You are on page 1of 43

Kiat Menjadi Organiser

Oleh Winuranto Adhi, Koordinator Divisi Serikat Pekerja Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Untuk memudahkan membangun serikat pekerja , setidaknya diperlukan kualitas dan ketrampilan yang mumpuni sehingga kawan yang akan diajak bergabung menjadi lebih yakin. Berikut sejumlah ketrampilan yang harus dimiliki seorang organiser: 1. Tulus Jangan berharap mendapatkan imbalan atau pujian dari orang lain atas apa yang tengah Anda lakukan. Jika terjadi perubahan yang lebih baik, anggap sebagai keberhasilan bersama. 2. Ulet dan tabah Meski menyakinkan kawan sendiri, terkadang akan menjadi pekerjaan yang sangat melelahkan dan membosankan. Sisi emosional Anda kadang akan terkuras habis. Karenanya, seorang organiser harus ulet dan tabah. 3. Kreatif Seorang organiser yang baik harus terus mampu mencari bahan pengorganisiran. Pada tahap awal, sebelum bisa meyakinkan untuk membentuk serikat pekerja, buatlah aktivitas yang lebih santai seperti arisan, rujakan dan lain-lain. 4. Fleksibel Seorang organiser harus dapat menjaga tingkah laku, tutur kata, dan sikap. Anda harus peka membaca kondisi serta situasi yang terjadi di perusahaan. 5. Penghormatan Seorang organiser harus menghormati kawan lain yang berbeda agama, keyakinan dan suku. 6. Humoris Ini penting dimiliki seorang organiser. Dengan rasa humor yang tinggi, organiser dapat mudah menjalin perkawanan. Rasa perkawanan setidaknya mampu menjadi bekal untuk membangun kepercayaan. 7. Komunikasi Seorang organiser harus bisa berperan sebagai seorang komunikator yang dinamis. Komunikasi harus dilakukan dua arah. Jangan sampai merasa lebih pintar dari kawan lainnya. 8. Kemampuan agitasi Agitasi merupakan suatu bentuk komunikasi yang khusus. Agitasi tidak hanya bertujuan membuat orang mengerti suatu persoalan tetapi juga membuat tertarik, antusias untuk terjun dan berperan. 9. Teliti dan detail Kelengkapan data merupakan hal penting dalam sebuah pengorganisiran. Sering kali organiser mengabaikan persaolan ini karena dianggap berbelit-belit dan membosankan. Padahal ini begitu penting. Ingat, sedikit saja Anda membuat kesalahan, bukan tidak mungkin akan meruntuhkan perjuangan yang sedang dibangun. Categories: Tips and Guidelines Tagged: jurnalis, media, organisasi, organiser, organize, serikat pekerja

10

ENAM BUAH TANYA JAWAB MENGENAI GLOBALISASI


1.Apakah Globalisasi? Globalisasi adalah perluasan hubungan ekonomi diantara negaranegara yang berbeda dalam membuat sebuah tatanan ekonomi dunia yang didalamnya terdapat ketergantungan satu sama lain di setiap bidang perekonomian nasionalnya. Tidak ada negara yang sanggup mencukupi kebutuhannya sendiri, mereka seluruhnya saling membutuhkan dalam bertukar hasilhasil produksinya. Peningkatan dari sebuah integrasi ekonomi dunia tidak memerlukan sebuah alasan yang negatif didalamnya, hal ini menjadikan peletakan dasar bagi perencanaan ekonomi internasional dalam sebuah jalan yang harmonis sebagai sebuah kemungkinan yang besar. Di bawah sebuah sistem perekonomian yang berdasarkan keadilan sosial dan kepemilikan alatalat produksi bersama (pabrikpabrik, teknologi dan modal) integrasi ekonomi dunia akan meletakan langkah lebih maju bagi kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun integrasi ekonomi dunia tersebut berada dibawah sistem kapitalis yang berdasarkan pada kepemilikan produksi pribadi dan pencarian keuntungan yang setinggitingginya bagi setiap kapitalis orangperorang. Hal ini lah yang menjadikan perkembangan yang diharapkan menjadi tidak mungkin dan hanya membuat sebuah situasi dimana minoritas kecil menjadi sangat kaya raya sementara mayoritas penduduk di bumi memandang diri mereka hidup jauh dibawah standar. 2.Mengapa ada peningkatan kemiskinan dan ketidakmerataan? Hari ini ada sekitar 6 milyar penduduk dunia dan hal tersebut memungkinan untuk penyediaan makanan bagi 10 milyar orang. Walaupun demikian, kelaparan, wabah kelaparan dan kesengsaraan terus meningkat ( 800 juta orang penduduk dunia menderita kekurangan gizi dan 2,4 milyar orang hidup dibawah garis kemiskinan). Kombinasi dari kekayaan tiga petinggi CEO Microsoft jauh lebih besar dari jumlah uang yang dibelanjakan pemerintahan Amerika Serikat dalam program anti kemiskinan. Pertukaran barangbarang produksi diantara perekonomianperekonomian yang berbeda tidak diletakan melalui sebuah jalan yang sewajarnya dan hanya menempatkan sejumlah kecil kekuatan perusahaan perusahaan multinasional yang menguasai kekayaan yang begitu besar (40 % dari Gross Domestic Product dunia dan 70 % perdagangan) dan memaksakan kepentingannya kepada dunia. Pembagian ekonomi dunia diantara negaranegara yang berbeda tidak memberikan manfaat secara bersamaan bagi keseluruhan negaranegara tersebut namun akan mempersalahkan negaranegara yang masih terbelakang untuk melimpahkan bahan mentah yang murah (seperti minyak, mineral mineral dan hasilhasil pertanian) dan buruhburuh murah bagi negaranegara maju . Proses ini hanyalah akan meningkatkan ketidakmerataan sebagai ganti dari penurunan penyediaan sumberdaya tadi. Negaranegara miskin dipaksa untuk melakukan pertukaran hasilhasil produksinya dengan investasi buruh yang mereka miliki (sebagai hasil dari keterbelakangan teknologi yang mereka miliki) dengan barang barang yang masuk dari negaranegara maju, yang harganya lebih mahal dan lebih mudah diproduksi (bila ditempatkan dalam perhitungan kualitas dan kuantitas alatalat produksi). Hal ini memberikan gambaran yang sangat jelas siapa yang akan dirugikan dalam proses ini. Selanjutnya perekonomian dunia akan dikuasai oleh kekuatan negara negara barat dan kalangan multinasional, dan pada akhirnya mereka mampu menetapkan hargaharga, regulasi perdagangan dan kebijaksanaankebijaksanan yang sesuai dengan kepentingan mereka kepada masyarakat dunia. Umpamanya, di tahun 1960 Tanzania membutuhkan 200 karung kopi untuk membayar sebuah traktor bikinan Amerika dan sekarang, setelah 30 tahun kemudian, Tanzania memerlukan lebih dari 600 karung kopi untuk mendapatkan barang yang sama. 3.Mengapa keberadaan multinasional begitu kuat?

11

Pendominasian dunia oleh segelintir kekuatan multinasional mengalir secara alamiah dari adanya perkembangan kapitalisme yang berbasiskan pada upaya mencari keuntungan pribadi sebesar besarnya. Agar mencapai keuntungan ini, kaum kapitalis terpaksa akan bersaing satu sama lain, bersaing dalam meningkatkan hasilhasil produksi mereka, penjualan mereka, pembukaan pasar pasar baru, melakukan eksploitasi lebih lanjut terhadap pasar yang sudah ada, dan memindahkan modalmodal mereka ke negara negara baru yang mereka anggap memiliki nilai buruh yang lebih murah dan bahan baku yang murah, dan lainlain. Hasil dari terkonsentrasinya kekayaan pada sedikit dan sangat sedikit tangan : hanya segelintir perusahaanperusahaan besar di negaranegara kapitalis terdepan yang mampu mempertahankan dominasinya keseluruh dunia. Kapanpun mereka tidak dapat menentukan syaratsyarat melalui alat alat ekonomi sendirian, kalangan multinasional akan mempergunakan lembaga lembaga politik dan militer negaranegara asal mereka (pejabatpejabat pemerintahan, orangorang parlemen, perangkat hukum dan tentara tentara dari negaranegara kuat, seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang) supaya tujuan mereka tercapai. Sering kali mereka mencoba menutupnutupi kepentingan mereka tersebut dengan ikut melakukan campur tangan yang disamarkan dengan baju pembela kepentingan kemanusiaan. Yang pada beberapa tahun yang lalu mereka tunjukan dengan menghujani Yugoslavia, Irak, dan lainnya dengan suatu pemboman demi kemanusiaan. Hal tersebut mereka lakukan supaya mereka dapat mempergunakan lembagalembaga Internasional yang dibentuk dan dikuasai oleh kekuatan kekuatan besar mereka sendiri (seperti IMF, Bank Dunia, NATO, PBB, dll.) Globalisasi tidak lebih dari suatu tabir asap dari upaya penyamaran dari bentuk sebenarnya sistem kapitalisme. Penggambaran yang paling terbaik bagi kapitalisme sekarang, digolongkan atas eksploitasi dunia Internasional kelas pekerja dan masyarakat di seluruh dunia oleh segelintir negara negara superpower dan perusahaanperusahan multinasional, tidak lebih dari imperialisme. 4.Apakah mungkin melakukan perlawanan menentang IMF dan Bank Dunia tanpa memerangi kapitalisme? Konsekuensi lain dari ketidakseimbangan pertukaran yang mengakibatkan negara negara miskin berada pada tingkatan penderitaan yang menyebabkan mereka ditekan untuk mengambil pinjaman dari kekuatankekuatan Barat atau dari lembagalembaga keuangan yang debentuk oleh negara negara Barat tersebut (IMF, Bank Dunia, dll.), yang pada akhirnya hanya membawa negaranegara miskin tersebut kedalam kesempurnaan perbudakan kekuatan Barat. Karena melalui hutanghutang mereka tersebut, mereka kemudian ditekan untuk menerima perencanaan perencanaan perekonomian yang mereka buat dan menerima hubungan internasional yang ditekankan kepada mereka melalui lembagalembaga pemberi pinjaman. Bank Dunia, IMF dan WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) keseluruhannya merupakan lembagalembaga kapitalis yang mencoba untuk memelihara stabilitas sistem kapitalisme. Kekuatankekuatan besar dan keuangan multinasional lembagalembaga ini ada justru karena lembagalembaga ini telah dikuasai mereka dan diwujudkan untuk memutuskan kebijaksanaankebijaksanaan mereka. Kenyataan ini secara mutlak menjadikan upaya melakukan reformasi dan demokratisasi lembagalembaga ini menjadi suatu hal yang tidak mungkin, karena jika lembaga lembaga tersebut berhenti dipergunakan oleh kalangan multinasional, maka secara otomatis keuangan lembaga lembaga tersebut akan dihentikan oleh kekuatan multinasional tersebut dan pada akhirnya kalangan multinasional akan membentuk suatu lembaga yang baru yang lain. Kekuatan dari multinasional terletak pada kepemilikan mereka atas alat alat produksi (mesinmesin, pabrikpabrik, tanah dan modal). Sepanjang tidak dilakukan tindakan terhadap parasit ini, melalui pengambilalihan kekayaan mereka dan menyerahkannya kebawah beberapa kontrol yang demokratik, akan menjadi hal yang tidak mungkin untuk mengubah keadaan yang berlaku sekarang.

12

5. Apakah alasanalasan bagi demontrasidemontrasi yang merebak di Seattle, Prague, Nice, dan lainlain? Kebijaksanaan yang digariskan oleh IMF dan Bank Dunia kepada negaranegara tersebut agar mendapatkan bantuan keuangan tidak lain merupakan sebuah tak tik dari kapitalis di seluruh dunia dalam upaya peningkatan keuntungannya : biasanya ditekankan IMF dan Bank Dunia melalui resep penyembuhan kepada negara penerima bantuan (termasuk Indonesia, red.) melalui program program pemotongan anggaran pendidikan dan kesehatan, adanya redundasi dan pemotongan upah, merendahkan tingkat beban pensiunan dan kepentingan lainnya yang harus ditanggung pemerintah, mereformasi hukumhukum perburuhan, privatisasi perusahaan perusahaan negara dan perusahaanperusahaan yang melayani kepentingan publik. Dan lainlain. Pada negara negara miskin kebijaksanaan kebijaksanaan dipakai dalam menentukan penetapanpenetapan bea bebas yang dikombinasikan dengan perampasan sumber daya alam negara tersebut oleh kalangan multinasional. Akibatnya, kesenjangan diantara si kaya dengan si miskin menjadi terus meningkat, demikian pula dengan adanya peningkatan tingkat kemiskinan dan kehancuran dari lingkugan di seluruh penjuru dunia. Suara protes yang dimulai di Seattle dan dan terus mengambil tempat di kota kota di segala penjuru dunia, dimana terdapat pertemuanpertemuan IMF, Bank Dunia, WTO dan lembaga keuangan internasional lainnya, merupakan sebuah refleksi dari kemarahan banyak kaum muda dan kaum pekerja. 6. Apakah ada suatu bentuk masyarakat lainnya yang memungkinkan diterapkan ? Dan apakah pilihan alternatif dari Serikat Pelajar Mahasiswa? Serikat Pelajar Mahasiswa (Sindicato de Estudiantes / Students Union) selalu menerangkan bahwa di depan wajah kita terdapat suatu serangan dan eksploitasi dari kaum kapitalis pada suatu tingkatan internasional, untuk itu kita membutuhkan adanya suatu serangan balik melalui sebuah perjuangan internasional kaum pekerja dan kaum muda. Hal inilah yang mendasari mengapa selama tidak kurang dari 15 tahun dari keberadaan Serikat Pelajar Mahasiswa kami, kami mempunyai dan mengorganiser kampanyekampanye mengenai solidaritas internasional bekerjasama dengan organisasiorganisasiPelajar Mahasiswa sayap kiri dari Palestina, Afrika Selatan, Meksiko, Rusia dan Indonesia dan kami secara terus menerus mempertahankan ideide tentang internasionalisme. Aksiaksi protes di kotakota dimana diadakannya pertemuanpertemuan IMF dan lembaga kapitalis lainnya merupakan sebuah gejala dari adanya penentangan internasional atas kebijaksanaan kebijaksanaan yang diambil oleh kaum kapitalis dunia tersebut; namun jika kita menginginkan mengakhiri ketidakadilan ini, kita memerlukan adanya sebuah perjuangan internasional yang konstan dan kuat dengan adanya partisipasi dari gerakan gerakan buruh yang akan membawa kearah revolusi transformasi bentuk kemasyarakatan. Perjuangan tidak dapat dibatasi dengan hanya melakukan aksiaksi protes melawan ataupun mengupayakan penghentian globalisasi atau lembaga lembaga tersebut (seperti IMF, Bank Dunia, WTO, dan lain sebagainya). Tujuan utama kami yang harus dijalankan adalah mengambil alih dan mengakhiri bentukbentuk kapitalisme sebagai sebuah sistem, melalui nasionalisasi bankbank dan perusahaanperusahaan besar, pengambilaalihan kekayaan yang terpusat dikalangan multinasional, dan mempergunakannya untuk merencanakan perekonomian dunia, melalui sebuah jalan demokrasi dan dengan mengikutsertakan seluruh kalangan tertindas, karena upayaupaya penyelesaian memerlukan banyak dan tidak sedikit keuntungan. Sebuah masyarakat sosialis yang murni (tidak seperti karikatur birokrasi yang gagal di Uni Soviet) adalah satusatunya alternative. Ini tidak saja merupakan suatu kemungkinan, namun juga merupakan suatu kebutuhan. Perubahan radikal ini hanya dapat dibawa melalui sebuah gerakan revolusioner dari kelas pekerja (golongan yang sangat besar dan sangat kuat dalam masyarakat yang memiliki kemampuan untuk menghentikan produksi dan melenjadikan kaum multinasional menjadi sangat lemah) yang memimpin seluruh golongan masyarakat lainnya, yang juga menderita akibat adanya penindasan

13

oleh kaum kapitalis. Serikat PelajarMahasiswa - Students Union - Sindicato de Estudiantes http://www.arrakis.es/~s.estudi email : s,studi@arrakis.es C/ Hermanos del Moral, no.33, bajo A 28019 Madrid Seputar Gerakan Anti Kapitalis Lebih lima belas ribu orang turut ambil bagian dalam aksi mengepung area tempat berlangsungnya konferensi G8 di Genoa, Italia. Aksi yang menuntut pengurangan bahkan pembatalan hutang negaranegara dunia ketiga tersebut kemudian mendapat serangan dari pihak kepolisian setempat melalui tembakan air maupun gas-gas air mata. Tidak terkecuali Convergence Centre yang merupakan pusat informasi bagi masyarakat yang berkeinginan turut serta dalam aksi protes tersebut. Seorang pemuda, aktivis anti kapitalis Italia tewas tertembak dalam aksi tersebut, inilah peristiwa tertembak matinya serang demonstran di Italy pertama kali sejak tahun 1977. Ketika itu, Fransesco Lo Russo terbunuh di Bologna, juga dikarenakan tembakan yang diarahkan ke kerumunan massa. Gerakan anti kapitalisme ini bermula di Seattle, dan terus berlangsung menggiringi berlangsungnya pertemuanpertemuan maupun konferensi dari institusi-institusi kapitalisme dunia, seperti IMF, Bank Dunia, WTO, G8 dan lainlain. Apa yang terjadi di Genoa sekarang ini hanyalah sebuah ekspresi dari suatu pertentangan kelas yang telah terbangun selama bertahuntahun dan memuncak di saat sekarang ini. Dan melalui kesatuan jutaan kaum pekerja dan kaum muda, akan membuat sistem kapitalis akan hancur, setelah dengan terpaksa tidak mampu melakukan pembeharuan dan modifikasi atas sistemnya. (AA) [Diterjemahkan dari leaflet Spanish Students Union (SE) tentang Gerakan Melawan Kapitalis Global edisi bahasa Inggris pada http://www.marxist.com.]

SAMA RATA SAMA RASA


Oleh c.m. Umumnya pengertian orang tentang komunisme adalah seperti judul dari tulisan ini; "sama rata sama rasa". Dan pengertian itu dikutuk serendah-rendahnya hingga hari ini. Yang menjadi alasan utama kutukan tersebut adalah; manusia pada dasarnya memang berbeda-beda, ingin membuat manusia menjadi sama adalah mengingkari kodratnya, menentang Tuhan, dan segala macam alasan lainnya yang dilontarkan. Kemudian dilanjutkan pula dengan alasan; bahwa manusia melakukan usaha yang berbeda-beda dalam hidupnya - sehingga hasil yang didapatkannya pun berbeda-beda. Tujuan dari tulisan ini adalah, mencoba untuk meninjau kembali; apa yang salah dengan sebuah cita-cita 'sama rata sama rasa'??

14

*** Manusia sejak dilahirkan, pada dasarnya memang berbeda-beda satu dengan yang lainnya, tidak ada manusia yang benar-benar serupa. Tetapi hal ini sama sekali tidak menjadi alasan bagi manusia untuk semakin membeda-bedakannya. Pada kenyataannya saat ini, manusia berbeda bukan hanya dari apa yang ia dapatkan ketika terlahir di dunia sebagai manusia. Kehidupan telah semakin memecah-mecahnya menjadi manusia-manusia dengan derajat kemanusiaan yang berbeda, hal ini ditentukan oleh keadaan ekonomi dan politik seseorang. Siapa yang unggul dalam ekonomi atau politik, maka ia akan mendapatkan status sosial yang baik, dihormati, dan derajat yang tinggi. Kita dapat saja mengatakan - menurut ini dan menurut itu - walaupun tingkat ekonomi dan politik berbeda-beda, pada dasarnya manusia memiliki derajat yang sama. Tetapi cobalah lihat dan sadari kenyataannya. Tingkat ekonomi manusia telah sama sekali mengubah manusia yang seharusnya sederajat menjadi manusia yang memiliki berbagai tingkatan. Dari hubungan yang "wajar" antara buruh dan majikan kita sudah dapat melihat, tidak mungkin terdapat kesetaraan di dalam hubungan tersebut. Walaupun sering kali dikatakan bahwa hubungan yang terjadi antara buruh dan majikan adalah setara, pada kenyataannya bagaimanapun majikan tetap mempunyai hak untuk menentukan upah, hak untuk memecat, hak untuk menentukan produksi, hak menentukan tingkat keuntungan, hak untuk menutup perusahaan, hak untuk menentukan jam kerja, dan sejuta hak lainnya. Sementara buruh hanya memiliki kewajiban untuk bekerja menghasilkan profit bagi majikan - sementara yang ia sendiri dapatkan hanya upah untuk dapat terus menyambung hidup. Lebih terlihat lagi ketika terjadi pelecehan seksual yang dilakukan terhadap kaum buruh perempuan yang sering terjadi di pabrik-pabrik hingga hari ini. Pemecatan sewenang-wenang, pemotongan upah, penolakan kenaikan upah, dan lain-lain. Contoh lain, bagaimanapun tidak akan terjadi hubungan yang sederajat antara petani upahan dengan pemilik tanah. Petani upahan hanya bisa bekerja sebagai buruh tani atau buruh perkebunan yang mendapatkan upahnya dari hasil memeras keringat, tidak ada hak-hak apapun pada mereka. Bahkan sering kali terjadi manusia tidak lagi berharga dan bermartabat karena bahkan untuk bertahan tetap hidup pun sulit. Banyak kita temukan orang-orang yang harus merendahkan derajat mereka sedemikian rupa dengan cara mengemis agar dapat bertahan hidup. Keadaan ekonomi telah membuat manusia-manusia tertentu harus dengan terpaksa menjual anaknya menjadi buruh pabrik, pekerja seksual, atau pekerja di atas jermal - yang kemudian menerima kekerasan fisik dan seksual. Karena keadaan ekonomi juga ada orang-orang yang menggadaikan moralnya untuk menjadi maling kampung. Intinya, keadaan ekonomi menentukan kehidupan seperti apa yang dinikmati seseorang. Semakin tinggi keadaan ekonominya, maka ia akan memiliki lebih banyak hak-hak yang juga menentukan kehidupan orang lain. Semakin banyak pula fasilitas yang akan ia dapatkan dalam hidup; pendidikan, kesehatan, tempat tinggal, makan, keamanan, status sosial, dan semua itu pada akhirnya menentukan derajat seseorang. Tentang politik, tidak perlu kita katakan lagi bagaimana status politik seseorang membuatnya memiliki derajat yang lebih tinggi. Kita dapat melihatnya dalam kehidupan sehari-hari. Dan sesungguhnya ada hubungan erat antara tingkat ekonomi dan status politik seseorang, terjadi hubungan saling mendukung di antara keduanya. Semakin tinggi tingkat perekonomian seseorang, semakin berpengaruh ia dalam politik (walaupun tidak secara resmi). Demikian pula sebaliknya, semakin kuat status politik seseorang, akan semakin terbuka lebar aksesnya pada perekonomian.

15

Kita dapat melihat, ekonomi dan politiklah yang menjadi akar masalah. Karena kedua hal itu perkataan bahwa manusia sederajat tinggal menjadi omong kosong belaka. Padahal keadaan ekonomi dan politik adalah ciptaan manusia, bayi manusia yang baru lahir ke dunia tidak membawa keadaan ekonomi dan politik di tubuhnya. Manusia yang memecah-mecah diri sendiri menjadi tingkatan-tingkatan yang berbeda-beda. Walaupun pada dasarnya manusia berbeda-beda, sekali lagi, hal ini bukan menjadi alasan baginya untuk semakin membeda-bedakan manusia berdasarkan tingkat ekonomi dan politik. *** Kemudian dikatakan kembali, manusia telah melakukan usaha yang berbeda-beda dalam hidup sehingga mencapai hasil yang berbeda-beda pula. Bagaimanapun kita tidak dapat mengatakan bahwa pekerjaan seorang buruh, petani, tukang loak, pelacur, dan anak pekerja jermal adalah lebih mudah dan enteng daripada pekerjaan seorang direktur atau pemilik modal. Mereka yang pertama disebut, bekerja sepanjang hari dan sepanjang hidupnya menggunakan seluruh tenaga mereka bahkan juga kehormatan mereka, tetapi yang mereka dapatkan hanya kesempatan untuk tetap bertahan hidup dan tidak lebih dari itu. Kalau dikatakan bukan hanya tingkat kekerasan bekerja yang menentukan, tetapi juga cara usaha itu sendiri; maka kita katakan, cara usaha seperti apakah yang dapat diharapkan dari seorang buruh, petani, tukang loak, pelacur, dan anak pekerja jermal?? Pendidikan, fasilitas, dan kesempatan tidak berada di tangan mereka, semua itu menjadi monopoli kaum yang memang sudah memiliki modal sejak awalnya. Juga dikatakan, banyak orang yang telah melakukan usaha yang amat keras sejak masa mudanya bahkan sejak kanak-kanak, dari keadaan melarat hingga mencapai tingkat perekonomian yang baik, sehingga wajar saja kalau ia mendapatkan hasil kerjanya sekarang ini. Bahwa ada orang-orang yang sejak masa kanak-kanak telah bekerja mati-matian, pada kenyataannya tidak semua dari mereka pada akhirnya akan memperoleh tingkat perekonomian yang layak. Buruh anak-anak, pelacur di bawah umur, dan pekerja jermal pun bekerja sejak masa kanakkanak mereka, bahkan tidak jarang harus menerima perlakuan kekerasan secara fisik, pelecehan seksual, dijual oleh keluarga sendiri, dan segala hal lain-nya. Tetapi mereka tetap melarat hingga mati! Dan, bukankah justru hal itu yang harus dicegah oleh manusia yang beradab - keharusan untuk bekerja demi menyambung hidup sejak anak-anak? Hal ini semakin menunjukkan bahwa kita hidup di dalam sebuah sistem yang sakit, di mana seseorang harus bekerja sedemikian kerasnya, dan bahkan mengorbankan kehidupan masa kanakkanak, mengorbankan kehormatan dan moralnya hanya untuk tetap hidup. Di mana ketamakan manusia bertumbuh dengan suburnya; keinginan untuk melebihi yang lain, keinginan untuk berkuasa, keinginan untuk memperoleh segala-galanya, dan segala keinginan manusia yang tak terbatas. Semua itu dihalalkan dan dimaklumkan dengan seonggok omong kosong berbunyi "manusia pada dasarnya berbeda-beda". *** Lalu pertanyaannya, mengapa kita tidak mengusahakan sebuah kehidupan di mana derajat manusia benar-benar setara, di mana manusia tidak saling meninggikan diri di antara yang lain, di mana manusia tidak terpecah-pecah menjadi yang tinggi dan yang rendah? Hal itu cuma bisa terjadi jika salah satu syarat telah terpenuhi, yaitu tingkat perekonomian dan politik yang sama rata:

16

SAMA RATA SAMA RASA! 8 Januari 2005 19:30 ***

ETIKA
Oleh c.m. Masyarakat di dalam sistem kapitalisme, menganut suatu etika yang hingga hari ini dipercaya sebagai sebuah kebenaran yang tidak mungkin salah. Tetapi orang mengatakan, sejarah adalah milik siapa yang berkuasa, dan kebenaran pun adalah milik orang yang berkuasa. Mari kita lihat, apakah hal ini pun berlaku pada etika masyarakat kapitalis. *** Adalah merupakan keharusan untuk menghormati hak milik orang lain, karena itu adalah tidak etis untuk mengambil hasil pekerjaan orang lain, terlebih lagi merampasnya. Berdasarkan hal itu, maka cita-cita sosialisme untuk mengambil alih modal, menjadikannya milik bersama, dan menguasainya bersama-sama adalah tidak etis. Tetapi pada kenyataannya, siapakah yang justru melakukan kerja secara nyata? Siapakah yang sejak awal berdirinya kapitalisme - menghasilkan barang dan jasa untuk dijual yang kemudian menghasilkan nilai lebih (profit) dan setelah itu menjelma kembali menjadi modal? Jelas yang melakukannya adalah kaum buruh, bukan para pemilik modal, yang justru selama ini mengambil alih hasil dari pekerjaan itu. Adalah tidak etis bagi kaum buruh untuk melakukan demonstrasi atau mogok kerja. Pemilik modal dan penguasa selalu menganggapnya sebagai tidak bermoral dan berbagai macam cap lainnya. Mereka akan menawarkan dialog, dengan berbagai macam embel-embel jalan demokratis, dan kutukan-kutukan terhadap tindakan demonstrasi dan mogok kerja. Namun, bukanlah sebuah masalah bagi pemilik modal dan penguasa, jika perusahaan melakukan PHK massal, jika pada akhirnya demonstrasi dan mogok kerja dihadapi dengan kekerasan oleh aparat keamanan, jika pihak perusahaan secara rahasia menyewa preman untuk "mengurusi" aktivisaktivis buruh, jika sering terjadi pelecehan seksual terhadap kaum buruh perempuan, dan berbagai macam jika lainnya. Demonstrasi dan mogok kerja tidak akan diizinkan, karena produksi akan terhenti, yang berarti keuntungan akan berkurang. Tidak ada apapun yang dipedulikan oleh pemilik modal kecuali keuntungan. Pemerintah yang berkuasa sering melakukan penggusuran, entah itu rumah-rumah kumuh, becak, atau perkampungan nelayan. Ada berbagai macam "alasan etis" yang melatarbelakanginya. Terutama terhadap rumah-rumah kumuh yang berdiri di atas tanah milik orang lain, sering dianggap sudah sewajarnya dilakukan penggusuran. Terlihatlah di sini, perumahan yang layak memang hanya

17

diperuntukkan bagi yang mempunyai uang. Bagi yang tidak mempunyai uang, bahkan perumahan yang sangat tidak layak pun tidak disediakan. Rumah sebagai tempat hidup bagi orang-orang melarat dan seringkali adalah merupakan harta satu-satunya, tidaklah lebih penting dibandingkan properti, apartmen, dan mall bagi orang-orang yang mempunyai uang. Yang tidak kalah gilanya, adalah "tindakan etis" penguasa untuk menggusuri rumah-rumah kumuh dengan alasan keindahan kota. Entah logika macam apa yang mendasari pemikiran sang penguasa bahwa dengan menggusuri rumah orang-orang melarat, maka kemelaratan itu akan hilang. Merupakan suatu etika yang haram untuk dipertanyakan bahwa atas nama nasionalisme, maka sama sekali tidak benar dan tidak etis untuk melakukan pemberontakan untuk memisahkan diri dari negara. Pemerintah mempunyai hak penuh untuk menumpas setiap gerakan separatis, masyarakat pun seringkali sejalan dengan pemerintah bersama-sama mengutuk gerakan separatis itu. Tetapi apakah orang-orang akan memberontak mengorbankan jiwa jika memang tidak ada alasannya? Apakah kita pernah berusaha untuk mengerti dan mengetahui alasan-alasan di balik pemberontakan mereka? Sebagai sebuah bangsa yang pernah merasakan penjajahan selama berabad-abad, seharusnya kita dapat dengan mudah mengatakan, bahwa eksploitasi hasil alam oleh dan hanya untuk kepentingan pusat pemerintahan (bahkan tanpa mempertimbangkan efek dan timbal balik bagi masyarakat setempat) adalah sebuah 'penjajahan'! Hal lain lagi, adalah etika yang tidak pernah dipertanyakan bahwa demokrasi merupakan kebenaran tertinggi dari sebuah sistem. Karena itu adalah tidaklah etis untuk menjatuhkan pemimpin tidak dengan jalan demokrasi. Revolusi adalah menyalahi aturan karena tidak demokratis. Maka kita pertanyakan, apakah demokrasi memberikan jalan bagi kelas proletar untuk berkuasa? Apakah kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkuasa selama ini pernah lebih memberatkan diri kepada kelas buruh, tani, dan kaum miskin yang pada kenyataannya merupakan mayoritas dibandingkan dengan para pemilik modal yang selalu mendapatkan keuntungan dari pemerintahan yang berkuasa? Pendidikan kelas buruh, tani, dan kaum miskin yang tidak memadai tidak mungkin membuat mereka mampu menggunakan sistem perwakilan. Dan kenyataannya pendidikan tinggi hanya disediakan bagi orang yang mempunyai uang. Maka sampai kapanpun, di bawah sistem demokrasi yang "etis", kelas buruh, tani, dan kaum miskin hanya dapat menjadi penonton dan korban dari perebutan-perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki uang. *** Yang telah disebutkan di atas hanyalah beberapa dari hal-hal yang tampak di permukaan. Ada berbagai hal lain, termasuk yang tidak pernah kita sadari, yang menunjukkan sebenarnya sistem nilai dan etika masyarakat kapitalis adalah sama sekali berdasarkan logika para pemilik modal yang berkuasa. Etika mereka hanya menguntungkan mereka dan membenarkan penghisapan dan eksploitasi terhadap kaum proletar, membenarkan penggusuran, penindasan, atas nama keuntungan, kekuasaan, dan kenyamanan hidup pemilik modal. Marilah kita bersamasama membuka mata dan menjadi sadar! Jangan lagi terjebak oleh etika-etika palsu milik mereka pemilik modal dan penguasa. 25 Januari 2005 12:10 ***

18

KELAS DAN PERJUANGAN KELAS


Oleh Ken Budha Kusumandaru Pendahuluan Berbicara tentang teori Ekonomi-Politik secara teoritik murni tidaklah menarik. Terlalu banyak rumus di sana. Jika kita mencoba memahami ekonomi-politik dengan cara ini, tidak ubahnya kita bagaikan ilmuwan sejati, yang pandai berbicara tapi tidak pandai berbuat untuk perubahan. Pendekatan terhadap ekonomi politik haruslah didasarkan pada keperluan kita yang paling pokok: bagaimana memahami tantangan yang kita hadapi dan melihat cara untuk mengatasinya. Pada dasarnya, ekonomi-politik menyediakan alat analisa untuk membedah kondisi sosial masyarakat. Ada beberapa alat analisa yang disediakannya, tapi semua bermuara di sumber yang sama: dengan cara bagaimana berbagai individu dan kelompok dalam masyarakat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Mengapa hal ini yang dijadikan pokok permasalahan? Sederhana saja, karena persoalan inilah yang pertama-tama melingkupi manusia, bahkan seluruh bagian alam semesta yang dapat kita sebut sebagai "hidup". Persoalan ini adalah persoalan dasar yang telah dialami oleh mahluk setingkat virus. Seluruh mekanisme evolusi virus didasarkan pada pencarian cara-cara yang paling efektif baginya untuk mempertahankan kelangsungan kehidupannya sebagai sebuah spesies. Satu spora virus boleh hanya berumur beberapa jam namun sebagai spesies ia tak dapat dimusnahkan. Virus influensa, misalnya, adalah salah satu mahluk yang paling berhasil secara ekonomi untuk bertahan hidup. Manusia berada di tingkat yang jauh di atas virus, walaupun ini hanya pada kompleksitas evolusinya saja. Manusia telah mengembangkan kesadaran, ia menjadi materi pertama di bumi ini yang mampu memahami dirinya sendiri dan materi lain yang ada di sekitarnya. Manusia adalah "hewan yang dapat berpikir" atau zoon politicon. Oleh karena tahapan perkembangan yang telah maju ini, manusia dapat mengembangkan jenis evolusi lain yang berbeda dengan mahluk-mahluk lainnya: kehidupan sosial. Dan karena kehidupan sosial ini berinteraksi pula dengan kehidupan ekonomi, maka keduanya menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan. Kehidupan sosial-politik, yang mengurusi persoalan interaksi antar manusia dan berada di tataran ide, jelas bertentangan dengan kehidupan ekonomi yang mengurusi masalah material penunjang kehidupan. Tapi, justru karena pertentangan inilah keduanya menjadi tak terpisahkan dan saling menyaratkan bagi evolusi manusia itu sendiri sebagai sebuah spesies. Jika keduanya tidak terpisahkan dan saling menyaratkan, adakah yang lebih utama di antara keduanya? Adakah di antara kedua hal itu yang mendahului sehingga roda interaksi di antara keduanya dapat berputar? Ada. Persoalan ekonomi, tentu saja. Persoalan ini adalah persoalan yang paling dasar. Hanya karena manusia menempati tingkat perkembangan yang tertinggi di antara materi lainnya di atas

19

bumi ini, tidak berarti ia dapat melepaskan diri dari hukum-hukum yang mengatur perkembangan materi itu sendiri. Manusia menemukan kesadarannya melalui perkembangan evolusi materi yang melingkupi dirinya sendiri dan lingkungannya. Maka, kesadaran itupun tunduk pada perkembangan evolusi materi itu - yang dalam hal ini mewujud dalam bentuk persoalan ekonomi. Jadi, ekonomi-politik adalah ilmu analisa yang berusaha memahami kesadaran individu atau kelompok dalam masyarakat dengan melihat bagaimana ia mendapatkan alat-alat penunjang kehidupannya. Dengan kata lain, ekonomi-politik adalah ilmu untuk melihat bagaimana orang mendasarkan kepentingan politiknya pada kepentingan ekonominya. Bagian I: Memahami Konsepsi "Kelas" Kelas Bagaimana manusia memenuhi kebutuhan hidupnya? Jawaban yang paling wajar di sini, tentunya, adalah "kerja". Sejak awal manusia, bahkan seluruh mahluk hidup lainnya, mulai ada di muka bumi ini, mereka mulai bekerja untuk mendapatkan makanan. Beberapa spesies yang tingkat perkembangannya lebih maju telah menggunakan alat bantu untuk mendapatkan makanan mereka. Namun, hanya manusialah satu-satunya spesies yang membuat alat. Karena manusia membuat alat, maka ia relatif dapat mempertahankan keberadaan alat-alat itu di sekitar komunitasnya. Spesies lain, seperti monyet, hanya dapat menggunakan alat sampai alat itu rusak. Ia harus menunggu lagi untuk menemukan benda lain yang serupa. Namun manusia dapat menggunakan alat sepanjang ia suka karena ia selalu dapat membuat yang baru. Sejalan dengan berjalannya waktu, alat-alat ini semakin tahan lama dan pembuatannya makin mudah. Dengan demikian, manusia semakin tergantung pada alat kerja untuk pri-kehidupannya. Ketergantungan manusia pada alat inilah yang kemudian menjadi landasan dari sistem produksi manusia. Sistem produksi ini adalah unik milik manusia. Tidak ada lagi spesies mahluk di bumi ini yang memilikinya. Tumbuhan "memproduksi" buah-buahan, beberapa hewan "memproduksi" susu. Tapi tidak ada di antaranya yang melakukan proses produksi dengan menggunakan alat-alat di luar organ-organ tubuhnya sendiri. Tidak ada lagi spesies yang kemudian penghidupannya tergantung pada alat yang dibuatnya sendiri. Karena sistem produksi manusia tergantung pada alat maka siapa yang menguasai alat akan menguasai seluruh kehidupan manusia. Inilah fakta utama dan terpenting dari seluruh sudut pandang ilmu ekonomi-politik. Karena sejarah umat manusia semenjak itu adalah sejarah perjuangan antara mereka yang memiliki dan yang tidak memiliki alat produksi. Sejarah manusia bergerak ketika alat produksi telah menghasilkan cukup banyak hasil sehingga berlebih kalau sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Alat produksi yang telah cukup maju untuk memproduksi hasil lebih ini kemudian menjadi sasaran perebutan antar berbagai kelompok. Kelompok-kelompok yang berhasil menguasai alat produksi ini kemudian memaksa mereka yang tidak memiliki alat produksi untuk bekerja, tidak untuk diri mereka sendiri, melainkan bagi mereka yang memiliki alat produksi itu. Dari pergerakan sejarah inilah lahir kelas-kelas dalam masyarakat. Jadi, kelas-kelas dalam masyarakat bukanlah kategori yang dibuat sendiri oleh para ahli sosial. Kelas-kelas dalam masyarakat juga bukan sesuatu yang dapat dikarang atau malahan ditolak. Kelas

20

adalah satu kenyataan kongkrit yang ada di tengah masyarakat: bagaimana hubungan satu individu atau kelompok masyarakat terhadap alat-alat produksi. Kelas vs Golongan/Strata Ilmu sosial yang selama ini kita kenal tidaklah membagi masyarakat ke dalam kelas-kelas berdasarkan hubungannya dengan alat-alat produksi. Max Weber, misalnya, membagi masyarakat ke dalam kelas-kelas berdasarkan tingkat penghasilannya. Talcott-Parson, sosiolog lain, membagi masyarakat ke dalam "golongan fungsional". Kedua teori ini menyangkal bahwa proses ekonomi adalah proses utama yang melandasi dinamika masyarakat. Hal ini sangat penting karena, seperti dapat kita raba dari uraian di atas, dalam tiap jaman pasti ada dua kelas utama yang saling berhadapan: mereka yang memiliki alat produksi dan mereka yang tidak memiliki alat produksi. Penting bagi mereka yang sedang memiliki alat produksi untuk mengaburkan kenyataan ini agar mereka yang tidak memiliki alat produksi tidak akan merasa bahwa kerja mereka dihisap oleh kelas pemilik alat produksi. Sekiranyapun terjadi perlawanan, karena kondisi tertindas tidak akan dapat sepenuhnya ditutupi, perlawanan itu akan keliru sasaran. Kita tidak dapat menyangkal bahwa di dalam kelas itu sendiri terdapat banyak lapisan. Di antara mereka yang memiliki alat produksi, kita masih dapat membaginya menjadi seberapa jauh tingkat kepemilikan mereka atas alat produksi itu. Demikian pula di antara mereka yang tidak memiliki alat produksi. Kelas ini masih dapat lagi kita bagi dalam tingkat penghisapan yang dialaminya, atau berdasarkan jenis pekerjaan yang dilakukannya, dsb. Namun demikian pembagian seperti ini tidak akan menunjukkan pada kita: bagaimana kelas-kelas itu muncul. Dan, yang lebih penting lagi: pembagian seperti ini tidak menunjukkan pada kita asal-usul dari ketimpangan sosial yang terjadi dalam masyarakat - ketimpangan sosial yang nyata, riil, ada di tengah masyarakat. Dengan teori Max Weber, misalnya, kita bisa tahu bahwa ada orang kaya dan orang miskin dalam masyarakat. Tapi, dengan teori ini, kita akan mengira bahwa seseorang akan bisa menjadi kaya jika rajin menabung, berhemat dan mengencangkan ikat pinggang. Dari kenyataan sehari-hari kita tahu bahwa ini tidaklah benar secara umum. Berapa yang dapat ditabung seorang buruh pabrik, misalnya, sampai ia punya cukup uang untuk mulai membuka usaha sendiri. Sekalipun bisa, paling-paling usahanya adalah usaha yang tidak menghasilkan hasil lebih yang terlalu banyak sehingga hanya cukup untuk makan sehari-hari saja, tidak dapat dipakai untuk mengembangkan usaha lebih lanjut. Memang ada beberapa gelintir orang yang sanggup melakukannya. Tapi, jika jalan ini yang ditempuh, perbaikan nasib hanya akan terjadi secara individual - bukan secara kelas, secara keseluruhan masyarakat. Teori Talcott-Parsons lebih parah lagi, ia sama sekali tidak mengakui persoalan kelas. Ia hanya mengakui adanya golongan dalam masyarakat, yang dibagi berdasarkan fungsinya. Ini jelas membawa kita lebih jauh tersasar dari upaya perbaikan masyarakat secara keseluruhan. Dengan mengkuti teori Talcott-Parsons, kita hanya akan melihat persoalan masyarakat secara terkotak-kotak. Perbaikan yang akan kita lakukan adalah perbaikan parsial, hanya sebagian-sebagian saja, tanpa memperhatikan dampaknya pada masyarakat secara keseluruhan. Mereka yang menganut kedua teori di atas ini selalu menyatakan tuduhan bahwa ekonomi-politik terlalu menyederhanakan ketika membedah masyarakat. Dengan demikian, menurut argumentasi mereka, penyelesaian yang ditawarkan adalah penyelesaian yang mengawang-awang dan tidak akan pernah dapat diterapkan. Tentu mereka menyadari bahwa, cepat atau lambat, orang akan melihat bahwa teori-teori mereka tidak akan pernah membawa perbaikan. Dengan demikian mereka berusaha menyerang lebih dahulu dengan intrik agar orang tidak berpaling pada ekonomi-politik untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada di masyarakat.

21

Contoh di bawah ini akan menunjukkan bahwa persoalan ekonomi-politik tidaklah sesederhana yang dibayangkan orang. Kelas-kelas dalam masyarakat Marilah kita lihat di sekitar kita. Kita lihat ada kelompok kuli. Mereka memiliki cangkul dan sekop, menunggu di tempat-tempat tertentu untuk mendapatkan kontrak kerja membangun ini atau itu. Mereka ini digolongkan kelas yang mana? Kita lihat lagi, ada para petani. Mereka ini memiliki lebih banyak peralatan kerja, bahkan kadang memiliki pula sawah walau hanya sepetak-dua. Mereka ini termasuk kelas yang mana? Ada lagi pekerja pabrik, yang tidak ikut memiliki peralatan kerja di pabriknya, tapi memiliki juga beberapa peralatan tukang di rumahnya. Mereka ini termasuk kelas yang mana? Perlu diperhatikan di sini bahwa persoalan kelas tidaklah tergantung pada sembarang peralatan, namun peralatan-peralatan utama yang dipergunakan untuk memproduksi barang kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Mengapa demikian adalah karena "kelas" adalah kategori yang berada di tingkat pembahasan "masyarakat". Tingkatan masyarakat mencakup lingkup yang luas, karenanya dalam melihat peralatan-peralatan produksi ini kita juga harus melihat pada lingkup yang sama. Dengan demikian, kita dapat mengetahui bahwa seorang kuli tidak ikut memiliki gerobak atau truk yang digunakan untuk mengangkut pasir dan semen, tidak ikut memiliki truk pengaduk semen, buldozer atau mesin pancang tiang. Alat-alat inilah peralatan utama yang dipergunakan untuk membangun satu gedung. Demikian pula seorang pekerja pabrik. Peralatan yang ada di rumahnya tidak dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, paling jauh hanya untuk membetulkan beberapa hal yang rusak di rumahnya saja. Maka, kedua kelompok masyarakat ini dapat kita katakan "tidak memiliki alat produksi". Maka, kepentingan kelas dari kedua golongan ini sama, karena pada dasarnya mereka hanya memiliki tenaga mereka. Di bawah kapitalisme, mereka harus menjual tenaga mereka pada para pemilik alat produksi. Dengan demikian, mereka sama-sama berkepentingan untuk berhadapan dengan para pemilik alat produksi. Namun demikian, golongan kuli ini lebih tidak aman posisi penghasilannya daripada buruh pabrik dan lebih tidak terorganisir. Dari sini kita dapat melihat bahwa mereka akan lebih berpikir jangka pendek dalam menentukan garis politiknya, mereka akan bersedia mengikuti apa yang dikatakan oleh satu partai politik jika itu dapat memberi keuntungan baginya - sekalipun itu jangka pendek sekali. Kaum kuli akan mudah dipengaruhi untuk melakukan ini atau itu asal ia dapat melihat apa keuntungan baginya. Buruh pabrik akan berpikir lebih panjang kalau mengenai persoalan pilihan politiknya. Ia tidak mudah untuk diubah atau dibentuk kesadaran politiknya, tapi juga lebih sulit untuk digoyahkan ketika sudah terbentuk. Di sini kita berurusan dengan persoalan kepentingan kelas dan watak politik. Ini dua hal yang berbeda namun sama-sama berhubungan dengan pola hubungan produksi - yakni pola hubungan antara mereka yang memiliki alat produksi dan mereka yang tidak memilikinya. Kepentingan kelas jauh lebih umum sifatnya dan juga lebih mendasar. Ini harus sangat diperhatikan ketika beragitasipropaganda. Namun, untuk kepentingan praktek politik sehari-hari, persoalan watak politik ini yang akan lebih dominan dalam menentukan strategi politik harian. Lain halnya dengan seorang petani, jika ia memiliki tanah, ia telah memiliki peralatan utama untuk menghasilkan kebutuhan masyarakat. Walaupun tanah tidak dapat kita sebut "peralatan" jika kita memandang hal ini dari sudut pandang bahasa, namun kita tidak dapat menyangkal bahwa tanahlah "mesin" yang menghasilkan seluruh produk pertanian. Jika dalam industri kain kita mengolah benang dengan mesin pintal menjadi gulungan kain, dalam pertanian kita mengolah benih menjadi produk

22

pertanian melalui tanah. Namun persoalannya terletak pada seberapa jauh ia menguasai tanah tersebut: berapa luasnya dan berapa tenaga kerja yang dibutuhkannya untuk mengolah "mesin" itu agar menghasilkan produk pertanian, dan berapa hasil yang dihasilkan oleh "mesin" itu. Selain menentukan seberapa jauh ia dapat bertahan, hal ini juga akan menentukan posisi kelasnya. Jika tanahnya kecil saja dan hasilnyapun tidak seberapa, mungkin ia hanya akan mendapatkan cukup untuk sekedar makan sekeluarga. Namun, jika ia menghasilkan berlimpah-limpah, ia akan mendapatkan banyak hasil lebih dan ia dapat disebut "menguasai kekuatan produksi". Di sini kembali persoalan "kepentingan kelas" dan "watak politik" kita jumpai. Petani kecil akan dapat diradikalisir jika kepentingan ekonominya, yakni kepemilikannya atas tanah, dirampas. Atau, ia juga akan menjadi radikal jika itu dapat membantunya memperoleh kepemilikan yang lebih besar atas tanah. Dengan demikian, ada peluang dari watak politik ini untuk mendekatkan perjuangan petani kecil ini pada perjuangan kelas pekerja yang juga bertujuan untuk memperebutkan penguasaan atas alat-alat produksi. Namun, kepentingan kelas keduanya berbeda. Kelas proletariat mencita-citakan penguasaan bersama atas alat-alat produksi, yang akan digunakan untuk kepentingan bersama pula. Sementara petani kecil mencita-citakan penguasaan pribadi atas tanah, yang kemudian juga akan digunakan untuk kepentingan pribadinya. Dari sini terlihat bahwa sekalipun kelasnya berbeda, yang satu pemilik yang satu bukan pemilik alat produksi, namun karena watak politiknya berdekatan kelas proletariat dapat bergandengan tangan dengan golongan petani kecil. Namun, kita harus mewaspadai kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul setelah kemenangan tercapai. Kita sudah dapat memastikan 90%++ bahwa antara keduanya akan timbul pergesekan kelas yang tajam. Demikianlah kita telah melihat ilustrasi bagaimana persoalan kelas ini tidaklah sesederhana yang dibayangkan. Untuk lebih jelas mengenai kelas-kelas dalam masyarakat, kita akan melihat perjalanan sejarah muncul dan berkembangnya kelas-kelas ini. Bagian II: Munculnya Masyarakat Berkelas Masyarakat Tanpa Kelas Seperti telah disebutkan di muka, bangkitnya kelas berkaitan dengan perkembangan kemampuan manusia untuk menggunakan alat demi menghasilkan barang-barang yang dibutuhkannya untuk menunjang kehidupan. Sebelum peralatan dapat dibuat dengan cukup maju, manusia tidak pernah mendapatkan hasil berlebih untuk penghidupannya. Alat-alat dari batu, kayu atau serat otot hewan yang mereka miliki tidak cukup efektif untuk berburu atau mengumpulkan hasil hutan. Oleh karenanya pri-kehidupan mereka amatlah berat. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam dalam sehari untuk berburu, menangkap ikan atau memetik buah-buahan dan akar-akaran liar. Namun, justru karena tidak ada hasil lebih, tidak ada kondisi material yang memungkinkan manusia berpikir tentang bagaimana memperebutkan hasil lebih. Para ahli sejarah telah sepakat bahwa masyarakat purba hidup dalam suasana komunal. Mereka berburu bersama atau mengumpulkan bahan makanan bersama-sama, laki-laki dan perempuan tidak ada bedanya, dan hasilnya dinikmati bersama-sama. Perburuan dilakukan hanya sampai kebutuhan tiap orang tercukupi. Kemudian, dengan satu upacara, hasil buruan atau pengumpulan bahan makanan ini dibagi sesuai kebutuhan

23

tiap orang. Jika ada hasil berlebih, kelebihan ini dibuang. Mereka tidak memiliki sarana pengawetan atau penyimpanan sehingga kelebihan hasil itu tidak akan ada gunanya disimpan untuk esok hari. Hari ini untuk hari ini, besok kita cari lagi. Karena kehidupan amat keras, kerja sama menjadi satu hal yang vital artinya untuk bertahan hidup. Tiap orang, tidak ada bedanya laki-laki dan perempuan, memiliki hak dan kewajiban yang sama, memiliki hak berpendapat yang sama. Demokrasi "satu orang-satu suara" diterapkan secara alamiah dalam komunitas-komunitas ini. Pola kehidupan macam ini ternyata memberi manusia tingkat kepuasan yang tinggi. Sedemikian tingginya sehingga sejak fajar kemanusiaan menyingsing, pola kehidupan ini dapat bertahan menjadi pola kehidupan yang utama di atas muka bumi selama 600 ribu tahun. Bahkan, sampai di jaman modern pola kehidupan seperti ini masih bertahan. Bangsa Indian Amerika, misalnya, memiliki sistem pengaturan masyarakat yang sangat dekat dengan pola komunal purba ini. Sekalipun mereka telah memiliki kepala suku yang jabatannya diwariskan dalam keluarga, namun penunjukkan kepala suku itu masih melalui ujian-ujian yang berat untuk melihat apakah calon kepala suku yang baru layak menduduki jabatan tersebut. Setidaknya ada tiga ujian yang harus dilewatinya: ujian menahan siksaan, ujian mempertahankan diri ketika diburu dan ujian kemampuan berburu dengan memburu burung rajawali dengan hanya berbekal pisau. Ketiga ujian ini adalah bekal bertahan hidup bagi bangsa Indian. Mereka harus meyakinkan diri bahwa orang yang mereka angkat sebagai pemimpin benar-benar memiliki kemampuan yang berada di atas rata-rata kemampuan mereka sendiri. Jika calon kepala suku tersebut tidak sanggup menjalankan ujian itu, ia akan mati dan orang lain yang akan ditunjuk berdasarkan ujar-ujar Dewan Penasehat yang terdiri dari orang-orang yang dituakan dan yang dianggap pandai. Walau demikian, setelah diangkat sebagai kepala suku pun kekuasaannya tidaklah mutlak. Pemegang kekuasaan tertinggi tetaplah Dewan Suku, yang terdiri dari seluruh anggota suku - dan keputusannya haruslah mendapatkan persetujuan dari orang tua-tua. Kebanyakan dari orang yang mencapai usia lanjut dalam masyarakat bangsa Indian adalah perempuan, karena mereka tidak ikut berperang. Jadi, kedudukan perempuan tinggi sekali dalam masyarakat Indian. Struktur ini dihancurkan ketika para pendeta Kristen kulit putih datang dan mulai meracuni pikiran orang-orang Indian bahwa "kedudukan perempuan itu ada di bawah kedudukan laki-laki". Bangsa-bangsa Jermania: suku-suku Goth, Visigoth, Pict, Saxony, dll, juga menganut pola kehidupan yang sama sampai jauh ke abad ke-4 Masehi. Orang-orang Kalahari, yang oleh orang kulit putih dijuluki "Hotentot", menganut pola ini sampai jauh di abad ke-19. Malahan, mereka ini tidak memiliki struktur politik sama sekali. Semua orang mengambil keputusan bersama-sama, mengerjakannya bersama-sama dan menikmati hasilnya bersama-sama. Mereka masih pula mempergunakan alat-alat dari batu seperti halnya nenek-moyang mereka ribuan bahkan puluhan ribu tahun yang lalu. Di Indonesia sendiri kita melihat suku-suku bangsa Papua, yang pola kehidupannya masih ketat menganut sistem komunal primitif ini. Banyak kisah yang mengatakan bahwa mereka lebih menyukai uang Rp 100 pecahan kertas daripada uang Rp 1000 atau Rp 5000. Jelas bagi mereka, kertas-kertas uang pecahan Rp 100 lebih berharga daripada pecahan lainnya karena warnanya lebih menarik. Mereka sungguh-sungguh hidup untuk hari ini, besok urusan nanti. Jadi, pernah ada kurun waktu di muka bumi ini di mana kelas tidak dikenal. Orang yang mengatakan bahwa kelas-kelas dalam masyarakat adalah sebuah "takdir ilahi" bukanlah orang yang memakai otaknya. Atau mungkin ia memakai otaknya untuk berpikir: bagaimana mengamankan sistem kelas

24

yang ada. Kelas-kelas dalam masyarakat pernah tidak ada, dan sekalipun kehidupan berlangsung dengan keras orang masih terus mengingat masa-masa ini sebagai "surga" - di mana orang tinggal memetik, tinggal mengambil, untuk mendapatkan makanan. Secara naluriah, orang merindukan keadaan seperti ini, keadaan di mana sekeras-kerasnya kehidupan tetap dihadapi bersama dan dinikmati bersama. Runtuhnya Masyarakat Tanpa Kelas Tapi, pola kehidupan ini ternyata tidak dapat bertahan untuk hidup terus. Mengapa? Para ahli sejarah dan arkeologi masih memperdebatkan mengenai faktor-faktor apa saja yang memicu perubahan ini, dan bagaimana persisnya proses itu berlangsung. Namun, dari perdebatan ini, ada satu hal yang telah disepakati menjadi faktor yang membuat manusia harus semakin tergantung pada alat-alat yang dibuatnya tersebut. Faktor itu adalah tekanan perubahan lingkungan. Para pemburu dan pengumpul itu sangat tergantung pada ketersediaan hewan buruan dan kondisi iklim yang sesuai untuk tumbuhan tertentu. Jika kondisi yang menunjang ketersediaan makanan itu lenyap, mereka akan berada dalam tekanan untuk mencari cara-cara lain untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu teori yang paling mutakhir mengemukakan fakta bahwa Jaman Es yang paling akhir dialami bumi terjadi sekitar 10.000 sampai 8.000 tahun yang lalu. Jaman Es terakhir ini dikenal dengan nama periode Younger Dryas. Pada saat ini, manusia telah menyebar ke berbagai penjuru bumi berkat ditemukannya cara membuat api 12.000 tahun yang lalu. Dalam kurun empat ribu tahun itu, manusia telah bergerak dari kampung halamannya di padang rumput Afrika Timur ke utara, menyusuri padang rumput purba yang kini dikenal sebagai Afrasia. Padang rumput purba ini membentang dari pegunungan Kenya di selatan, menyusuri Arabia, dan berakhir di pegunungan Ural di utara. Jaman Es tidak mempengaruhi mereka karena kebekuan itu hanya terjadi di bagian paling utara bumi sehingga iklim di daerah tropik-subtropik justru menjadi sangat nyaman. Adanya api membuat banyak masyarakat manusia betah berada di padang rumput Afrasia ini. Namun, ketika periode ini berakhir, terjadilah perubahan iklim yang drastis, terutama di daerah subtropik. Suhu udara meningkat drastis. Suhu ini mencairkan es di daerah kutub dan subtropik dan mengeringkan padang rumput Afrasia. Perlahan-lahan padang rumput ini berubah menjadi tandus. Perubahan pola angin menyebabkan terjadinya abrasi (pengikisan) yang deras di permukaan tanah yang tandus ini dan mengubahnya menjadi butiran-butiran pasir. Padang rumput ini, perlahan-lahan, berubah menjadi padang pasir. Perubahan ini, sekalipun berjalan sangat lambat kalau memakai skala waktu kita, ternyata berjalan amat cepat jika kita memakai skala waktu geologis sebagai patokan. Dalam waktu beberapa ratus tahun saja (yang tidak sampai sekejap mata jika dilihat dari skala waktu geologis) semenanjung Arabia telah berubah menjadi sebuah padang pasir. Untuk contoh modern mengenai kecepatan meluasnya padang pasir ini, Anda dapat melihat bagaimana Gurun Gobi kini membuat pemerintah "komunis" Tiongkok memutar otak dengan keras. Batas dari Gurun Pasir terluas di dunia ini kini mendesak maju dengan kecepatan 15 meter setahun. Kelihatannya ini tidak besar, tapi dalam waktu sepuluh tahun saja, batas ini akan maju sebanyak 150 meter. Jika ini terjadi di sepanjang perbatasan, dapat dibayangkan luasnya lahan subur yang ditelan oleh pasir. Perubahan yang drastis ini menyebabkan banyak spesies hewan dan tumbuhan yang sebelumnya menjadi bagian penting bahan pangan manusia lenyap atau berkurang sampai tingkat kritis. Untuk menghindari padang pasir ini, banyak spesies yang kemudian berpindah, baik ke utara maupun ke

25

selatan, untuk terus mencari lahan yang masih subur ditumbuhi rumput. Dan, pada gilirannya, masyarakat manusia itu juga harus berpindah mengikuti perpindahan hewan-hewan buruannya. Sebagian bergeser ke utara, sebagian lagi bergeser ke selatan. Dalam pergeseran inilah beberapa masyarakat manusia "terjebak" di pinggir lembah sungai besar. Mereka yang bergerak ke selatan terdesak sampai ke pinggir lembah sungai Nil, yang ke utara terdesak ke pinggir lembah sungai Efrat dan Tigris. Sebuah lembah sungai adalah wilayah yang amat sulit ditembus oleh manusia. Sekarang saja, dengan peralatan modern, masih sulit bagi kita untuk merambah sebuah lembah sungai yang masih perawan, seperti yang masih terdapat di daerah Amazon, atau lembah-lembah sungai di Papua. Apalagi pada masa itu ketika peralatan yang dikuasai manusia masih sangat sederhana. Karenanya, sejak masyarakat manusia yang pertama muncul, ia tidak pernah menetap di daerah lembah sungai. Mungkin ada juga masyarakat manusia yang berusaha masuk ke sana, namun karena peralatan mereka sangat tidak memadai dan ada cara hidup lain yang lebih mudah, mereka kemudian memilih untuk tetap tinggal sebagai pemburu dan pengumpul. Berbeda keadaannya ketika ia didesak oleh berubahnya kondisi lingkungan. Di hadapannya ada padang rumput yang perlahan-lahan mulai ditelan oleh padang pasir. Di belakangnya ada lembah sungai yang masih perawan. Ia tidak memiliki kemampuan untuk menaklukkan padang pasir itu (bahkan sampai sekarang manusia masih belum mampu menaklukkan padang pasir) karenanya ia kemudian secara nekat memasuki lembah-lembah sungai itu. Pilihan yang diambilnya ini sangatlah berat. Tidak ada hewan buruan yang akan mengikuti mereka masuk ke dalam lembah-lembah sungai ini. Oleh karena itu mereka kemudian harus mencari sumber pangan baru untuk kelangsungan hidup mereka. Di sinilah mereka kemudian menemukan bahwa pengetahuan mereka tentang biji-bijian ternyata amatlah berguna. Berbagai jenis tanaman dari keluarga rumput-rumputan (gandum, sorghum, padi, dll) ternyata dapat tumbuh dengan subur di daerah lembah sungai itu. Muncullah pertanian. Pertanian inilah yang kemudian memberi landasan untuk munculnya kelas. Pertanian dan Masyarakat Berkelas Bagaimana pertanian dapat memunculkan masyarakat berkelas? Setidaknya ada beberapa faktor yang telah disepakati oleh para ahli sejarah dan arkeologi mengenai proses tumbuhnya kelas-kelas dalam masyarakat pertanian. Faktor yang pertama adalah munculnya hasil lebih. Faktor yang kedua adalah munculnya teknik fortifikasi atau pembangunan tembok. Faktor yang ketiga adalah munculnya astrologi dan matematika. Mari kita lihat satu persatu faktor ini, apa pengaruh masing-masing terhadap munculnya kelas. Pertanian jelas merupakan pola produksi yang lebih maju ketimbang berburu atau mengumpulkan bahan makanan. Hasil yang didapat dari pertanian juga lebih banyak ketimbang kedua pola kehidupan yang mendahuluinya. Namun, pertanian tidaklah memberi hasil secara kontinyu seperti halnya berburu atau mengumpul, melainkan dalam paket-paket besar yang datang tiap beberapa waktu sekali. Hasil lebih ini harus disimpan sehingga bisa mencukupi keperluan hidup sampai datang masa panen berikutnya. Setelah hal ini berlangsung beberapa lama, orang mulai terbiasa dengan penghakkan terhadap hasil lebih. Kondisi yang disediakan oleh pertanian telah membangkitkan satu kesadaran dalam benak masyarakat petani bahwa kepemilikan/penyimpanan/akumulasi terhadap hasil lebih adalah sesuatu yang wajar. Pemikiran seperti ini tidak akan timbul secara alami dalam benak masyarakat pemburu

26

dan pengumpul. Di tengah masayarakat yang terdahulu, hasil lebih itu tidak ada atau, kalaupun ada, tidak disimpan dan diakumulasi. Sebaliknya yang terjadi di masyarakat pertanian di mana akumulasi dan penyimpanan adalah satu keharusan. Inilah kondisi material pertama yang memandatkan munculnya kepemilikan terhadap hasil lebih. Sekarang, jika ada satu masyarakat memiliki kelebihan hasil yang dapat mereka makan sementara masyarakat tetangga Anda kelaparan, apa yang kiranya akan terjadi? Perang. Mereka akan berebutan hasil lebih itu. Tentu saja, bentrokan antar masyarakat manusia telah muncul sejak masyarakat manusia itu sendiri muncul. Satu kelompok manusia yang telah berdiam di satu tempat yang baik tentu akan bertarung dengan kelompok pendatang yang berusaha ikut masuk di sana. Tapi, pertarungan ini semata-mata adalah untuk mempertahankan sumber penghidupan dan bertujuan untuk mengusir para pendatang ini - bukan untuk menaklukkannya. Ini bukanlah "perang" dalam pengertian yang kita pahami sekarang. Tidak ada satupun kelompok manusia, sebelum pertanian bangkit, yang merencanakan penyerbuan atas kelompok manusia lain, untuk merebut sumber penghidupan mereka. Bentrokanbentrokan ini terjadi spontan akibat pola penghidupan berpindah (nomaden) yang dianut oleh manusia. "Perang" dalam maknanya yang terjadi baru terjadi setelah masyarakat bertani muncul. Data-data arkeologi telah menunjukkan bahwa perang (dalam pengertiannya yang sejati) baru dikenal manusia sejak 7.000 tahun yang lalu. Hanya sekitar 1.000 tahun setelah Jaman Es berakhir dan manusia mulai dipaksa untuk bertani. Desa bertembok tertua di dunia juga telah ditemukan di daerah Chatal-Huyuk di propinsi Anatolia, Turki. Desa ini juga berumur 7.000 tahun. Terlihat jelas dari sini bahwa hasil lebih yang diperoleh dari pertanian telah pula memunculkan kondisi untuk merebut dan mempertahankan hasil lebih itu. Dari sini kita dapat memahami makna penting pembuatan tembok. Pada awalnya, teknik pembuatan tembok hanya berfungsi sebagai sarana untuk pembangunan tempat penyimpanan terhadap hasil lebih. Namun, belakangan, tembok ini juga berguna untuk mempertahankan hasil lebih tersebut. Sejarah telah mencatat bahwa perang-perang yang pertama kali dikenal oleh umat manusia adalah perang antara masyarakat petani dan masyarakat pemburu/pengumpul. Sungguh, pertanianlah yang telah memperkenalkan perang kepada umat manusia. Tapi, kedua hal itu saja masih belum cukup untuk memunculkan masyarakat berkelas secara kongkrit. Masyarakat berkelas baru muncul akibat faktor ketiga, pengetahuan yang diperlukan untuk menjalankan pertanian itu secara efisien. Misalnya saja, pertanian membutuhkan pengetahuan yang dalam tentang musim. Sebuah masyarakat pemburu/pengumpul tidak memerlukan pengetahuan ini. Ia tinggal mengikuti ke mana hewan-hewan buruan mereka pergi, tidak perlu bagi mereka untuk mengantisipasi kapan hewanhewan itu akan pergi. Sebaliknya, tanpa pengetahuan yang dalam akan musim, sebuah masyarakat petani akan hancur dalam sekejap. Sampai saat ini saja perhitungan orang akan musim, yang telah dibantu matematika tingkat tinggi semacam matematika chaos dan peralatan canggih seperti satelit, masih juga sering meleset. Apalagi di jaman ketika pertanian baru pertama kali bangkit. Karena begitu pentingnya peramalan yang tepat mengenai musim, orang-orang yang dapat membaca tanda-tanda alam mulai diberi tempat yang istimewa dalam masyarakat. Namun tentu saja peramalan mereka lebih banyak unsur mistiknya daripada unsur ilmiahnya. Maka itulah "ilmu" yang berkembang pada jaman itu adalah astrologi, bukannya astronomi. Karena sifatnya

27

yang lebih banyak mistiknya inilah kemudian upacara-upacara dan persembahan-persembahan menjadi hal yang penting dalam proses kehidupan masyarakat purba. Dan sebaliknya, ketika upacara-upacara itu menjadi semakin penting, semakin kokoh pula kedudukan orang-orang "pandai" ini karena merekalah satu-satunya kelompok yang tahu bagaimana upacara-upacara itu harus dijalankan. Di samping itu, masyarakat pertanian adalah sebuah masyarakat yang menetap. Karena itulah mereka kemudian membutuhkan administrasi. Mereka perlu mengatur populasi, mereka perlu mengatur bagaimana persediaan pangan dikelola. Dan yang terpenting, mereka perlu mengatur pertahanan terhadap hasil lebih yang telah mereka peroleh itu. Dari sinilah muncul satu kelompok orang yang diserahi tugas mengatur masyarakat. Mereka juga orang-orang yang cakap dalam mengatur pertempuran-pertempuran. Sama seperti halnya kelompok yang pertama, kelompok ini juga diberi kedudukan istimewa karena keahlian mereka yang penting untuk kelangsungan hidup masyarakat secara keseluruhan. Tahun berganti tahun, orang-orang yang berkedudukan istimewa ini mulai mendapat perlakuan yang istimewa pula. Mereka tidak perlu bekerja untuk menghasilkan bahan kebutuhan hidup mereka, melainkan dipasok oleh masyarakat. Dan, selang beberapa lama, muncullah satu kelompok orang dalam masyarakat yang tidak perlu bekerja untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidupnya. Perlu diperhatikan bahwa proses terbentuknya kelompok ini berjalan sejajar dengan proses pembentukan ide tentang "kepemilikan pribadi". Dengan demikian, pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang ini, yang menjamin penghidupannya, kemudian juga dianggap suatu kepemilikan pribadi. Mulailah terbentuk keluarga-keluarga yang secara turun-temurun hidup dari sokongan masyarakat karena masyarakat membutuhkan keahlian dan pengetahuan mereka. Pada saat inilah kelas mulai menampakkan dirinya dalam kehidupan masyarakat manusia. Kepemilikan pribadi berkembang sejalan dengan perkembangan kekuatan produktif itu sendiri. Jika dengan alat-alat sederhana manusia dipaksa untuk berkooperasi, bekerja sama, dalam mencari makan, dengan adanya alat-alat yang lebih maju proses ini mulai dapat dilakukan seorang diri. Contohnya demikian: dengan busur dan panah yang sederhana seperti yang dimiliki oleh suku-suku di Papua, misalnya, tidaklah dimungkinkan untuk mendapatkan buruan besar. Burung-burung dan hewan-hewan kecil lainnya mungkin masih bisa diperoleh, namun untuk menangkap hewan yang berukuran besar dibutuhkan satu kerja kelompok. Kerja sama ini menjadi semakin penting di padangpadang rumput di mana hewan-hewan buruan biasanya bergerak secara berkelompok dan bahaya mati terinjak-injak oleh ribuan ekor hewan mengancam tiap pemburu yang berani mencoba mendekat. Namun, ketika manusia mulai mengenal pertanian, pekerjaan untuk menggarap tanah semakin lama justru semakin menjadi pekerjaan pribadi. Terlebih ketika berbagai peralatan telah diciptakan untuk membantu kerja pertanian itu. Kita dapat melihat sendiri sisa-sisa pertanian primitif ini di berbagai tempat di Indonesia, di mana hanya panen dan menanam saja yang dikerjakan bersama-sama. Lainlainnya dikerjakan sendiri oleh pemilik tanah. Dan, seturut hukum perkembangan masyarakat, jika proses produksi menjadi semakin bersifat pribadi, kepemilikan atas hasil produksi juga akan menjadi semakin bersifat pribadi. Tapi, bagaimana dengan mereka yang tidak bekerja? Mereka yang diberi makan oleh masyarakat untuk mengerjakan tugas-tugas administratif dan mengatur pola kerja masyarakat? Ketika kepemilikan masih menjadi milik bersama, mudah saja diputuskan untuk menyisihkan sebagian hasil

28

kerja bersama itu untuk keperluan orang-orang ini. Dalam hal ini, apa yang mereka kerjakan dipandang sebagai sesuatu yang berguna bagi masyarakat secara umum. Tapi, seiring dengan semakin berkembangnya kepemilikan pribadi atas hasil-hasil kerja, siapa yang akan memberi mereka makan? Orang-orang yang memiliki hak istimewa ini tentunya tidak mau kehilangan hak istimewa mereka. Maka kemudian, perlahan tapi pasti, mereka mulai membangun satu lembaga untuk menjaga agar hak-hak istimewa mereka tidak hilang atau berkurang. Lembaga inilah yang bertugas memaksa orang untuk menyerahkan sebagian hasil kerja mereka untuk kepentingan orang-orang yang memiliki hak istimewa ini - baik dengan cara halus maupun kasar. Berdirilah negara. Dengan demikian, kita menjadi maklum bahwa kelas penguasa yang pertama kali ada di muka bumi ini adalah kelas pendeta dan ksatria. Hal ini juga tercatat dalam ingatan purba manusia yang muncul dalam kisah-kisah dalam kitab suci agama-agama samawi tentang awal peradaban manusia di mana "dosa pertama" adalah pengetahuan yang kemudian membuat orang terpaksa bekerja keras dan kehilangan "surga" mereka. Sementara pembunuhan pertama yang tercatat dalam sejarah umat manusia dilakukan oleh petani. Setelah melakukan pembunuhan, petani itu pergi dan anak-cucunya mulai membangun tembok-tembok dan menara-menara. Karena menara-menara inilah (yang tentunya adalah menaramenara pengintai) Manusia kemudian tidak lagi dapat bersatu, perdamaian tidak lagi dikenal di atas muka bumi. Sekalipun disamarkan oleh pengaruh mistisisme yang pekat, kisah-kisah ini telah mengawetkan ingatan umat manusia atas sejarah munculnya masyarakat berkelas. Perkembangan yang Tidak Merata dan Tercampur-aduk Perubahan dari masyarakat tanpa kelas menuju masyarakat berkelas bukanlah terjadi dalam tahaptahap yang jelas kapan berawal atau berakhirnya. Perkembangan ini melibatkan hukum-hukum "kuantitas ke kualitas" secara dialektik dan ketat. Perubahan-perubahan yang kecil-kecil tiba-tiba melompatkan sifat masyarakat secara keseluruhan. Lagipula, kondisi awal tiap masyarakat ketika proses perubahan ini terjadi sangat berbeda-beda sehingga munculnya masyarakat berkelas ini kadang terjadi di tahap yang lebih awal, kadang sangat terlambat, di berbagai belahan dunia. Ada lagi sebab yang lain, yakni berkembangnya hubungan antar peradaban. Dengan adanya hubungan antar peradaban ini, satu peradaban akan mempengaruhi peradaban yang lain. Jika satu peradaban menaklukkan peradaban yang lain, misalnya, ia dapat memaksakan pola yang dianutnya sendiri kepada mereka yang ditaklukkannya. Sebaliknya, ia dapat juga menyerap pola yang berkembang dalam masyarakat taklukan itu. Rembesan pola kehidupan ini juga dapat terjadi melalui hubungan-hubungan diplomatik atau perdagangan, atau juga karena migrasi (perpindahan penduduk). Dengan demikian kita dapat memahami mengapa tidak ada pola yang "baku" untuk melihat satu sistem peradaban. Kita tidak dapat, misalnya, menyebut satu masyarakat sebagai "perbudakan murni" atau "feudal murni". Tiap masyarakat perbudakan pasti menyisakan pola-pola komunal, begitu juga tiap masyarakat feudal pasti menyisakan pola komunal dan perbudakan. Yang perlu kita lihat adalah pola kehidupan mana yang dominan, yang menguasai sebagian besar pri-kehidupan masyarakat. Pola yang dominan inilah yang harus kita perhatikan dalam membuat analisa. Sebagai contoh, masyarakat Babilonia sudah mengenal bentuk kerajaan, yang berarti bahwa proses pembentukan kelasnya sudah relatif tuntas. Namun, bukti-bukti arkeologis menunjukkan bahwa kehidupan komunal masih mendominasi kehidupan masyarakat Babilonia. Hal ini juga tampak pada masyarakat yang kemudian dikenal dengan nama Israel atau Yahudi.

29

Bahkan, seperti juga yang tercatat baik dalam bukti-bukti sejarah maupun dalam kitab-kitab suci mereka, para raja Israel tidaklah serta-merta mendapatkan haknya dari asal-usul keturunannya, melainkan dari pencapaian dan bakatnya. Apa yang terjadi pada masyarakat Yahudi ini sesungguhnya merupakan sisa dari pola kehidupan peternak-nomaden yang sebelumnya mereka jalani. Kita tahu dari sejarah bahwa bangsa Yahudi baru mengenal pertanian menetap setelah mereka menghancurkan pertahanan bangsa Kanaan dan Filistin (sekarang Palestina) dan menjarah kota-kota mereka. Karena bangsa Kanaan dan Filistin memiliki tingkat peradaban yang lebih tinggi, maka bangsa Yahudi kemudian menyerap peradaban itu. Namun penyerapan ini tidaklah sempurna karena bukan berasal dari perkembangan internal bangsa Yahudi sendiri sehingga yang terjadi adalah pola kehidupan yang tercampur-aduk. Masyarakat Aztec juga telah mengenal bentuk kerajaan, namun dalam berbagai upacara seringkali para raja diharuskan membuat korbanan yang lebih besar ketimbang yang harus ditanggung orang biasa - termasuk korbanan darahnya sendiri. Ini sangatlah mirip dengan pola kepemimpinan yang dianut masyarakat Indian Amerika yang pri-kehidupannya masih sangat kental bernuansa komunal. Dengan demikian jelaslah bahwa kita membutuhkan satu syarat yang akan dapat membuat kita dapat menyebutkan bahwa dalam satu masyarakat telah muncul "kelas". Dan syarat itu adalah perampasan terhadap hasil lebih. Kita telah melihat di atas bahwa kelas-kelas itu sendiri muncul dari proses di mana satu kelompok masyarakat diistimewakan dan, dengan demikian, tidak perlu bekerja untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, lambat laun, kepemilikan itu sendiri menjadi suatu hal yang diterima luas di dalam masyarakat. Keinginan untuk hidup tanpa perlu bekerja namun sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup kemudian menjadi satu ide yang berkembang luas pula di dalam masyarakat. Dan hanya ada satu cara untuk mendapatkan hal itu: dengan memaksa orang lain bekerja dan merampas hasil kerja orang tersebut. Berkembanglah pola masyarakat berkelas yang pertama: perbudakan. Kesimpulan Kemunculan masyarakat berkelas adalah hasil dari perkembangan sejarah itu sendiri. Ada kondisikondisi kesejarahan yang memaksa munculnya masyarakat berkelas itu. Dengan demikian, sekalipun perbudakan adalah sebuah tata kehidupan yang sangat kejam, kita tidak boleh mengabaikan bahwa di bawah perbudakanlah manusia mulai membangun kekuatan produktifnya, perbudakanlah yang memungkinkan munculnya benih-benih dari seluruh struktur kehidupan yang kita kenal sekarang: pengetahuan, teknologi, sistem sosial-politik. Dan oleh karena masyarakat berkelas itu sendiri muncul dari sebuah keharusan sejarah, pelenyapannyapun harus muncul dari sebuah keharusan sejarah. Ada kondisi-kondisi tertentu yang akan memungkinkan hilangnya sistem kelas ini. Jika kondisi-kondisi ini tidak ada, pelenyapan sistem kelas hanya akan menjadi mimpi di siang bolong. Dan karena proses pembentukan masyarakat berkelas itu sendiri tidak sama/tidak merata, maka kita harus meneliti secara seksama struktur masyarakat berkelas di negeri kita sendiri agar kita tidak terjebak pada upaya menyalin strategi taktik yang dikembangkan untuk negeri lain, yang memiliki struktur kelas yang berbeda dengan struktur kelas di negeri sendiri. Yang juga harus diperhatikan bahwa perlawanan atas ketidakadilan merupakan salah satu naluri

30

dasar manusia. Dan secara alamiah, tujuan dari perlawanan ini adalah untuk membebaskan diri sendiri. Namun, kita telah belajar bahwa perjuangan pembebasan itu sendiri memiliki syarat-syarat tertentu, yang harus dipenuhi sebelum perjuangan pembebasan itu boleh mendapatkan kemenangan yang tuntas dan sempurna.

SOSIALISME DAN AGAMA


Oleh Lenin Masyarakat yang ada saat ini sepenuhnya didasarkan atas eksploitasi yang dilakukan oleh sebuah minoritas kecil penduduk, yaitu kelas tuan tanah dan kaum kapitalis, terhadap masyarakat luas yang terdiri atas kelas pekerja. Ini adalah sebuah masyarakat perbudakan, karena para pekerja yang "bebas", yang sepanjang hidupnya bekerja untuk kaum kapitalis, hanya "diberi hak" sebatas sarana subsistensinya. Hal ini dilakukan kaum kapitalis guna keamanan dan keberlangsungan perbudakan kapitalis. Tanpa dapat dielakkan, penindasan ekonomi terhadap para pekerja membangkitkan dan mendorong setiap bentuk penindasan politik dan penistaan terhadap masyarakat, menggelapkan dan mempersuram kehidupan spiritual dan moral massa. Para pekerja bisa mengamankan lebih banyak atau lebih sedikit kemerdekaan politik untuk memperjuangkan emansipasi ekonomi mereka, namun tak secuil pun kemerdekaan yang akan bisa membebaskan mereka dari kemiskinan, pengangguran, dan penindasan sampai kekuasaan dari kapital ditumbangkan. Agama merupakan salah satu bentuk penindasan spiritual yang dimanapun ia berada, teramat membebani masyarakat, teramat membebani dengan kebiasaan mengabdi kepada orang lain, dengan keinginan dan isolasi. Impotensi kelas tertindas melawan eksploitatornya membangkitkan keyakinan kepada Tuhan, jin-jin, keajaiban serta jang sedjenisnya, sebagaimana ia dengan tak dapat disangkal membangkitkan kepercayaan atas adanya kehidupan yang lebih baik setelah kematian. Mereka yang hidup dan bekerja keras dalam keinginan, seluruh hidup mereka diajari oleh agama untuk menjadi patuh dan sopan ketika di sini di atas bumi dan menikmati harapan akan ganjaran-ganjaran surgawi. Tapi bagi mereka yang mengabdikan dirinya pada orang lain diajarkan oleh agama untuk mempraktekkan karitas selama ada di dunia, sehingga menawarkan jalan yang mudah bagi mereka untuk membenarkan seluruh keberadaannya sebagai penghisap dan menjual diri mereka sendiri dengaan tiket murah untuk menuju surga. Agama merupakan candu bagi masyarakat. Agama merupakan suatu minuman keras spiritual, di mana budak-budak kapital menenggelamkan bayangan manusianya dan tuntutan mereka untuk hidup yang sedikit banyak berguna untuk manusia. Tetapi seorang budak yang menjadi sadar akan perbudakannya dan bangkit untuk memperjuangkan

31

emansipasinya ternyata sudah setengah berhenti sebagai budak. Para buruh modern yang berkesadaran-kelas, digunakan oleh industri pabrik skala besar dan diperjelas oleh kehidupan perkotaan yang merendahkan kedudukan di samping prasangka-prasangka religius, meninggalkan surga kepada parra pastur dan borjuis fanatik, dan mencoba meraih kehidupan yang lebih baik untuk dirinya sendiri di atas bumi ini. Proletariat sekarang ini berpihak pada sosialisme, yang mencatat pengetahuan dalam perang melawan kabut agama, dan membebaskan para pekerja dari keyakinan terhadap kehidupan sesudah mati dengan mempersatukan mereka bersama guna memperjuangkan masa sekarang untuk kehidupan yang lebih baik di atas bumi ini. Agama harus dinyatakan sebagai urusan pribadi. Dalam kata-kata inilah kaum sosialis biasa menyatakan sikapnya terhadap agama. Tetapi makna dari kata-kata ini harus dijelaskan secara akurat untuk mencegah adanya kesalahpahaman apapun. Kita minta agar agama dipahami sebagai sebuah persoalan pribadi, sepanjang seperti yang diperhatikan oleh negara. Namun sama sekali bukan berarti kita bisa memikirkan agama sepanjang seperti yang diperhatikan oleh Partai. Sudah seharusnya agama tidak menjadi perhatian negara, dan masyarakat religius seharusnya tidak berhubungan dengan otoritas pemerintahan. Setiap orang sudah seharusnya bebas mutlak menentukan agama apa yang dianutnya, atau bahkan tanpa agama sekalipun, yaitu, menjadi seorang atheis, dimana bagi kaum sosialis, sebagai sebuah aturan. Diskriminasi diantara para warga sehubungan dengan keyakinan agamanya sama sekali tidak dapat ditolerir. Bahkan untuk sekedar penyebutan agama seseorang di dalam dokumen resmi tanpa ragu lagi mesti dibatasi. Tak ada subsidi yang harus diberikan untuk memapankan gereja, negara juga tidak diperbolehkan didirikan untuk masyarakat religius dan gerejawi. Hal-hal ini harus secara absolut menjadi perkumpulan bebas orang-orang yang berpikiran begitu, asosiasi yang independen dari negara. Hanya pemenuhan seutuhnya dari tuntutan ini yang dapat mengakhiri masa lalu yang memalukan dan keparat, saat gereja hidup dalam ketergantungan feodal pada negara, dan rakyat Rusia hidup dalam ketergantungan feodal pada gereja yang mapan, ketika di jaman pertengahan, hkum-hukum inquisisi (yang hingga hari ini masih mendekam dalam hukum-hukum pidana dan pada kitab undang-undang kita) ada dan diterapkan, menyiksa banyak orang untuk keyakinan maupun ketidakyakinannya, memperkosa hati nurani orang-orang, dan menggabungkan pemerintah yang enak dan pendapatan dari pemerintah, dengan dispensasi ini dan itu yang membiuskan, oleh lembaga gereja. Pemisahan yang tegas antara lembaga Negara dan Gereja adalah apa yang dituntut proletariat sosialis mengenai negara modern dan gereja modern. Revolusi Rusia harus memberlakukan tuntutan ini sebagai sebuah komponen yang diperlukann untuk kemerdekaan politik. Dalam hal ini, revolusi Rusia berada dalam sebuah posisi yang menyenangkan, karena ofisialisme yang menjijikkan dari otokrasi feodal polisi berkuda telah menimbulkan ketidakpuasan, keresahan, dan kemarahann bahkan di antara para pendeta. Serendah-rendahnya dan sedungu-dungunya pendeta Orthodoks Rusia, mereka pun sekarang telah dibangunkan oleh guntur keruntuhan tatanan abad pertengahan yang kuno di Rusia. Bahkan mereka yang bergabung dalam tuntutan untuk kebebasan, memprotes praktek-praktek birokratik dan ofisialisme, hal mematamatai polisiyang sudah ditetapkan sebagai "pelayan Tuhan". Kita kaum sosialis harus memberikan dukungan kita pada gerakan ini, mendukung tuntutan para pendeta yang jujur dan tulus hati menuju ke tujuan mereka, membuat mereka meyakini kata-kata mereka tentang kebebasan, menuntut bahwa mereka harus memutuskan semua hubungan antara lembaga keagamaan dan kepolisian. Seperti juga bagi Anda yang tulus hati, di tiap kasus Anda harus mempertahankan pemisahan antara Gereja dengan Negara dan sekolah dengan Agama, sepanjang agama sudah dinyatakan secara tuntas dan menyeluruh sebagai urusan pribadi. Atau Anda tidak menerima tuntutan-tuntutan konsisten tentang kebebasan ini, dalam kasus dimana Anda tetap terpikat dengan tradisi inkuisisi, dalam kasus dimana Anda tetap berpegang teguh dengan kerja pemerintahan yang enak dan pendapatan dari pemerintah, dalam kasus dimana Anda tidak percaya terhadap kekuatan spiritual dari senjatamu dan melanjutkan untuk mengambil suap dari negara. Dan dalam kasus itulah para pekerja berkesadarankelas di seluruh Rusia menyatakan perang tanpa ampun terhadap Anda. Sepanjang yang diperhatikan kaum sosialis proletariat, agama bukanlah sebuah persoalan pribadi.

32

Partai kita adalah sebuah asosiasi dari para pejuang maju yang berkesadaran kelas, yang bertujuan untuk emansipasi kelas pekerja. Sebuah asosiasi seperti itu tidak dapat dan tidak seharusnya mengabaikan adanya kekurangan kesadaran- kelas, ketidaktahuan atau obscurantisme (isme kekaburan, ketidakjelasan) dalam bentuk keyakinan-keyakinan agama. Kita menuntut pembinasaan sepenuhnya terhadap Gereja dan dengannya mampu menerangi kabut religius yang begitu ideologis dan dengan sendirinya senjata ideologis, dengan sarana pers kita dan melalui kata dari mulut. Namun kita mendirikan asosiasi kita, Partai Buruh Sosial-Demokrat Rusia, tepatnya untuk sebuah perjuangan melawan setiap agama yang menina bobokan para pekerja. Dan bagi kita perjuangan ideologi bukan sebuah urusan pribadi, namun persoalan seluruh Partai, seluruh proletariat. Jika memang demikian, mengapa kita tidak menyatakan dalam Program kita bahwa kita adalah atheis? Mengapa kita tidak melarang orang-orang Kristen dan para penganut agama Tuhan lainnya untuk bergabung dalam partai kita? Jawaban terhadap pertanyaan ini akan memberikan penjelasan tentang perbedaan yang cukup penting dalah hal persoalan agama yang ditampilkan oleh para demokrat borjuis dan kaum SosialDemokrat. Program kita keseluruhannya berdasar pada cara pandang yang ilmiah, dan lebih jauh materialistik. Oleh karenanya, sebuah penjelasan mengenai program kita secara amat perlu haruslah memasukkan sebuah penjelasan tentang akar-akar historis dan ekonomis yang sesungguhnya dari kabut agama. Propaganda kita perlu memasukkan propaganda tentang atheisme; publikasi literatur ilmiah yang sesuai dimana pemerintah feodal otokratis hingga saat ini telah melarang dan menyiksa yang pada saat ini harus membentuk satu bidang dari kerja partai kita. Kita sekarang mungkin harus mengikuti nasehat yang diberikan Engels kepada kaum Sosialis Jerman: menterjemahkan dan menyebarkan literatur intelektual Pencerahan Perancis abad ke-18 dan kaum atheis. [1] Namun bagaimanapun juga kita tidak boleh dan tidak patut untuk jatuh dalam kesalahan menempatkan persoalan agama ke dalam sebuah abstrak, kebiasaan jang idealistik, sebagai sebuah masalah "intelektual" yang tak berhubungan dengan perjuangan kelas, seperti yang tidak jarang dilakukan oleh kaum demokrat-radikal yang ada di antara kaum borjuis. Tentulah bodoh untuk berpikir bahwa, dalam sebuah masyarakat yang berdasar pada penindasan tanpa akhir dan merendahkan massa pekerja, prasangka-prasangka agama bisa disingkirkan hanya melalui metode propaganda melulu. Inilah kesempitan cara berpikir borjuis yang lupa bahwa beban agama yanng memberati kehidupann manusia sebenarnya tak lebih adalah sebuah produk dan refleksi beban ekonomi yang ada di dalam masyarakat. Tak satupun dari famplet khotbah, berabapun jumlahnya, dapat memberi pencerahan pada kaum proletariat, jika ia tidak dicerahkan dengan perjuangannya sendiri melawan kekuatan gelap dari kapitalisme. Persatuan dalam perjuangan revolusioner yang sesungguhnya dari kelas kaum tertindas untuk menciptakan sebuah sorgaloka di bumi, lebih penting bagi kita ketimbang kesatuan opini proletariat di taman firdaus surga. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa kita tidak dan tidak akan menyatakan atheisme dalam program kita, itulah mengapa kita tidak akan dan tidak akan melarang kaum proletariat yang tetap memelihara sisa-sisa prasangka lama untuk menggabungkan diri mereka dengan Partai kita. Kita akan selalu mengkhotbahkan cara pandang ilmiah, dan hal itu essensial bagi kita untuk memerangi ketidakkonsistenan dari berbagai aliran "Nasrani". Namun bukan berarti bahwa pada akhirnya persoalan agama akan dikembangkan menjadi persoalan utama, sementara hal itu sudah tidak dipersoalkan lagi, atau bukan pula berarti bahwa kita akan membiarkan semua kekuatan dari perjuangan ekonomi dan politik revolusioner yang sesungguhnya untuk dipilah-pilah mengikuti opini tingkat ketiga ataupun ide-ide yang tidak masuk akal. Karena hal ini akan segera kehilangan semua arti penting politisnya, segera akan disapubersih sebagai sampah oleh perkembangan ekonomi.

33

Dimanapun kaum borjuis reaksioner hanya memperhatikan dirinya sendiri, dan sekarang sudah mulai memperhatikan dirinya di Rusia, dengan menggerakkan perselisihan agama karenanya dalam rangka membelokkan perhatian massa dari problem-problem ekonomi dan politik yang demikian penting dan fundamental, pada saat ini diselesaikan dalam praktek oleh semua proletariat Rusia yang bersatu dalam perjuangan revolusioner. Kebijaksanaan revolusioner yang memecahbelahkan kekuatan kaum proletariat, dimana pada saat ini manifestasinya muncul dalam program BlackHundred, mungkin besok akan menyusun bentuk-bentuk yang lebih subtil. Kita, pada setiap tingkat, akan melawannya dengan tenang, secara konsisten dan sabar berkhotbah tentang solidaritas proletarian dan cara pandang ilmiah seorang pengkhotbah yang asing pada apapun hasutanhasutan perbedaan sekunder. Kaum proletariat reevolusioner akan berhasil dalam membentuk agama menjadi benar-benar urusan pribadi, sejauh yang diperhatikan oleh negara. Dan dalam sistem politik ini, bersih dari lumut-lumut abad pertengahan, kaum proletariat akan keluar dan membuka pertarungan untuk mengeliminasi perbudakan ekonomi, sumber yang murni dari segala omong kosong relijius manusia. Novaya Zhizn, No. 28. 3 Desember, 1905 Tertanda: N.Lenin Catatan: 1. lihat Frederick Engels, "Flchtlings-Literatur", Volksstaat, No. 73, 22/6/1874, halaman 86. [Dari V.I.Lenin, Collected Works.]

KELUHAN PARA MAKHLUK TERTINDAS Agama dari kacamata Marxis


Oleh Suara Sosialis Kita sering mendengar tuduhan bahwa Marxisme bertentangan dengan agama serta memusuhi orang yang taat. Bukankah Marx pernah menyebutkan agama sebagai "candu rakyat"? Sebetulnya sikap Marx dan Lenin dalam hal ini sering disalahartikan, baik oleh orang non-sosialis maupun oleh tidak sedikit orang yang mengaku Marxis. Kritik Marx yang termasyur mengenai peranan agama dalam masyarakat sebetulnya tidak diarahkan untuk meremehkan kepercayaan manusia pada Tuhan.

34

Memang betul bahwa Marx, sebagai seorang filosof yang bersikap materialis, tidak percaya pada Tuhan. Namun demikian Marx sangat menaruh simpati pada rakyat biasa yang beragama. Untuk memahami sikap Marx yang sebenarnya, mari kita menyimak tulisannya "Kritik terhadap Filsafat Hukum Hegel". Di sini kita mendapati rumusan terkenal tentang "candu rakyat", tapi dalam konteks spesifik. "Di negeri Jerman," tulisnya, "kritik terhadap agama dalam garis besar sudah lengkap". Artinya, kritik tersebut sudah diselesaikan oleh kaum filosof yang mendahului Marx (kaum "Hegelian Muda" terutama Feuerbach). Marx merangkum kritik mereka sebagai berikut: "Landasan untuk kritik sekuler adalah: manusialah yang menciptakan agama, bukan agama yang menciptakan manusia. Agama adalah kesadaran-diri dan harga-diri manusia yang belum menemukan diri atau sudah kehilangan diri sendiri." Kedua kalimat ini memaparkan, bahwa agama (dan Tuhan) merupakan produk ideologis yang dibuat oleh manusia. Namun di mata Marx, penciptaan itu memiliki segi yang agung sekaligus mengharukan. Kemudian Marx berpaling ke aspek sosial yang merupakan perhatian utamanya: "Namun manusia bukanlah suatu makhluk yang berkedudukan di luar dunia. Manusia itu adalah dunia umat manusia, negara, masyarakat. Negara ini, masyarakat ini menghasilkan agama, sebuah kesadaran-dunia yang terbalik, karena mereka sendiri merupakan sebuah dunia terbalik." Jika manusia melihat dunia melalui kacamata agamis yang terbalik, itu disebabkan karena manusia hidup dalam masyarakat yang timpang: "Agama merealisasi inti manusia dengan cara fantastis karena inti manusia itu belum memiliki realitas yang nyata. Maka perjuangan melawan agama menjadi perjuangan melawan sebuah dunia nyata yang aroma jiwanya adalah agama tersebut." Kaum sosialis tidak diajak berkampanye malawan agama sebagai tugas pokok, melainkan diajak berkampanye melawan bentun-bentuk sosial yang timpang. Tugas utama kaum Marxis adalah untuk memberantas eksploitasi dan pendindasan, dan agama juga merupakan protest terhadap penindasan itu: "Kensengsaraan agamis mengekspresikan kesengsaraan riil sekaligus merupakan protes terhadap kesengsaraan itu. Agama adalah keluhan para makhluk tertindas, jantung-hati sebuah dunia tanpa hati, jiwa untuk keadaan tak berjiwa. Agama menjadi candu rakyat. Tanpa perjuangan untuk pembebasan sosial, kritik terhadap agama adalah sia-sia bahkan negatif, karena kritik semacam itu hanya mempersulit penghiburan emosional yang sangat dibutuhkan oleh manusia: "Kritik telah merenggut bunga-bunga imajiner dari rantai, bukanlah supaya manusia akan terus mengenakan rantai yang tak terhias dan suram itu, melainkan agar dia melepaskan rantai itu dan memetik kembang hidup." Marx menutup teks ini dengan menhimbau agar kaum filosof meninggalkan kritik terhadap agama demi memperjuangkan perubahan sosial: "Maka begitu dunia di luar kebenaran itu hilang, tugas ilmu sejarah adalah untuk memastikan kebenaran dunia nyata ini. Begitu bentuk suci dari keterasingan manusia telah kehilangan topengnya, maka tugas mula bagi filsafat, yang menjadi pembantu ilmu sejarah, adalah untuk mencopot topeng keterasingan dalam bentuk-bentuk yang tak suci. Sehingga kritik terhadap

35

surga menjelma menjadi kritik terhadap alam nyata; kritik terhadap agama menjadi kritik terhadap hukum, dan kritik teologi menjadi kritik politik." Sentimen ini mengulangi isi semboyan revolusioner yang dimuat dalam Tesis IX Tentang Feuerbach (tulisan Marx): "Para ahli filsafat hanya telah menafsirkan dunia, dengan berbagai cara; akan tetapi soalnya ialah mengubahnya". Lenin Dalam Revolusi Rusia, Lenin dan Partai Bolsyevik menerapkan kebijakan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip Marx tersebut di atas. Maka dalam pemerintahan, kaum Bolsyevik tidak mengambil sikap anti-agama, melainkan kepercayaan pada Tuhan dianggap sebagai masalah pribadi saja. Menurut Lenin (dalam "Sosialisme dan Agama", 1905): "Kita minta agar agama dipahami sebagai sebuah persoalan pribadi ... seharusnya agama tidak menjadi perhatian negara, dan masyarakat religius seharusnya tidak berhubungan dengan otoritas pemerintahan. Setiap orang sudah seharusnya bebas mutlak untuk menentukan agama apa yang dianutnya, atau bahkan tanpa agama sekalipun, yaitu, menjadi seorang atheis ... Bahkan untuk sekedar penyebutan agama seseorang di dalam dokumen resmi tanpa ragu lagi mesti dibatasi." Pemerintahan Bolsyevik memang memusuhi lembaga-lembaga agamis yang konservatif, dan melawan hubungan resmi antara negara dan agama, tetapi sekali lagi untuk menjaga prinsipprinsip demokrasi: "Subsidi-subsidi tidak boleh diberikan untuk memapankan gereja, negara juga tidak boleh memberikan tunjangan untuk asosiasi religius dan gerejawi. Ini harus secara absolut menjadi perkumpulan bebas orang-orang yang berpikiran begitu, secara independen dari negara. Hanya pemenuhan seutuhnya dari tuntutan ini yang dapat mengakhiri masa lalu yang memalukan dan terkutuk, ketika gereja hidup dalam ketergantungan feodal pada negara, dan rakyat Rusia hidup dalam ketergantungan feodal pada gereja yang mapan..." Sikap kaum Bolsyevik sebagai partai politik memang agak berbeda. Sebagai sebuah organisasi Marxis, partai melawan ideologi agamis dalam kelas pekerja: "Partai kita adalah sebuah perhimpunan para pejuang maju yang berkesadaran kelas, yang bertujuan untuk emansipasi kelas pekerja. Sebuah asosiasi seperti itu tidak dapat dan tidak seharusnya mengabaikan adanya kekurangan kesadaran- kelas, ketidaktahuan atau klenik-klenik dalam bentuk keyakinan-keyakinan agama ... kita mendirikan asosiasi kita ... tepatnya untuk sebuah perjuangan melawan setiap agama yang menina bobokkan para pekerja..." Meski begitu, mereka tidak melarang orang beragama masuk partai: "Jika memang demikian, mengapa kita tidak menyatakan dalam Program kita bahwa kita adalah atheis? Mengapa kita tidak melarang orang-orang Kristen dan para penganut agama Tuhan lainnya untuk bergabung dalam partai kita? "[Karena] kita tidak boleh jatuh dalam kesalahan merumuskan persoalan agama secara abstrak dan idealistis, sebagai sebuah masalah "intelektual" yang tak berhubungan dengan perjuangan kelas, ... Tentulah bodoh untuk berpikir bahwa, dalam sebuah masyarakat yang berdasarkan pada penindasan tanpa akhir dan merendahkan massa pekerja, prasangka-prasangka agama bisa disingkirkan hanya melalui metode propaganda melulu."

36

Seperti Marx, Lenin beranggapan bahwa agama merupakan "keluhan para makhluk tertindas", sehingga "prasangka agama" tidak bisa dihilangkan tanpa menjungkirbalikkan tatanan sosial. Sebelum perubahan itu dapat tercapai, sikap anti-agama hanya menjadi sektarian, dan bisa memecahkan kelas pekerja. Paska Revolusi Bagaimana dalam masyarakat sosialis di masa depan? Apakah kaum Marxis akan melarang agama atau menindas orang yang taat? Pertanyaan ini sering diungkit dan bisa dipahami, karena rezim-rezim stalinis (yang pura-pura sosialis) memang melarang serta menindas agama. Selain itu, bukankah Marx dan Lenin menekankan bahwa agama hanya bisa amblas setelah penindasan diberantas? Kalau begitu, apakah agama mau "dihilangkan" secara aktif oleh masyarakat sosialis? Sama sekali tidak. Marxisme, yang berlandaskan pada materialisme, berharap agama akan menghilang *dengan sendirinya* bila semua penindasan diberantas. Artinya, selama manusia masih merasa memerlukan agama, itu membuktikan bahwa pendindasan masih terjadi. Maka kaum Marxis mesti berjuang terus melawan penindasan, bukan memushi agama. Dalam waktu jangka panjang, pandangan teoritis kaum Marxis dalam hal ini memang akan teruji. Apabila dalam masyarakat sosialis seutuhnya yang akan tiba, manusia tetap merasa memerlukan agama, itu hak mereka. Akan tetapi jika mereka tidak lagi merasa begitu, analisis materialis Marxisme tentang agama akan terbukti benar.

UU No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh


Rabu, 09 Juni 2004 | 07:32 WIB

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

37

a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun secara tulisan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, serta mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum merupakan hak setiap warga negara; b. bahwa dalam rangka mewujudkan kemerdekaan berserikat pekerja,/buruh berhak membentuk dan mengembangkan serikat pekerja/serikat buruh yang bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab; c. bahwa serikat pekerja/serikat buruh merupakan syarat untuk memperjuangkan, melindungi, dan membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya, serta mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b, c perlu ditetapkan undang-undang tetang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh; Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (2), pasal 27, dan pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Pertama Tahun 1999; 2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional Nomor 98 mengenai Berlakunya Dasar-Dasar daripadanya Hak Untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1050) ; 3. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja dan buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

38

2. Serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh di satu perusahaan atau di beberapa perusahaan. 3. Serikat pekerja/serikat buruh diluar perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh pekerja/buruh yang bekerja diluar perusahaan. 4. Federasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan serikat pekerja/serikat buruh. 5. Konferensi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan federasi serikat pekerja/serikat buruh. 6. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk yang lain. 7. Pengusaha adalah: a. orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan perusahaan milik sendiri; b. orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c. orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan diluar wilayah Indonesia. 8. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan memberi upah atau imbalan dalam bentuk yang lain. 9. Perselisihan antar serikat pekerja/antar serikat buruh, federasi dan konferensi serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konferensi serikat pekerja/serikat buruh, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konferensi serikat pekerja/serikat buruh lain, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan serta pelaksanaan hak dan kewajiban keserikat pekerja. 10. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN Pasal 2 (1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh menerima Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-undang Dasarf 1945 sebagai Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

39

(2) Serikat pekerja atau serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai asas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 3 Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai sifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.

Pasal 4 (1) Serikat Pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya. (2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi : a. sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial; b. sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaha kerja sama dibidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya; c. sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraaturan perundang-undangan yang berlaku; d. sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya; e. sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; f. sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham dalam perusahaan.

BAB III PEMBENTUKAN Pasal 5 (1) Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. (2) Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh.

40

Pasal 6 (1) Serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi anggota federasi serikat pekerja/serikat buruh. (2) Federasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) serikat pekerja/serikat buruh.

Pasal 7 (1) Federasi serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi anggota konfederasi serikat pekerja/serikat buruh. (2) Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) federasi serikat pekerja/serikat buruh.

Pasal 8 Penjenjangan organisasi serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh diatur dalam anggaran dasar dan /atau anggaran rumah tangganya.

Pasal 9 Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk atas kehendak bebas pekerja/buruh tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha, pemerintah, partai politik, dan pihak manapun.

Pasal 10 Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha, jenis pekerjaan, atau bentuk lain sesuai dengan kehendak pekerja/buruh.

Pasal 11 (1) Setiap serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. (2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya harus

41

memuat: a. nama dan lambang; b. dasar negara, asas, dan tujuan; c. tanggal pendirian; d. tempat kedudukan; e. keanggotaan dan kepengurusan; f.sumber dan pertanggungjawaban keuangan; dan g. ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.

BAB IV KEANGGOTAAN Pasal 12 Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus terbuka untuk menerima anggota tanpa membedakan aliran politik, agama, suku bangsa, dan jenis kelamin.

Pasal 13 Keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya.

Pasal 14 (1) Seorang pekerja /buruh tidak boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh disatu perusahaan. (2) Dalam hal seorang pekerja/buruh dalam satu perusahaan ternyata tercatat pada lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, yang bersangkutan harus menyatakan secara tertulis satu serikat pekerja/serikat buruh yang dipilihnya.

Pasal 15 Pekerja/buruh yang menduduki jabatan tertentu di dalam satu perusahaan dan jabatan itu menimbulkan pertentangan kepentingan antara pihak pengusaha dan pekerja/buruh,

42

tidak boleh menjadi pengurus serikat pekerja/serikat buruh diperusahaan yang bersangkutan.

Pasal 16 (1) Setiap serikat pekerja/serikat buruh hanya dapat menjadi anggota dari satu federasi serikat pekerja/serikat buruh. (2) Setiap federasi serikat pekerja/serikat buruh hanya dapat menjadi anggota dari satu konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.

Pasal 17 (1) Pekerja/buruh dapat berhenti menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh dengan pernyataan tertulis. (2) Pekerja/buruh dapat diberhentikan dari serikat pekerja/serikat buruh sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan. (3) Pekerja/buruh, baik sebagai pengurus maupun sebagai anggota serikat pekerja/serikat buruh yang berhenti atau diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tetap bertanggung jawab atas kewajiban yang belum dipenuhinya terhadap serikat pekerja/serikat buruh.

BAB V PEMBERITAHUAN DAN PENCATATAN Pasal 18 (1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat. (2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan dilampiri : a. daftar nama anggota pembentuk; b. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga; c. susunan dan nama pengurus.

Pasal 19

43

Nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang akan diberitahukan tidak boleh sama dengan nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat terlebih dahulu.

Pasal 20 (1) Instansi pemerintah, sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1), wajib mencatat dan memberikan nomor bukti pencatatan terhadap serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7, ayat (2), Pasal 11, Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima pemberitahuan. (2) Instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat menangguhkan pencatatan dan pemberian nomor bukti pencatatan dalam hal serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 11, Pasal 18 ayat (2), dan Pasal 19. (3) Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dan alasan-alasannya diberitahukan secara tertulis kepada serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima pemberitahuan.

Pasal 21 Dalam hal perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga, pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh memberitahukan kepada instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga tersebut.

Pasal 22 (1) Instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), harus mencatat serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 11, Pasal 18 ayat (2), dan Pasal 19 dalam buku pencatatan dan memeliharanya dengan baik. (2) Buku pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dapat dilihat setiap saat dan terbuka untuk umum.

44

Pasal 23 Pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan harus memberitahukan secara tertulis keberadaannya kepada mitra kerjanya sesuai dengan tingkatannya.

Pasal 24 Ketentuan mengenai tata cara pencatatan diatur lebih lanjut dengan keputusan menteri.

BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 25 (1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak: a. membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha; b. mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial; c. mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan; d. membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh; e. melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Pelaksanaan hak-hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 26 Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dapat berafiliasi dan/atau bekerja sama dengan serikat pekerja/serikat buruh internasional dan/atau organisasi internasional lainnya dengan ketentuan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 27 Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat

45

buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berkewajiban: a. melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan kepentingannya; b. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya; c. mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

BAB VII PERLINDUNGAN HAK BERORGANISASI Pasal 28 Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara: a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi; b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh; c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun ; d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.

Pasal 29 (1) Pengusaha harus memberikan kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota serikat pekerja/serikat buruh untuk menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dalam jam kerja yang disepakati oleh kedua belah pihak dan/atau yang diatur dalam perjanjian kerja bersama. (2) Dalam kesepakatan kedua belah pihak dan/atau perjanjian kerja bersama dalam ayat (1) harus diatur mengenai: a. jenis kegiatan yang diberikan kesempatan; b. tata cara pemberian kesempatan; c. pemberian kesempatan yang mendapat upah dan yang tidak mendapat upah.

BAB VIII

46

KEUANGAN DAN HARTA KEKAYAAN Pasal 30 Keuangan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bersumber dari: a. iuran anggota yang besarnya ditetapkan dalam anggaran dasar atau anggaran rumah tangga; b. hasil usaha yang sah; dan c. bantuan anggota atau pihak lain yang tidak mengikat.

Pasal 31 (1) Dalam hal bantuan pihak lain, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf c, berasal dari luar negeri, pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan anggota.

Pasal 32 Keuangan dan harta kekayaan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus terpisah dari keuangan dan harta kekayaan pribadi pengurus dan anggotanya.

Pasal 33 Permintaan atau pengalihan keuangan dan harta kekayaan kepada pihak lain serta investasi dana dan usaha lain yang sah hanya dapat dilakukan menurut anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.

Pasal 34 (1) Pengurus bertanggung jawab dalam penggunaan dan pengelolaan keuangan dan harta kekayaan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh. (2) Pengurus wajib membuat pembukuan keuangan dan harta kekayaan serta melaporkan

47

secara berkala kepada anggotanya menurut anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.

BAB IX PENYELESAIAN PERSELISIHAN Pasal 35 Setiap perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh diselesaikan secara musyawarah oleh serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.

Pasal 36 Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tidak mencapai kesepakatan, perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh diselesaikan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

BAB X PEMBUBARAN Pasal 37 Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bubar dalam hal: a. dinyatakan oleh anggotanya menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga; b. perusahaan tutup atau menghentikan kegiatannya untuk selama-lamanya yang mengakibatkan putusnya hubungan kerja bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan setelah seluruh kewajiban pengusaha terhadap pekerja/buruh diselesaikan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. dinyatakan dengan putusan Pengadilan.

Pasal 38 (1) Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf c dapat membubarkan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dalam hal:

48

a. serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai asas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945; b. pengurus dan/atau anggota atas nama serikat pekerja/serikat buruh terbukti melakukan kejahatan terhadap keamanan negara dan dijatuhi pidana penjara sekurangkurangnya 5 (lima) tahun yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (2) Dalam hal putusan yang dijatuhkan kepada para pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, lama hukumnya tidak sama, maka sebagai dasar gugatan pembubaran serikat pekerja/sserikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh digunakan putusan yang memenuhi syarat. (3) Gugatan pembubaran serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diajukan oleh instansi pemerintah kepada pengadilan tempat serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan berkedudukan.

Pasal 39 (1) Bubarnya serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh tidak melepaskan para pengurus dari tanggung jawab dan kewajibannya, baik terhadap anggota maupun pihak lain. (2) Pengurus dan/atau anggota serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang terbukti bersalah menurut keputusan pengadilan yang menyebabkan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibubarkan, tidak boleh membentuk dan menjadi pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh lain selama 3 (tiga) tahun sejak putusan pengadilan mengenai pembubaran serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

BAB XI PENGAWASAN DAN PENYIDIKAN Pasal 40 Untuk menjamin hak pekerja/buruh berorganisasi dan hak serikat pekerja/serikat buruh melaksanakan kegiatannnya, pegawai pengawas ketenagakerjaan melakukan pengawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 41 Selain penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup

49

tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagekerjaan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melakukan penyidikan tindak pidana

BAB XII SANKSI Pasal 42 (1) Pelanggaran terhadap Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 21 atau Pasal 31 dapat dikenakan sanksi administratif pencabutan nomor bukti pencatatan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh. (2) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang dicabut nomor bukti pencatatan kehilangan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a, b, dan c sampai dengan waktu serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 21 atau Pasal 31.

Pasal 43 (1) Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.

BAB XIII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 44 (1) Pegawai negeri sipil mempunyai hak dan kebebasan untuk berserikat. (2) Hak dan kebebasan berserikat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pelaksanaannya diatur dengan undang-undang tersendiri.

BAB XIV

50

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 45 (1) Pada saat diundangkannya undang-undang ini serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan yang baru sesuai dengan ketentuan undang-undang ini selambatlambatnya 1 (satu) tahun terhitung sejak mulai berlakunya undang-undang ini. (2) Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak undang-undang ini mulai berlaku, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang tidak menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dianggap tidak mempunyai nomor bukti pencatatan.

Pasal 46 Pemberitahuan pembentukan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah diajukan, tetapi pemberitahuan tersebut belum selesai diproses saat undang-undang ini mulai berlaku, harus diproses menurut ketentuan undang-undang ini.

BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 47 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penetapannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 4 Agustus 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd ABDURRAHMAN WAHID

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Agustus 2000

51

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Ttd DJOHAN EFFENDI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 131

52

You might also like