You are on page 1of 9

HUKUM PERBURUHAN / KETENAGAKERJAAN

HUKUM PERBURUHAN / KETENAGAKERJAAN


I. LATAR BELAKANG.
Sebagai bagian dari hukum umum, maka hukum ketenagakerjaan meliputi antara lain aturanaturan tentang hubungan kerja yang mengikat seorang sebagai karyawan dan seorang lain. Yakni Pengusaha/Majikan dengan suatu imbalan yang namanya upah. Tidak termasuk ruang lingkup hukum ketenagakerjaan antara lain aturan-aturan tentang pekerjaan pengusaha yang berdiri sendiri; misalnya jual beli dalam hukum dagang pada umumnya, aturan-aturan tentang pekerjaan-pekerjaan bebas, pekerjaan pengurus dan perhimpunan-perhimpunan atau perkumpulan , pekerjaan dalam pemerintahan, pekerjaan orang hukuman dan militer. Lingkungan hukum ketenagakerjaan itu dibatasi untuk menghindari jangan sampai hukum tersebut meliputi juga cabang-cabang lain dari hukum yang telah ada, dengan maksud agar dapat diperoleh suatu peraturan tersendiri dengan sifat-sifat yang tersendiri pula. Akibat dari hubungan kerja, ada penunjukan/konsensi antara kedua belah pihak. Aturan-aturan dari hubungan kerja merupakan suatu bagian tersendiri dari hukum dan dinamai hukum ketenagakerjaan. Pengertian tentang hukum ketenagakerjaan sendiri tidak jauh berbeda dengan pengertian hukum pada umumnya. Pengertian atau definisinya, sepanjang perkembangan jaman senantiasa akan mengikuti selera dan pandangan para sarjana dan ahli hukum ketenagakerjaan, sehingga tidak begitu dianjurkan untuk terpaku kepada sesuatu rumusan atau definisi karena kenyataan-kenyataan atau keadaan yang riil, penuh dengan keaneka ragaman dan variasi-variasi yang tidak mungkin dalam satu rumus. Kebijaksaan ketenagakerjaan secara umum diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja sebagai pelaksanaan dari Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945, yang menegaskan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dapat dijelaskan bahwa yang dirumuskan dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 ialah pokok-pokok untuk menjamin kedudukan sosial ekonomi tenaga kerja serta kearah yang harus ditempuh dalam mengatur kebutuhan sosial ekonomi tenaga kerja sesuai dengan cita-cita dan aspirasi bangsa Indonesia dengan azas gotong royong sebagai ciri khas kepribadian bangsa dan unsur pokok Pancasila. Dimaksudkan dengan tenaga kerja menurut Undang-Undang ini ialah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhana masyarakat (Pasal 3 Undang-Undang No. 14 Tahun 1969). Dalam pengertian ini meliputi tenaga kerja yang bekerja baik di dalam maupun di luar hubugan kerja dengan alat produksi utamanya dalam proses produksi ialah tenaga kerjanya tersebut ialah bekerja dibawah perintah orang lain dengan menerima upah. Dengan Undang-Undang tersebut ditetapkan norma-norma atau standar, ialah ukuran tertentu yang harus dijadikan pegangan pokok dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dibidang ketenagakerjaan atau pekerjaan kearah terciptanya ketertiban dan kepastian hukum.

Norma-norma tersebut akan sangat berperan disamping memberikan perlindungan hukum, juga mewujudkan kaidah yang ideal dalam hubungan ketenagakerjaan bagi terciptanya stabilitas sosial dalam proses produksi.

II.

PENGERTIAN.
Perumusan para sarjana atau ahli hukum kenamaan tentang hukum ketenagakerjaan adalah sebagai berikut : 1. Prof. A.M. Molenaar. Hukum ketenagakerjaan itu merupakan bagian dari pada hukum umum (hukum positif) yang artinya mengatur hubungan antara tenaga kerja dengan tenaga kerja, tenaga kerja dan pengusaha dalam arti bahwa hukum ketenagakerjaan tersebut dibatasi, yaitu hanya meliputi aturan-aturan mengenai orang-orang yang berdasarkan perjanjian kerja, bekerja pada orang lain tidak mengenai orang-orang yang belum bekerja (pengangguran) yang tidak bekerja lagi dan yang tidak mampu bekerja (penderita cacad) . Secara tegas Molenaar mengartikan hukum ketenagakerjaan itu ialah hukum arbeiders (pekerja/tenaga kerja) yang mengikatkan diri dengan perjanjian kerja. 2. Prof. Mr. M.G. Levennach. Hukum ketenagakerjaan adalah keseluruhan asal dari pada aturan-aturan hukum yang berkenaan dengan peri kehidupan yang bersangkut paut dengan hubungan kerja itu sendiri, juga meliputi aturan-aturan mengenai badan-badan, lembaga-lembaga yang berhubungan dengan organisasi-organisasi ketenagakerjaan. perumusan Levenbach ini jauh lebih jangkauannya dari pada rumusan Molenaar. 3. Mr. V.E.H. Van Esfeld. Tidak membatasi hukum ketenagakerjaan pada norma-norma yang terdapat pada hubungan kerja saja, akan tetapi meliputi norma-norma pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang melakukan pekerjaan bebas (self employed). Beliau mengemukakan, bahwa timbulnya hukum ketenagakerjaan disebabkan karena adanya usaha-usaha untuk menghindarkan akibat-akibat jelek yang ditimbulkan oleh pertentangan-pertentangan antara cita-cita luhur dan perhitungan-perhitungan ekonomis yang sangat dirasakan berat oleh golongan yang lemah, jadi tidak hanya menghindarkan akibat-akibat jelek untuk tenaga kerja kecil saja melainkan untuk pengusaha-pengusaha kecil. 4. Mr. S. Mook. Hukum ketenagakerjaan adalah bagian dari hukum umum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dibawah pimpinan orang lain yang bersangkutan dengan pekerjaan itu. 5. I.L.O. Labour Law Course 1964 mengemukakan sebagai berikut : Labour Law include all the Controls that relugate, direct and protect management and Labour artinya lebih kurang : Hukum ketenagakerjaan itu meliputi semua pengawasan yang mengatur, membina dan melindungi baik tenaga kerja maupun pengusaha. 6. Prof. Imam Supomo, SH Beliau berpendirian, bahwa tiada sesuatu yang kekal dan abadi suatu rumusan itu bersifat sementara, karena definisi tentang sesuatu itu adalah berdasarkan kaidahkaidah yang berlaku. Menurut beliau, Hukum Ketenagakerjaan adalah suatu himpunan peraturan-peraturan, baik tertulis maupun yang berkenaan dengan suatu kejadian, dimana seorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah. Pada hakekatnya hukum ketenagakerjaan hendak mengatur tingkah laku yang sesuai dengan peri keadilan dan peri kemanusiaan.

Hukum Ketenagakerjaan menurut Supomo sifatnya tidak abadi, melainkan berkembang terus sepanjang masa dan mempunyai fungsi sebagai tongkat saja. 7. Hukum Positif Indonesia. Ruang lingkup hukum positif bidang perburuhan di Indonesia adalah sempit dari rumusan Levenbach karena hanya meliputi peraturan-peraturan tentang hubungan kerja, dimana satu pihak bekerja di bawah perintah orang lain dengan menerima upah untuk waktu tertentu.

III.

HAKEKAT DAN SIFAT HUKUM KETENAGAKERJAAN.


Seorang pekerja secara yuridis bebas menentukan, apakah ia mau bekerja atau tidak, akan tetapi secara sosiologis tidak bebas karena terpaksa harus bekerja untuk orang lain dan pada dasarnya pengusaha yang menentukan syarat-syarat kerja terutama dengan beberapa pengecualian antara lain pekerja ahli. Dengan demikian maka pekerja dalam memberikan tenaganya tergantung pada pengusaha. dengan kata lain, pekerja baik jasmaniah maupun rohaniah adalah tidak bebas. Adam Smith dengan semboyan Laisser faire, Laisser fasser berpendapat bahwa campur tangan pemerintah yang jauh terhadap hubungan antara pekerja dan pengusaha merupakan pembatasan terhadap kebebasan. Motto : Laisser faire, Laisser fasser itu tidak mungkin dapat dijalankan secara penuh. Menurut Smith, negara tidak perlu campur tangan dalam soal-soal ekonomi akan tetapi diingat, bahwa negara juga terikat pada ikatan-ikatan yang ada dalam masyarakat dan menurut sendi-sendi keadilan sosial, dimana pihak yang kuat harus dibatasi. Pada keadilan sosial harus ada keseimbangan antara yang kuat dan yang lemah dan hal ini adalah normal, yang kuat harus dibatasi dan lemah harus dilindungi. JR. Commens dan JB. Andrew dalam bukunya Where the parties are Unequal, then the state which refuses to redress the unequality is actually denying to the weaker party the equal protection of the law. Yang dimaksudnya adalah hakekat hukum ketenagakerjaan ialah melaksanakan sila Keadilan Sosial terhadap orang yang lemah dibawah pimpinan orang lain dalam soal-soal ketenagakerjaan. Pada umumnya hukum ketenagakerjaan harus bersifat memaksa dan merupakan perintahperintah atau larangan-larangan. Jadi sifatnya yang memaksa (dwingend) ada kalanya yang mengatur (regelend).

IV.

FUNGSI DAN PERANAN HUKUM PERBURUHAN DIDALAM PERUSAHAAN.


Secara yuridis pekerja memang bebas, akan tetapi secara sosiologis pekerja adalah tidak bebas. Sebagai manusia yang tidak mempunyai bekal hidup lain daripada tenaganya, ia terpaksa untuk bekerja pada orang lain. Dan pengusaha atau si pemberi kerjalah yang umunya menentukan syarat-syarat kerja itu. Tenaga pekerja yang terutama menjadi kepentingan pengusaha atau pemberi kerja merupakan suatu yang sedemikian melekatnya pada pribadi pekerja, sehingga pekerja itu selalu mengikuti tenaganya ke tempat dan pada saat pengusaha memerlukannya serta mengeluarkannya atau memberikannya menurut kehendak pengusaha itu. Kenyataan menempatkan pekerja secara jasmaniah dan rohaniah dalam kedudukan yang tidak bebas. Memberikan perlindungan kepada pekerja terhadap kekuasaan pengusaha berarti menetapkan peraturan-peraturan yang memaksa pengusaha bertindak dalam batas-batas yang dibenarkan. Fungsi dan peranan pokok hukum ketenagakerjaan adalah pelaksanaan keadilan sosial dalam ketenagakerjaan dan dilaksanakan melalui penyelenggaraan pemberian perlindungan kepada pekerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas di pihak pengusaha, jelas pula bagaimana fungsi hukum ketenagakerjaan itu disamping peranan hukum ketenagakerjaan itu sendiri.

Walaupun kepada pekerja dan pengusaha diberi kebebasan untuk mengadakan peraturanperaturan yang tertentu, namun peraturan-peraturan itu tidak bertentangan dengan peraturanperaturan dari pengusaha yang bermaksud mengadakan perlindungan itu. Oleh karena itu peraturan-peraturan pengusaha pada umumnya merupakan perintah atau larangan. Berdasarkan kenyataan inilah maka dalam perumusan arti kata ketenagakerjaan terdapat pula berbagai pendapat dari ahli-ahli hukum yaitu adanya perumusan yang menekankan arti kata ketenagakerjaan pada kedudukan para pekerja dan ada pula yang menekankannya pada pekerjaan. Perumusan di Indonesia menekankanya pada pekerjaan sesuai berlakunya Undang-Undang Kerja Nomor 1Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Kerja Tahun 1948. Dimana dalam Pasal 1 dikatakan pekerjaan ialah pekerjaan yang dijalankan oleh pekerja untuk pengusaha dalam suatu hubungan kerja dengan menerima upah. Hubungan kerja yaitu hubungan antara pekerja dan pengusaha, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh para pekerja dan pengusaha, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh pekerja dan pengusaha, dimana pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah. Perjanjian ini disebut Perjanjian Kerja. Istilah Perjanjian Kerja ini menyatakan bahwa perjanjian ini mengenai kerja, karena timbulnya kewajiban satu pihak untuk bekerja dan di pihak lain kewajiban untuk pemberi kerja. Pengertian perjanjian kerja adalah berlainan dengan perjanjian ketenagakerjaan. Perjanjian kerja (KKB/PKB) selain memuat hak-hak atau dan atau kewajiban untuk melakukan pekerjaan, juga memuat syarat-syarat kerja. Perjanjian Kerja pada dasarnya harus memuat juga ketentuan-ketentuan yagn berkenan dengan hubungan kerja itu, yaitu hak dan kewajiban pekerja serta hak dan kewajiban pengusaha. Ketentuan-ketentuan ini dapat ditetapkan dalam suatu peraturan pengusaha/reglement, yang secara sepihak ditetapkan oleh pengusaha. Selanjutnya ketentuan-ketentuan ini dapat pula ditetapkan dalam suatu perjanjian, hasil musyawarah antara organisasi pekerja dengan pihak pengusaha, perjanjian kerja (KKB/PKB). Disamping ini negara menjalankan peraturan-peraturan mengenai hak dan kewajiban pekerja maupun pengusaha yang harus dituruti kedua belah pihak. Untuk suatu perjanjian kerja tidak ditetapkan bentuk yang tertentu. Dapat dilakukan secara lisan. Perjanjian kerja biasanya memuat macam pekerjaan, lamanya perjanjian, besarnya upah masa cuti dan upah selama cuti. Dalam perjanjian kerja yang diadakan secara sukarela dan tertulis, tentunya pihak pengusaha akan berusaha tidak membuat banyak janji yang menguntungkan pekerja. Oleh sebab itu perlu adanya peraturan-peraturan secara lengkap yang menentukan atau memuat semua hak dan kewajiban dari kedua belah pihak. Yang dikehendaki oleh pengusah sebagai azas melindungi pekerja, dalam ketentuan UndangUndang. Pelaksanannya dilakukan dengan empat jalan : 1. Ketentuanketentuan yang sifatnya mengatur, yaitu memberi aturan mengenai berbagai soal yang akan berlaku, bila kedua belah pihak pekerja dan pengusaha tidak akan mengadakan aturan sendiri. 2. Diadakan ketentuan-ketentuan yang sifatnya memaksa yang tidak boleh dikesampingkan dengan merugikan pekerja. Jika penyimpangan dan merugikan pekerja, maka aturan yang ditetapkan kedua belah pihak menjadi batal. 3. Perlindungan yang sifatnya diantara mengatur dan memaksa, menetapkan jika ada penyimpangan dari ketentuan yang ada, harus dilaksanakan dengan eprjanjian tertulis, atau dicantumkan dalam peraturan pengusaha. 4. Adanya perlindungan bagi pihak pekerja yang lemah ekonominya terletak pada kekuasaan pengadilan yang tidak terdapat pada perjanjian lainnya. Misalnya : Suatu syarat dalam perjanjian kerja merupakan keganjilan, pengadilan berhak menghilangkan keganjilan itu.

Perlindungan terhadap pameran tenaga sebagai perlindungan sosial, bentuk perlindungan terhadap kecelakaan sebagai perlindungan tehnis atau perlindungan keselamatan kerja. Perlindungan pekerja yang berbentuk perlindungan sosial, merupakan penjagaan agar pekerja melakukan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan yang tidak hanya ditujukan terhadap pihak pengusaha yang hendak memeras tenaga pekerja tetapi juga ditujukan terhadap pihak pekerja sendiri. Yaitu apabila dan bilamana pekerja umpamanya hendak menghabiskan tenaganya tanpa mengindahkan Undang-Undang kerja 1948, sebagaimana diuraikan dalam penjelasannya dimaksudkan sebagai Undang-Undang Pokok (Lexgeneraly) perlindungan pekerja. Perundang-undangan ketenagakerjaan jaman Kolonial tetap kita berlakukan berdasarkan aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang Dasar ini.

V.

STRUKTUR HUKUM PERBURUHAN DAN PEMBAGIANNYA.


Pelaksanaannya terbagi tiga tahap yaitu : 1. Pra Employment (sebelum memasuki hubungan kerja) Aturan pelaksanaannya :

a.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenaga Kerjaan di Perusahaan. Dalam rangka pemerintah mengatur penyediaan tenaga kerja dalam kualitas dan kuantitas yang memadai serta untuk memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada pencari kerja termasuk penetapan tenaga kerja yang tepat guna, maka diperlukan data mengenai keadaan lowongan pekerjaan, Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1980 tentang Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan. Setiap pengusaha serta pengurus wajib segera melaporkan secara tertulis setiap ada atau akan ada lowongan pekerjaan kepada Menteri/Pejabat yang ditunjuknya memuat : Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Jenis pekerjaan dan syarat-syarat jabatan yang digolongkan. Jenis kelamin Usia Pendidikan, ketrampilan/keahlian dan pengalaman Serta syarat lain yang dipandang perlu. Peraturan Menteri Nomor 4 Tahun 1970 tentang Pengerahan Tenaga Kerja. Tujuannya agar supaya orang mengadakan perjanjian kerja untuk dipekerjakan baik didalam maupun diluar negeri dalam berbagai bidang kegiatan ekonomi, atau sebagai seniman, olah ragawan atau tenaga ilmiah. Pengerahan Tenaga Kerja dimaksud untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dari suatu daerah atau dari luar negeri dengan memindahkannya dari daerah yang kelebihan tenaga kerja; Pengerahan dilarang bila tidak ada ijin ditunjuknya. Ijin dapat diberikan dengan syarat-syarat : Jumlah tenaga kerja yang akan dikerahkan, Cara Pengerahan; Tempat Penampungan; Biaya Pengerahan dan pengangkutan; PKB yang berisi tentang : upah, cuti, jam kerja/lembur, Perumahan, PHK, Tunjangan-tunjangan dan lain-lain. dari Menteri/Pejabat yang

b.

c.

d.

Latihan Kerja Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja adalah melalui latihan kerja, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun swasta. Terbentuknya kesempatan kerja dalam proses pembangunan baik didalam maupun diluar hubungan kerja atau usaha mandiri menuntut penyediaan tenaga kerja dengan tingkat kemampuan kerja dan produktivitas kerja tertentu. Dengan latihan kerja bertujuan menyiapkan tenaga kerja untuk mengisi kesempatan kerja dengan memberikan serta meningkatkan ketrampilan dan keahlian guna membentuk sikap kerja, mutu kerja, dan produktivitas kerja. Tugas, wewenang dan tanggung jawab penyelenggaraan latihan kerja diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1972 serta Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1974. Dilingkungan Departemen Tenaga Kerja Kegiatan Latihan Kerja dilaksanakan melalui BLK/KLK yang tersebar diseluruh Indonesia baik secara Intitutional maupun Mobile Training Unit (MTU) atau Unit Latihan Keliling (ULK). Latihan Kerja diarahkan kepada ketrampilan tehnis, managerial, pengembangan motivasi, berprestasi dan lain-lain yang diperlukan sehingga menciptakan tenaga kerja yang siap pakai.

e.

Penempatan Tenaga Kerja. Dalam GBHN dinyatakan bahwa perluasan dan pemerataan kesempatan kerja, serta meningkatkan mutu dan perlindungan tenaga kerja adalah kebijaksanaan yang sifatnya menyeluruh disemua sektor. Susunan utama peningkatan perluasan kesempatan kerja diarahkan kepada usaha penanggulangan pengangguran sebagai akibat pertumbuhan angkatan kerja yang cukup tinggi dibanding tingkat pertumbuhan ekonomi yang masih belum seimbang. Atas dasar tersebut diatas, penanganan masalah ketenagakerjaan dititik beratkan kepada upaya penempatan tenaga kerja melalui jalur-jalur kesempatan kerja sebagai berikut : Pendaftaran pengangguran; Bursa tanaga kerja. Antar Kerja Antar Daerah Antar Kerja Antar Negara Padat Karya Gaya Baru (PKGB); Latihan Kerja.

2.

During Employment (Dalam Hubungan Kerja).

a.

Hubungan Kerja : Semenjak campur tangan Pemerintah dalam masalah hubungan kerja, maka hukum ketengakerjaan bergeser arahnya dari hubungan privat menjadi hubungan publik. Sekalipun ada campur tangan pemerintah dalam pergaulan hidup, akan tetapi asas kebebasan individu masih tetap diakui. Perjanjian kerja merupakan pangkal tolak dari pada perkembangan hukum ketenagakerjaan dewasa ini dan untuk masa yang akan datang, guna mendeasakan asas demokrasi yang berintikan musyawarah untuk mufakat. Sekalipun tidak ada kewajiban untuk membuat perjanjian kerja, namun dalam praktek perjanjian kerja dibuat oleh pekerja dan pengusaha untuk terwujudnya kepastian dan keadilan terhadap perjanjian kerja sangat diperlukan : Memberikan landasan pada jiwa dan falsafah Pancasila; Memberikan arah agar perjanjian kerja benar-benar menciptakan kondisi yang lebih mantap dalam hubungan kerja;

Agar pijhak-pihak yang bersangkutan dapat menikmati suasana serta iklim ketertiban hukum yang berintikan keadilan.

b.

Syarat-syarat Kerja : Perjanjian Kerja Bersama (Kesepakatan Kerja Bersama) adalah merupakan peraturan induk bagi perjanjian kerja antara anggota serikat pekerja pada suatu pihak dengan seorang majikan atau seorang anggota perkumpulan majikan pada pihak lain, baik sudah maupun yang belum diselenggarakan. PKB pada umumnya memuat syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam membuat perjanjian kerja. Tetapi hanya didalam lingkungan yang dianggap layak oleh Pemerintah. Sebab pemerintah memegang teguh pada tujuan untuk melindungi yang lemah agar tercapai suatu imbangan yang mendekatkan masyarakat kepada tujuan negara untuk menjamin penghidupan yang layak bagi kemanusiaan bagi warga negara pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya. Disamping PHK, setiap perusahaan yang mempekerjakan 25 orang pekerja atau lebih diwajibkan membuat Peraturan Perusahaan (pasal 2 ayat (10 Permen No. 02/MEN/1978. Didalam membuat peraturan perusahaan harus konsultasi dengan karyawan-karyawannya, dapat pula dengan Departemen Tenaga Kerja yang memuat kententuan-ketentuan tentang syarat-syarat kerja serta tata tata tertib perusahaan. Peraturan Perusahaan harus mendapatkan pengesahan Departemen Tenaga Kerja (Pasal 3 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 02/MEN/1978 termasuk perubahan isinya. Perusahaan yang telah memiliki PKB tidak dapat mengganti dengan Peraturan Perusahaan.

c.

Pengawasan Ketenagakerjaan. Keberhasilan Pengawasan Ketengakerjaan adalah salah satu faktor yang sangat menentukan bagi terciptanya keserasian hubungan kerja antara para pengusaha dan tenaga kerja untuk dapat berhasilnya pembangunan. Maka dari itu diperlukan adanya penanganan yang sungguh-sungguh disamping adanya pelaksana yang tanggap dan tangkas dalam menangani masalah ketenagakerjaan pada umumnya dan pengawasan pada khususnya. Dalam pelaksanaan ketenagakerjaan diperlukan gerak dan keterpaduan pengawasan sehingga tidak terjadi kesimpang siuran. Adapun pengawasan ketenagakerjaan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan : Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan No. 23 Tahun 1948 dari Republik Perburuhan No. 23 Tahun 1948 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu. PER-03/MEN/1984 tentang

d.

Perselisihan Ketenagakerjaan/PHK. Tahap-tahap penyelesaian perselisihan : Serikat Pekerja dan Majikan mencari penyelesaian secara damai dengan perundingan. Bila tercapai kesepakatan maka disusun Persetujuan Bersama. Sebaliknya bila tidak ada kata sepakat dapat diselesaikan Perantara yang ditunjuk oleh mereka/salah satu pihak. oleh Pegawai

Bila Pegawai Perantara tidak dapat menyelesaikan diserahkan kepada P4D (UU No. 22/1957).

Pengusaha yang akan mengadakan PHK terhadap karyawannya harus ada ijin dari P4. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 secara garis besar dapat dikemukakan sebagai berikut : Sedapat mungkin PHK harus dicegah. Bila tidak dapat dicergah Pengusaha harus berunding dengan Serikat Pekerja atau dengan Pekerjanya sendiri. Bila berunding tidak berhasil maka diserahkan kepada P4D atau P4P untuk diselesaikan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.

3.

Post Employment (sesudah bekerja). Pemerintah dalam usahanya untuk memberi perlindungan kepada pekerja telah menetapkan beberapa peraturan antara lain : Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dengan Program : Jaminan Kecelakaan Kerja; Jaminan Kematian; Jaminan Hari Tua; Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

VI.

UNDANG-UNDANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA.


Sebentar lagi kita akan memasuki Pembangunan Jangka Panjang Tahap II yang dimulai pada awal Pelita VI, pada saat ini kebutuhan pokok rakyat diharapkan telah terpenuhi secara merata. Struktur ekonomi lebih seimbang antara sektor industri dan sektor pertanian, serta kemandirian telah lebih tumbuh baik dalam kehidupan nasional maupun individu. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan yang kita laksanakan sekarang ini merupakan pengamalan Pancasila dan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan yang kita lakukan pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya untuk mencapai masyarakat Indonesia untuk mencapai masyarakat Indonesia yang berkualitas tinggi, adil dan makmur serta sejahtera lahiriah dan bathiniah. Dengan menyadari sepenuhnya bahwa manusia merupakan obyek dan subyek pembangunan, maka strategi pembangunan jangka panjang tahap kedua tentu akan memberikan perhatian yang besar pada faktor manusia sebagai sumber daya pembangunan yang penting. Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara 1988 dinyatakan bahwa Pembangunan Ketenagakerjaan merupakan upaya yang sifatnya menyeluruh di semua sektor dan daerah, dan ditujukan pada perluasan lapangan kerja, pemerataan kesempatan kerja, peningkatan mutu dan kemampuan tenaga kerja, serta perlindungan tenaga kerja dan peningkatan kesejahteraan tenaga kerja. Dengan demikian, penyediaan lapangan kerja dengan balas jasa yang wajar merupakan usaha yang terus menerus harus ditumbuh kembangkan. Disamping itu, perlindungan harus diberikan kepada tenaga kerja pada waktu sakit, mengalami kecelakaan, menderita cacad, mencapai hari tua dan meninggal dunia sehingga kesejahteraan diri dan keluarganya dapat terjamin. Perlindungan tenaga kerja tersebut merupakan program yang diselenggarakan melalui jaminan sosial tenaga kerja. Setiap pekerja selalu menghadapi beberapa resiko tertentu. Setiap orang pasti pada suatu saat akan mencapai hari tua. Produktivitas kerjanya pada satu saat akan menurun hingga pada saat perlu diganti dengan tenaga kerja yang lebih muda. Setiap orang pada satu saat akan diberhentikan atau berhenti dari pekerjaannya yang berakibat penghasilannya akan terhenti pula. Seorang tenaga kerja dapat juga mengalami cacad tetap dan total karena sakit atau kecelakaan sehingga tidak mampu bekerja lagi, maka pekerjaan dan penghasilannya juga akan terhenti. Tenaga Kerja juga dapat menderita sakit mulai dari yang ringan sampai yang berat dan harus dirawat dirumah sakit. Perawatan itu memerlukan pembiayaan. Lebih-lebih apabila seorang karyawan sebagai pencari nafkah meninggal dunia, dan penghasilannya dihentikan, maka keluarga yang ditinggalkan akan kehilangan sumber penghasilan.

Oleh karena resiko kerja dan resiko sosial seperti diuraikan diatas selalu dihadapi oleh setiap tenaga kerja dan bersifat universal, maka perlu ditanggulangi secara sistimatis, terencana dan teratur. Program pensiun dan jaminan sosial merupakan alat yang ampuh dan tepat untuk menanggulangi resiko sosial ekonomis tersebut karena akan diikuti oleh seluruh jenis dan lapisan tenaga kerja baik tenaga kerja tetap, tidak tetap, bulanan, harian, borongan, musiman maupun pimpinannya. Demikian juga programnya dapat meliputi seluruh jenis perlindungan yang diperlukan bagi tenaga kerja dalam hal menderita, emngalami kecelakaan dan cacad, mencapai hari tua sampai meninggal dunia. Sejalan dengan amanat GBHN maka peningkatan Program Jaminan Sosial Tenaga Kejra melalui Udnang-Undang dalam Pelita V ini dimaksudkan untuk memberikan landasan yang lebih kuat dalam upaya perlindungan tenaga kerja pada umumnya dan jaminan sosial tenaga kerja padas khususnya, ke arah terciptanya Repelita selanjutnya. Peningkatan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1977 mengenai Asuransi Tenaga Kerja menjadi Udnang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dimaksudkan sebagai Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dimaksudkan sebagai upaya memenuhi kepentingan tenaga kerja, dimaksudkan sebagai upaya memenuhi kepentingan tenaga kerja dan kepentingan perusahaan untuk dapat menciptakan ketenangan kerja dan ketenangan berusaha, meningkatakan produktivitas kerja dan menunjang usaha stabilitas nasional. Dengan terciptanya hubungan yang harmonis antara tenaga kerja dan keluarganya serta adanya kepastian penghasilan pekerja untuk masa datang, maka akan dapat diciptakan stabilitas perusahaan dan akan menunjang ketahanan nasional. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja mempunyai ruang lingkup program yang lebih luas dari Program Astek dan mencakup antara lain : 1. pensiun; 2. 3. 4. dunia. Bentuk-bentuk jaminan tersebut dianggap telah dapat memberikan perlindungan bagi pekerja secara lengkap meskipun bersifat dasar, sehingga perlu diikuti oleh setiap perusahaan. Program Jaminan Hari Tua dalam Undang-Undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja ini berbeda dengan program pensiun, karena pembayarannya dilakukan sekaligus dan atau berkala yang merupakan program yang bersifat wajib sebagaimanan diberikan kepada Pensiun Pegawai negeri. Sedangkan pemberian pensiun pada dasarnya diselenggarakan dengan suka rela. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan tidak hanya memberikan pelayanan kuratif (penyembuhan) tetapi juga upaya Promotif (pembinaan/pendidikan kesehatan), preventif (pencegahan) dan pemulihan (rehabilitatif). Jaminan Kecelakaan Kerja selain memberikan kompensasi (ganti rugi) juga mencakup program keselamatan dan keseatan kerja dan membantu rehabilitasi cacad akibat kecelakaan kerja. Sedangkan jaminan Kematian merupakan unsur pelengkap terhadap Jaminan Hari Tua yang diterima oleh ahli waris. Dalam rangka memberikan perlindungan bagi pekerja, maka Pemerintah menetapkan besarnya Jaminan yang dianggap layak bagi kemanusiaan. Disamping itu pemerintah juga menetapkan iuran sebagai tingkat maksimum yang perlu dipenuhi oleh pengusaha dan/atau pekerja, sehingga kedua belah pihak mengetahui besarnya kewajiban tersebut. ---------Jaminan Pemeliharaan Kesehatan untuk memberikan perawatan medis bagi pekerja dan keluarganya yang menderita sakit, termasuk perawatan kehamilan. Jaminan Kecelakaaan Kerja untuk memberikan perawatan medis dan tunjangan cacad dan tunjangan kematian dalam hal pekerja mengalami kecelakaan dan sakit akibat kerja; Jaminan Kematian yang diberikan kepada Ahli Waris dari pekerja yang meninggal Jaminan Hari Tua untuk memberikan bekal keuangan pada saat pekerja mencapai umur

You might also like