You are on page 1of 27

BAB I ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN STROKE (CVA)

1.1 Pengertian Cerebrovascular accident (CVA) merupakan sistem persyarafan yang paling sering dijumpai. Kira-kira 200.000 orang dengan gejala sisa akibat stroke pada setiap tingkat umur, tetapi yang paling sering pada usia 75-85 tahun. pada bagian terminologi akan dipakai sebagai istilah umum. Banyak ahli saraf dan bedah saraf menyatakan penyebab CVA paling sering adalah trombosis, emboli, dan hemoragik. Stroke merupakan bagian dari CVA. Stroke klinis merujuk pada perkembangan neurologis defisit yang mendadak dan dramatis. CVA dapat didahului oleh banyak faktor pencetus dan sering kali yang berhubungan dengan penyakit kronis yang menyebabkan masalah penyakit vaskular termasuk penyakit jantung, hipertensi, diabetes, obesitas, kolestrol, merokok, stres, dan gaya hidup. Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Hendro susilo, 2000). Stroke adlah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (smeltzer dan bare, 2002). 1.2 Etiologi Bebereapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke : a. Trombosis serebri Trombisis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biaasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebri. Tanda dan gejala neurologis sering kali memburuk dalam 48 jam setelah terjadi trombosis. Aterosklerosis Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis aterosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut : lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah, oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis, merupakan tempat

b.

c.

d.

e.

Emboli Emboli serebri merupakan penyumbatan darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kuran dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli : katup-katup jantung yang rusak akibat penyakit jantung reumatik, infark miokardium, fibrilasi, dan keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah membentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali mengeluarkan embolus-embolus kecil. Endokarditis oleh bakteri dan nonbakteri , menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endokardium. Hemoragik Perdarahan intrakranial atau intraserebri meliputi perdarahan di dalam ruang subarakhnoid atau di dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapt terjadi karena arterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga terjadi infark otak, edema dan mungkin herniasi otak. Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi : Aneurisma berry, biasanya defek kongenital. Aneurisma fusiformis dan aterosklerosis Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis. Malformasi arteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena. Ruptul arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah. Hipoksia umum Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah : Hipertensi yang parah, Henti jantung paru, Curah jantung turun akibat aritmia. Hipoksia lokal

terbentuknya trombus, kemudian melepaskan kepingan trombus (embolus) dan dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan. Hiperkoagulasi pada polisitemia Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/hematokrit meningkat dan melambatkan aliran darah serebri. Arteritis (radang pada arteri)

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah : Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarakhnoid. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren. Faktor-faktor risiko stroke : Hipertensi merupakan faktor risiko utama. Penegendalian hipertensi adalah kunci untuk mencegah stroke. Penyakit kardiovaskular embolisme serebri berasal dari jantung : Penyakit arteri koronaria. Gagal jantung kongestif. Hipertrofi ventrkel kiri. Abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium). Penyakit jantung kongestif. Kolestrol tinggi. Obesitas Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark serebri. Diabetes-dikaitkan dengan arterogenesis terakserelasi. Kontrasepsi oral (khususnya disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi Merokok Penyalahgunaan obat (khusaunya kokain). Konsumsi alkohol. Made kariasa (1997) menjelaskan dari hasil data penelitian di Oxford, Inggris bahwa penduduk yang mengalami stroke desebabkan kondisi-kondisi berikut : Tekanan darah tinggi tetapi tidak mengetahui (50-60%) Serangan jantung iskemik (30%) Serangan iskemik sesaat (24%) Penyakit arteri lain (23%) Denyut jantung tidak teratur (14%) Dibetes melitus (9%) 1.3 Klasifikasi Klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi : a. Stroke hemoragik Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subarakhnoid. Disebaabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun. Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh

karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994). Perdarahan otak dibagi dua, yaitu : Perdarahan intaserebri (PIS) Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Oeningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena hernia otak. Perdarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan serebellum. Perdarahan subarakkhnoid (PSA) Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak (Juwono, 1993). Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangkan struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan O2 sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma, kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala disfungsi serebri. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak. b. Stroke Nonhemoragik Dapat berusaha iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder, kesadaran umunya baik.

Perbedaan Perdarahan Intraserebri dengan Perdarahan Subarakhnoid Gejala PIS PSA Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Kesadaran Menurun Menurun sementara Kejang Umum Sering fokal Tanda rangsangan +/+++ meningeal Hemiparese ++ +/Gangguan saraf otak + +++ Klasifikasi stroke dibedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya : TIA. Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa meniit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis terlih dan berat semakin bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari. Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplet dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

1.4 Manifestasi klinis Perbedaan gejala Stroke Nonhemoragik dengan Stroke Hemoragik Gejala (anamnesa) Stroke Nonhemoragik Stroke Hemoragik Awitan (onset) Sub-akut kurang Sangat akut/mendadak Waktu (saat terjadi Mendadak Saat aktivitas awitan) Peringatan Bangun pagi/istrirahat Nyeri kepala +50% TIA +++ Kejang +/+ Muntah + Kesadaran menurun +++ Kadang sedikit Koma/kesadaran +/+++ menurun Kaku Kuduk ++ Tanda Kerning + Edema Pupil + Perdarahan Retina + Bradikardia Hari ke-4 Sejak awal Penyakit lain Tanda adanya Hampir selalu hipertensi, aterosklorosis di retina, aterosklorosis, penyakit koroner, perifer. Emboli jantung hemolisis (HHD) pada kelainan katup , fibrilasi, bising karotis. Pemeriksaan darah + pada LP Rontgen + Kemungkinan pergeseran glandula pineal Angiografi Oklusi, stenosis Aneurisma, AVM, massa intrahemisfer/vasospasme CT scan Densitas berkurang Massa intrakranial densitas (lesi hipodensi) bertambah (lesi hiperdensi) Oftalmoskop Fenomena silang Perdarahan retina atau Silver wire art korpus vitreum Lumbal fungsi Normal Meninggal Tekanan Jernih Marah Warna < 250/mm3 >1000/mm3 Eritrosit Arteriografi EEG Oklusi Di tengah Ada pergeseran Bergeser dari bagian tengah

1.6 Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan dalam membantu menegakkan diagnosis klien stroke meliputi : a. Angiografi serebri Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. b. Lumbal fungsi Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal k menunjukan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama. c. CT scan Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisi secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk keventrikel, atau menyebar kepermukaan otak. d. Magnetic imaging resonance (MIR) Dengan menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat hemoragik. e. USG Doppler Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (maslah sistem karotis). f. EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak. Lumbal fungsi : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. Pemeriksaan darah rutin. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

1.7 Komplikasi Setelah menaglami stroke klien akan mengalami komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan : Dalam hal mobilasi : untuk pernafasan, nyeri tekan, konstipasi, dan tromboflebitis; Dalam hal paralisis : nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas, dan terjatuh; Dalam hal kerusakan otak : epilepsi dan sakit kepala; Hidrosefalus. 1.8 Penatalaksaan medis Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut : a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan : Mempertahankan saluran nafas yang paten, yaitu sering lakukan pengisapan lendir, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan; Mengontrol tekanan darah berdasarkan klien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi. b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritnia jantung. c. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter. d. Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin. Posisi klien harus diubah setiap 2 jam dan dilakukan latihanlatihan gerak pasif. 1.9 Pengobatan konservatif a. Pasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan. b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamitd, papaverin intraarterial. c. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi. Antiagregasi trombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma. d. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau membesarnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dari sistem kardiovaskuler. 1.10 Pengobatan pembedahan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan : a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher ;

b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA; c. Evaluasi bekuan darah dapat dilakukan pada stroke akut; d. Ligasi arteri karotis komunis dileher khususnya pada aneurisma.

BAB II ASUHAN KEPERAWATA 2.1 Pengkajian 2.1.1 Anamnesis Identitas klien meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosis medis. Keluhan Utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta bantuan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran. 2.1.2 Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dalam hal perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dan terjadi letargi, tidak responsif, dan koma. 2.1.3 Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obatan yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkhol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih lanjut dan untuk memberikan tindakan selanjutnya. 2.1.4 Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu. 2.1.5 Pengkajian psiko-sosio-spiritual Pengkkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan berbicara. Pola persepsi dan konsep diri yang didapatkan, klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.

2.1.6 Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum 1. Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran 2. Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara 3. Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi b. Pemeriksaan integument 1. Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu 2. Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis 3. Rambut : umumnya tidak ada kelainan c. Pemeriksaan kepala dan leher 1. Kepala : bentuk normocephalik 2. Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi 3. Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998) d. Pemeriksaan dada Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan. e. Pemeriksaan abdomen Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine g. Pemeriksaan ekstremitas Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. h. Pemeriksaan neurologi 1. Pemeriksaan nervus cranialis Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. 2. Pemeriksaan motorik Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh. 3. Pemeriksaan sensorik Dapat terjadi hemihipestesi. 4. Pemeriksaan reflex

Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999) 2.1.7 Diagnosa keperawatan a. Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri. b. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan intaserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak. c. Ketidakefektifan kebersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaran. d. Hambatan mobilitas fisik yang berhunbungan dengan hemiparese/hemiplagia, kelemahan neuromuskular pada ekstrimitas. e. Risiko tinggi cedera yanng berhubungan dengan penurunan luas lapang pandang, penurunan sensasi rasa (panas, dingin). f. Risiko gangguan integritas kulit yanng berhubungan dengan tirah baring yang lama. g. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnhya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol/koordinasi otot. h. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum. i. Risiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan. j. Ketakutan yang berhubungan dengan parahnya kondisi. k. Perubahan konsep diri yang berhubungan dengan perubahan persepsi. l. Risiko ketidakpatuhan penatalaksanaan regime pengobatan yang berhubungan dengan kurangnya informasi, perubahan status kognitif. m. Gangguan persepsi sensorik yang berhubungan dengan penurunan sensorik, penurunan penglihatan. n. Gangguan eleminasi alvi (konstipasi) yang berhubungan dangan imobilisasi, asupan cairan yang tidak adekuat. o. Gangguan eleminasi urine (inkontinensia uri) yang berhungan dengan lesi neuron motor atas. p. Risiko infeksi yang berhubungan dengan sistem pertahanan primer (cedera pada jaringan paru, penurunan aktivitas silia), malnutrisi, tindakan invasif. q. Risiko penurunan pelaksanaan ibadah spiritual yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular yang beruskular pada ekstremitas.

r. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan perubahan status sosial, ekkonomi, dan harapan hidup. s. Gangguan harg diri yang berhubungan dengan perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, perubahan penerimaan respons verbal dan nonverbal, penilaian negatif terhadap tubuh, ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan, berfokus pada penampilan, kekuatan, dan fungsi masa lalu, kehilangan/perubahan dalam pekerjaan, tidak dapat menyentuh, atau melihat bagian-bagian tubuh. t. Kecemasan yang berhubungan dengan ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan. 2.1.8 Rencana Intervensi

Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri. Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien. Kriteria hasil : klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual dan muntah, GCS : 4,5,6, tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal. Intervensi Rasionalisasi Kaji faktor penyebab dari Deteksi dini untuk memprioritaskan situasi/keadaan individu/penyebab intervensi, mengkaji status koma/penurunan perfungsi jaringan neurologis/tanda-tanda kegagalan dan kemungkinan penyebab untuk menentukan perawatan peningkatan TIK. kegawatan atau tindakan pembedahan. Memonitor tanda-tanda vitas setiap 4 Suatu keadaan normal bila sirkulasi jam. serebri terpelihara baik untuk fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sitemik, penurunan dari otoregulator kebanyakan merupakan tanda penurunan disfusi lokal vaskularisasi darah serebri. Dengan peningkatan tekanan darah (diastolik) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intrakranial. Adanya peningkatan tekanan darah, bradikardi, disritmia, dispnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK. Evaluasi pupil. Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf simpatis dan parasimpatis merupakan respons saraf kranial. Monitor temperatur dan pengetahuan Panas merupakan refleks dari

suhu lingkungan.

hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan TIK. Pertahankan kepala/leher pada posisi Perubahan kepala pada satu sisi dapat yanng netral, usahakan dengan sedikit menimbulkan penekanan pada vena bantal. Hindari penggunaan bantal jugularis dan menghambat aliran darah yang tinggi pada kepala. otak (menghambat drainase pada vena serebri) sehingga dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Berikan periode istirahat antara Tindakan yang terus-menerus dapat tindakan perawatan dan batasi lamanya meningkatkan TIK oleh efek prosedur. rangsangan kumulatif. Kurangi rangsangan ekstra dan berikan Memberikan suasana yang tenang rasa nyaman seperti masase punggung, (colming effect) dapat mengurangi lingkungan yang tenang, sentuhan respon psikologis dan memberikan yang ramah, dan suasana/pembicaraan istirahat untuk mempertahankan TIK yang tidak gaduh. yang rendah. Cegah/hindarkan terjadinya valsava Mengurangi tekanan intratorakal dan manuver. intraabdominal sehingga menghindari peningkatan TIK. Bantu klien jika batuk, muntah. Aktivitas ini dapat meningkatkan intrathorak/tekanan dalam thoraks dan tekanan dalam abdomen di mana aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan TIK. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah Tingkah nonverbal ini dapat dapat dan tingkah laku di pagi hari merupakan indikasi peningkatan TIK atau memberikan refleks nyeri dimana klien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatkan TIK. Palpasi pada pembesaran/pelebaran Dapat meningkatkan respons otomatis bladder, pertahankan drainase urine yang potensial menaikkan TIK. secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi. Berikan penjelasan pada klien (jika Meningkatkan kerja sama dalam sadar) dan keluarga tentang sebabmeningkatkan perawatan klien dan akibat TIK meningkat. mengurangi kecemasan. Observasi tingkat kesadaran dengan Perubahn kesadran menunjukan GCS. peningkatan TIK dan berguna menentukan lokasi dan perkembangan penyakit. Kolaborasi : pemberian O2 sesuai Mengurangi hipoksemia, dimana dapat indikasi. meningkatkan vasodilatasi serebri dan volume darah dan menaikkan TIK.

Berikan cairan intravena sesuai dengan yang dindikasikan.

Berikan obat osmosis diuretik seperti manitol, furosid.

Berikan steroid seperti Deksametason, metilprednisolon. Berikan analgesik narkotik seperti kodein.

Berikan sedatif seperti diazepam, benadril. Berikan antipiretik seperti asetaminofen. Antihipertensi.

Vasodilator perifer seperti siklandilat, papverin, isokssuprin. Berikan antibiotik seperti asam aminocaproat (Amicar). Monitor hasil laboratorium sesuai dengan indikasi seperti protrombin, LED.

Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk menurunkan edema serebri, peningkat minimum pada pembuluh darah, tekanan darah, dan TIK. Diuretik mungkin digunakan pada fase akut untuk mengalirkan air dan sel-sel otak, dan mengurangi edema serebri dan TIK. Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan. Mungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan otot ini berefek negatif pada TIK tetapi dapat digunakan dengan tujuan untuk mencegah dan menurunkan sensasi nyeri. Mungkin digunakan untuk mengontrol kurangnya istirahat dan agitasi. Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme serebsi/oksigen yang diinginkan. Digunakan pada hipertensi kronis, karena manajemen secara berlebihan akan meningkatkan perluasan kerusakan jaringan. Digunakan untuk meningkatkan sirkulasi kolateral untuk menurunkan vasopasme. Digunakan pada kasus hemoragik, untuk mencegah lisis bekuan darah dan perdarahan kembali. Membantu memberikan informasi tentang efektivitas pemberian obat.

Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak. Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal. Kriteria hasil : klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. GCS 4,5,6, pupil isokor, refleks cahaya (+), tanda-tanda vital normal (nadi: 60100 x/menit, suhu: 36-36,7oC, RR: 16-20 x/menit). Intervensi Rasionalisasi Mandiri Keluarga lebih berpartisipasi dalam

Berikan penjelasan kepada klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya. Baringkan klien (tirah baring) total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal. Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS. Monitor tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi pernafasan, serta hati-hati pada hipertensi sistonik.

penyembuhan.

Monitor asupan dan keluaran.

Bantu klien untuk mengatasi muntah, batuk. Anjurkan klien untuk mengeluarkan nafas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi penunjang.

Kolaborasi Berikan cairan per infus dengan perhatian ketat. Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen.

Berikan terapi sesuai intruksi dokter seperti :

Perubahan pada tekanan intrakranial akan dapat menyebabkan risiko terjadinya hernia otak. Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut. Pada keadaan normal, otoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan otoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler serebri yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik, sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi. Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan peningkatan risiko dehidrasi terutama pada klien yang tidak sadar, mual yang menurunkan asupan per oral. Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan nafas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava. Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan potensial terjadi perdarahan ulang. Rangusangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik lainnya. Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskular dan tekanan intrakranial, retriksi cairan, dan cairan dapat menurunkan edema serebri. Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri. Tujuan terapi :

Steroid Aminofel Antibiotik

Menurunkan permeabilitas kapiler. Menurunkan edema serebri. Menurunkan metabolik/konsumsi sel dan kejang.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobiltas fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaran. Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam klien mampu meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi. Kriteria hasil : bunyi nafas terdengaar bersih, ronkhi tidak terdengar, selang trakea bebas sumbatan, menunjukan batuk yang efektif. Tidak ada lagi penumpukan sekret dijalan nafas. RR: 16-20 x/menit. Intervensi Rasionalisasi Kaji keadaan jalan nafas. Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa cairan muskus, perdarahan, brokospasme, dan/posisi dari trakeostomi yang berubah. Wvaluasi pergerkan dada dan Pergerakan dada yang simetris dengan auskultasi suara nafas pada kedua paru suara nafas yang keluar dari paru-paru (bilateral). menandakan jalan nafas tidak terganggu. Saluran nafas bagian bawah tersumbat dapat terjadi pada pneumonia/atelektasis akan menimbulkan perubahan suara nafas seperti ronkhi atau mengi. Pengisapan lendir tidak selama dilakukan terus-menerus, dan durasinya pun dapat dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia. Diameter kateter penghisap tidak boleh lebih dari 50% diameter jalan nafas untuk mencegah hipoksia. Dengan membuat hiperventilasi melalui pemberian oksigen 100% dapat mencegah terjadinya atelektasis dan mengurangi terjadinya hipoksia. Anjurkan klien mengenai teknik batuk Batuk yang efektif dapat mengluarkan selama penghisapan, seperti waktu sekret dari saluran nafas. bernafas panjang, batuk kuat, bersin, jika ada indikasi.

Atur/ubah posisi secara teratur (tiap 2 jam). Berikan minum hangat jika ada kemungkinan. Jelaskan kepada klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat ppenumpukan sekret disaluran pernafasan. Ajarkan klien tentang metode yang tepat untuk mengontrol batuk. Latih nafas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin. Lakukan pernafasan diafragma.

Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi segmen paru-paru, mengurangi risiko atelektasis. Membantu mengencerkan sekret, mempermudah pengeluaran sekret. Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien dalam rencana terapeutik. Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi. Memungkinkan ekspansi paru lebih luas. Pernafasan diafragma menurun frekuensi nafas dan meningkatkan ventilasi alveolar. Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret. Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien. Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektatis. Unutk menghindari pengentalan dari sekret atau mosa pada saluran nafas bagian atas.

Tahan nafas selama 3-5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungklin melalui mulut. Lakukan nafas kedua, tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kaut. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.

Ajarkan klien tindakadn untuk menurunkan viskositas sekresi: mempertahankan hidrasi yanga adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000-1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk. Lakkukan fisioterapi dada sesuai indikasi seperti postural drainase, perkusi. Kolaborasi pemberian obat-obatan bronkodilator sesuai indikasi seperti aminofilin, meta-proterenol sulfat (Alupen), adoetarin hidrochlorida (Bronkosol).

Higiene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut. Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran sekret. Mengatur ventilasi dan pengeluaran sekret karena relaksasi otot/bronkospasme.

Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kelemahan neuromuskular pada ektremitas. Tujuan : dalam waktu 2x 24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Kriteria hasil : klien dapat ikut serta dalam aktivitas latihan, tidak terjadi kontraktur sendi, meningkatkan kekuatan otot, klien menunjukan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. Intervensi Rasionalisasi Kaji mobilitas yang ada dan observasi Menegetahui tingkah tingkah kemampuan terhadap peningkatan kerusakan. Kaji klien dalam melakukan aktivitas. secara teratur fungsi motorik. Ubah posisi klien tiap 2 jam. Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan . Ajarkan klien untuk melakukan latihan Gerakan aktif yang memberikan massa, gerak aktif pada ekstremitas yang tidak tonus dan kekuatan otot, sserta sakit. memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan. Lakukan gerakan yang pasif pada Otot volunter akan kehilangan tonus dan ektremitas yang sakit. kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan. o Pertahankan sendi 90 terhadap papan Telapak kaki dalam 90o dapat mencegah kaki. footdrop Inspeksi kulit bagian distal setiap hari. Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi Pantau kulit atau membarn mukosa dan hilangnya sensasi risiko tinggi terhadap iritasi, kemerahan, atau lecetkerusakan integritas kulit kemungkinan lecet. komplikasi imobilisasi. Bantu klien melakukan latihan ROM, Untuk memelihara fleksibilitas sendi perawatan diri sesuai toleransi. sesuai kemampuan. Memelihara nemtuk tulak belakang dengan cara : Matras. Mempertahankan posisi tulang belakang Bed board (tempat tidur dengan tetap rata. alas kayu atau kasur busa yang keras yang tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur). Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk Peningkatan kemampuan dalam mobilisasi latihan klien. ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapis.

Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol atau koordinasi otot. Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri. Kriteria hasil : klien dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat memmbantu. Intervensi Rasionalisasi Mandiri Membantu dalam mengantisipasi dan Kaji kemampuan dan tingkat penurunan merencanakan pertemuan kebutuhan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL. individual. Hindari apa yang tidak dapat dilakukan Bagi klien dalam keadaan cemas dan klien dan bantu bila perlu. tergantung hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien. Menyadarkan tingkah laku/sugesti Klien memerlukan empati, tetapi perlu tindakan pada perlindungan kelemahan, mengetahui perawatn yang konsisten pertahankan dukungan pola pikir, ijinkan dalam menangani klien. Sekaligus klien melakukan tugas, beri umpan balik meningkatkan harga diri, memandirikan positif untuk usahanya. klien, dan menganjurkan klien untuk terus mencoba. Rencanakan tindakan untuk defisit Klien akan mampu melihat dan memakan penglihatan seperti temoatkan makanan makanan, akan mampu melihat keluar dan peralatan dalam suatu tempat, masuknya orang ke ruangan. dekatkan tempat tidur ke dinding. Tempatkan perabotan ke dinding, jauhkan Menjaga keamanan klien bergerak dari jalan. disekitar tempat tidur dan menurunkan risiko tertimpa perabotan. Berikan kesempatan untuk menolong diri Mengurangi ketergantungan. seperti menggunakan kombinasi pisau garpu, sikat dengan pegangan panjang, ekstensi untuk berpijak pada lantai atau ke toilet, kursi untuk mandi. Kajji kemampuan komunikasi untuk BAK, Ketidakmampuan berkomunikasi dengan kemampuan menggunakan urinal, pispot. perawat dapat menimbulkan masalah Antarkan ke kamar mandi bial kondisi pengosongan kandung kemih oleh karena memungkinkan. masalah neurogenik. Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan Meningkatkan latihan dan menolong minum dan meningkatkan aktivitas. mencegah konstipasi. Kolaboratif Pemberian suposutoria dan pelumas Pertolongan utama terhadap fungsi usus feses/pencahar. atau defekasi. Konsultasi ke dokter terapi okupasi. Untuk mengembangkan terapi dan melengkapi kebutuhan khusus.

Risiko ketidakseimbanngan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan. Tujuan : dalam 3 x 24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi. Kriteria hasil : Turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan menelan, sonde dilepas, BB meningkat 1kg, Hb dan albumin dalam batas normal. Intervensi Rasionalisasi Observasi tekstur, turgor kulit. Menegetahui status nutrisi klien. Lakkukan oral higiene. Kebersihan mulut merangsang nafsu makan. Observasi intake dan output nutrisi. Mengetahui keseimbangan nutrisi klien. Observasi posisi dan kebersihan sonde. Untuk menghindari risiko infeksi/iritasi. Tentukan kemampuan klien dalam Untuk menetapkan jenis makanan yang mengunyah, menelan, dan refleks batuk. akan diberikan pada klien. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada Untuk klien lebih mudah untuk menelan waktu, selama, dan sesudah makan. karena gaya gravitasi. Stimulasi bibir untuk menutup dan Membantu dalam melatih kembali membuka mulut secara manual dengan sensorik dan meningkatkan kontrol menekan ringan di atas bibir/di bawah muskular. dagu jika dibutuhkan. Letakkan makanan pada daerah mulut Memberikan stimulasi sensorik (termasuk yang tidak terganggu. rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan intake nutrisi. Berikan makan dengan perlahan pada Klien dapat berkonsentrasi pada lingkungan yang tenang. mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar. Mulailah untuk memberikan makan per Makan lunak/cairan kental mudah untuk oral setengah cair, makan lunak ketika mengendalikannya di dalam mulut, klien dapat menelan air. menurunkan terjadinya aspirasi. Anjurkan klien menggunakan sedotan Memnggunakan otot pasial dan otot meminum cairan. menelan dan menurunkan risiko terjadinya tersedak. Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam Dapat meningkatkan pelepasan endorfin program latihan/kegiatan. dalam otak yang meningkatkan nafsu makan. Kolaborasi dengan tim dokter untuk Mungkin diperlukan untuk memberikan memberikan cairan melalui IV atau makan cairan pengganti dan juga makanan jika melalui selang. klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) yang berhubungan dengan imobilisasi, asupan cairan yang tidak adekuat. Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam pemenuhan eliminasi alvi terpenuhi. Kriteria hasil : klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat, konsistensi feses lembek berbentuk, tidak teraba massa pada kolon (scibala), bising usus normal (15-30 x/menit). Intervensi Rasionalisasi Berikan penjelasan pada klien dan Klien dan keluarga akan mengerti tentang keluarga tentang penyebab konstipasi. penyebab konstipasi. Auskultasi bising usus. Bising usus menandakan sifat aktivitas peristalitik. Anjurkan klien untuk makan makanan Diet seimbang tinggi kandungan serat yang mengandung serat. merangsang peristaltik dan eleminasi reguler. Bila klien mampu minum, berikam asupan Masukan cairan adekuat mambantu cairan yang cukup (2 liter/hari) jika tidak mempertahankan konsistensi feses yang ada kontraindikasi. sesuai pada usus dan membantu eleminasi reguler. Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan Aktivitas fisik reguler membantu klien. eleminasi dengan memperbaiki tonus otot abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik. Kolabirasi dengan tim dokter dalam Pelunak feses meningkatkan efisiensi pemberian pelunak feses (laksatif, pembahasan air usus, yang melunakkan supositoria, enema). massa feses yang membantu eleminasi.

Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum. Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat. Kriteria hasil : Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi, klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat. Intervensi Rasionalisasi Kaji tipe disfungsi misalnya klien tidak Membantu menentukan kerusakan area mengerti tentang kata-kata atau masalah pada otak dan menentukan kesulitan klien berbicara atau tidak mengerti bahasa dengan sebagian atau seluruh proses sendiri. komunikasi, klien mungkin mempunyai masalah dalam mengartikan kata-kata (afasia, area wernicke, dan kerusakan pada area Broca). Bedakan afasia dengan disatria. Dapat menentukan pilihan intervensi

Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan klien untuk mengklarifikasi.

Katakan untuk mengikuti perintah secara sederhana seperti tutup matamu dan lihat ke pintu. Perinyahkan klien untuk menyebutkan nama suatu benda yang diperlihatkan. Perdengarkan bunyi yang sederhana sseperti sh. . . . .cat.

sesuai dengan tipe gangguan. Klien dapat kehilangan kemampuan untuk memantau ucapannya, komunikasinya secara tidak sadar, dengan melengkapi dapat merealisasikan pengertian klien dan dapat mengklarifikasi percakapan. Untuk menguji afasia reseptif.

Suruh klien untuk menulis nama atau kalimat pendek, bila klien tidak mampu untuk menulia suruh klien untuk membaca kalimat pendek. Beri peringatan bahwa klien diruangan ini mengalami gangguan berbicara, sediakan bel khusus bila perlu. Pilih metode komunikasi alternatif misalnya menulis pada papan tulis, menggambar, dan mendemonstrasikan secara visual gerakan tangan. Antisipasi dan bantu kebutuhan klien.

Menguji afasia ekspresif misalnya klien dapat mengenal benda tersebut tetapi tidak mampu menyebutkan namanya. Mengidentifikasi disatria komponen berbicara (lidah, gerakan bibir, kontrol pernafasan dapat mempengaruhi artikulasi, dan mungkin tidak terjadi afasia ekspresif). Menguji ketidakmampuan menulis (agrafia) dan defisit membaca (aleksia) yang juga merupakan bagian dari afasia reseptif dan ekspresif. Untuk kenyamanan yang berhubungan dengan ketidakmampuan berbicara. Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi individu.

Ucapan langsung kepada klien berbicara pelan dan tenang, gunakan pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak dan perhatikan respons klien. Berbicara dengan nada normal dan hindari ucapan yang terlalu cepat. Berikan waktu klien untuk berespons. Anjurkan pengunjung untuk berkomunikasi dengan klien misalnya membaca surat, membicarakan keluarga. Bicarakan topik-topik tentang keluarga, pekerjaan, dan hobi.

Membantu menurunkan frustasi oleh karena ketergantungan atu ketidakmampuan berkomunikasi. Mengurangi kebingunan atau kecemasaan terhadap banyaknya informasi, memajukan stimulasi komunikasi ingatan dan katakata. Klien tidak dipaksa untuk mendengar, tidak menyebabkan klien marah dan tidak menyebabkan klien frustasi. Menurunkan isolasi sosial dan mengefektifkan komunikasi. Meningkatkan pengertian percakapan dan kesempatan. Untuk memperaktikkan keterampilan praktis dalam berkomunikasi. Memungkinkan klien dihargai karena

Perhatikan percakapan klien dan hindari

berbicara secara sepihak. Kolaborasi : konsultasikan ke ahli bicara.

kemampuan intelektualnya masuh baik. Mengkaji kemampuan verbal individual dan sensorik motorik dan fungsi kognitif utnuk mengidentifikasi defisit dan kebutuhan terapi.

Risiko infeksi yang berhubungan dengan penurunan sistem pertahanan primer (cidera pada jaringan paru, penurunan aktivitas silia), malnutrisi, tindakan invasif. Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam infeksi tidak terjadi selama perawatan. Kriteria hasil : individu mengenal faktor-faktor risiko, mengenalkan tindakan pencegahan/mengurangi faktor resiko infeksi, mennunjukkan teknik-teknik untuk meningkatkan lingkungan yang aman. Intervensi Rasionalisasi Mandiri Intubasi, penggunaan ventilator yang lama, Catat faktor-faktor risiko untuk terjadinya kelemahan umum, malnutrisi merupakan infeksi. faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya infeksi dan penyembuhan yang lama. Observasi warna, bau, dan karakteristik Kuning/hijau, bau sputum yang purulen sputum. Catat drainase di sekitar daerah merupakan indikasi infeksi. Sputum yang trakeostomi. kental dan sulit dikeluarkan menunjukkan Kurangi faktor risiko infeksi nosokomial adanya dehidrasi. Faktor-faktor ini tampak seperti cuci tangan sebelum dan sesudah sederhana, tetapi sangat penting sebagai melakukan tindakan keperawatan. pencegahan terjadinya infeksi nosokomial. Pertahankan teknik suksion secara steril. Bantu latih nafas dalam, batuk efektif, dan Memaksimalkan ekspensi paru dan ganti posisi secara berkala. pengeluaran sekresi untuk mencegah ateletaksis serta akumulasi dan kekentalan sekret. Auskultasi suara nafas. Adanya ronkhi atau mengi menunjukan adanya sekresi yang tertahan, yang memerlukan ekspektoran/suction. Monitor/batasi k unjungan. Menghindari Individu dengan infeksi saluran nafas atas, kontak dengan orang yang menderita meningkatkan risiko berkembangnya infeksi saluran nafas atas. infeksi. Anjurkan klien untuk membuang sputum Mengurangi penularan organisme melalui dengan tepat seperti dengan tisu dan ganti sekresi/sputum. balutan tracheostomy yang kotor. Lakukan teknik isolasi sesuai indikasi. Sesuai dengan diagnosis yang spesifik harus memperoleh perlindungan infeksi akibat sekresi yang stasis. Pertahankan hidrasi dan nutrisi yang Membantu meningkatkan daya tahan

adekuat. Berikan cairan 2500 cc sesuai toleransi jantung. Bantu perawatan diri dan keterbatasan aktivitas sesuai toleransi jantung Kolaborasi Periksa sputum kultur sesuai indikasi. Berikan antibiotik sesuai indikasi.

tubuh dari penyakit dan mengurangi risiko infeksi akibat sekresi yang stasis. Menunjukkan kemampuan secara umum dan kekuatan otot dan merangsang pengembalian sistem imun. Mungkin dibutuhkan untuk mengidentifikasi patogen dan pemberian antimikroba yang sesuai. Satu atau beberapa agent diberikan tergantung dari sifat patogen dan infeksi yang terjadi.

BAB 3 PENUTUP

Kesimpulan Kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. 2. Beberapa penyebab stroke meliputi : 1. Trombosis serebri 2. Emboli 3. Hemoragik 4. Hipoksia umum 5. Hipoksia lokal 3. Stroke terdiri dari dua kategori yaitu stroke Hemoragik dan stroke Nonhemoragik. Keduanya memilki perbedan baik dalam penyerangan maupun penyebabanya. 4. Pemeriksaan diagnostik dalam membantu menegakan diagnosis di perlukan agar mempermudah pengobatan. 5. Strokedapat menalmi komplikasi yang di bagi berdasarkan : Mobilasi, paralisis dan kerusakan otak

Saran Kami berharap agar para pembaca dapat mengetahui bahwa stroke merupakan masalah penyakit yang berbahaya jka tidak di tangani dengan tepat. Oleh karena itu, melalui penjelasan dari makalah ini pembaca dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai sehingga stroke bisa ditangani dengan tepat

You might also like