You are on page 1of 2

Serupa Dengan Siapakah Kita?

Karikatur ini menggambarkan bahwa apa yang ditampilkan terkadang berbeda dengan apa yang sejatinya terjadi. Seorang pendeta asyik membaca dan memasang siluet foto dirinya di jendela agar terlihat dari luar bila dia sedang berdoa cukup khusyuk dan lama. Dengan demikian pendeta tersebut menuai keuntungan pujian dari umatnya tentunya. Apa yang dilakukan pendeta semacam ini sebenarnya perlu dibenturkan dengan pertanyaan: serupa dengan siapakah kita ini sebenarnya? Kalau pendeta melakukan cara semacam ini, yaitu menipu jemaat, maka pendeta tersebut memiliki keserupaan dengan apa yang orang-orang dunia lakukan yaitu berdusta untuk menuai keuntungan. Alkitab menyatakan dengan tegas bahwa: Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Roma 12:2). Lalu keserupaan dengan apa dan siapakah yang sebenarnya orang percaya juga termasuk para pendeta harus miliki? Keserupaan dengan Kristus! Apa mungkin? Masak kita disuruh untuk sama dengan Kristus? Tidak masuk akal! Mungkin sebaiknya jangan membantah terlebih dahulu sebelum membaca apa yang Alkitab katakan. Keserupaan dengan Kristus adalah sebuah keniscayaan yang justru merupakan salah satu tujuan Allah bagi manusia. Dalam Roma 8:29, firman Allah tertulis: Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Analisis frasa dalam bahasa Indonesia memiliki kesamaan antara menjadi serupa dengan (Roma 12:2) dengan menjadi serupa dengan (Roma 8:29) namun dalam teks Yunani memiliki kemiripan makna tetapi memiliki akar kata yang berbeda. Paulus mempergunakan kata summorfous (berakar dari kata sun (bersama) dan morfe (bentuk) dalam Roma 8:29 sedangkan dalam Roma 12:2 ia mempergunakan kata susschematizeste yang berakar dari kata sun (bersama) dan schema (pola). Pembedaan ini memang berdasar. Maksud Paulus dalam Roma 12:2 agar orang percaya jangan memiliki pola yang sama dengan orang duniawi karena naturnya berbeda, sedangkan dalam Roma 8:29 Paulus justru menekankan bahwa anugerah pemilihan Allah

(predestinasi) mengarah bukan kepada kesamaan natur ilahiah tetapi pada kemanusiaan Kristus dengan kita. Sebutan gambaran Anak-Nya menjelaskan kualitas Adam Kedua ini yang sama dengan manusia lainnya dalam natur namun tidak berdosa (sama seperti natur Adam Pertama sebelum jatuh ke dalam dosa). Keserupaan yang diharapkan dimiliki orang percaya menurut Torreys New Topical Textbook tidak dalam hal keilahian seperti dalam Ibrani 7:26: Sebab Imam Besar yang demikianlah yang kita perlukan: yaitu yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa dan lebih tinggi dari pada tingkat-tingkat sorga, yang mustahil dimiliki manusia. Keserupaan tersebut dalam kajian Torrey mencakup: kekudusan (I Pet 1:15, 16; Ro 1:6); kebenaran (I Yoh 2:6); kesucian (I Yoh 3:3); kasih dan pengorbanan (Yoh 13:34, Ef 5:2; I Yoh 3:16); kerendahan hati (Luk 22:27, Flp 2:5, 7), lembah lembut (Mat 11:29), taat (Yoh 15:10); penyangkalan diri (Mat 16:24; Rom 15:3); melayani sesama (Mat 20:28; Yoh 13:14, 15), belas kasih (Kis 20:35; II Kor 8:7, 9); mengampuni (Kol 3:13); mengalahkan dunia (Yoh 16:33; I Yoh 5:4); tidak berasal dari dunia (Yoh 17:6); rela menderita (I Pet 2:21-22); tekun menderita bagi kebenaran (Ibr 12:3-4). Kemudian Paulus dengan tegas mengatakan bahwa untuk mencapai keserupaan dengan Kristus kita mengalami perubahan karena karya ilahi. Saatnya melalui pemberitaan firman kita semua bersama-sama menaruh pikiran bersama bahwa keserupaan dengan Kristus adalah kerinduan Allah dan bagi kita yang mengalami kemuliaan yang semakin besar (II Kor 3:18). Dengan kata lain, kelakuan dan sikap yang dituntut Allah dari manusia adalah bersifat Christlike-seperti Kristus, yaitu selaras dan senada dengan cara Ia bertindak terhadap sesamanya. Secara lebih umum, dapat dikatakan bahwa segala perintah dan ajaran moral dalam Alkitab harus dinilai dan dipertimbangkan dalam terang diri dan karya Yesus Kristus[1]. Senada dengan itu C. H. Dodd menyatakan bahwa cara hidup orang Kristen dipanggil untuk menjadi sejenis dan sehaluan dengan tindakan Allah melalui dan dalam Yesus Kristus[2].
[1] Verne H. Fletcher, Lihatlah Sang Manusia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 88. [2] Charles H. Dood, Gospel and Law: the Relation of Faith and Ethics in Early Christianity (Cambridge: University Press, 1951), 71-74; bnd. T. W. Manson, The ServantMessiah (London: SCM, 1960), 58-59.

You might also like