You are on page 1of 61

1.

Evaluasi korban dengan cepat dan tepat

2. Resusitasi & stabilisasi korban sesuai prioritas.

3. Menentukan kebutuhan korban cukup/melebihi fasilitas yang ada.

4. Mengatur cara rujukan antar rumah sakit

5. Menjamin bahwa penanganan korban sudah optimum.

Kematian dibagi menjadi 2 :


Mati klinis : Keadaan tanpa napas dan nadi yang baru terjadi sekitar 4-6 menit (bersifat reversible) belum terjadi kerusakan sel-sel otak. Mati biologis : suatu keadaan tanpa napas dan denyut nadi yang terjadi lebih dari 8 menit, atau adanya tanda-tanda mati.

TANDA KEMATIAN

Adanya kekakuan mayat

Gangguan

Mati dalam

Airway
Terdapat kebiruan disekitar tubuh

Sumbatan

3-5

Breathing
Pupil tidak ada refleks dan melebar

Henti nafas 3-5

Circulation Shock berat 1-2 jam

Disability
Suhu tubuh dingin

Coma

1-2 minggu

1. PERSIAPAN 2. TRIASE 3. PRIMARY SURVEY (ABCDE) 4. RESUSITASI 5. TAMBAHAN PRIMARY SURVEY 6. SECONDARY SURVEY 7. TAMBAHAN SECONDARY SURVEY 8. PEMANTAUAN & RE-EVALUASI BERLANJUT 9. PENANGANAN DEFINITIF 10. REKAM MEDIS & RUJUKAN

FASE PRA-RUMAH SAKIT

PERSIAPAN

FASE RUMAH SAKIT

RS diinformasikan. Penjagaan airway, kontrol pendarahan, imobilisasi penderita & pengiriman ke RS terdekat. Mengumpulkan keterangan : waktu kejadian, sebab & riwayat penderita, mekanisme kejadian

Lakukan perencanaan sebelum penderita tiba. Persiapkan : ruangan / daerah resusitasi, perlengkapan airway & sudah dicoba, RL yg sudah dihangatkan, perlengkapan monitoring. Tenaga medik tambahan, tenaga lab & radiologi

GOLONGAN NOL (HITAM)

GOLONGAN PERTAMA (MERAH)


GOLONGAN KEDUA (KUNING) GOLONGAN KETIGA (HIJAU)

GOLONGAN NOL (HITAM)

Pasien sudah tidak dapat diselamatkan lagi (meninggal seketika)

GOLONGAN PERTAMA (MERAH)

Pasien yang paling diutamakan untuk ditolong Pasien yang cedera berat Cedera disertai syok hipovolemik. Contoh : 1. CEDERA MAKSILOFASIAL 2. CEDERA THORAX 3. CEDERA ABDOMEN 4. LUKA BAKAR YANG BERAT 5. FRAKTUR TERBUKA

GOLONGAN KEDUA (KUNING)

Pasien dengan trauma Contoh : 1. Fraktur ekstremitas 2. Cedera abdomen 3. Cedera thorax (yang semuanya tanpa disertai syok hipovolemik)

GOLONGAN KETIGA (HIJAU)

Pasien dengan trauma ringan, misalnya hanya terdapat erosi-erosi pada kulitnya.

AIRWAY BREATHING CIRCULATION DISABILITY

EXPOSURE

PASIEN DIAJAK BICARA

Menjawab dengan baik : Tidak ada sumbatan jalur pernapasan

Mendengkur : pangkal lidah (snoring) Suara berkumur : cairan (gargling) Stridor : edema pita suara (crowing)

Obstruksi karena lidah terlipat dan pasien tidak sadar Penangannya : 1. Membuka mulut pasien dengan jalan : chin lift atau jaw trust. 2. Membersihkan jalan nafas melalui

finger sweep atau bantuan instrumen.


3. Pemasangan oropharingeal tube (untuk pasien tidak sadar) atau nasopharyngeal tube untuk pasien sadar.

Obstruksi akibat adanya air dalam saluran nafas.

Penanganan nya melalui suction.

Terdapat dua jenis suction : elastic dan yang rigid.

Pilih suction yang rigid karena lebih mudah diarahkan.

Obstruksi karena benda padat dan terjadi pada URT (Upper Respiratory Track)

Penanganan pertama nya dengan penggunaan endotracheal tube (ETT)

MEMBUKA JALAN NAFAS Head tild - Chin lift - Jaw thrust

Mempertahankan jalan nafas agar tetap terbuka Dengan alat pipa (Oro/Naso-Pharingeal airway)

Tindakan yang menyebabkan bergeraknya servikal pada cedera leher dapat menyebabkan henti napas dan henti jantung seketika. Kontrol servikal dapat dilakukan dengan bantuan colar neck / benda keras lainnya yang dapat menahan kepala dan leher untuk tidak bergerak. Dapat pula menggunakan kedua tangan atau paha penolong (jika penolong lebih dari 1 orang) sambil melakukan control pada jalan napas korban.

C-spine kontrol mutlak harus dilakukan terutama pada pasien yang mengalami trauma basis cranii

Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada duramater. Cirinya adalah keluar darah atau cairan bercampur darah dari hidung atau telinga.

C-spine kontrol dilakukan dengan indikasi :

Multiple trauma Terdapat jejas di daerah os clavicula ke atas Penurunan kesadaran. Jika semuanya gagal, maka terapi bedah menjadi pilihan terakhir.

Airway yang baik, tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi: 1. Fungsi paru 2. Dinding dada dan diafragma 3. Nilai frekuensi pernafasannya, 4. Lihat ada sesak atau tidak 5. Lihat ada trauma di thorax atau tidak 6. Lihat tanda-tanda sianosis

1. Tanda-tanda pernafasan yang memadai (adekuat) Dada dan perut bergerak naik turun seirama dengan pernafasan

Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut/hidung


Penderita tampak nyaman Frekuensi cukup 3. Tanda-tanda tidak adanya pernafasan Tidak ada gerakan dada atau perut Tidak terdengar aliran udara mulut atau hidung Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung

2. Tanda-tanda pernafasan tidak adekuat Gerakan dada kurang baik Ada suara nafas tambahan Sianosis

Frekuensi kurang atau lebih


Perubahan status mental (gelisah)

Trauma
Tension pneumotoraks

Tanda
-Nyeri dada, air hunger, distress nafas, takikardia, hipotensi, deviasi trakea, hilang suara napas unilateral, distensi vena leher, sianosis.

Penatalaksanaan
-Dekompresi : Needle Thoracocentesis simple pneumothorax -Chest tube pada IC 5 setinggi papilla mammae

Open pneumothorax

-Defek luas dinding toraks

-Occlusive dressing (jendela 3 sisi) -Chest tube

Flail Chest dan kontusio paru

-Gerak nafas asimetris, krepitasi tulang iga

-Ventilasi, pemberian O2 humidifikasi dan resusitasi cairan

Masalah yg mengancam BREATHING serta tindakannya


1. Tension Pneumothoraks Px sangat sesak/syok

Trachea bergeser kearah yg sehat(deviasi trachea)


Distensi vena jugularis Needle Thoracosintesis di ICS 2 Mid Clavicula WSD

Masalah yg mengancam BREATHING serta tindakannya


2. Open Pneumotoraks Luka tembus rongga dada Sucking Chest Wound pada luka

Tutup luka dgn kassa 3 sisi yg kedap udara WSD

Masalah yg mengancam BREATHING serta tindakannya


3. Massive Hematothoraks Perdarahan dalam rongga thoraks > 1500 CC /200 cc/jam Syok,anemis Ispeksi tdk simetris Auskultasi bising napas Perkusi redup (dull)

Lapor dokter segera pasang Chest Tube untuk WSD/Nilai Thoracotomi

Masalah yg mengancam BREATHING serta tindakannya


4. Flail Chest dgn Contusio Paru

3 atau > tulang rusuk berdekatan patah (anterior & lateral)


Palpasi bunyi crepitasi Flail Segmen besar menimbulkan respiratori distress Perlu definitif (O2, resusitasi cairan) dan beri analgetik

Dada pasien mengembung apalagi tidak simetris mungkin disebabkan pneuomotorak atau pleurahemorage.

Untuk membedakannya dilakukan perkusi di daerah paru. Suara paru yang hipersonor pneumotorak Suara paru menjadi redup pleurahemorage.

Penanganan pneumotorak ini antara lain :


Menusukan needle 14 G di daerah yang hipersonor Pengguanan chest tube.

Jika terdapat henti napas, hal yang dapat dilakukan antara lain Resusitasi Paru, bisa dilakukan melalui :
1. 2. 3. 4. Mouth to mouth Mouth to mask Bag to mask (Ambu bag) Ventilator oksigen

NASAL KANUL Hanya mampu memberikan oksigen 24-44 %. 2-4 lpm Sementara saturasi oksigen bebas sebesar 21 %.

FACE MASK/ REBREATHING MASK Saturasi oksigen melalui face mask hanya sebesar 3560%. 6-8 lpm

NONREBREATHING MASK
Pilihan utama pasien cyanosis. Konsentrasi oksigen sebesar 80-90% 8-12 lpm Adanya valve yang mencegah udara ekspirasi terinhalasi kembali.

1. Memeriksa denyut nadi (radialis atau carotis) : frekuensi, keteraturan, kualitas 1. Menilai warna kulit 2. Meraba suhu akral 3. Menilai kapilari refill 4. Periksa perdarahan 5. Periksa tekanan darah

PENILAIAN DENYUT NADI

Pada orang dewasa dan anak-anak diraba pada arteri radialis dan arteri carotis Sedangkan pada bayi, meraba denyut nadi adalah pada A.Brachialis (pada sisi medial lengan atas) Frekuensi denyut jantung pada orang dewasa adalah 60-100 kali/menit. Bila kurang dari 50 kali/menit disebut bradikardi dan lebih dari 100 kali/menit disebut takikardi. Bradikardi normal sering ditemukan pada atlit yang terlatih. Pada bayi frekuensi nadi adalah 85-200 kali/menit Pada anak-anak frekuensi nadi adalah 60-140 kali/menit.

Jika ditemukan perdarahan terbuka : Segera tutup dengan bebat tekan. Cegah bertambahnya jumlah darah yang keluar. Waspada terhadap terjadinya shock. Penanganan luka secara baik dilakukan setelah korban stabil.

Jika ditemukan henti jantung:

Penderita mungkin masih akan berusaha menarik napas satu atau dua kali, setelah itu akan berhenti napas. Penderita akan ditemukan dalam keadaan tidak sadar. Pada perabaan nadi tidak ditemukan arteri yang tidak berdenyut. Maka harus dilakukan masase jantung luar yang merupakan bagian resusitasi jantung paru (RJP/CPR).

Yang dinilai adalah :


1. Tingkat kesadaran 2. Ukuran dan reaksi pupil

3. Tanda-tanda lateralisasi dan tingkat


cedera spinal.

Skor 14-15 : compos mentis Skor 12-13 : apatis Skor 11-12 : somnolent Skor 8-10 : stupor Skor < 5 : koma

1. Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi atau penurunan perfusi ke otak atau disebabkan trauma langsung ke otak. 2. Penurunan kesadaran menuntut reevaluasi terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi ,dan perfusi. 3. Alkohol dan obat-obatan dapat menggangu tingkat kesadaran penderita. 4. Respon pupil dinilai pada kedua mata. Jika terdapat lateralisasi maka kemungkinan terdapat cedera kepala yang ipsilateral.

Tanggalkan pakaian pasien dan cari apakah ada luka/trauma lain secara generalis. Tetapi jaga agar pasien tidak hipotermia.

Secondary survey baru dilakukan setelah primary survey selesai, resusitasi dilakukan dan ABC-nya penderita dipastikan membaik.

A. Anamnesis
A: Alergi M: Medikasi (obat yg diminum saat ini) P: Past illnes ( penyakit penyerta)/ pregnancy L: Last meal E: Event/ environment (lingkungan) yg berhubungan dgn kejadian perlukaan

B. Pemeriksaan Fisik - Kepala - Maxilo-facial - Leher - Thorax

- Abdomen - Perineum/vagina/rektum - Muskulo-skeletal - Pemeriksaan neurologis lengkap

Survei Sekunder mulai dengan evaluasi kepala.

Seluruh kulit kepala harus diperiksa akan adanya luka, kontusio atau fraktur.

Jika ada mata yang bengkak, harus diperiksa ketajaman visus, ukuran pupil, perdarahan konjungtuva dan fundus, luka tembus pada mata, lensa kontak, dislocasi lentis dan jepitan otot bola mata.

Ketajaman visus dapat diukur dengan membaca gambar Snellen, membaca huruf pada botol infuse atau bungkus perban.

Gerakan bola mata harus diperiksa karena kemungkinan terjepitnya otot mata oleh fraktur orbital.

Maksilo-fasial
Trauma maksilofasial dapat mengganggu airway atau perdarahan yang hebat, yang harus ditangani saat survey sekunder.

Pasien dengan fraktur tulang wajah mungkin juga ada fraktur lamina cribrosa.

Vertebra Servikalis dan Leher

Dinilai adanya cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea dan pemakaian otot pernafasan.

Dilakukan palpasi untuk adanya nyeri, deformitas, pembengkakan, emfisema subkutan, deviasi trakea, simetri pulsasi dan auskultasi A.karotis akan adanya murmur. Penyumbatan atau diseksi a.karotis dapat terjadi secara lambat tanpa gejala. Angiografi atau Doppler Sonografi dapat menyingkirkan kelainan ini.

Bila pasien pakai helm, dan ada kemungkinan fraktur servikal, harus hati-hati sekali saat melepaskan helm. Minta dilakukan foto servikal lateral.

Toraks
Inspeksi dari depan dan belakang akan menunjukkan adanya flail chest atau open pneumotoraks. Palpasi harus dilakukan pada setiap iga dan klavikula. Penekanan pada sternum dapat nyeri bila ada fraktur sternum atau ada costochondral separation. Kontusi dan hematoma pada dinding dada mungkin disertai kelanan dalam rongga toraks. Kelainan pada toraks mungkin disertai nyeri dan dispnoe serta hipoksia.

Evaluasi toraks padat dilakukan dengan pemeriksaan fisik termausk auskultasi disusul foto roraks.

Abdomen
Trauma abdomen harus ditangani dengan agresif.

Pemeriksaan abdomen yang normal tidak menyingkirkan diagnosis cedera intraabdomen karena gejala bisa timbul lebih lambat.

Diperlukan pemeriksaan ulang dan observasi ketat.

Pemeriksaan fisik yang meragukan harus dipertimbangkan untuk diagnostis peritoneal lavage (DPL), USG abdomen atau CT abdomen dengan kontras.

Perineum/Rektum/Vagina
Perineum diperiksa akan adanya kontusio, hematoma, laserasi dan perdarahan uretra.
Colok dubur harus dilakukan sebelum memasang kateter. Harus diteliti akan kemungkinan adanya darah dari lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis, utuh tidaknya dinding rectum dan tonus m.sfinkter ani. Pada wanita, pemeriksaan colok vagina dapat menentukan adanya darah dalam vagina atau laserasi.

Juga harus dilakukan tes kehamilan pada semua wanita usia subur.

Muskuloskeletal
Ekstremitas diperiksa untuk adanya luka atau deformitas.

Fraktur yang kurang jelas dapat ditegakkan dengan memeriksa nyeri, krepitasi dan gerakan abnormal.

Penilaian pulsasi dapat menentukan adanya gangguan vascular. Gangguan sensasi dan hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan kerusakan saraf perifer atau iskemia (termasuk sindrom kompartmen).

Neurologis

Pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, pemeriksaan motorik dan sensorik.

Perubahan dalam status neurologis dapat dihitung dengan Skor GCS.

Bila ada cedera kepala, harus segera konsultasi ke bedah syaraf.

Penanganan Definitif Dimulai setelah primary survey dan sekunder selesai Misalnya menangani keluhankeluhan pasien lain Konsultasi ke dokter spesialis

Rekam Medis dan Rujukan Catat data pasien di rekam medik. Bila fasilitas RS kurang memadai dapat dirujuk ke RS yang lebih lengkap fasilitasnya.

You might also like