You are on page 1of 14

Teknik pengukuran, penggambaran, dan pemotretan TEODOLIT

A. PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dijelaskan teknik-teknik perekaman reruntuhan atau fitur, yang meliputi teknik pengukuran, penggambaran, dan pemotretan. Di samping itu akan dijelaskan pula mengenai cara pembuatan catatan lapangan atau field notes yang diperlukan untuk kegiatan lapangan lainnya. Penjelasan yang disertai dengan demonstrasi ini merupakan langkah dan bekal awal sebelum melakukan pengukuran dan pemetaan tanah , yang langsung dilaksanakan pada situs-situs arkeologi,

B. 1.

PENYAJIAN Pembuatan Field Notes Catatan lapangan atau field notes, sesuai dengan namanya, merupakan catatan yang dibuat langsung pada buku catatan ketika peneliti berada di lapangan. Catatan lapangan sebaiknya ditulis pada buku yang mudah dibawa kemana-mana, bukan berupa lembaran- lembaran kertas yang mudah hilang. Semua catatan harus ditulis dengan jelas dan dapat dimengerti bila akan diacu untuk pembuatan laporan verbal dan visual. Agar tidak ada hal-hal penting yang terlewatkan, field note dapat berupa form yang tinggal diisi di lapangan.

2.

Perekaman reruntuhan/fitur di Permukaan Tanah: Pengukuran Yang dimaksud dengan kegiatan perekaman objek survei yaitu mencatat, menyalin, atau memetakan objek tersebut di kertas, baik dalam bentuk verbal (uraian kata) maupun visual (gambar, foto, peta). Pembuatan catatan yang baik dan lengkap (lihat sub judul Pembuatan Field Notes di atas) harus dilakukan di lapangan. Catatan dan gambar sket yang telah dibuat di lapangan harus segera disalin dengan rapi (dalam format laporan). Oleh karena itu kegiatan pengukuran dan pencatatan detail objek atau

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Arief Suwandi

ALAT UKUR DAN ALAT BANTU

situs harus dilakukan dengan cermat agar hasil perekaman di lapangan dapat disalin dengan akurat. Perekaman objek atau situs yang disurvei dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai teknik survei, mulai dari yang paling sederhana hingga yang rumit, meliputi: chain survey, plane table survey, levelling, theodolite survey , dan Global Positioning System (GPS). Teknik-teknik tersebut menggunakan peralatan pokok yang berbedabeda, dan pemilihan masing-masing teknik tergantung pada sifat dan ukuran situs yang perlu dipetakan. Meskipun demikian, teknik yang paling sederhana (chain survey) pun mempunyai tingkat akurasi cukup tinggi, bila pengukuran dilakukan dengan cermat, bahkan dapat menekan biaya yang dibutuhkan dan hasilnya pun dapat dipublikasikan. Berikut ini akan diuraikan prosedur beberapa teknik survei yang sering digunakan dalam survei arkeologis. a) Chain survey Alat yang diperlukan dalam teknik ini adalah: kompas, 2 buah rol meter (biasanya 2050 meter), beberapa tongkat setinggi 2 meter yang salah satu ujungnya runcing, sejumlah patok, buku catatan, dan pensil. Teknik survei ini mencakup dua metode dasar, yaitu offset survey dari sebuah garis dasar (baseline) dan compass traversing yang dimulai dan berakhir pada titik yang sama. Bila tingkat akurasi yang diharapkan tidak terlalu tinggi, kedua metode tersebut berguna untuk membuat peta situs secara cepat. Offset Survey Teknik ini dapat digunakan bila kondisi objek atau situs relatif lurus, seperti parit danpematang, atau dapat pula digunakan pada objek survei yang berukuran kecil dan bentuknya tidak beraturan, seperti sebaran artefak paleolitik atau sebaran artefak di situs bengkel neolitik. Teknik ini dapat pula dipakai untuk membuat layout kotak-kotak untuk ekskavasi, atau untuk mencatat indikasi permukaan tanah dan kegiatan pengoleksian artefak.

Langkah-langkah
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Arief Suwandi

ALAT UKUR DAN ALAT BANTU

Pilih titik awal untuk melakukan survei - disebut sebagai titik (stasiun) A pada jarak 3-15 m dari titik sudut terluar dari suatu situs. Tandai stasiun A dengan tongkat. Tariklah baseline dari stasiun A ke stasiun B. Baseline ini usahakan untuk sejajar dengan axis situs atau objek. Stasiun B juga harus berada pada jarak yang cukup jauh dari sudut luar lain dari suatu situs. Tandai pula stasiun B dengan tongkat. Catatan: bila situs atau objek survei itu panjang dan berbentuk kurva, maka perlu dibuat baseline kedua dari stasiun B ke stasiun Ukur dan catat panjang baseline. Panjang baseline biasanya sama dengan panjang maksimum suatu rol meter. Berdirilah sejauh 5 m di belakang stasiun A dan tembak stasiun B dengan kompas, catat posisinya dalam derajat. Pindahlah ke stasiun B dan bidik stasiun A dengan kompas, dan catat posisi derajatnya. Jika kedua hasil pembacaan kompas tadi sama (sama dengan 180o), berarti anda dapat mulai melakukan survei dan pengukuran detail situs. Jika hasilnya tidak sama, posisi kedua stasiun harus ditentukan lagi. Bila posisi kedua stasiun sudah benar, kedua stasiun tersebut jangan dipindah-pindah lagi. Tandai semua gejala yang ada di situs dan ingin anda survei dengan patok. Berilah nomor urut gejala-gejala tadi pada sket yang sudah anda gambar di buku catatan. Perekaman data secara rinci di suatu situs, dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu: perpendicular offset dan intersection .

(1) Perpendicular Offset Pada dasarnya metode ini digunakan untuk mencatat posisi tiap titik (gejala) yang sudah dicatat pada sket (lihat gambar II.1) terhadap baseline. Langkah-langkahnya dapat diuraikan sebagai berikut: Letakkan rol meter di sepanjang baseline. Berjalanlah di sepanjang baseline dari stasiun A menuju ke
Ir. Arief Suwandi

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

ALAT UKUR DAN ALAT BANTU

stasiun B sampai titik 1 berada tegak lurus baseline. Untuk memperoleh perpotongan yang tegak lurus antara kedua garis tersebut, dapat digunakan penggaris siku, rumus Trigonometri, kompas, atau dengan perkiraan saja. Tandai titik perpotongan tadi (tanda X) dengan patok. Ukurlah jarak antara stasiun A dengan titik X dan dari titik X ke titik 1. Catatlah hasil pengukuran tersebut di dalam buku catatan apangan Lakukan hal yang sama untuk titik-titik yang lain, sesuai nomor urut yang telah ditentukan. Catatan: Metode konvensional yang dipakai dalam mencatat hasil perpendicular offset survey dapat dilihat pada gambar II.2. Bagian kiri buku catatan lapangan dipakai untuk menggambar sket, bagian kanan buku dipakai untuk menuliskan semua penjelasan tentang gejala (fitur) pada situs yang disurvei. Pertama-tama gambarlah dua garis vertikal sejajar. Pada masingmasing ujung (stasiun A dan B) buatlah dua garis horisontal di antara kedua garis vertikal tersebut. Angka-angka di antara kedua garis vertikal menunjukkan posisi stasiun A terhadap stasiun B (120o), panjang baseline dari stasiun A ke B (64 m), jarak dari stasiun A ke titik-titik perpotongan (8,4 m; 28,7 m; 30,3 m; 55,1 m). Angka-angka lain yang menunjukkan besar jarak, merupakan hasil pengukuran jarak dari titik (gejala) ke titik perpotongan dengan baseline. Gambar sket kemudian disalin pada kertas kalkir (tracing paper) yang diletakkan di atas kertas grafik, sehingga hasil pengukuran di lapangan dapat disalin dengan mudah dan berskala. Selain salinan gambar yang dibuat dengan skala tertentu, cantumkan pula judul survei, keterangan gambar (legenda), besar skala, penunjuk arah utara magnetik, dan nama orang yang melakukan survei. Cara ini merupakan cara menggambar hasil survei yang paling mudah dan akurat, serta dapat menghasilkan sebuah peta situs yang lumayan.

(2) Intersection

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Arief Suwandi

ALAT UKUR DAN ALAT BANTU

Metode ini cocok untuk diterapkan pada titik (gejala) yang letaknya saling berjauhan (lebih dari 10 m). Dalam metode ini, titik (gejala) yang disurvei dapat diplot melalui pengukuran dari stasiun A dan B yang lokasinya tetap. Jarak stasiun A dan B haruslah cukup jauh dari objek survei. Pengukuran dapat dilakukan dengan atau pun tanpa kompas (lihat gambar II.3, II.4). Dalam survei tanpa kompas, alat utama yang digunakan adalah rol meter. Langkah-langkah pengukuran dengan menggunakan kompas adalah sebagai berikut. Dari stasiun A bidik dengan kompas semua titik (gejala) yang sudah ditandai secara berurutan, dimulai dari titik 1. Pada waktu membidik titik tersebut, berdirilah padajarak 5 m di belakang stasiun A. Pindahlah ke stasiun B, ulangi pengukuran dengan cara yang sama, untuk semua titik (gejala). Pengukuran dikatakan akurat bila sudut yang diperoleh berkisar antara 35o-145o. Langkah-langkah pengukuran dengan menggunakan rol meter adalah sebagai berikut. Catatan: Metode konvensional yang dipakai dalam mencatat hasil survei intersection dapat dilihat pada gambar II.5. Bagian kiri buku catatan lapangan dipakai untuk menggambar sket, bagian kanan buku dipakai untuk menuliskan semua penjelasan tentang gejala (fitur) pada situs yang disurvei. Pertamatama gambarlah dua garis vertikal sejajar. Pada masing-masing ujung (stasiun A dan B) buatlah dua garis horisontal di antara kedua garis vertikal tersebut. Angka-angka di antara kedua garis vertikal menunjukkan posisi stasiun A terhadap stasiun B (120o), panjang baseline dari stasiun A ke B (38 m). Angka-angka lain menunjukkan hasil pengukuran dengan kompas
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Tempatkan ujung sebuah rol meter di stasiun A, dan sebuah lagi di stasiun B. Ukurlah jarak tiap-tiap titik (gejala) dari kedua stasiun. Teknik ini mempunyai keterbatasan pada pengontrolan besar sudut yang diperoleh. Dari hasil pengukuran dari kedua stasiun.

Ir. Arief Suwandi

ALAT UKUR DAN ALAT BANTU

(160o, 220o; 180o, 246o) dan rol meter (25,9 m, 16,4 m; 19 m, 35 m) dari stasiun A dan B ke masingmasing titik (gejala). Hasil survei ke mudian dapat disalin pada kertas kalkir (tracing paper) yang diletakkandi atas kertas grafik, dengan menggunakan protractor dan metode geometris yang sederhana, sehingga hasil pengukuran di lapangan dapat disalin dengan mudah dan berskala. Selain salinan gambar yang dibuat dengan skala tertentu, cantumkan pula judul survei, keterangan gambar (legenda), besar skala, penunjuk arah utara magnetik, dan nama orang yang melakukan survei. Dengan teknik intersection, gejala yang berhasil disurvei dapat Dalam proses perekaman data secara detail dengan menggunakan chain survey, teknik perpendicular offset dan intersection dapat diterapkan bersamasama (lihat gambar II.6). Kedua teknik juga sering dipakai untuk mencatat gejala dengan rinci, setelah survei secara umum dilakukan dengan menggunakan plane table atau teodolit. Compass Traversing Traversing adalah suatu istilah yang dipakai dalam pengukuran panjang dan arah garis-garis lurus yang saling berhubungan (Joukowsky 1980: 93). Teknik ini dipakai bila situs yang disurvei luas dengan hanya sedikit hambatan, atau bila situs tersebut perlu ditempatkan pada konteks yang lebih luas, misalnya hubungan antara situs tersebut dengan suatu bangunan yang masih utuh (Joukowsky 1980: 94; Farrington 1997). Pada prinsipnya, survei dengan teknik ini dimulai dan berakhir pada stasiun yang sama. Langkah-langkah dalam metode compass traversing sama dengan offset survey, demikian pula prosedur pencatatannya. Biasanya dalam metode ini digunakan gabungan teknik perpendicular offset dan intersection. Jika traverse ditutup atau dibuat di antara titik-titik yang ditempatkan pada suatu peta, maka kemungkinan ketika traverse digambar bagian akhir tidak tumpang tindih dengan titik-titik yang sudah diketahui lokasinya. Untuk mengurangi kesalahan atau ketidaktelitian pengukuran perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut . Traverse berlangsung dari stasiun A ke B, C, dan D. Jika diketahui
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Arief Suwandi

ALAT UKUR DAN ALAT BANTU

bahwa D akan berakhir di D1, maka garis antara D-D1 menunjukkan total kesalahan yang telah terjadi. Demikian pula bila traverse dimulai dan berakhir di A, maka garis A-A1 menunjukkan total kesalahan. Gambarlah garis yang sejajar D-D1 melalui B dan C. Untuk traverse yang paling dekat, gambarlah garis paralel A-A1 melalui semua stasiun yang lain. Mengingat sumber kesalahan utama traverse terletak pada fungsi jarak, maka gambarlah keseluruhan traverse sebagai garis lurus dari A-D untuk mengukur dan menandai posisi B dan C. Demikian pula untuk traverse tertutup, gambarlah sabuah garis sepanjang AA dari traverse dan tandai pula semua titik yang lain. Gambarlah garis D-D1 atau A-A1 untuk mengukur perpendicular ke garis A-D atau A-A. Gambarlah garis A-D1 atau A-A1. Hapuslah perpendicular dari garis 5 untuk intersect garis 3 dan ukurlah jarak antara B-B1, C-C1 dst. Hal itulah yang merupakan kesalahan. Tandai jarak-jarak tersebut pada gambar denah asli pada garis yang digambar sejajar dengan D-D1 atau A-A1. Gambarlah kembali traverse tersebut dengan memakai stasiunstasiun yang baru. Tambahkan detail pada tiap-tiap traverse untuk membuat denah situs.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Arief Suwandi

ALAT UKUR DAN ALAT BANTU

Gambar II.1 Offset Surveying

Gambar II.2. Pencatatan hasil Offset Surveying


PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Arief Suwandi

ALAT UKUR DAN ALAT BANTU

Gambar II.3. Intersection dengan menggunakan kompas

Gambar II.4. Intersection dengan menggunakan rol meter

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Arief Suwandi

ALAT UKUR DAN ALAT BANTU

Gambar II.5. Pencatatan hasil Chain Survey dengan teknik Intersection

Gambar II.6. Offset Surveying dengan kombinasi teknik perpendicular offset dan intersection

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Arief Suwandi

ALAT UKUR DAN ALAT BANTU

10

Gambar II.8. Teknik pengukuran kontur situs

b)

Theodolite Survey Teodolit merupakan alat yang paling canggih di antara peralatan yang digunakan dalam survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop yang ditempatkan pada suatu dasar berbentuk membulat (piringan) yang dapat diputar-putar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga memungkinkan sudut horisontal untuk dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan kedua dan dapat diputar-putar mengelilingi sumbu horisontal, sehingga memungkinkan sudut vertikal untuk dibaca. Kedua sudut tersebut dapat dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi . Teleskop pada teodolit dilengkapi dengan garis vertikal, stadia tengah, stadia atas dan bawah, sehingga efektif untuk digunakan dalam tacheometri, sehingga jarak dan tinggi relatif dapat dihitung. Dengan pengukuran sudut yang demikian bagus, maka ketepatan pengukuran yang diperoleh dapat mencapai 1 cm dalam 10 km. Pada saat ini teodolit sudah diperbaiki dengan menambahkan suatu komponen elektronik. Komponen ini akan menembakkan beam ke objek yang direfleksikan kembali ke mesin melalui cermin. Dengan menggunakan komponen tersebut pengukuran jarak

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Arief Suwandi

ALAT UKUR DAN ALAT BANTU

11

dan tinggi relatif hanya berlangsung beberapa detik saja. Bila komponen tersebut ditempatkan pada bagian atas teodolit, maka disebut Electronic Distance Measurers (EDM), namun bila merupakan satu unit tersendiri maka disebut Total Stations. Survei dengan menggunakan teodolit dilakukan bila situs yang akan dipetakan luas dan atau cukup sulit untuk diukur, dan terutama bila situs tersebut memiliki relief atau perbedaan ketinggian yang besar. Dengan menggunakan alat ini, keseluruhan kenampakan atau gejala akan dapat dipetakan dengan cepat dan efisien. Alat-alat yang diperlukan: sebuah teodolit, tripod, levelling stave, buku catatan, pensil, patok berbendera untuk menandai situs. Cara pembacaan sudut berbeda antara satu tipe teodolit dengan tipe yang lain. Tiap teodolit mempunyai sebuah skala vernier. Skala ini akan memberikan hasil pembacaan derajat dan menit. Format Pencatatan Judul survei: Nama: Stasiun A Titik no. Sudut horisontal Sudut vertikal Stadia tengah Stadia atas Stadia bawah Jarak Tinggi relatif Pembantu survei: Tgl. & jam:

Atau Titik No. Sudut horis. Sudut vertikal Stadia Tengah Stadia atas Stadia bawah Jarak Tinggi relatif X Y Z

Catatan: Kontur Situs

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Arief Suwandi

ALAT UKUR DAN ALAT BANTU

12

Gambar kontur (irisan melintang) perlu pula dibuat agar diperoleh gambaran mengenai tinggi rendah permukaan (relief) situs yang disurvei. Dalam hal ini gambar tersebut dapat dengan mudah dibuat berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan teodolit. Meskipun demikian, pembuatan gambar kontur suatu situs atau gejala yang kecil dapat pula dilakukan melalui pengukuran dengan teknik yang sederhana. Langkah-langkah: Sejajar dengan axis (sumbu X) situs, tancapkan dua buah tongkat di kiri kanan, pada jarak 1 m dari titik-titik terluar situs. Pada kedua tongkat tersebut rentangkan tali setinggi 1 meter di atas permukaan situs.

Buatlah agar posisi tali rata-rata air (level) dengan bantuan waterpass (spirit level).

Ukurlah jarak antara tali dengan permukaan situs dengan rol meter; agar
posisi rol meter tegak lurus, dapat digunakan lot (plumb bob). Ulangi pengukuran pada jarak yang sudah ditentukan, misalnya tiap 20 cm, sepanjang rentangan tali (lihat gambar II.8). Sejajar dengan ordinat (sumbu Y) situs juga dilakukan pengukuran dengan prosedur yang sama. Catat semua hasil pengukuran. Hasil pengukuran tersebut akan digunakan untuk membuat gambar kontur situs (lihat gambar II.9) 3. Penggambaran Gambar merupakan alat penting dalam Arkeologi Lansekap. Informasi yang sudah disampaikan secara verbal akan lebih mudah dimengerti melalui gambar (lihat Kabaila 1997). Beberapa aspek Arkeologi Lansekap yang dapat dikomunikasikan melalui gambar antara lain adalah: Kondisi objek survei dan konteksnya Hierarki ruang dan hubungannya Hubungan secara keruangan antar artefak yang saling berasosiasi Struktur Gambar dapat dibuat langsung dengan tangan. Pada umumnya gambar yang memadai untuk ditampilkan dalam laporan tidak dibuat selama survei permukaan berlangsung.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Arief Suwandi

ALAT UKUR DAN ALAT BANTU

13

Pada saat itu yang dapat dibuat adalah gambar sket dengan catatan-catatan mengenai ukuran dan keterangan-keterangan lain (lihat gambar II.2). Gambar dapat dibuat dengan alat dan teknik yang sederhana hingga yang canggih, yaitu dengan bantuan komputer. Namun yang penting di sini, gambar perlu dibuat dengan jelas dan tidak rumit (penuh arsiran), agar memperjelas penyampaian informasi. Gambar yang sederhana tetapi jelas dan berskala lebih tepat untuk kepentingan Arkeologi Lansekap. Sebagai komponen penting dalam perekaman situs, gambar yang dibuat untuk melengkapi sebuah laporan survei situs tipe A dapat berupa gambar denah situs, gambar kontur situs, dan gambar artefak yang penting, yang ditemukan di situs tersebut. Gambar-gambar tersebut, khususnya gambar denah situs dan gambar kontur situs dibuat berskala, atas dasar hasil pengukuran melalui suatu teknik survei (lihat gambar II.9). 4. Pemotretan Foto merupakan alat perekam atau pembantu ingatan mengenai bentuk objek dan situasi di sekitarnya. Foto sangat membantu dalam proses penggambaran, analisis data dan interpretasi. Oleh karena itu, dalam pembuatan foto arkeologis, penempatan skala yang besarnya disesuaikan dengan besar objek akan membantu membuat perkiraan mengenai ukurannya, terlebih lagi bila ada bagian yang lupa diukur. C. PENUTUP

Catatan lapangan atau field notes adalah catatan yang dibuat langsung pada buku catatan ketika peneliti berada di lapangan. Chain survey: teknik survei yang paling sederhana, dengan alat kompas dan rol meter, tetapi hasilnya dapat dipertanggungjawabkan dan cukup akurat.

Theodolite survey: teknik survei dengan menggunakan alat berupa sebuah teodolit, tripod, levelling stave, buku catatan, pensil, patok berbendera untuk menandai situs. Teknik ini terutama digunakan untuk memetakan situs yang luas dan reliefnya besar.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Arief Suwandi

ALAT UKUR DAN ALAT BANTU

14

You might also like