You are on page 1of 6

Definisi

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbondioksida (hiperkapnea).Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipokasik) dan terjadi kematian.

Asfiksia karena sumbatan jalan napas, adalah satu dari beberapa penyebab kegagalan oksigenasi jaringan yang biasanya karena kekerasan. Asfiksia berasal dari bahasa yunani yang artinya tidak berdenyut, pengertian ini sering salah digunakan sehingga sering menimbulkan kebingungan untuk membedakan dengan status anoksia lain pada defisiensi Hb, racun sianida, sirkulasi darah yang terganggu dimana ambilan oksigen oleh jaringan terganggu.

Asfiksia Mekanik
1. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan seperti laringtis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru. 2. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral; sumbatan atau halangan pada saluran napas dan sebagainya. 3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan misalnya barbiturat, narkotika.

POLA CEDERA ASFIKSIA


1.Serangan jantung

Dicurigai ketika sedikit atau tidak ada temuan yang abnormal pada pemeriksaan kematian asfiksia mendadak.Kematian biasanya disebabkan oleh hambatan jantung karena tekanan mendadak dileher.Mekanisme yang terjadi mirip dengan syncope sinus karotikus. Kerah yang ketat akan menyebabkan bradikardi berat dan hilang kesadaran.Tanda ptekie hemorragis dan tanda lain terkadang tidak ditemukan pada kematian asfiksia karena proses gangguan sirkulasi yang sangat cepat sehingga tidak memberi waktu yang cukup terjadinya tahapan asfiksia pada umumnya. 2.Ptekie hemorragis Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam 4 fase, yaitu: - fase dispnea.Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan CO2 dalam plasma akan merangsang pusat pernapasan di medula oblongata, sehingga amplitudo dan frekuensi pernapasan akan meningkat, nadi cepat, tekanan darah meninggi dan mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan tangan. - Fase konvulsi.Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi, yang mula-mla kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik dan akhirnya timbul spasme opistotonik.Pupil dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah juga turun. Fase apnea.Depresi pusat pernapasan menjadi lebih hebat, pernapasan melemah dan dapat berhenti .Kesadaran menurun dan akibat relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja. - Fase akhir.Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Sering terdapat di kelopak mata, dibelakang telinga dan konjungtiva.Tidak selalu karena hipoksia atau meningkatnya tekanan intrakapiler.Betul bahwa ptekie lebih sering terjadi pada

kulit yang dijerat karena tekanan vena yang meningkat, tapi kenyataaannya ptekie dapat ditemukan pada tempat yang tidak berkaitan dengan penjeratan.Sebagai contoh sekelompok ptekie dapat terjadi pada kaki orang gantung diri yang terjadi mungkin karena gerakan tubuh yang terjadi sebelum kematian, tungkai yang menabrak benda keras. Hipoksia dan hiperkapnea terjadi secara bersamaan pada asfiksia, kemudian diikuti peningkatan tekanan darah, curah jantung dan katekolamin (norepinefrin) dimana norepinefrin akan meningkatkan permeabilitas endotel pembuluh darah. Distribusi ptekie pada orang dewasa biasanya pada kulit retroaurikuler, konjungtiva, thymus, subpleura dan atrioventrikular.sedangkan kematian infant mendadak menimbulkan ptekie di pleura visceralis dan parietal, thymus, perikardium. Distribusi intrathotax biasanya karena asfiksia sentral yang disebabkan karena kegagalan pusat pernapasan.Ptekie hemorragis dikonjungtiva biasanya tidak ada pada infant, kalo ada harus dicurigai kemungkinan asfiksia mekanik harus diperhatikan.Ptekie dan perdarahan luas juga bisa terjadi pada kasus dimana asfiksia bukan penyebab utama, distribusi disepanjang aorta thorakalis dan konjungtiva bisa karena kegagalan jantung akut pada penyakit pambuluh darah koroner. Masalah lain adalah adanya artefak hemorragis postmortem yang dapat dihasilkan dikulit kepala akibat pembukaan kulit kepala untuk melihat tengkorak akibat sobekan pembuluh darah kecil. 3.Sianosis dan kongestif Asfiksia tidak selalu menimbulkan sianosis sehingga faktor sianosis tidak dapat digunakan sepenuhnya untuk menentukan kematian asfiksia.Sianosis tidak kelihatan jika kadar Hb < 5 g%.Terdapatnya dilatasi vena besar dan sisi kanan jantung merupakan indikasi kematian asfiksia tapi tidak semua kematian asfiksia disertai hal ini. Adanya cairan darah dijantung pada post mortem menunjukan meningkatnya aktifitas antitrombin dan fibrinolitik. 4.Penemuan jalan napas Inhalasi berbagai material sering terjadi, lebih sering menimbulkan perdebatan karena sulitnya membuktikan sebab kematiannya. Inhalasi isi perut merupakan fase terminal asfiksia ketika pernapasan tidak teratur dna megapmegap, hilang kesadaran.Isi perut terkadang ditemukan pada pemeriksaan makro dan mikroskopik paru anak yang mati mendadak tanpa suatu kejelasan.Regurgitasi antemortem dikenali ketika ditemukan asam digesti dan nekrosis jaringan paru.

CEDERA LARING
Investigasi organ laring merupakan hal yang penting untuk mengetahui penyebab kematian akibatviolent asphyxial. Hal ini biasanya disebabkan karena rusaknya batang tenggorok akibat trauma,Mugging (pencekikan menggunakan lengan bawah), penjeratan dan bahkan kecelakaan saat melakukan hubungan seksual yang disertai hasrat menggebu-gebu. Trauma laring ini jarang sekali ditemukan pada kasus gantung diri

Kerusakan laring pada violent asphyxial deaths jarang sekali ditemukan pada anakanak. Karena pada anak-anak tulang hyoidnya masih lunak yang disebabkan adanya tulang rawan antaracorpus hyoid dan cornu majus. Pada anak-anak cartilago thyroid dan cornu superior dan inferiornya juga tidak patah karena osifikasi atau kalsifikasi belum terjadi. Kalsifikasi pada cartilago thyroidterbentuk lebih awal pada pria dibandingkan dengan wanita dan terjadi pada dekade ke 3. pada kasus violent asphyxial, tulang cornu superior lebih sering patah walaupun hanya dengan tenaga yang sedikit saja. Konsekuensinya, pada saat otopsi penting sekali untuk menghindari patahnya tulang cornu superior ini pada saat mengeluarkan

organ-organ thorak. Trakhea dan paru-paru dibebaskan dengan cara menginsisi posterior pleura parietal sepanjang garis vertebra kemudian organ-organ thorak diangkat dengan memegang bagian tengah trakea atau dengan cara menarik secara perlahan-lahan pada daerah sekitar lidah. Fraktur cartilago thyroid jarang disebabkan oleh pukulan dari depan leher. Tenaga yang dibutuhkan untuk mematahkan ala thyroid sekitar 18 Kg (40 Lb). Fraktur juga dapat terjadi padaMugging dimana leher dikonstriksikan dengan menggunakan lengan bawah. Pada kondisi tertentu kita bisa menemukan fraktur cartilago cricoid walaupun hal ini jarang ditemukan. Fraktur cartilago cricoid biasanya disebabkan oleh penekanan langsung yang mengenai cartilago cricoid, misalnya pada kasus pencekikan dimana pada pencekikan ini menggunakan bagian pinggir dari tangan atau berasal dari penekanan oleh ibu jari dan kedua tangan mencengkeram leher dari arah depan. Memar pada laring sering dalam bentuk yang luas. Hal ini mudah terlihat jika organ organ tersebut masih in situ dan mengindikasikan perlunya tindakan penanganan secara hati-hati dan juga pemeriksaan radiologi untuk mengetahui letak trauma laring secara tepat. Pemeriksaan laring yang hanya menggunakan cara palpasi tidak dapat dibenarkan dan cara diseksi juga tidak sepenuhnya memuaskan karena dapat menyebabkan fraktur artefak; lebih jauh, jika pergerakan laring dan hyoid anakanak yang tidak sewajarnya dapat dicurigai adanya fraktur jika tanda-tanda yang lain tidak ada. Fraktur yang tidak disertai adanya rembesan darah di daerah yang mengalami fraktur maka harus dicurigai terjadinya kerusakan laring pada saat postmortem pada waktu memeriksa laring. Juga hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah hemoragik pada mukosa laring tidak selalu mengindikasikan adanya fraktur. Voigt telah membuktikan bahwa fraktur laring tidak hanya terjadi pada pencekikan atau karena trauma lainnya tetapi juga bisa disebabkan karena keracunan obat sedativa, setelah intubasi, tenggelam, asfiksi traumatik yang disebabkan penekanan dada dan juga dapat disebabkan oleh penyakit jantung iskemi. Paparo dan Siegel juga menekankan bahwa hemoragik mukosa cricoarytenoid posterior tidak selalu disebabkan oleh karena trauma tapi juga karena disebabkan oleh kematian karena sebab yang macam-macam termasuk karena penyakit, obat-obatan dan physical agent. Mucosa cricoarytenoid ini terletak pada posterior laring di atas mukosa faring, posisi inilah yang menyebabkan laring membentur tulang belakang servikal saat adanya penekan dari luar yang kemudian terjadinya ruptur vena yang berasal dari pleksus laringofaringeal. Fraktur tulang hyoid lebih jarang terjadi bila dibandingkan dengan faktur tulang cornu thyroid. Ada dua mekanisme yang menyebabkan fraktur tulang hyoid.Fraktur tulang cornu majusbisa disebabkan oleh penekanan yang kuat dari samping leher. Sebagai contoh adalah pada kasus pencekikan dimana tangan terletak pada sisi samping leher dibawah sudut rahang. Kemungkinan yang lain timbul akibat adanya tekanan laring ke arah bawah. Traksi pada ligamen stylohyoid atau thyrohyoid mencegah pergerakan tulang hyoid ke bawah dan akhirnya menyebabkab patahnya bagian depan. Sebagai tambahan, kemungkinan terjadinya fraktur artefak yang menyebabkan darah postmortem keluar ke dalam jaringan leher sehingga menimbulkan kesan memar yang tidak tepat. Maka akan lebih baik jika mengeringkan darah di leher terlebih dahulu sebelum didiseksi. Diseksi ini akan lebih baik jika dilakukan secara in situ daripada setelah mengangkatnya dari tubuh. Hal ini dapat dilakukan dengan mengangkat jantung dan otak terlebih dahulu sebelum menginsisi bagian leher. Cara yang terbaik menginsisi leher adalah dengan cara menginsisi secara transversal melewati clacicula dan kemudian diteruskan incisi secara vertikal di tepi posterior dari sternocleidomastoideus diikuti dengan insisi scalp untuk mengangkat otak. Kulit yang sudah dilepaskan akan memperlihatkan jaringan bawah kulit wajah, dagu dan mukosa bibir bawah. Memar dan laserasi pada bibir dapat mudah dilihat dengan cara ini. Luka tipe ini sering terjadi pada kasusviolent asphyxia. Hal ini dikarenakan karena pukulan pada muka yang menyebabkan robeknya bibir akibat berbenturan dengan

gigi. Penting sekali untuk mengawasi arteri karotis secara hati hati pada saat melakukan diseksi leher. Pada kasus gantung diri arteri teregang dan robek melintang di bawah arteri karotis. Robeknya arteri bisa terjadi pada kasus penjeratan. Jika korban masih hidup, robekan arteri dapat menyebabkan komplikasi neurologi baik karena trombosis yang berbarengan dengan embolisasi atau karena trauma diseksi yang menyebabkan oklusi. Tekanan pada sinus karotis menyebabkan hilangnya kesadaran dan kematian dan hal ini akan terlihat sedikit memar pada daerah tersebut pada saat dilakukan otopsi.

Penampilan paru-paru
Oedema paru adalah hal yang tersering terjadi pada kasus asfiksi. Hal ini disebabkan dari efek hipoksia pada pusat vasomotor dengan berbagai macam derajatnya, bila udem paru berat maka akan tampak buih berwarna merah muda keluar dari hidung dan mulut dan bila udem paru ringan maka pemeriksaan hanya dapat dilihat dengan pemeriksaan histologi paru. Pada kasus traumatic asphyxia dimana dada tertekan, bronkus dan trakea terdapat darah, hal ini biasanya terjadi pada koban kecelakaan lalu lintas. Kondisi ini sering terjadi pada tulang dada yang lentur yaitu pada anak-anak dimana dadanya tertekan tanpa menimbulkan patah tulang iga yang kemudian kembali ke bentuk semula. Pada keadaan ini, hemoragi terjadi akibat dari benturan dan laserasi internal paru-paru dan sering menjadi hemoragi yang luas tanpa menyebabkan robekan pleura. Yang perlu diperhatikan pada korban kecelakaan adalah perdarahan asfiksi, dimana darah terhisap dari luka yang ada di hidung, bibir dan rahang. korban bisa diselamatkan jika hal ini diketahui dengan cepat. Dengan cara aliran udara dilancarkan dengan penghisapan.

TANDA DAN ASPHIXIA

LUKA

LAIN

PADA

KEMATIAN

Tanda pada kepala dan leher sering ditemukan pada asphyxia karena kecelakaan, bunuh diri, pembunuhan. Paling sering kematian disebabkan oleh penjeratan. Kerusakan beberapa jaringan di luar dan organ dalam sangat erat kaitannya dengan posisi dan tekanan konstriksi daripada tipe penjeratannya. Sebagai contoh, tanda pengikatan yang luas seperti stocking, menyebabkan kerusakan yang ringan pada struktur leher, dibandingkan dengan tali yang kurang lebar .

Penjeratan yang sering tidak disengaja sering terjadi pada bayi dan balita, biasanya disebabkan oleh kerah baju yang terlalu ketat. Biasanya pakaian yang tersangkut pada mesin sering menyebabkan asphyxia pada orang dewasa. Green menemukan pada kasus penjeratan sering menimbulkan jejas pada leher dan bila jejas pada leher tidak ada, maka biasanya terjadi karena pembekapan dengan tangan. Sering juga ditemukan kerusakan arteri karotis,berupa perdarahan di bawah tunika intima, sobekan pada tunika intima di bagian atas arteri karotis komunis, pecahnya plak atheroma pada karotis. Mungkin kasus yang paling penting pada penjeratan, hampir selalu didukung oleh tanda dan posisi dari pola penjeratan. Tidak hanya untuk mengetahui kemungkinan apakah kejadian itu merupakan suatu kecelakaan, pembunuhan maupun bunuh diri, tetapi juga jenis dari jejas pada penjeratan. Sebagai tambahan, posisi dari tanda penjeratan dapat memastikan waktu kejadian antara waktu konstriksi sampai terjadinya kematian.Periode waktu kejadian tergantung dari besar konstriksi dan posisi dari jeratan. Rentoul dan Smith melakukan percobaan untuk menentukan efek dari posisi jerat terhadap kecepatan kematian. Jika simpul diletakkan diantara rahang dan tulang hyoid dan kekuatan sedang, pernafasan dipengaruhi tapi masih bisa bernapas. Waktu yang diperlukan untuk melepaskan jerat yaitu lebih dari 2 menit. Jika simpul terletak di atas larynx, diperlukan waktu 1-5 menit untuk melepaskannya. Jika terletak lebih bawah, di atas kartilago krikoid, simpul harus dilepaskan sesegera mungkin dalam beberapa detik agar bisa diselamatkan.

Efek penekanan pada struktur leher, yaitu terjadi oklusi sirkulasi sereberal, tekanan vagal dan nervus phrenicus dan terjadi obstruksi saluran pernafasan. Yang terakhir ditemukan pada penggantungan bunuh diri, ketika tali terikat diantara larynx dan tulang hyoid atau diantara tulang hyoid dan dibawah jakun. Hal ini menyebabkan lidah keluar ke atas dan ke depan. Dan dalam prosesnya lidah terjepit diantara gigi, tanda gigi sering ditemukan pada lidah. Pada beberapa kasus, ini dapat memberi indikasi yang bermanfaat pada kecurigaan gantungan pada saat hidup dan memberi penilaian termasuk kemungkinan kecurigaan penggantungan tubuh post mortem. Penampilan oral yang dicurigakan pada kematian kekerasan akibat asphyxia yaitu penemuan gigi yang berwarna merah muda. Tanda tali pada leher memerlukan pengamatan yang teliti. Rekaman fotografi mendetail, termasuk skala ukuran, pemakaian tali tunggal atau ganda penting dilakukan. . Percobaan bunuh diri seringkali gagal pada pertama kali karena talinya putus,jika percobaan kedua sukses maka akan meninggalkan beberapa tanda di leher.Hal ini mungkin juga terjadi pada percobaan bunuh diri dengan cara lain, seperti pada membacok diri. Tanda simpul, penebalan irregular, ukuran tali dan lain-lain dapat dikenali dengan mudah, lebarnya dapat diukur. Tanda sekitar leher biasanya tunggal pada bunuh diri, kecuali tali ganda digunakan pada beberapa kasus atau tali tergelincir ke atas setelah aplikasi pertama. Bentuk Lekukan seperti perkamen kuning dan lekukan terdalam di titik berat tubuh yang ditopang tali. Terdapat lipatan kulit disisi superior lekukan tersebut.Pembunuhan dicurigai jika terdapat tanda secara horizontal melewati leher dan lebih dari satu.Pada keadaan itu, tanda jari penyerang sering ada di sisi atau punggung leher. Abrasi kuku jari korban ditemukan di depan telinga, menunjukkan perlawanan untuk menyingkirkan tali. Tanda yang tidak disengaja pada leher mungkin dihasilkan oleh pakaian yang ketat pada anak-anak dan pada obesitas dan oedema.Tanda yang sama juga dapat karena kain yang digunakan untuk menutup mulut pada mayat.Tanda itu biasanya ringan dan tidak menimbulkan kerusakan struktur leher.Disisi lain tanda tali sulit dikenali pada mayat yang busuk atau tenggelam dalam waktu lama.Pemeriksaan makro dan mikroskopik terhadap kulit dan struktur leher akan membantu pada kasus itu.
Pada kasus penjeratan, tali yang digunakan kadang-kadang telah dipotong atau dipindahkan.Ini tidak ada pembuktian yang jelas.Secara ideal, talinya tergelincir diatas kepala si korban..Posisi dan tipe simpul memberikan bukti yang berharga apakah seseorang itu mungkin telah diikat.Ini juga penting bahwa tali seharusnya tidak teregang ketika mereka memegang talinya atau dipindahkan dari mayat.Bahan-bahan dari pakaian dapat digunakan untuk menekan leher. Serabutserabut sintetik pada stoking, dasi atau bagian dari bahan nylon mungkin dapat mengindikasikan bahan-bahan yang digunakan sebagai tali sewaktu leher di tekan sebagai bukti yang bagus untuk menentukan apakah kematian disebabkan kecelakaan atau pencederaan. Salah satu kasusnya, seorang suami mengaku bahwa dia telah mencoba mencekik leher istrinya dengan bahan nylon(kain).Derajat dari deformitas serabut-serabut sangat dianjurkan karena seberapa jauh paksaan yang digunakan pelaku untuk mencekik.

Luka tambahan di leher sering terlihat pada kasus penjeratan pada leher di mana pencekikan dengan tangan.Biasanya menunjukkan rupa aberasi dari kuku jari yang menekan pada kulit leher dan memar disebabkan jari atau buku jari.Secara umum, memar lebih mudah terlihat pada kulit yang tipis pada bagian depan leher. Bentuk lengkungan dari aberasi jika disebabkan dari kuku jari meskipun susah dikatakan dimana jari yang menyebabkan luka tersebut.Aberasi dan memar sering berbarengan dan dapat menunjukkan dimana sebuah tangan digunakan pada leher.Ukuran, bentuk dan distribusi dari luka harus dicatat secara hatihati dengan pengukuran dan foto dengan pemakaian lampu ultraviolet.Tanda sebuah jari mungkin dapat ditemukan pada percobaan resustisasi, biasanya berbentuk sirkuler yang berkelompok melingkari hidung dan mulut dan seharusnya tidak membingungkan dengan tanda yang disebabkan penekanan pada leher.Kemungkinan pembunuhan seharusnya

dipikirkan jika menemukan tanda memar, tanda tali dan aberasi.Bagaimanapun, tanda kuku jari dapat ditemukan pada pencekikan dengan bunuh diri jika kuku korban terjepit di antara hidung dan kulit leher.Aberasi mugkin dapat membingungkan jika tali sudah dilepaskan dari leher.Sekelompok aberasi bukan menunjukkan hasil aktivitas heteroseksual dan homoseksual yang berulang-ulang.Biasanya mereka sedikit hubungan dengan penyebab kematian dan tanda kemiripan mungkin ditemukan di mana saja di kaki di antara lutut dan pangkal paha, alat kelamin dan dinding abdomen ketika pemeriksaan yang detail dilakukan.

Asfiksia Traumatik dan Penekanan


Ini merupakan hasil dari penekanan yang terus-menerus pada dada dan abdomen oleh kejatuhan sesuatu, kendaraan yang berat, tekanan kerumunan orang dan sebagainya.Bentuk Post mortem sering dramatis yaitu kongesti yang intense pada jaringan diatas area penekanan dan petekie perdarahan yang banyak di kulit dan konjuctiva juga oedem dan dipenuhi dengan darah.Meskipun tanda-tanda yang dramatis yang terlihat pada asfiksia traumatik, ini merupakan tanda diperhatikan yang dapat hilang.

You might also like