You are on page 1of 6

Tinjauan Pustaka

Hipoglikemia Postprandial

Suzanna Immanuel, Alvina


Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Abstrak: Hipoglikemia postprandial adalah hipoglikemia yang terjadi 2 sampai 5 jam setelah mengkonsumsi makanan; dapat terjadi karena sekresi insulin yang berlebihan akibat peningkatan kadar glukosa darah setelah makan. Dalam kondisi normal, kadar glukosa darah 2 jam setelah makan biasanya lebih tinggi daripada kadar glukosa puasa. Keadaan kadar glukosa postprandial yang lebih rendah dari puasa kadangkala dijumpai walaupun tanpa gejala. Hal tersebut sering dipermasalahkan dokter yang menganggap terdapat kesalahan pada hasil pemeriksaan laboratorium. Sebenarnya keadaan itui dapat terjadi, kadar glukosa postprandial bukan saja lebih rendah dari puasa bahkan dapat terjadi hipoglikemia postprandial. Gejala hipoglikemia yang sering dijumpai adalah lelah, tremor, palpitasi, iritabilitas sampai pingsan. Hipoglikemia postprandial dapat disebabkan oleh obat (salisilat, beta blocker, pentamidin, ACE inhibitor, disopiramid), peningkatan sensitivitas insulin, gejala dini dari diabetes melitus (prediabetes), idiopatik, intake akohol dan postgastrektomi (alimentary hypoglycemia). Pemeriksaan untuk hipoglikemia postprandial dapat menggunakan sistem ambulatory glucose sampling, breakfast test atau meal tolerance test. Diagnosis hipoglikemia postprandial ditegakkan bila ada gejala hipoglikemia terutama setelah makan disertai kadar glukosa darah postprandial >50 mg/dl. Kata kunci: Hipoglikemia postprandial, sekresi insulin, prediabetes, idiopatik.

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 7, Juli 2009

333

Hipoglikemia Postprandial

Postprandial Hypoglycemia Suzanna Immanuel, Alvina


Department of Clinical Pathology, Faculty of Medicine University of Indonesia, Jakarta

Abstract: Postprandial hypoglycemia means hypoglycemia that occurred 2-5 hours after meal, which caused by excessive insulin secretion as a result of after meal increase of blood glucose. In contrast to normal condition blood glucose concentration after 2 hours of meal is higher than fasting. Postprandial hypoglycemia sometimes occurs without symptoms. This issue often raised by doctors that complained about false results from laboratory. In reality this condition happened due to postprandial glucose values not only it can be lower than during fasting but it could result in postprandial hypoglycemia. Symptoms may be observed namely tired, tremor, palpitation, irritability and even syncope. Postprandial hypoglycemia may be caused by drugs (e.g. salicylate, beta-blocker, pentamidine, ACE inhibitor, disophyramide), increased insulin sensitivity, early sign of diabetes mellitus (prediabetes), alcohol intake and post gastrectomy (alimentary hypoglycemia) and idiopathic. Laboratory tests for postprandial hypoglycemia include ambulatory glucose sampling, breakfast test or meal tolerance test. Diagnosis of hypoglycemia postprandial may be build if there are hypoglycemia symptoms after meal with postprandial blood glucose <50 mg/dL. Keywords: Postprandial hypoglycemia, insulin, prediabetes, idiopathic.

Pendahuluan Pemeriksaan glukosa darah postprandial adalah pemeriksaan yang dilakukan 2 jam setelah makan biasa. Selama 2 jam tersebut pasien tidak melakukan latihan jasmani berat, sedangkan pemeriksaan glukosa darah puasa dilakukan setelah berpuasa sekurangnya 8 jam.1 Dalam kondisi normal, kadar glukosa darah 2 jam setelah makan biasanya lebih tinggi daripada kadar glukosa puasa.2 Nilai glukosa darah postprandial baru bermakna apabila makanan mengandung kira-kira 100 gram karbohidrat. Jika, kadar glukosa darah postprandial lebih rendah daripada kadar glukosa darah puasa disertai gejala lelah, tremor, palpitasi, iritabilitas sampai pingsan, keadaan itu disebut hipoglikemia postprandial. Pada simposium hipoglikemia internasional ke-3 tahun 1986 di Roma, dikemukakan konsensus yang menyatakan bila ada pasien dengan gejala hipoglikemia disertai kadar glukosa darah <50 mg/dL maka diagnosis hipoglikemia postprandial dapat ditegakkan.3 Beberapa kepustakaan mengemukakan adanya gejala hipoglikemia yang terjadi dua sampai lima jam setelah mengkonsumsi makanan yang disebut hipoglikemia postprandial.4,5 Keadaan itu pertama kali dilaporkan oleh Harris pada tahun 1924 berdasarkan fakta adanya lima kasus hipoglikemia setelah makan.3 Hipoglikemia postprandial terjadi karena sekresi insulin yang berlebihan akibat
334

peningkatan kadar gula darah setelah makan.4,5 Keadaan kadar glukosa darah postprandial yang lebih rendah dari puasa kadangkala dijumpai walaupun tanpa gejala, tetapi ada juga yang disertai gejala. Hal tersebut sering dipermasalahkan oleh para dokter yang menganggap terdapat kesalahan pada hasil pemeriksaan laboratorium padahal keadaan itu sebenarnya dapat terjadi. Kadar glukosa postprandial bukan saja lebih rendah dari puasa bahkan dapat terjadi hipoglikemia postprandial. Pada makalah ini dibahas hipoglikemia postprandial yang meliputi definisi, etiologi, gejala, pemeriksaan laboratorium dan diagnosis. Hipoglikemia Postprandial Hipoglikemia postprandial adalah hipoglikemia yang terjadi 2-5 jam setelah mengkonsumsi makanan; dapat terjadi karena sekresi insulin yang berlebihan akibat peningkatan kadar glukosa darah setelah makan.4,5 Hipoglikemia adalah keadaan penurunan kadar glukosa plasma <50 mg/dL pada laki-laki dan <45 mg/dL pada perempuan, serta <40 mg/dL pada bayi dan anak.6,7 Harris3 melaporkan bahwa gejala hipoglikemia terjadi jika kadar glukosa darah dibawah 70 mg/dL. Beberapa penulis mendefinisikan hipoglikemia sebagai penurunan kadar glukosa darah >20 mg/dL atau 10-20% di bawah kadar glukosa darah puasa. Hipoglikemia dapat menyebabkan defisiensi glukosa serebral yang dapat mengakibatkan gejala neuroglukopenik seperti

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 7, Juli 2009

Hipoglikemia Postprandial halusinasi dan sulit berkonsentrasi. Pada sistem saraf simpatis dapat menyebabkan gejala simpatetik seperti palpitasi, gelisah, dan berkeringat.8,9 Trias Whipple untuk hipoglikemia terdiri atas gejala hipoglikemia, kadar glukosa darah yang rendah pada saat terjadinya gejala hipoglikemia, gejala hipoglikemia menghilang pada saat kadar glukosa darah kembali normal.9,10 Etiologi Hipoglikemia Postprandial Hipoglikemia postprandial dapat terjadi pascagastrektomi (alimentary hypoglycemia), sebagai gejala dini dari diabetes melitus (prediabetes) serta dapat idiopatik, disebabkan alkohol, obat (seperti salisilat, beta bloker, pentamidin, ACE inhibitor, disopiramid), dan peningkatan sensitivitas insulin.6,7,10,11 Pada pasien dengan operasi traktus gasrointestinal bagian atas seperti gastrektomi, gastrojejunostomi, piloroplasti dapat terjadi pemasukan dan absorpsi glukosa di usus secara cepat yang menyebabkan kenaikan kadar glukosa darah dan memacu pelepasan insulin berlebihan.7 Di dalam usus juga dihasilkan glucagon like peptide 1 (GLP-1) yang fungsinya sebagai inkretin yaitu menstimulasi sekresi insulin.14 GLP 1 dapat meningkat setelah makan.15 Hal itu dapat menyebabkan hipoglikemia dalam waktu 1-3 jam setelah makan.7 Sebuah penelitian terhadap 27 pasien yang mengalami gastrektomi membuktikan bahwa kenaikan GLP 1 menginduksi pelepasan insulin dan menghambat glukagon. Konsentrasi GLP 1 postprandial rata-rata 44 pmol/L pada orang sehat, 172 pmol/L pada pasien gastrektomi tanpa hipoglikemia postprandial, dan 502 pmol/L pada pasien gastrektomi dengan kadar glukosa 2 jam postprandial <68 mg/dL.3 Penelitian Nielsen terhadap sukarelawan sehat yang dibagi dalam beberapa kelompok yaitu diberi infus GLP intra vena (IV), hormon inkretin lainnya gastric insulinotropic polipeptide (GIP), dan infus glukosa IV. Ternyata pada yang diberikan GLP 1 didapatkan kadar glukosa darah yang terendah yaitu 43 mg/dL, sedangkan pada yang diberikan GIP dosis rendah didapatkan kadar glukosa darah 66 mg/dL. Pada pasien yang diberikan GIP dosis tinggi didapatkan kadar glukosa darah 59 mg/dL dan pada yang diberikan glukosa IV didapatkan kadar glukosa darah 81 mg/dL. Respon GLP 1 yang berlebihan pada pasien gastrektomi mengakibatkan pengosongan lambung yang cepat sehingga menyebabkan tingginya insiden hipoglikemia postprandial.3 Hipoglikemia postprandial dapat terjadi sebagai gejala dini diabetes melitus tipe II dan menunjukkan gangguan fungsi pankreas yang tidak seimbang.5 Keadaan hiperglikemia pada penderita ini, pada awalnya tidak menginduksi pelepasan insulin, lalu terjadi pelepasan insulin oleh pankreas secara berlebihan yang menyebabkan hipoglikemia setelah makan.2,12 Pada keadaan ini terdapat gejala simpatetik yang terjadi 4 sampai 5 jam setelah makan.7
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 7, Juli 2009

Hipoglikemia postprandial idiopatik umumnya terjadi pada usia dewasa tetapi juga dapat terjadi pada anak. Penderita hipoglikemia postprandial idiopatik dapat berangsur sembuh.2 Pada hipoglikemia idiopatik kemungkinan terjadi peningkatan sensitivitas adrenergik dan stres emosional.13 Alkohol dapat meningkatkan respons insulin. Kolazsynski3 melaporkan bahwa alkohol dapat mengurangi respons kortisol, epinefrin, dan glukagon pada penderita hipoglikemia. Salisilat, beta bloker, pentamidin, ACE inhibitor, disopiramid adalah obat yang dapat menghambat glukoneogenesis.7 Peningkatan sensitivitas insulin dapat menginduksi hipoglikemia.3 Insulin adalah hormon yang disekresi sel pulau Langerhans Pankreas yang mempunyai 51 asam amino terdiri atas 21 asam amino pada rantai A dan 30 asam amino pada rantai B yang dihubungkan oleh dua ikatan disulfida. Pankreas mensekresi kira-kira 40-50 unit insulin perhari pada orang dewasa normal.14,15 Pro-insulin adalah prekursor insulin yang diproses menjadi insulin di dalam granula sel pankreas secara enzimatik. Pro-insulin terdiri atas rantai tunggal 86 asam amino, terdiri atas rantai A dan B ditambah 35 asam amino. Karboksipeptidase H (CPE) memecah dua pasang asam amino (3 arginin dan 1 lisin) dari molekul proinsulin, menghasilkan 51 asam amino sebagai molekul insulin dan 31 asam amino sebagai C peptide.15 C peptide belum diketahui aktivitas biologinya, dilepaskan dari sel dalam jumlah yang sama dengan insulin.14,15 Pemeriksaan insulin, pro-insulin dan C peptide dilakukan untuk mengetahui insulinoma atau pemberian insulin dari luar yang menyebabkan hipoglikemia. Insulinoma dapat menyebabkan hipoglikemia setelah berpuasa lebih dari 10 jam. Untuk pemeriksaan hipoglikemia puasa dapat dilakukan tes penekanan yaitu pasien harus berpuasa selama 72 jam dan diawasi ketat. Observasi puasa selama 72 jam harus dilakukan di rumah sakit dan mengikuti prosedur standar.15,16 Prosedur Puasa 72 Jam16 1. 2. 3. 4. 5. Permulaan puasa dicatat dan semua pengobatan dihentikan Diperbolehkan minum minuman yang bebas kalori dan kafein Dianjurkan tetap aktif melakukan kegiatan di luar jam istirahat Diukur glukosa plasma, insulin, C peptide dan pro-insulin. Pengukuran diulangi setiap 6 jam sampai glukosa plasma <60 mg/dL. Bila sudah <60 mg/dL pengukuran diulangi setiap 1-2 jam. Akhiri puasa ketika glukosa plasma <45 mg/dL dan sudah ada gejala hipoglikemia. Pada akhir puasa, diukur glukosa plasma, insulin, C peptide, pro-insulin. Lalu disuntikkan 1 mg glukagon dan diukur glukosa plasma setelah 10, 20, 30 menit.
335

6. 7.

Hipoglikemia Postprandial Pada pasien dengan insulinoma, biasanya terdapat peningkatan pro-insulin dan C peptide yang sama dengan peningkatan kadar insulin. Pada pemberian injeksi insulin A didapatkan kadar insulin yang tinggi sedangkan C peptide 14 rendah. Hormon gastrointestinal mungkin berperan dalam peningkatan sensitivitas insulin.3,16 Hormon gastrointestinal yang penting antara lain gastrin, sekretin, kolesistokinin yang dapat meningkatkan sekresi insulin. Hormon tersebut dilepaskan dari sistem gastrointestinal setelah makan.3 Bergman mengembangkan konsep keseimbangan homeostatik antara sensitivitas insulin dan sekresi insulin; jika sensitivitas insulin meningkat maka kadar insulin menurun untuk menghindari aksi insulin yang berlebihan. Hubungannya dituliskan sebagai berikut: SI x I = konstanta, dimana SI adalah sensitivitas insulin dan I adalah kadar insulin plasma. Jadi sensitivitas insulin yang tinggi secara umum akan dikompensasi dengan penurunan sekresi insulin, sehingga tidak terjadi hipoglikemia. Dalam suatu penelitian, didapatkan bahwa SI x I meningkat pada pasien dengan hipoglikemia postprandial.3 Leonetti mengatakan bahwa defisiensi sekresi glukagon pada pasien hipoglikemia postprandial berhubungan dengan sensitivitas insulin dan sekresi insulin yang tinggi. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lyckx dan Lefebore terhadap 47 pasien yang menunjukkan gejala hipoglikemia postprandial (<45 mg/dL) membuktikan bahwa respons insulin yang berlebihan sebagai penyebab dari hipoglikemia.3 Gejala Hipoglikemia Postprandial Gejala hipoglikemia terdiri atas gejala simpatetik (seperti gelisah, palpitasi, iritabilitas, tremor, berkeringat) dan gejala neuroglukopenik (seperti lapar, pusing, penglihatan kabur, kesulitan berpikir, pingsan). Mitrakou dan Cryer3 mendapatkan bahwa kadar glukosa darah 57 mg/dL merupakan permulaan terjadinya gejala simpatetik dan pada kadar 50 mg/dL merupakan permulaan B gejala neuroglukopenik Pemeriksaan Laboratorium Hipoglikemia Postprandial Pemeriksaan untuk hipoglikemia postprandial jika penyebabnya permulaan diabetes adalah pemeriksaan glukosa plasma, dimana glukosa meningkat selama 2 jam pertama lalu glukosa plasma rendah pada jam ketiga sampai keempat. Jika penyebabnya postgastrektomi akan didapatkan peningkatan glukosa yang cepat dalam waktu <1 jam serta penurunan yang cepat pada <2 jam.6 Pada hipoglikemia postprandial idiopatik, glukosa plasma normal pada jam kesatu sampai kedua, lalu glukosa plasma menurun pada jam ketiga dan kembali ke nilai normal pada jam kelima.6 (Gambar. 3) Konsensus menyatakan bahwa tes toleransi glukosa saja tidak dapat dipercaya dalam menegakkan diagnosis hipoglikemia postprandial, tetapi harus diperhatikan hal-hal lainnya seperti respons insulin, serta hubungan gejala dan nilai glukosa darah.3,11 Kadar glukosa darah yang diukur secara spontan selama episode simptomatik adalah penting untuk menegakkan diagnosis bila gejala yang terjadi tidak spesifik.4 Hal penting bagi penderita adalah melaporkan gejala subjektif yang terjadi sehingga darah dapat diambil dan diperiksa sesuai dengan gejala yang timbul. Bila gejala bertambah buruk maka sebaiknya penderita diberi glukosa dan pemeriksaan dihentikan, tetapi kadar glukosa darah tetap dicatat pada waktu ditemukan gejala yang paling nyata.5 Lew Ran dan Anderson mempelajari penurunan glukosa darah setelah tes toleransi glukosa oral pada 650 pasien yang tidak menunjukkan gejala hipoglikemia, ditemukan 10% pasien

Gambar 3. Kurva Test Toleransi Glukosa 17

336

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 7, Juli 2009

Hipoglikemia Postprandial mempunyai kadar glukosa plasma <47 mg/dL dan 2,5% mempunyai nilai <39 mg/dL. Farris menemukan kadar glukosa plasma <49 mg/dL pada 7,4% pasien dan <29 mg/dL pada 14 %. Hofeldt, mencatat bahwa 48% subyek normal mempunyai kadar glukosa plasma <50 mg/dL. Nilai glukosa darah yang rendah dapat ditemukan pada orang sehat tanpa gejala.3 Ambulatory glucose sampling adalah pengontrolan kadar glukosa yang dilakukan oleh pasien sendiri yang memungkinkan mendapatkan kadar glukosa sesuai dengan gejala yang terjadi dan dirasakan pasien. Pasien secara hatihati dididik untuk menggunakan glukosameter dan menuliskan hasil glukosa darah mereka yang dihubungkan dengan gejala yang terjadi.3 Breakfast test merupakan test yang lebih akurat daripada tes toleransi glukosa oral, karena menirukan kebiasaan sehari-hari makanan. Makanan tersebut terdiri atas 80 gram roti, 10 gram mentega, 20 gram selai, 80 ml susu skimer, 10 gram gula, yang setara dengan 9,1% protein, 27,5% lemak, 63,4% karbohidrat. Test itu memberikan jumlah yang sama dengan karbohidrat yang digunakan sebagai standard tes toleransi glukosa oral yaitu diberikan glukosa 75 gram, serta memberikan peningkatan yang mirip dalam glukosa darah. Pemeriksaan tersebut lebih cocok untuk mendiagnosis hipoglikemia postprandial daripada tes toleransi glukosa oral, terutama untuk pasien yang terganggu toleransi glukosanya.3,18 Sebuah penelitian dengan menggunakan breakfast test membandingkan 43 individu sebagai kontrol, 38 individu dengan hipoglikemia postprandial dan 1193 individu asimptomatik. Hasilnya didapatkan kadar glukosa darah <59 mg/dL pada individu tanpa keluhan hipoglikemia sebesar 3,2% (2,2% pada individu kontrol dan 1% pada individu asimptomatik), sementara itu ditemukan 47,3% pada individu dengan tersangka hipoglikemia postprandial. Hasil ini mirip dengan laporan Palardy yang menggunakan ambulatory glycemic control, terhadap 28 pasien dengan hipoglikemia postprandial yaitu 46% pasien menunjukan kadar glukosa darah <59 mg/dL. Ternyata, breakfast test hampir bermakna pada sebagian pasien. Dengan tes itu diharapkan pasien dapat mengikuti makanan sehari-hari dan mengukur glukosa darah dengan sistem ambulatory glucose sampling. Tes tersebut melihat kecenderungan hipoglikemia postprandial setelah standard breakfast 3 Selain dengan breakfast test dapat juga dilakukan meal tolerance test untuk mengevaluasi hipoglikemia postprandial. Caranya hampir sama dengan breakfast test, yaitu pasien disuruh untuk makan standard breakfast yang terdiri atas 6 ons jus jeruk yang tidak manis, 8 ons cornflakes, 8 ons susu rendah lemak, 1 sendok makan gula, 2 potong roti, 1 sendok makan jelly, 1 buah telur. Pengukuran kadar glukosa dilakukan setiap 30 menit setelah selesai makan selama 5 jam dan pada waktu kapan saja jika pasien menunjukkan gejala hipoglikemia.19 Diagnosis Hipoglikemia Postprandial Diagnosis hipoglikemia postprandial berdasarkan gejala hipoglikemia yaitu: gejala simpatetik (seperti gelisah, palpitasi, iritabilitas, tremor, berkeringat), gejala neuroglukopenik (seperti lapar, pusing, penglihatan kabur, kesulitan berpikir, pingsan), serta perasaan tak enak (seperti muntah, sakit kepala).3,13 Gejala yang terjadi setelah makan secara bermakna berhubungan dengan kadar glukosa darah yang rendah.4 Gejala terjadi 2-4 jam setelah makan dan tiba-tiba, umumnya mereda dalam 15-20 menit, tidak lebih dari 30 menit. Selain itu juga harus disertai kadar glukosa darah <50 mg/dL.3,5,6 Penutup Dalam kondisi normal, kadar glukosa darah 2 jam setelah makan biasanya lebih tinggi daripada kadar glukosa puasa. Kadangkala dijumpai kadar glukosa postprandial lebih rendah dari puasa. Hal itu sering dipermasalahkan para dokter yang menganggap sebagai kesalahan pada hasil pemeriksaan laboratorium. Sebenarnya keadaaan itu dapat terjadi yaitu kadar glukosa darah postprandial lebih rendah daripada kadar glukosa darah puasa dengan atau tanpa disertai gejala. Keadaan itu disebut hipoglikemia postprandial. Pemeriksaan hipoglikemia postprandial dapat menggunakan sistem ambulatory glucose sampling, breakfast test atau meal tolerance test. Diagnosis hipoglikemia postprandial ditegakkan bila ada gejala hipoglikemia terutama yang terjadi setelah makan disertai kadar glukosa darah postprandial <50 mg/dL. Daftar Pustaka
Suryaatmadja M. Ketidaksesuaian hasil laboratorium pada diagnosis dan pemantauan diabetes melitus. Dalam: Suryaatmadja M. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik 2003. Jakarta; 2003.h.1-17. 2. Hogan MJ, Service FJ. Reactive hypoglycemia. In: Service FJ. Hypoglycemia disorders pathogenesis, diagnosis, and treatment. Boston: GK Hall Medical Publishers; 1983.p.165-73. 3. Brun JF, Fedou C. Mercier J. Postprandial reactive hypoglycemia. Diabetes & Metabolism 2000; 26:337-51. 4. Palardy J, Havrankova J, Lepage R, Matte R, et.al. Blood glucose measurement during symptomatic episodes in patients with suspected postprandial hypoglycemia. N Engl J Med 1989;321(21): 1421-5. 5. Widmann FK. Kelenjar endokrin. Tinjauan klinis atas hasil pemeriksaan laboratorium. Edisi ke-9. [Penerjemah Gandasoebrata R, Latu J, Kresno SB]. Jakarta: EGC; 1989.h.472-5. 6. Chen K, Graber MA. Hematologic, electrolyte, and metabolic disorders: glucose. Available at: http://www. Vh. Org/ adult/provider/familymedicine/FP Handbook/Chapter 06/12-16.html. 7. Hypoglycemia. Diunduh dari: www.merck.com 8. Cryer PE. Hypoglycemia. In: Braunwald E, Fauci SA, Kasper LD, eds. Harrisons principles of Internal Medicine. 15th ed. New York: Mc Graw-Hill Companies; 2001.p.2138-42. 9. Snow KJ. Hypoglycemia. Diunduh dari: www.emedicine.com 10. Hypoglycemia low level of blood sugar (glucose). Diunduh dari: www.dreddyclinic.com 11. Postprandial hypoglycemia. Diunduh dari: www.uni-duesseldorf.de 1.

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 7, Juli 2009

337

Hipoglikemia Postprandial
12. Wiyono P. Hipoglikemia pada pasien diabetes melitus. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1996.h.616-21. 13. Berlin I, Grimaldi A, Landault C, et.al. Suspected postprandial hypoglycemia is associated with adrenergic hypersensitivity and emotional distress. J Clin Endocrinol Metab. 1994;79(5): 1428-33. 14. Knudson EP, Weinstock SR, Henry BJ. Carbohydrates. In: Henry BJ. Clinical diagnosis and management by laboratory methods. 20 th ed. New York: WB Saunders; 2001.p.211-23. 15. Karam JH, Young CW. Pancreatic hormones and diabetes mellitus, hypoglycemic disorders. In: Greenspan FS. Basic and clinical endocrinology. 3rd ed. a LANGE medical book; 1991.p.593-662. 16. Service FJ. Hypoglycemia. Endocrinology and metabolism clinics of North America 1997;26(4):937-51. 17. Glucose tolerance test. Diunduh dari http://hypoglykemie.nl/ gtt.htm. 18. Hogan MJ, Service FJ, Sharbrough FW, Gerich JE. Oral glucose tolerance test compared with a mixed meal in the hypoglycemia. A caveat on simulation. Mayo clinic Proc 1983;58:491-6. 19. Watts NB, Keffer JH. Insulin and glucose homeostasis. In: Practical Endocrine Diagnosis. 3rd ed. Philadelphia: Lea & Febiger; 1982.p.129-50.

SS

338

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 7, Juli 2009

You might also like