klien untuk menentukan besarnya yang ditangani. 2. Bersikap tenang 2. Perilaku dimodifikasi dengan mengubah dan klien dapat stress dapat

terhadap klien, Kurangi stimulus lingkungan

lingkungan interkasi

dengan lingkungan 3. Ikutlah terlibat dengan aktivitas klien untuk 3. Dengan mendorong aktivitas ke luar

17

memberikan

dukungan

rumah, membatasi

perawat waktu

pada penguatan perilaku produktif secara social

klien yang tersedia untuk koping sambil meningkatkan partisipasi meninkmati dan aspek mekanisme destruktif

kehidupan lainnya 4. Berikan medikasi yang dapat membantu 4. Efek yang hubungan terapeutik

mengurangi rasa tidak nyaman klien, Amati

dapat ditingkatkan jika kimiawi gejala kemungkinan klien untuk mengarahkan perhatian pada kendali terhadap

efek samping medikasi dan lakukan penyuluhan kesehatan yang relevan

18

konflik mendasari 2. Ansietas Sedang Tupen : Konsep dan Percaya diri normal Tupan : Kecemasan dan ketakutan teratasi Kriteria Hasil :
-

yang

1. Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/situasi. Dorong mengekspresikan dan jangan menolak perasaan dan marah,kehilangan dan takut

1. Pasien dapat takut mati atau cemas tentang lingkungan. Cemas berkelanjutan mungkin terjadi dalam berbagai derajat selama beberapa waktu dan dapat dimanifestasikan oleh gejala depresi

Rasa takut berlebih (-) Perilaku menghindar(-) menantang

Gelisah dan tegang diwajah(-) Susah tidur(-) KU normal

2. Catat adanya kegelisahan, menolak atau menyangkal (afek tak tepat atau menolak mengikuti program

2. Penelitian terhadap frekuensi hidup antara individu tipe A/tipe B dan dampak penolakan

19

medis).

telah berarti dua. Namun penelitian menunjukkan beberapa hubungan antara derajat ekspresi marah atau gelisah.

3. Mempertahankan gaya percaya (tanpa keyakinan yang salah)

3. Pasien dan orang terdekat dapat dipengaruhi oleh cemas/ketidaktenan gan anggota tim kesehatan. Penjelasan yang jujur dapat menghilangkan kecemasan

4. Kaji tanda verbal/non verbal kecemasan dan

4. Pasien mungkin tidak menunjukkan

20

tinggal dengan pasien. lakukan tindakan bila pasien menunjukkan perilaku merusak.

masalah secara langsung, tetapi kata-kata/tindakan dapat menujukkan rasa agitasi,marah dan gelisah.Intervensi dapat membantu pasien meningkatkan kontrol terhadap perilakunya sendiri

3.

Ansietas berat

Tupen : Klien akan mengurangi ansietasnya

1. Dukung dan terima mekanisme pertahanan diri klien.

1. Ansietas berat dan panik dapat dikurangi dengan mengizinkan klien untuk menentukan besarnya stres yang dapat ditangani.

sampai tingkat sedang atau ringan. Tupan : Klien sudah tidak merasa cemas Kriteria hasil
-

RR kembali normal (20-24x/menit)

21

Wajah klien tidak tampak sedih

2. Berikan umpan balik pada klien tentang perilaku, stresor dan sumber koping. Hindari perhatian terhadap fobia, ritual, atau keluhan fisik.

2. Jika klien tidak mampu menghilangkan ansietas, ketegangan dapat mencapai tingkat panik dan klien dapat kehilangan kendali.

3. Pada awalnya, berbagi aktivitas dengan pasien untuk memberikan dukungan dan penguatan perilaku produktif secara sosial.

3. Dengan mendorong aktifitas keluar rumah perawat membatasi waktu pasien yang tersedia untuk mekanisme koping destruktif sambil meningkatkan partisipasi

22

danmenikmati aspek kehidupan lainnya

23

c. Implementasi Implementasi yang dilakukan antara lain membantu klien mengatasi situasi yang menimbulkan ansietas, memberikan informasi dan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga mengenai ansietas. Dimulai dari pemahaman tentang pengertian ansietas, tanda dan gejala ansietas, tingkatan ansietas, penyebab munculnya ansietas serta cara mengatasi ansietas.

d. Evaluasi Evaluasi, didapatkan data bahwa klien mengatakan rasa takut dan khawatir berkurang. Klien terlihat tidak gelisah, tubuhnya rileks dan klien tidak mengalami keterbatasan pola pikir. Hasil pemeriksaan tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi 92X/menit dan frekuensi pernapasan 19X/menit.

24

B. Konsep Ketidakberdayaan 1. Pengertian Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang bahwa tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna; suatu keadaan di mana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan (NANDA, 2005) 2. Etiologi a. b. c. d. Gayah hidup ketidak berdayaan Lingkungan perawatan kesehatan Kurangnya umpan balik positif Umpan balik negative yang konsiten

3.

Tanda dan Gejala a. Data subyektif: 1. Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai kemampuan mengendalikan atau mempengaruhi situasi. 2. 3. Mengungkapkan tidak dapat menghasilkan sesuatu Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustasi terhadap

ketidakmampuan untuk melakukan tugas atau aktivitas sebelumnya 4. 5. b. Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri.

Data Obyektif: 1. 2. Ketidakmampuan untuk mencari informasi tentang perawatan Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat diberikan kesempatan 3. 4. Enggan mengungkapkan perasaan sebenarnya Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan iritabilitas, ketidaksukaan, marah, dan rasa bersalah.

25

5.

Gagal mempertahankan ide/pendapat yang berkaitan dengan orang lain ketika mendapat perlawanan.

6. 7. 8. 9.

Apatis dan pasif Ekspresi muka murung Bicara dan gerakan lambat Tidur berlebihan

10. Nafsu makan tidak ada atau berlebihan 11. Menghindari orang lain

c. Scaning diagnosa ketidakberdayaan Terlampir

4.

Batasan karakteristik a. Akspresiperbal dari tidak adanya control atau pengaruh atau situasi,hasil atau perawatan diri b. Tidak berpartisipasi dalam perawatan ataupengambilan keputusan saat kesempatan yang diberikan c. Mengekspresikan keraguan keraguan yang berkenaan dengan pelaksanaan peran d. Segan mengekspresikan perasaan yang sebenarnya, takut diasingkan dari pengaruh apatis

5.

Asuhan Keperawatan a. Pengkajian


1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Identitas Klien Keluhan utama atau alasan masuk Faktor predisposisi Aspek fisik atau biologis Aspek psikososial Status mental Kebutuhan persiapan pulang

26

8. 9.

Mekanisme koping Masalah psikososial dan lingkungan

10. Pengetahuan 11. Aspek medik 12. Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,

Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.

13. Analisa Data

No. 1.

Data DS : tidak ada artinya pingin mati saja.

Masalah Resiko menciderai

Klien mengatakan hidupku sudah diri

DO : Wajah klien tegang, merah 2. DS: Gangguan : konsep diri

Klien mengatakan malu karena diri

harga

ketidakberdayaan yang ada pada rendah dirinya DO: Klien menunduk, bicara pelan, tangan memegangi keningnya. 3. DS : Klien mengatakan Perubahan persepsi

sering sensori : halusinasi

mendengar suara-suara aneh yang akustik. menyuruhnya untuk marah-marah, kadang-kadang suara ayahnya

yang menuntutnya untuk cepat bekerja. DO :

27

Pandangan mata tidak terfokus Klien terlihat bingung dan tidak ada kontak mata dengan perawat. 4. DS : Isolalasi Sosial :

Klien mengatakan malu karena menarik diri ketidakberdayaan yang ada pada dirinya DO : Selama berada di Rumah klien lebih senang di kamar atau melihat TV dari pada kumpul dengan teman-temannya.

b. Diagnosa Keperawatan
1. 2. 3. 4.

Resiko menciderai diri Gangguan konsep diri : harga diri rendah Perubahan persepsi sensori : halusinasi akustik. Isolasi Sosial : menarik diri

28

c. Rencana Asuhan Keperawatan

No. 1.

Diagnosa Resiko menciderai diri Tupen : Klien

Tujuan
1.

Intervensi Bina Hubungan saling percaya. 1.

Rasional Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada

tidak

menciderai

dirinya sendiri Tupan : Keadaan umum klien

perawat dan sebagai dasar intervensi selanjutnya.


2.

sudah kembali pulih, dan dapat membina

kepercayaan dengan orang sekitar Kriteria Hasil :


-

Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.

2.

Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu klien dalam masalah yang konstruktif.

Klien dapat membina hubungan saling percaya

Klien dapat terlindung dari perlaku

29

menciderai dirinya
-

3.

Anjurkan klien mengungkapkan penyebab rasa jengkel/kesal

3.

Pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.

Klien dapat mengekspresikan perasaannya

4.

Anjurkan klien klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

4.

Memudahkan dalam pemberian tindakan klien.

5.

Bicarakan akibat/kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien

5.

Mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.

30

2.

Gangguan konsep diri : Tupen : harga diri rendah Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal Tupan : Klien dapat membina hubungan saling percaya Kriteria Hasil :
-

1. Bina hubungan saling percaya:

1. Bina hub. Saling

Sapa klien Beri salam/panggil nama klien Tanyakan nama panggilan kesukaan klien Sebutkan nama perawatan sambil berjabat tangan

percaaya kelancaran hubungan interaksi selanjutnya

untuk

Ekspresi bersahabat,

wajah

Jelaskan maksud hubungan interaksi

menunjukkan senang, a

rasa

Jelaskan kontrak yang akan dibuat Beri rasa aman dan sikap empati Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan

da kontak mata, mau berjabat tangan, mau nama, menyebutkan

mau salam,

menjawab

dasar klien

klien

mau

duduk

31

berdampingan dengan perawat

2. diskusikan kemampuan dan

2. Diskusikan tingkat

aspek positif yang dimiliki klien

kemampuan klien seperti realita, menilai kontrol

diri, atau integritas ego, diperlakukan sebagai asuhan keperawatan


3. Setiap

dasar

bertemu dari

klien memberi

3. Reinforecement

hindarkan

akan meningkatkan harga diri klien

penilaian negatif

4. Utamakan

memberi

pujian

4. Pujian

realistic

yang realistic

tidak menyebabkan klien melakukan

32

kegiatan karena

hanya ingin

mendapatkan pujian

3.

Perubahan sensori akustik. :

persepsi Tupen : halusinasi Klien dapat berinteraksi dengan sehingga halusinasi Tupan : Klien dapat membina orang tidak lain terjadi

1. Bina

hubungan

saling 1.

Hubungan saling percaya merupaka landasan utama untuk hubungan selanjutnya

percaya : salam terapeutik, perkenalan tujuan diri, jelaskan ciptakan tenang, jelas

interaksi, yang

lingkungan buat

kontrak

yang

(waktu, tempat dan topik pembicaraan)


2. Observasi tingkah laku klien 2.

hubungan saling percaya Kriteria Hail :


-

Observasi yang tepat dapat membantu klien untuk mengatasi halusinasinya. dengan

Klien menyebutkan

dapat

terkait dengan halusinasinya : penglihatan, klien jika yang

penyebab menarik diri yang berasal dari: Dirisendiri, orang

menemukan

sedang halusinasi
3. Diskusikan dengan klien apa 3.

33

lain, lingkungan

yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri

mengungkapkan perasaan klien, perawat dapat mengidentifikasi halusinasi klien dan membantu untuk mengatasinya.

kesempatan mengungkapkan perasaannya

4. diskusikan dengan keluarga 4.

Keluarga dapat memahami dan mengerti bagaimana cara merawat klien dengan halusinasi di rumah

(pada

saat

pertemuan

keluarga/ kunjungan rumah

5.

4.

Isolalasi menarik diri

Sosial

- Tupen :

1. Bina hubungan saling percaya dapat dengan :

1. Hubungan saling percaya

Klien

34

berinteraksi lingkungannya
- Tupan :

dengan

- beri

salam

setiap

merupakan langkah awal

berinteraksi - Perkenalkan nama, nama panggilan perawat, dan

untuk melakukan interaksi

Klien dapat membina hubungan percaya perawat


- Kriteria Hasil :

saling dengan

tujuan perawat berkrnalan - Tanyakan dan panggil

nama kesukaan klien - Tunjukan sikap jujur dan dapat menepati janji setiap kali berinteraksi - Tanyakan masalah klien 2. Diskusikan bersama klien 2. Reinforcement dapat meningkatkan harga diri klien perilaku klien 3. Mengetahui sejauh mana perasaan yang dan

Klien

mengungkapkan perasaanya verbal Membalas sapaan Dapat mengungkapkan perasaannya secara

dihadapi

tentang manfaat berhubungan sosial dan kerugian menarik diri 3. Observasi

tentang berhubungan sosial

35

pengetahuan klien tentang berhubungan dengan orang lain

36

4.

Implementasi Sp I Pasien
1. 2. 3. 4. 5.

Membina hubungan saling percaya dengan klien Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien. Melakukan kontrak treatment Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri

Sp II Pasien
1. 2. 3.

Mengidentisifikasi aspek positif pasien Mendorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri sendiri Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang berharga

Sp III Pasien
1. 2. 3. 4. 5.

Mengidentisifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien Menilai pola koping yng biasa dilakukan Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif Mendorong pasien memilih pola koping yang konstruktif Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif dalam kegiatan harian

Sp IV Pasien
1. 2. 3.

Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis Memberi dorongan pasien melakukan kehiatan dalam rangka meraih masa depan yang realistis

SP 1 Keluaga
1.

Mendiskusikan massalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien

2.

Menjelaskan pengertia, tanda dan gejala resiko bunuh diri, dan jenis prilaku yang di alami pasien beserta proses terjadinya

37

3.

Menjelaskan cara-cara merawat pasien resiko bunuh diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya.

SP II Keluarga
1.

Melatih keluarga: mempraktekan cara merawat pasien dengan resiko bunuh diri

2.

Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien resiko bunuh diri.

SP III Keluarga
1.

Membantu keluarga membuat jadual aktivitas dirumah termasuk minum obat

2.

Mendiskusikan sumber rujukan yang bias dijangkau oleh keluarga

5.

Evaluasi
1. 2. 3. 4. 5.

Klien dapat membina hubungan saling percaya Klien terlindung dari perilaku resiko bunuh diri Klien dapat mengarahkan moodnya lebih baik Klien dapat menggunakan dukungan sosial Klien dapat menggunakan koping adaptif dan meilhat sisi positif dari masalahnya

6.

Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

38

C. Konsep Gangguan Citra Tubuh 1. Pengertian a. Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain ( Stuart & Sundeen, 1995 ). Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya citra tubuh. b. Citra tubuh adalah sekumpulan sikap yang didasari atau tidak disadari oleh individu terhadap tubuhnya. Citra tubuh meliputi meliputi persepsi saat ini dan masa lampau. Citra tubuh juga dapat diartikan sebagai sikap, persepsi, keyakinan, dan pengetahuan individu secara sadar atau tidak sadar terhadap tubuhnya yaitu ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang kontak secara terus menerus (anting, make-up, kontak lensa, pakaian, kursi roda) baik masa lampau maupun sekarang. c. Gangguan Citra Tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, sturktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang sering kontak dengan tubuh.

2.

Tanda dan Gejala a. Menolak melihat, menyentuh bagian tubuh yang berubah. b. Menolak penjelasan perubahan tubuh. c. Persepsi negative terhadap perubahan tubuh. d. Mengungkapkan keputusasaan. e. Mengungkapkan ketakutan.

3.

Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan citra tubuh Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep diri. Selain itu, sikap dan

39

nilai kultural dan sosial juga mempengaruhi citra tubuh. Pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dan pandangan orang lain. Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistik terhadap dirinya, menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan membuatnya lebih merasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Proses tumbuh kembang fisik dan kognitif perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh bila dibandingkan dengan aspek lain dari konsep diri (Potter & Perry, 2005).

4.

Negatif dan positif Citra tubuh Citra tubuh yang negatif merupakan suatu persepsi yang salah mengenai bentuk individu, perasan yang bertentangan dengan kondisi tubuh individu sebenarnya. Individu merasa bahwa hanya orang lain yang menarik dan bentuk tubuh dan ukuran tubuh individu adalah sebuah tanda kegagalan pribadi. Individu merasakan malu, self-conscious, dan khawatir akan badannya. Individu merasakan canggung dan gelisah terhadap badannya (Dewi, 2009). Citra Tubuh yang positif merupakan suatu persepsi yang benar tentang bentuk individu, individu melihat tubuhnya sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Individu menghargai badan/tubuhnya yang alami dan individu memahami bahwa penampilan fisik seseorang hanya berperan kecil dalam menunjukkan karakter mereka dan nilai dari seseorang. Individu merasakan bangga dan menerimanya bentuk badannya yang unik dan tidak membuang waktu untuk mengkhawatirkan makanan, berat badan, dan kalori. Individu merasakan yakin dan nyaman dengan kondisi badannya (Dewi, 2009).

40

5.

Asuhan Keperawatan Gangguan Citra Tubuh a. Pengkajian


1. 2.

Identitas klien Data demografi a. Perawat mengkaji identitas klien dan melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang nama perawat, nama klien, panggilan perawatan, panggilan klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan. b. c. Usia dan nomor rekam medic Menuliskan sumber data yang didapat

b. Analisa Data No. Data 1. DS : - Klien mengatakan bahwa Masalah Harga diri rendah

hidupnya sudah tidak berguna lagi - Klien mengatakan tidak mau bergaul dengan orang lain - Klien mengatakan bahwa

dirinya pernah mengalami - S DO : - Klien banyak menunduk - Kontak mata kurang - Klien berbicara lamban dan suara klien kecil - Klien mengalihkan pembicaraan dalam pandangan

41

2.

DS : - Klien mengatakan minder untuk tertarik pada lawan jenis karena merasa tidak ganteng/cantik DO : - Klien tampak sedih - Terlihat ada perubahan pada penampilan (jerawat)

Gangguan Citra tubuh

3.

DS : - Klien mengatakan malas untuk bergaul dengan orang orang dilingkungan sekitar - Klien mengatakan jarang ke luar rumah

Isolasi Sosial

DO : - Klien menjawab seperlunya saja - Klien tampak menundukan

kepalanya - Kontak mata klien kurang - Klien sering menyendiri 4. DS : - Klien mengatakan Resiko gangguan sensori dahulu persepsi halusinasi

pernah melihat bayangan hitam pada malam hari - Klien dapat mengontrol

halusinasinya dengan baik

DO : - Klien tampak melamun

42

- Ketika

diberi

pertanyaan,

jawaban yang diberikan klien terkadang tidak nyambung

c. Diagnosa Keperawatan 1. 2. 3. 4. Harga diri rendah Gangguan Citra tubuh Isolasi social Resiko gangguan sensori persepsi halusinasi

43

6.

Rencana Asuhan Keperawatan Gangguan Citra Tubuh No. 1. Diagnosa Harga rendah diri Tujuan - Tupen : klien meningkatkan interaksi prang optimal - Tupan : Klien membina percaya perawat - kriteria hasil : ekspresi wajah dapat saling dengan lain dengan secara dapat Intervensi 1. Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya : a. Bimbing klien mengungkapkan perasaannya b. Gunakan pertanyaan terbuka c. Dengarkan ungkapan klien dengan aktif
7. Beri respon yang tidak

Rasional 1. Dengan mengungkapkan perasaannya beban klien berkurang akan

2. Respon menghakimi dapat merusak hubungan saling percaya dan menurunkan harga

menghakimi : a. Tidak menyalahkan pendapat klien b. Menerima pendapat

klien bersahabat mau

44

mengutarakan masalah yang

klien
8. Ciptakan lingkungan yang

diri klien 3. Lingkungan tenang membantu dalam memfokuskan pikiran yang mampu klien

sedang dihadapi kontak mata ada

tenang dengan cara mengurangi stimulus eksternal yang berlebihan dalam interaksi

9. Diskusikan kemampuan dan

4. Memotivasi

klien

aspek positif yang dimiliki klien

memandang dirinya secara Penilaian positif, negatif

semakin menambah rasa tidak percaya diri klien 2. Gangguan tubuh cita 1. Binalah hubungan saling percaya antara klien dengan perawat 1. Dasar mengembangkan tindakan keperawatan 2. Berikan kesempatan 2. Klien membutuhkan

45

pengungkapan perasaan

pengalaman didengarkan dipahami dan

3. Bantu klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya

3. Menetralkan kecemasan yang

tidak perlu terjadi dan realitas ketakutan memulihkan situasi, merusak

adaptasi klien 4. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri 4. Membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi 5. Dorong klien agar bersosialisasi dengan orang lain 5. Membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi

46

3.

Isolasi sosial

- Tupen : Klien dapat

1. Bina

hubungan

saling

4. Hubungan

saling

percaya dengan : - beri salam setiap

percaya merupakan langkah awal untuk melakukan interaksi

berinteraksi dengan lingkungannya - Tupan : Klien dapat

berinteraksi - Perkenalkan nama, nama panggilan perawat, dan tujuan berkrnalan - Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien - Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi - Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien 2. Diskusikan bersama klien perawat

membina hubungan saling percaya

dengan perawat - Kriteria Hasil : Klien dapat

mengungkapkan perasaanya secara verbal Membalas sapaan

5. Reinforcement

47

Dapat mengungkapkan perasaannya

tentang berhubungan

manfaat sosial dan

dapat meningkatkan harga diri klien

kerugian menarik diri 3. Observasi perilaku klien 6. Mengetahui sejauh mana klien berhubungan dengan orang lain pengetahuan tentang

tentang berhubungan sosial

4.

Resiko gangguan sensori persepsi halusinasi

- Tupen :

1. Observasi klien

tingkah

laku dengan

1. Observasi tepat membantu untuk

yang dapat klien mengatasi

terkait

- Tupan : - Kriteria Hasil : -

halusinasinya : penglihatan, jika menemukan klien yang sedang halusinasi 2. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan

halusinasinya. 2. dengan mengungkapkan perasaan perawat klien, dapat

48

mengungkapkan perasaannya

mengidentifikasi halusinasi klien dan membantu mengatasinya. untuk

3. diskusikan dengan keluarga (pada saat pertemuan

3. Keluarga memahami

dapat dan

keluarga/ kunjungan rumah)

mengerti bagaimana cara merawat klien dengan halusinasi di rumah

4. kolaborasi

memberian

4. Meingkatkan keterampilan aktivitas klien

terapi aktivitas kelompok

49

5. Evaluasi Keberhasilan tindakan terhadap perubahan gambaran tubuh pasien dapat diidentifikasi melalui perilaku pasien yaitu memulai kehidupan

sebelumnya, termasuk hubungan interpersonal dan sosial, pekerjaan dan cara berpakaian, mengemukakan perhatiannya terhadap perubahan citra tubuh, memperlihatkan kemampuan koping, kemampuan meraba, melihat, memperlihatkan bagian tubuh yang berubah, kemampuan

mengintegritasikan perubahan dalam kegiatan (pekerjaan, rekreasi dan seksual), harapan yang disesuaikan dengan perubahan yang terjadi, mampu mendiskusikan rekonstruksi (Keliat, 1998). Penyesuaian terhadap perubahan citra tubuh melalui proses seperti berikut: 1) Syok psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama pembuatan stoma ditetapkan sebagai tindakan atau pada saat stoma telah ada (paska operasi). Syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadapa ansietas. Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat pasien menggunakan mekanisme pertahanan seperti mengingkari, menolak, projeksi untuk mempertahankan keseimbangan diri. 2) Menarik diri, pasien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan tetapi karena secara tidak mungkin maka pasien positif,

menghindari/lari

emosional.

Pasien menjadi

tergantung, tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya. 3) Penerimaan/pengakuan secara bertahap. Setelah pasien sadar akan kenyataan manka respon kehilangan/ berduka muncul. Setelah fase ini pasien mulai melakukan reintegrasi dengan citra tubuh yang baru. 4) Integrasi merupakan proses yang panjang dapat mencapai beberapa bulan, oleh karena itu perencanaan pulang dan perawatan dirumah

50

perlu dilaksanakan. Pasien tidak sesegera mungkin dilatih (Keliat, 1998).

51

BAB III SIMPULAN Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons ( sumber seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); suatu perasaan takut akan terjadi sesuatu yang disebabkan oleh antisipasi bahaya. Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang bahwa tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna; suatu keadaan di mana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan Gangguan Citra Tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, sturktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang sering kontak dengan tubuh

52

DAFTAR PUSTAKA Carman, Linda Copel. 2007, Kesehatan Jiwa & Psikiatri : Pedoman Klinis Perawat, Jakarta : EGC Gail W, Stuart. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC. Mustofa, Ali. 2010. Asuhan Keperawatan Psikiatri Berbasis Klinik. Mataram Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung: PT Refrika Aditama http://nersnova.blogspot.com/2012/02/asuhan-keperawatan-jiwa-denganresiko.html diunduh pada tanggal 09 November 2012 pukul 14.50 WIB

53

LAMPIRAN

54

You might also like