You are on page 1of 87

SKRIPSI

KARAKTERISASI DAN PURIFIKASI ANTOSIANIN PADA BUAH DUWET (Syzygium cumini)

Oleh BEATRICE BENNITA LEIMENA F24103029

2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

KARAKTERISASI DAN PURIFIKASI ANTOSIANIN PADA BUAH DUWET (Syzygium cumini)

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh : BEATRICE BENNITA LEIMENA F24103029

2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KARAKTERISASI DAN PURIFIKASI ANTOSIANIN PADA BUAH DUWET (Syzygium cumini)

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh : BEATRICE BENNITA LEIMENA F24103029

Dilahirkan pada tanggal 14 Januari 1985 Di Kudus

Tanggal lulus :

Januari 2008

Menyetujui: Bogor, 2008

Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr. Dosen Pembimbing Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, Msc. Ketua Departemen ITP

Beatrice Bennita Leimena. F24103029. Karakterisasi dan Purifikasi Antosianin pada Buah Duwet (Syzygium cumini). Di bawah Bimbingan : C. Hanny Wijaya. 2008

RINGKASAN Warna merupakan salah satu penentu mutu pada produk pangan. Suatu pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi, apabila tidak didukung dengan warna yang sesuai maka akan menurunkan mutu produk tersebut. Pewarna makanan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan asalnya yaitu pewarna alami, identik alami, dan buatan. Salah satu buah yang berpotensi sebagai sumber pewarna alami adalah buah duwet (Syzygium cumini). Buah ini banyak dijumpai di Indonesia namun belum dimanfaatkan secara optimal. Buah yang sudah matang akan berwarna ungu kehitaman dan berpotensi sebagai sumber pigmen antosianin untuk digunakan dalam industri pangan sehingga dapat meningkatkan nilai manfaat dari buah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia dari buah duwet seperti komposisi kimia dan kandungan antosianin serta mempelajari proses purifikasi untuk menduga karakteristik antosianin yang terdapat dalam buah duwet sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pigmen alami. Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui komposisi kimia dari buah duwet, yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan karbohidrat. Selain itu juga dilakukan pengukuran konsentrasi antosianin dan perhitungan rendemen antosianin pada beberapa sampel, yaitu : kulit buah duwet (pada beberapa tingkat kematangan), kulit dan daging buah duwet dengan tingkat kematangan tertinggi serta sampel pembanding (anggur dan kubis ungu). Pengukuran konsentrasi antosianin dilakukan dengan menggunakan metode pH-differential dan hasil yang diperoleh dinyatakan sebagai kandungan antosianin. Tahap selanjutnya dilakukan proses ekstraksi pada kulit buah dengan kandungan antosianin tertinggi. Ekstrak tersebut kemudian dimurnikan dengan menggunakan C-18 Sep-Pak Cartridge. Ekstrak yang telah dimurnikan kemudian dihidrolisis basa dan asam. Selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan TLC untuk mengetahui karakteristik dari pigmen antosianin yang terdapat dalam buah duwet. Analisis dengan spektrofotometer digunakan untuk mengetahui spektra dari antosianin yang terdapat dalam buah duwet, sedangkan analisis dengan TLC untuk menduga jenis antosianin yang terdapat dalam buah duwet. Kulit buah duwet yang digunakan memiliki kadar air 83.53 %, kadar abu 0.40 %, kadar lemak 0.30 %, kadar protein 0.68 %, dan karbohidrat 15.09 %. Sedangkan kulit dan daging buah duwet tanpa biji memiliki kadar air 86.51 %, kadar abu 0.21 %, kadar lemak 0.13 %, kadar protein 0.84 %, dan karbohidrat 12.31 %. Pada penelitian ini proses ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol. Kandungan antosianin dalam kulit buah duwet berbeda pada berbagai tingkat kematangan. Kulit berwarna hijau tidak memiliki kandungan antosianin, kulit buah berwarna merah memiliki antosianin sebesar 0.19 mg CyE/g, kulit buah dengan warna merah agak keunguan sebesar 1.04 mg

CyE/g, kulit buah dengan warna ungu sedikit merah sebesar 2.67 mg CyE/g, dan kulit buah dengan warna ungu kehitaman sebesar 3.79 mg CyE/g. Sedangkan kandungan antosianin dalam kulit dan daging buah duwet dengan kematangan tertinggi sebesar 1.24 mg CyE/g. Kandungan antosianin pada sampel pembanding sebesar 0.51 mg CyE/g pada kulit buah anggur dan 0.82 mgCyE/g pada kubis ungu. Rendemen antosianin yang terdapat dalam kulit buah duwet pada berbagai tingkat kematangan sebagai berikut: untuk kulit buah berwarna hijau sebesar 0 %, kulit buah dengan warna merah sebesar 0.02 %, kulit buah dengan warna merah agak keunguan sebesar 0.10 %, kulit buah dengan warna ungu sedikit merah sebesar 0.27 %, kulit buah dengan warna ungu kehitaman sebesar 0.38 %, dan pada bagian kulit dan daging buah sebesar 0.12 %. Sedangkan rendemen antosianin pada kulit buah anggur sebesar 0.05 % dan kubis ungu sebesar 0.08 %. Proses purifikasi dilakukan dengan menggunakan C-18-Sep Pak Cartridge dengan pelarut metanol yang mengandung 0.01 % HCl. Proses purifikasi ini dilakukan untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang menggangu, seperti gula dan asam. Hidrolisis basa digunakan untuk menghilangkan gugus asil, sedangkan hidrolisis asam digunakan untuk menghilangkan gugus gula. Karakteristik antosianin diketahui dengan analisis spektrofotometri dan TLC dengan eluen BAW (n-butanol : asam asetat : air = 4:1:5). Antosianin yang terdapat dalam buah duwet ini diduga tidak memiliki gugus asil. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya tambahan panjang gelombang maksimum didaerah 310-335 nm, pergeseran panjang gelombang maksimum (274 nm dan 536 nm), dan perubahan nilai Rf setelah dihidrolisis basa. Jenis antosianidin yang terdapat dalam buah duwet diduga adalah petunidin. Sedangkan jenis antosianin yang terdapat dalam buah duwet ini diduga ada dua yaitu petunidin-3-rhamnosa (Rf = 40) dan sianidin-3soporosa (Rf = 33). Jenis antosianin yang lebih banyak yaitu petunidin-3rhamnosa.

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Kudus, 14 Januari 1985 dan merupakan anak kedua dari pasangan Lazarus Leimena dan Inajati Gani. Penulis menempuh pendidikannya di TK Cahaya Nur Kudus, SD Cahaya Nur Kudus, SLTP Negeri I Kudus, SMU Sedes Sapientiae Semarang, dan berhasil masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Petanian. Selama melakukan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK) (2003-2007). Penulis juga berperan serta sebagai panitia dalam kegiatan Konferensi HMPPI (Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia), BAUR 2005, dan LCTIP (Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan) 2005. Pada tahun 2005, penulis ikut ambil bagian dalam seminar dan pelatihan HACCP yang diselenggarakan oleh Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB dan BPOMRI. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Penyimpanan Pangan pada periode Januari-Juni 2007. Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan melakukan penelitian yang berjudul Karakterisasi dan Purifikasi Antosianin pada Buah Duwet (Syzygium cumini). Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai dengan November 2007. Penelitian ini bertempat di laboratorium ITP dan Seafast Center, IPB.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena penyelesaian skripsi terjadi bukan atas kekuatan penulis sendiri, melainkan juga atas anugerah kekuatan-Nya. Terima kasih untuk setiap kegagalan dan keberhasilan yang terus menempa keuletan penulis. Selain itu, banyak pihak yang juga telah membantu penulis selama perjalanan hidup dan pelaksanaan tugas akhir. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada: 1. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr. selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas bimbingan, masukan, dorongan, dan saran Ibu selama ini. 2. Dr. Ir. Dede. R. Adawiyah, MSi. selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukan dan kesediaan Ibu sebagai penguji. 3. Ibu Didah Nurfaridah, STP. MSi. selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukan dan kesediaan Ibu sebagai penguji. 4. Ibu Puspita Sari STP, MAgr. selaku pemberi proyek dalam penelitian tentang buah duwet ini dan pemberi masukan kepada penulis. 5. Keluargaku: Papa, Mama, Ci Milkha, dan Robby atas perhatian, dukungan, doa, dan semangat kepada penulis. 6. Teman teristimewaku, Daniel yang telah memberikan dukungan, semangat, saran, dan doa kepada penulis. 7. Teman-teman satu bimbingan bu Hanny : Eko, Andrea, Tuti, Ratna, teman-teman ITP 39, 41, dan 42, terima kasih atas semangat dan dukungannya serta perkumpulannya selama bimbingan. 8. Sahabat-sahabatku : JSMP (Nana, Olla, Pau-pau, Nat-nat, Dey, Indi, Betsy, Fani), Anas, Tya, Rika, Fena, Agnes, Eko, Andreas, Agus, Hendy, terima kasih atas dukungan dan semangat dari kalian. 9. Sahabatku Tintin dan Jesslyn atas semangat, kebersamaan, dan doa kepada penulis.

ii

10. Teman-teman ITP 40 : Hayuning, Herher, Dhani, Martin, Danang, Reza, Tilo, Mita, Lilin, Ajik, Andal, Steph, Rina, Lasty, dan semua teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Terima kasih atas dukungannya selama 4 tahun ini. 11. Teman-teman ITP 39, 41, dan 42. Terima kasih atas dukungan dan semangatnya. 12. Teman-teman Perwira 45 : Mpin dan Nene (atas semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi), Ajik (atas bimbingannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi), Ella, Lisa, Tere, Cat2, dan yang lainnya. Terima kasih atas kebersamaannya selam penulis tinggal di Bogor. 13. Staf dan Teknisi Laboratorium ITP , Seafast Center, dan LJA : Pak Sobirin, Pak Wahid, Pak Koko, Bu Rubiah, Pak Rojak, Pak Taufik, Mba Ririn, dan teknisi lainnya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian. 14. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak dengan berbagai cara. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.

Bogor, Januari 2008

Penulis

iii

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG .............................................................................. 1 B. TUJUAN ................................................................................................... 2 C. MANFAAT ............................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3 A. DUWET .................................................................................................... 3 B. ANTOSIANIN .......................................................................................... 6 C. EKSTRAKSI ANTOSIANIN ................................................................... 9 D. PURIFIKASI ANTOSIANIN ................................................................. 11 E. KARAKTERISASI ANTOSIANIN ....................................................... 12 III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................... 15 A. BAHAN DAN ALAT ............................................................................. 15 1. BAHAN ............................................................................................ 15 2. ALAT ................................................................................................ 15 B. TAHAPAN PENELITIAN ..................................................................... 15 1. Persiapan Kulit Buah Duwet ............................................................. 16 2. Ekstraksi Antosianin ......................................................................... 16 3. Purifikasi Antosianin ......................................................................... 17 4. Hidrolisis Basa dan Asam ................................................................. 17 C. METODE ANALISIS ............................................................................. 17 1. Penentuan Kadar Air ......................................................................... 17 2. Penentuan Kadar Abu ....................................................................... 18 3. Penentuan Kadar Protein ................................................................... 18 4. Penentuan Kadar Lemak ................................................................... 19

iv

5. Penentuan Kadar Karbohidrat ........................................................... 19 6. Penentuan Konsentrasi Antosianin ................................................... 20 7. Penentuan Rendemen Antosianin ..................................................... 20 8. Penentuan Karakteristik Antosianin.................................................. 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 22 A. KARAKTERISTIK KIMIA BUAH DUWET ........................................ 22 1. Komposisi Kimia Buah Duwet ......................................................... 22 2. Kandungan Antosianin Buah Duwet................................................. 24 B. EKSTRAKSI ANTOSIANIN .................................................................. 29 C. PURIFIKASI ANTOSIANIN .................................................................. 32 D. KARAKTERISASI ANTOSIANIN ........................................................ 34 V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 44 A. KESIMPULAN ........................................................................................ 44 B. SARAN .................................................................................................... 45 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 46 LAMPIRAN .......................................................................................................... 51

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Kandungan nilai gizi buah duwet per 100 g ............................................ 5 Tabel 2. Struktur alami yang terjadi pada antosianidin .......................................... 7 Tabel 3. Komposisi kimia buah duwet.................................................................. 22 Tabel 4. Kandungan antosianin kulit buah duwet pada berbagai tingkat kematangan. ............................................................................................ 25 Tabel 5. Kandungan antosianin pada bagian buah duwet pada tingkat kematangan tertinggi. .............................................................................. 28 Tabel 6. Kandungan antosianin pada sampel pembanding ................................... 29 Tabel 7. Data panjang gelombang maksimum sampel pada berbagai perlakuan...37

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Buah Duwet (Syzygium cumini) ............................................................ 4 Gambar 2. Struktur dasar kation flavilium (Jackman dan Smith, 1996)................. 6 Gambar 3. Pola spektra kulit buah duwet pada berbagai tingkat kematangan dalam pH 1 .......................................................................................... 26 Gambar 4. Pola spektra dalam pelarut metanol-HCl 0.01% pada berbagai perlakuan. ............................................................................................ 36 Gambar 5. Pola spektra buah duwet dan sampel pembanding dalam metanolHCl 0.01% ........................................................................................... 38 Gambar 6. Hasil pemisahan antosianin dengan TLC ............................................ 41

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Penentuan kadar air ......................................................................... 52 Lampiran 2. Penentuan kadar abu ........................................................................ 52 Lampiran 3. Penentuan kadar lemak .................................................................... 52 Lampiran 4. Penentuan kadar protein .................................................................. 53 Lampiran 5. Penentuan kadar karbohidrat ........................................................... 53 Lampiran 6. Penentuan konsentrasi antosianin buah duwet pada berbagai tingkat kematangan ......................................................................... 54 Lampiran 7. Penentuan konsentrasi antosianin pada sampel pembanding .......... 55 Lampiran 8. Panjang gelombang dan absorbansi kulit buah duwet pada berbagai tingkat kematangan dalam pH 1. ...................................... 57 Lampiran 9. Panjang gelombang dan absorbansi kulit buah duwet pada berbagai perlakuan. ......................................................................... 59 Lampiran 10. Data panjang gelombang dan absorbansi buah duwet dengan sampel pembanding. ........................................................................ 66 Lampiran 11. Data panjang gelombang maksimum untuk beberapa jenis antosinidin* ..................................................................................... 73 Lampiran 12. Data panjang gelombang maksimum untuk beberapa jenis antosianin* ...................................................................................... 74

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya citarasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Warna pada makanan dapat memberikan pengaruh tertentu pada produk pangan. Warna tersebut dapat membuat produk menjadi lebih menarik serta meningkatkan kualitas produk pangan tersebut (Winarno,1997). Suatu pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi, apabila tidak didukung dengan warna yang sesuai maka akan mempengaruhi penerimaan konsumen. Penggunaan pewarna antara lain terdapat pada berbagai jenis makanan dan minuman. Pewarna makanan ini dapat berasal dari sumber nabati maupun hewani. Pewarna makanan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan asalnya, yaitu pewarna alami, pewarna identik alami, dan pewarna sintetik. Sejak jaman dulu telah digunakan pewarna alami sebagai pewarna makanan. Misalnya penggunaan daun suji dan kunyit sebagai pewarna alami. Sejak ditemukannya pewarna sintetik, penggunaan pewarna alami mulai berkurang walaupun tidak hilang sama sekali. Pewarna alami ini mempunyai beberapa kelemahan salah satu diantaranya adalah stabilitasnya yang rendah yang sangat dipengaruhi oleh suhu dan pH. Penggunaan pewarna sintetik pada makanan sudah sangat luas. Akan tetapi, penggunaan pewarna sintetik ini dapat menimbulkan masalah kesehatan seperti kanker, stroke, dan penyakit jantung, dan hiperaktif pada anak-anak (Anonim, 2007c; Anonim, 2008a, dan 2008b). Oleh karena itu, penggunaan pewarna alami kini kembali disukai oleh masyarakat. Hal ini disebabkan pewarna alami lebih bersifat aman untuk dikonsumsi. Selain digunakan sebagai pewarna, pewarna alami ini juga dapat berfungsi sebagai flavor, antioksidan, antimikroba, dan fungsi-fungsi lainnya (Winarno, 1997). Indonesia mempunyai banyak tanaman yang dapat digunakan sebagai sumber pewarna alami, tetapi penggunaan dan pengolahannya dalam industri pangan masih sedikit. Salah satu buah penghasil pewarna alami

adalah buah duwet (Syzygium cumini). Buah duwet dengan ukuran dan kualitas yang bagus memiliki rasa manis, agak asam dan sedikit sepat (Anonim, 2006b). Di Indonesia, pemanfaatan buah duwet ini masih belum optimal. Buah duwet biasanya hanya dikonsumsi secara langsung tanpa melalui proses pengolahan apapun. Dilihat dari kulit buah yang berwarna ungu kehitaman apabila sudah matang, maka buah yang dihasilkan akan sangat berpotensi sebagai sumber pigmen antosianin yang dapat digunakan dalam industri pangan. Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk mengetahui karakteristik kimia buah duwet sehingga dapat meningkatkan nilai manfaat buah tersebut. Selain itu, perlu dilakukan usaha untuk mempelajari karakteristik pigmen yang terdapat dalam buah duwet sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami. B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia dari buah duwet, seperti komposisi kimia dan kandungan antosianin serta mempelajari proses purifikasi untuk menduga karakteristik pigmen antosianin yang ada dalam buah duwet. C. MANFAAT Manfaat dari penelitian ini adalah dapat diketahuinya karakteristik kimia, dan karakteristik pigmen yang terdapat dalam buah duwet sehingga dapat digunakan sebagai sumber pewarna alami.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DUWET Duwet (Syzygium cumini) merupakan tumbuhan beriklim tropis yang berasal dari India, Burma, Ceylon (Morton, 1978). Tanaman ini juga tumbuh di bagian selatan Asia termasuk Myanmar dan Afganistan. Di Indonesia, tanaman ini juga dikenal dengan berbagai nama diantaranya adalah jambolan, jambolana, jamblang, jambul, dan jamun. Klasifikasi dari tanaman duwet adalah kingdom: Plantae, divisi: Magnoliophyta, kelas: Magnoliopsida, ordo: Myrtales, famili: Myrtaceae, genus: Syzygium, dan spesies: S. cumini (Anonim, 2006b). Tanaman ini kokoh, bercabang banyak, percabangannya tidak beraturan dan rendah (Morton, 1978). Tinggi maksimum dari tanaman ini dapat mencapai 30 meter dan diameter batangnya 40-90 cm. Kulit kayu yang berada di bagian bawah tanaman kasar dan berwarna kelabu tua, sedangkan semakin ke atas akan semakin licin dan berwarna kelabu muda. Daunnya saling berhadapan, bentuknya bundar telur sampai lonjong, berukuran 5-25 cm panjangnya dan 2-10 cm lebarnya. Pangkal daunnya berbentuk membundar, sedangkan ujungnya tumpul atau berujung lancip. Tepi daunnya rata dan berpinggir tipis serta tembus pandang. Selagi muda daunnya berwarna merah muda, setelah tua daunnya menjadi kasar, berwarna hijau tua mengkilap pada bagian atasnya. Jika diremas, daunnya agak berbau terpentin (Verheij dan Coronel, 1997). Bunganya kecil-kecil, berwarna putih keabu-abuan sampai merah jambu, dan wangi. Pada umumnya muncul dari cabang-cabang yang tidak berdaun. Daun mahkotanya berbentuk bundar dan berjumlah 4 helai (Anonim, 2006a). Buahnya berbentuk lonjong sampai bulat telur, seringkali membengkok, bermahkotakan cuping kelopak. Panjang buahnya 1-5 cm warnanya berubah dari hijau sampai ungu tua dan berwarna hampir hitam saat sudah matang dengan sempurna. Buahnya bergerombol dari hanya 10 sampai 40 buah (Anonim, 2006b). Di Indonesia, daging buahnya berwarna putih sampai agak keunguan, mengandung banyak sari buah, hampir tidak berbau. Daging

buahnya berasa sepat, kadang-kadang tidak terlalu enak, dan rasanya bervariasi dari asam sampai agak manis. Memiliki kulit buah yang tipis, halus, dan mengkilat. Biji buahnya berjumlah 05 butir, berbentuk lonjong, panjangnya sampai 3.5 cm, dan berwarna hijau sampai coklat (Morton, 1978).

Gambar 1. Buah Duwet (Syzygium cumini) Menurut Verheij dan Coronel (1997), perbanyakan dan penanaman duwet pada umumnya diperbanyak dengan benih. Pertumbuhan dan perkembangan benih duwet berkecambah pada minggu kedua setelah persemaian. Semai yang dihasilkan dapat tumbuh dengan cepat. Pohonnya dapat berbunga 7 8 tahun kemudian, yang pada saat itu batangnya bercabang rendah dan percabangannya memencar dengan baik. Pohon yang berasal dari tempelan atau sambungan akan lebih cepat dewasa dan dapat mulai berbunga dalam waktu 3 4 tahun. Pembungaan yang banyak itu terutama muncul dari ketiak daun pada puncuk yang berumur 5 12 bulan. Pembungaan tersebut dapat juga keluar dari ujung ranting atau pada ranting yang tidak berdaun. Penyerbukannya dibantu oleh kumbang atau kutu, tetapi juga oleh angin. Di Jawa, pembungaan terjadi pada bulan Juli Agustus dan buah matang pada bulan September dan Oktober. Pohon yang berasal dari benih pada umumnya menghasilkan buah berukuran kecil, rasanya sangat asam dan sepat, sedangkan hasil seleksi perbaikan dapat menghasilkan buah berukuran besar, rasanya enak dan berbiji kecil-kecil. Biasanya buahnya berwarna lembayung muda sampai ungu

kehitaman, tetapi ada juga kultivar yang putih warna buahnya (Verheij dan Coronel, 1997). Buah duwet yang mempunyai ukuran dan kualitas yang bagus biasanya mempunyai rasa yang manis atau sedikit asam. Buah yang sudah matang biasa dimakan dalam keadaan segar. Di Filipina dan India, buah duwet yang sudah matang ini ditaburi dengan garam dan diaduk dalam sebuah mangkuk tertutup untuk melunakkannya. Buah ini juga biasa diolah menjadi sari buah, jeli, atau anggur. Di Filipina, anggur duwet diproduksi secara komersial. Daunnya digunakan sebagai pakan. Bunganya mengandung banyak nektar yang dari situ kumbang membuat madu dengan kualitas yang baik. Kulit kayunya terasa sepat dan dapat digunakan sebagai obat kumur. Kulit buahnya dapat digunakan sebagai pewarna. Tepung bijinya bermanfaat untuk mengobati kencing manis, disentri, diare, dan penyakit lainnya (Verheij dan Coronel, 1997). Nilai gizi yang terkandung dalam buah duwet per 100 gramnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan nilai gizi buah duwet per 100 g * Kandungan Jumlah (satuan) Air 84 86 g Protein 0.2 0.7 g Lemak 0.3 g Serat kasar 0.3 0.9 g Karbohidrat 14 16 g Abu 0.4 0.7 g Kalsium 8 15 mg Fosfor 15 mg Besi 1.2 mg Riboflavin 0.01 mg Vitamin A 80 I.U. Tiamin 0.008-0.03 mg Niasin 0.3 mg Vitamin C 5 18 mg Energi 227 kj * Verheij dan Coronel (1997) Menurut penelitian, biji buah duwet mengandung glukosida phytomelin. Zat ini dapat mengurangi kerapuhan pembuluh darah kapiler penyebab luka diabetes yang lama sembuhnya. Kelebihan koresterol di dalam darah juga dapat dicegah dengan mengkonsumsi buah (biji dan daging buah) duwet.

Dalam buah duwet banyak mengandung astringen, yaitu suatu zat yang dipercaya dapat membantu penyembuhan luka diabetes karena sifat astringen yang dapat menciutkan kulit (Anonim, 2008c) B. ANTOSIANIN Antosianin merupakan salah satu dari kelompok pigmen utama pada tanaman (Harborne dan Grayer, 1988). Pigmen ini berada pada sebagian besar tanaman tingkat tinggi dan terdapat pada seluruh bagian tanaman (Brouillard, 1982). Pigmen antosianin sebagian besar terdapat pada tamanan yang berbunga dan menghasilkan warna dari merah tua sampai biru pada bunga, buah, dan daun (Harborne dan Grayer, 1988). Antosianin dapat larut dalam air sel vakuola dan jarang ditemui dalam bentuk hablur. Vakuola adalah organel sitoplasmik yang berisi cairan yaitu air, dibatasi oleh membran yang mungkin identik dengan membran sel tanaman (Kimball, 1993). Secara kimia, semua antosianin merupakan turunan dari kation flavilium (3,5,7,4 tetrahidroksiflavilium) yang merupakan struktur dasar dari antosianidin (Timberlake dan Bridle, 1997). Menurut Harborne dan Grayer (1988), semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin yang dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi, atau glikosilasi maka jenis antosianin lain terbentuk.

Gambar 2. Struktur dasar kation flavilium (Jackman dan Smith, 1996) Menurut Jackman dan Smith (1996), ada 18 jenis antosianidin yang telah ditemukan, namun hanya enam yang memegang peranan penting dalam bahan pangan dan sering ditemukan yaitu pelargonidin, sianidin, delpinidin, peonidin, petunidin, dan malvidin. Senyawa bentuk lainnya jarang ditemukan.

Struktur alami yang terjadi pada antosianidin dapat dilihat pada Tabel 2. Umumnya antosianidin tidak ditemukan di dalam tanaman, jenis pigmen yang terdapat dalam bunga dan buah sebagian besar berada dalam bentuk glikolisasi. Glikolisasi juga diasumsikan dapat meningkatkan kestabilan dan kelarutan pigmen antosianin dalam air, sebab antosianidin kurang stabil dan kurang larut di dalam air dibandingkan dengan antosianin. Tabel 2. Struktur alami yang terjadi pada antosianidin *
Antosianidin 3 Pelargonidin Cyanidin Delphinidin Peonidin Petunidin Malvidin Apigenidin Luteolinidin Triicetinidin Aurantinidin 6-HydroxyCyanidin 6-HydroxyDelphinidin Rosinidin hirsutidin 5-MethylCyanidin Pulchelidin Europinidin Capensinidin OH OH OH OH OH OH H H H OH OH OH OH OH OH OH OH OH 5 OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OMe OMe OMe OMe Substitusi ( R ) 6 H H H H H H H H H OH OH OH H H H H H H 7 OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OMe OMe OH OH OH OH 3 H OH OH OMe OMe OMe H OH OH H OH OH OMe OMe OH OH OMe OMe 5 H H OH H OH OMe H H OH H H OH H OMe H OH OH OMe Orange Orange-Merah Biru-Merah Orange-Merah Biru-Merah Biru-Merah Orange Orenge Merah Orange Merah Biru-Merah Merah Biru-Merah Orange-Merah Biru-Merah Biru-Merah Biru-Merah Warna

* Jackman dan Smith (1996) Menurut Markakis (1982), molekul antosianin disusun dari sebuah aglikon (antosianidin) yang teresterifikasi dengan satu atau lebih gula (glikon). Menurut Timberlake dan Bridle (1983), gula yang menyusun antosianin terdiri dari: Monosakarida, biasanya glukosa, galaktosa, ramnosa, dan arabinosa Disakarida yang merupakan dua buah monosakarida dengan kombinasi dari empat monosakarida diatas dan xilosa, seperti rutinosa.

Trisakarida, merupakan tiga buah monosakarida yang mengandung kombinasi dari gula-gula di atas dalam posisi linier maupun rantai cabang. Gula yang paling banyak dijumpai adalah monosakarida seperti glukosa, galaktosa, ramnosa, dan arabinosa. Di dan tri sakarida juga dibentuk dari kombinasi monosakarida diatas. Dalam tanaman, antosianin dalam bentuk glikosida yaitu ester dengan satu molekul monosakarida disebut monoglukosida dan biosida atau diglukosida jika memiliki dua molekul gula (Winarno, 1997). Keragaman antosianin dapat terjadi karena perbedaan sifat gula, jumlah satuan gula, dan letak ikatan gulanya. Molekul gula ini dapat memberikan dampak kestabilan pada molekul antosianin. Pada molekul gulanya sering terjadi asilasi sehingga terdapat molekul ketiga yang biasanya berupa asam ferulat, koumarat, kafeat, malonik, atau asetat (Bennion, 1980; Tranggono, 1990; Francis, 2000). Antosianin yang terasilasi ditemukan pada kubis ungu, wortel ungu, lobak, dan ubi jalar ungu, dimana gugus asil ini dapat memperbaiki stabilitas pigmen antosianin (Bassa dan Francis, 1987; Giusti et al., 1998). Warna dari pigmen antosianin ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kandungan pigmen, pH, suhu, enzim, logam, dan kopigmentasi (Francis, 1982). Glikolisasi dan metilasi juga turut mempengaruhi warna dari pigmen tersebut. Penambahan gugus glikosida atau peningkatan jumlah gugus hidroksil bebas pada rantai karbon nomor 5 (cincin A) dapat meningkatkan warna kebiruan, sedangkan meningkatkan warna kemerahan (Robinson, 1991). Pada medium air, termasuk pada makan, antosianin terdapat dalam empat bentuk struktur kesetimbangan yaitu quinonoidal base, kation flavilium berwarna merah, karbinol pseudobase, dan kalkon yang tidak berwarna. Bentuk kesetimbangan ini sangat dipengaruhi oleh pH. Pada pH rendah, struktur kation flavilium dominan, sedangkan pada pH 4 6 bentuk karbinol yang dominan (Elbe dan Schwartz, 1996). Semakin tinggi nilai pH, maka warna dari antosianin menjadi semakin pucat dan akhirnya tidak berwarna. metilasi dapat

Antosianin yang mengandung komponen yang berperan sebagai kopigmen warnanya akan lebih stabil terhadap cahaya pada tingkatan tertentu (Bobbio et al., 1992). Selain itu, warna pigmen juga dipengaruhi oleh pelarut. Warna antosianin akan menjadi lebih biru pada pelarut alkohol dibandingkan dengan pelarut air (Swain, 1976). Kondisi yang sedikit asam akan meningkatkan intensitas warna dari pigmen antosianin. Selain itu, dengan terikatnya beberapa jenis gula juga dapat meningkatkan intensitas warna dari pigmen antosianin (Lewis et al., 1997). Antosianin berada dalam bentuk kation flavilium pada pH yang lebih rendah daripada 2 (Robinson, 1991). Antosianin lebih stabil pada larutan yang bersifat asam dari pada larutan yang bersifat netral atau basa. Menurut Brouillard (1972), pada pH 2 sampai 4 antosianin stabil, terutama dalam keadaan tanpa oksigen. Pigmen antosianin ini telah lama dikonsumsi oleh manusia dan hewan bersamaan dengan buah atau sayur yang mereka makan. Selama ini tidak pernah terjadi suatu penyakit ataupun keracunan yang disebabkan oleh pigmen ini (Brouillard, 1982). Menurut penelitian yang banyak dilakukan, pigmen antosianin dan senyawa-senyawa flavonoid lainnya terbukti memiliki efek positif terhadap kesehatan (Bridle dan Timberlake, 1997). Banyak bukti telah menunjukkan bahwa antosianin bukan saja tidak beracun (non-toxic) dan tidak menimbulkan efek mutagenik, tetapi juga memiliki sifat yang positif (Saija, 1994). Antosianin memiliki warna yang kuat, larut dalam air, relatif stabil dalam air pada pH asam dan adanya pembatasan penggunaan bahan pewarna merah sintetik, maka antosianin cocok dijadikan sebagai substitusi pawarna makanan sintetis (Markakis, 1982). C. EKSTRAKSI ANTOSIANIN Langkah pertama yang dilakukan dalam mengukuran dan

mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat dalam suatu bahan adalah dengan melakukan ekstraksi. Menurut Harborne (1987), ekstraksi adalah proses penarikan komponen/zat aktif suatu sampel dengan menggunakan pelarut tertentu. Pemilihan metode ekstraksi senyawa ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu sifat jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif serta

kelarutan dalam pelarut yang digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non-polar dalam senyawa non-polar. Menurut Jackman dan Smith (1996), antosianin ini tidak stabil dalam suasana netral atau basa. Oleh karena itu, prosedur ekstraksi biasanya dilakukan dengan menggunakan pelarut asam yang dapat merusak jaringan tanaman. Cara tradisional yang paling sering digunakan untuk mengekstraksi antosianin adalah dengan maserasi yaitu merendam bahan yang akan diekstrak dalam alkohol, pada suhu rendah dengan panambahan sedikit asam seperti HCl. Menurut Markakis (1982), metode ekstraksi yang paling bagus untuk bahan yang berasal dari tanaman adalah dengan melarutkan bahan kedalam 1 % HCl dalam metanol. Di dalam pangan, metode ekstraksi yang paling baik adalah dengan melarutkan bahan dengan 1 % HCl dalam etanol. Hal ini disebabkan karena sifat toksik dari metanol meskipun ekstraksi dengan menggunakan etanol ini kurang efektif dan lebih sulit untuk mendapatkan konsentratnya. Berbagai contoh ekstraksi antosianin antara lain ekstraksi dengan menggunakan metanol dengan 1% HCl pada buah cranberry dan anggur, ekstraksi dengan menggunakan campuran metahol, asam asetat, dan air (25:1:24) pada blueberry (Teeling et al., 1971; Espada et al., 2004; Lohachoompol et al., 2004). Menurut Strack dan Wray (1993), penambahan asam sebagai pelarut tidak selalu diperlukan. Metode ekstraksi yang digunakan untuk analisis kuantitatif harus diperiksa secara menyeluruh pada tanaman dan jenis pigmen tertentu. Jika terdapat gugus asil pada antosianin misalnya didalam kubis ungu, maka penggunaan asam sebagai campuran pelarut harus dihindarkan. Hal ini disebabkan ikatan asil ini mudah terhidrolisis (Markakis, 1982). Beberapa contoh ekstraksi yang tidak menggunakan asam adalah pada ekstraksi capulin (Prunus serotina Ehrh), sirup blueberry, sorgum hitam, dan kacang polong ungu (Pisum spp.). Pelarut yang digunakan pada ektraksi Capulin adalah aseton, pada ekstraksi sirup blueberry pelarut yang digunakan adalah etanol, pada sorgum hitam pelarut yang digunakan adalah air : aseton

10

(70:30), dan pada kacang polong ungu pelarut yang digunakan adalah 15 % aseton (Teeling et al., 1971; Galindo et al.,1999; Terahara et al., 2000; Awika et al., 2004). Antosianin, seperti flavonoid lainnya, merupakan struktur dengan cincin aromatik yang berisi substituen komponen polar dan residu glikosil sehingga menghasilkan molekul polar. Dengan keadaannya yang polar, antosianin lebih mudah larut dalam air dibanding dalam pelarut non polar. Tergantung dari kondisi medianya, antosianin juga dapat larut dalam eter dengan pH dimana molekul dapat terionisasi. Degradasi pigmen antosianin ini dapat diminimalisasi dengan membekukannya, freeze dried, atau spray dried (Jackman dan Smith, 1996). D. PURIFIKASI ANTOSIANIN Purifikasi dari ekstrak antosianin ini diperlukan karena tidak ada sistem pelarut yang dapat digunakan untuk memisahkan antosianin secara spesifik. Sejumlah bahan-bahan lainnya yang harus dipertimbangkan antara lain adalah polifenol yang lain dan pektin yang dapat mengganggu stabilitas dan atau analisis dari pigmen tersebut (Jackman dan Smith, 1996). Menurut Timberlake dan Bridle (1997), pemurnian dari ekstrak antosianin ini dapat menggunakan kromatografi kolom penukar ion dengan resin penukar kation Amberlite CG-50 atau Dowex 50 WX-4. Konsentrat pekat dimasukkan ke dalam kolom sehingga antosianin akan diabsorpsi oleh resin sedangkan kotoran akan dielusi oleh air. Antosianin yang telah diabsorpsi kemudian dielusi dengan metanol-HCl. Cara-cara lain yang dapat digunakan untuk memisahkan atau memurnikan antosianin dari ekstrak kotor atau konsentratnya antara lain dengan menggunakan Sephadex G-25 atau LH-20, Droplet counter-current chromatography (DCCC) dengan menggunkan n-butanol-asam asetat glasialair sebagai sistem pelarut, preparative thin layer chromatography (PTLC) (Jackman dan Smith, 1996). Secara tradisional, pemurnian antosianin untuk tujuan analisis ini dilakukan dengan kromatografi kertas atau kromatografi lapis tipis (TLC). Bagaimanapun juga cara yang lebih efektif dan lebih cepat untuk memisahkan

11

campuran yang komplek adalah dengan menggunakan reversed-fase High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Teknik ini tidak merusak komponen dan menghasilkan pemisahan komponen yang dapat dibaca untuk analisis berikutnya (Jackman dan Smith, 1996). Salah satu metode pemurnian antosianin yang dilakukan pada sampel kulit buah leci (Litchi chinensis Sonn.) adalah dengan menggunakan Sephadex G-25 cartridge dan dielusi dengan 50 % aseton/1 % asam format/ air (Lee dan Wicker, 1991). Pemurnian antosianin pada pinta boca (Solanum stenotomom) dilakukan dengan menggunakan solid phase extraction (SPE) didalam C-18 cartridges (Eon et al., 2004). E. KARAKTERISASI ANTOSIANIN Metode kromatografi dan spektroskopik telah digunakan untuk mengidentifikasi antosianin secara cepat dan akurat. Akan tetapi, karakteristik mutlak dari antosianin tidak dapat ditentukan hanya dengan menggunakan kromatografi atau spektroskopi saja. Karakteristik struktural dari antosianin ini biasanya melibatkan identifikasi dari aglikon, gula dan gugus asil (Jackman dan Smith, 1996). Menurut Markakis (1982), aglikon dan bagian dari gula ini dapat diidentifikasi dengan hidrolisis asam yang diikuti dengan kromatografi kertas. Menurut Jackman dan Smith (1996), karakterisasi dari antosianin ini melibatkan hidrolisis asam, basa, enzim, dan peroksida. Hidrolisis asam digunakan untuk memecah aglikon dan gula dari pigmen tersebut, sedangkan hidrolisis basa ini digunakan untuk menentukan aglikon alami dan untuk menentukan gugus asil. Selain itu, penentuan karakterisasi dari pigmen antosianin ini juga dapat dilakukan dengan analisis spektroskopi. Menurut Markham (1988), analisis spektroskopi UV dan sinar tampak merupakan cara tunggal yang paling berguna untuk menganalisa struktur flavonoid. Hal ini dikarenakan ciri spektrum yang sama memberikan data mengenai jenis senyawa yang sama (Harborne, 1987). Keuntungan dari cara spektroskopi ini adalah sangat sedikitnya jumlah sampel yang diperlukan untuk analisis lengkap.

12

Prisip dasar dari analisis spektroskopi adalah bila suatu sinar melalui larutan kimia tertentu, maka senyawa tersebut akan menyerap sinar dengan panjang gelombang tertentu. Warna larutan kimia tergantung pada jenis sinar yang dipancarkan dan tertangkap oleh mata kita, sehingga senyawa kimia ada yang berwarna ataupun tidak berwarna. Spektrofotometer merupakan alat pengukur kualitatif dan kuantitatif karena jumlah sinar yang diserap oleh partikel di dalam larutan juga tergantung pada jenis dan jumlah partikel. Ada beberapa jenis spektroskopi, salah satunya adalah spektroskopi absorpsi (Nur, 1989). Spektroskopi absorpsi memiliki prinsip dasar yaitu bila suatu cahaya putih atau radiasi dilewatkan melalui larutan berwarna, maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap (absorpsi) secara selektif dan radiasi lainnya akan diteruskan (transmisi). Absorpsi maksimum dari larutan berwarna terjadi pada daerah berlawanan. Misalnya larutan merah akan menyerap radiasi maksimum pada daerah warna hijau. Dengan kata lain, warna yang diserap adalah warna komplementer dari warna yang diamati. Sehingga larutan yang berwarna merah akan menyerap radiasi panjang gelombang sekitar 500 nm (Nur, 1989). Kromatografi adalah salah satu teknik yang dapat digunakan untuk memisahkan dan mengidentifikasikan komponen-komponen yang tersebar pada tanaman tingkat tinggi. Teknik-teknik kromatografi sederhana seperti kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, dan kromatografi kolom terbuka dapat digunakan untuk mengisolasi dan menganalisis antosianin (Strack dan Wray, 1993). Analisis dengan kromatografi lapis tipis (TLC) ini sudah diaplikasikan untuk menganalisis bermacam-macam komponen meliputi lemak, karbohidrat, vitamin, asam amino, dan pigmen alami. Salah satu analisis pigmen antosainin yang menggunakan TLC dilakukan pada kulit buah anggur (Fong et al., 1971; Heidari et al., 2004). Karakterisasi pigmen hasil kromatografi kemudian dibandingkan dengan standar antosianin, aglikon, dan gula. Meskipun antosianin dan aglikon dapat diperoleh dari berbagai sumber, antosianin ini memerlukan pemurnian sebelum penggunaannya sebagai pigmen standar. Sebagai pemasti

13

akhir, pembandingan langsung dengan senyawa autentik harus dilakukan. Bila senyawa autentik tidak terdapat, maka perbandingan yang seksama dengan data pustaka sudah mencukupi untuk identifikasi (Harborne, 1987).

14

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah duwet pada berbagai tingkat kematangan. Bahan bahan lain yang digunakan adalah buah anggur, kubis ungu, etanol, metanol, n-hexane, nbutanol, asam asetat, HCl, KOH, K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, NaOH, Na2S2O3, asam borat, indikator (merah metil dan metil biru), asam fosfat, asam asetat, buffer potasium klorida, buffer sodium asetat, gas nitrogen, dan air deionisasi. 2. ALAT Alat yang digunakan adalah pisau stainless steel, hand blender, penyaring filter, sentrifus, rotary vacuum evaporator, neraca analitik, soxhlet, oven, penangas air, tanur, cawan porselin, labu destruksi, alat destilasi, lemari beku, C-18 Sep-Pak cartridge, SPE (solid phase extraction), pH-meter, plat TLC, chamber TLC, spektrofotometer, dan alat-alat gelas keperluan analisis. B. TAHAPAN PENELITIAN Pada penelitian ini dilakukan pengujian karakteristik kimia dari buah duwet, yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan karbohidrat. Selain itu juga dilakukan pengukuran konsentrasi antosianin dan perhitungan rendemen antosianin pada beberapa tingkat kematangan kulit buah duwet, kulit dan daging buah duwet dengan tingkat kematangan paling tinggi, dan sampel pembanding (anggur dan kubis ungu). Pengukuran konsentrasi antosianin ini dilakukan dengan cara mengekstrak sampel-sampel tersebut. Ekstrak yang diperoleh kemudian dianalisis konsentrasi antosianin dengan menggunakan metode pH-differential dan hasil yang diperoleh dinyatakan sebagai kandungan antosianin.

Tahap selanjutnya dilakukan ekstraksi pada kulit buah dengan kandungan antosianin tertinggi. Ekstrak tersebut kemudian dimurnikan dengan menggunakan C-18 Sep-Pak Cartridge. Ekstrak yang telah dimurnikan kemudian dihidrolisis basa dan asam. Selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan TLC untuk mengetahui karakteristik dari pigmen antosianin yang terdapat dalam buah duwet. Analisis dengan menggunakan spektrofotometer digunakan untuk mengetahui spektra dari antosianin yang terdapat dalam buah duwet, sedangkan analisis dengan TLC untuk menduga jenis antosianin yang terdapat dalam buah duwet. 1. Persiapan Kulit Buah Duwet Buah duwet dipisahkan dari bijinya sehingga diperoleh sampel kulit-daging buah, sedangkan kulit buah duwet dipisahkan dari daging buahnya dengan menggunakan pisau stainless steel sehingga diperoleh kulit buahnya saja. Kulit buah dan kulit-daging buah secara terpisah diblansir selama 2 menit dengan menggunakan uap panas untuk menginaktifkan enzim polifenol oksidase. Sampel yang diperoleh dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan dalam lemari pembeku untuk tahapan selanjutnya. 2. Ekstraksi Antosianin (Sari et al., 2005) Ekstraksi antosianin dilakukan dengan metode maserasi

menggunakan pelarut etanol. Sampel sebanyak 25 gram dihancurkan dan dilarutkan dalam etanol (50 ml) kemudian diekstrak dengan cara distirer selama 60 menit pada suhu 27oC. Larutan disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 4000 rpm untuk memisahkan filtrat dan residu. Filtrat yang dihasilkan kemudian ditampung dalam erlenmeyer, sedangkan residunya diekstrak kembali dengan cara yang sama sampai didapat filtrat yang bening yang menandakan bahwa semua antosianin telah terekstrak. Ekstrak yang didapat kemudian disaring dengan menggunakan penyaring vakum dan kemudian dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator pada suhu 35oC sehingga dihasilkan ekstrak pekat.

16

3. Purifikasi Antosianin (Galindo et al., 1999) Purifikasi antosianin dilakukan dengan melewatkan ekstrak pada C-18 Sep-Pak Cartridge. Cartridge yang digunakan diaktifkan terlebih dahulu dengan melewatkan metanol, kemudian air yang telah diasamkan dengan 0.01 % HCl. Ekstrak pekat kemudian dilewatkan kedalam C-18 Sep-Pak Cartridge yang telah diaktifkan. Antosianin dan senyawa fenolik lainnya diserap pada mini kolom, sedangkan gula, asam, dan komponen larut air lainnya dielusi dengan larutan air yang telah diasamkan dengan 0.01 % HCl sebanyak 2 kali volume kolom. Antosianin dielusi dengan metanol yang mengandung 0.01 % HCl. Fraksi metanolik ini kemudian dipekatkan dengan rotavapor pada suhu 35oC dan pigmen yang tersisa dilarutkan dalam air deionisasi yang mengandung 0.01 % HCl. 4. Hidrolisis Basa dan Asam (Galindo et al., 1999) a. Hidrolisis Basa Pigmen yang sudah dimurnikan (2 ml) kemudian disaponifikasi di dalam tabung reaksi bertutup dengan menggunakan 10 % KOH (10 ml). Proses ini dilakukan selama 8 menit pada suhu ruang dan dalam ruangan gelap. Larutan ini kemudian dinetralkan dengan HCl 2 N. Hidrolisat ini kemudian dimurnikan dengan melewatkannya ke dalam C-18 Sep-Pak Cartridge. b. Hidrolisis Asam Pigmen murni yang sudah disaponifikasi (1 ml) dicampur dengan 15 ml HCl 2 N di dalam tabung reaksi tertutup, kemudian dihembus dengan gas nitrogen dan ditutup. Pigmen dihidrolisis selama 45 menit pada suhu 100oC dan didinginkan. Hidrolisat ini kemudian dimurnikan dengan melewatkannya ke dalam C-18 Sep-Pak Cartridge. C. METODE ANALISIS 1. Penentuan Kadar Air (AOAC Official Method. 979.12, 1995) Cawan aluminium dikeringkan pada suhu 100-105oC selama 1 jam dan didinginkan dalam desikator. Sampel sebanyak 3 5 gram ditimbang

17

dan dimasukkan dalam cawan aluminium yang telah dikeringkan. Setelah itu, sampel besarta cawan dikeringkan dalam oven vakum bersuhu 70 1
o

C dengan tekanan maksimum 5000 N/m2 (Pa) atau 37.5 mmHg selama 16

0.5 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus;
Kadar air (% BB ) = M1 M 2 x 100% M 1 Mo

Keterangan : Mo = berat cawan kosong M1 = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan M2 = berat cawan + sampel setelah dikeringkan 2. Penentuan Kadar Abu (AOAC Official Method 940.26, 1995) Cawan poselin dikeringkan pada suhu 100oC, didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5-10 gram dimasukkan dalam cawan porselin dan dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 525 oC. Proses pengabuan dilakukan selama 12-18 jam, kemudian dimasukkan kedalam desikator untuk didinginkan lalu ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus;
Kadar abu (% BB ) = M1 M 2 x 100% M 1 Mo

Keterangan : Mo = berat cawan kosong M1 = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan M2 = berat cawan + sampel setelah dikeringkan 3. Penentuan Kadar Protein (AOAC Official Method 920.152, 1995; AOAC Official Method 960.52, 1995) Penentuan kadar protein buah duwet menggunakan metode mikro Kjeldhal. Sampel ditimbang 0.2 g (kira-kira membutuhkan 0.5 1 ml HCl 0.02 N). Sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan 1.90.1 g K2SO4, 4010 mg HgO, dan 2.00.1 ml H2SO4 kemudian didestruksi selama 1 jam. Labu Kjeldhal didinginkan dan ditambah sedikit

18

air (1-2 ml). Setelah itu, sampel dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Digunakan asam borat yang telah ditambahkan indikator campuran merah metil dan metil biru sebanyak 2-4 tetes. Destilasi sampai mendapatkan 15 ml destilat dan dilarutkan menjadi 50 ml. Hasil ini kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai titik akhir dari titrasi. Titik akhir titrasi ketika warna titrat berubah dari hijau menjadi biru keunguan/abu-abu. Kadar protein dihitung dengan rumus;
%N =

(ml HCl

contoh

ml HClblanko )xN HClx14.007 x100 mg contoh

Kadar Protein = 6.25 x %N

4. Penentuan Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992) Penentuan kadar lemak buah duwet menggunakan metode ekstraksi langsung dengan alat Soxhlet. Sampel ditimbang 5 gram kemudian dimasukkan kedalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas dan disumbat dengan kapas. Setelah itu, dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak yang telah diketahui bobotnya. Ekstraksi dilakukan selama 6 jam dengan menggunakan pelarut heksan. Setelah diperoleh labu lemak berisi lemak hasil ekstraksi dan pelarut, labu dikeringkankan dengan oven 105C. Labu lemak dimasukkan dalam desikator dan setelah itu ditimbang berat labu berisi lemak. Kadar lemak dihitung dengan rumus;

Kadar lemak (%) =

bobot lemak bobot sampel

x100%

5. Penentuan Kadar Karbohidrat (by difference) Penentuan kadar karbohidrat buah duwet dilakukan dengan menggunakan perhitungan Carbohydrate by Difference. Perhitungan ini bukan berdasarkan analisis tetapi berdasarkan perhitungan sebagai berikut: % Karbohidrat = 100% - %(protein + lemak + abu + air)

19

6. Penentuan Konsentrasi Antosianin (Prior et al., 1998)


Konsentrasi antosianin dapat diukur berdasarkan metode pHdifferential. Sebanyak masing-masing 0.05 ml sampel dimasukkan ke dalam 2 buah tabung reaksi. Tabung reaksi pertama ditambah larutan buffer potasium klorida (0.025 M) pH 1 sebanyak 4.95 ml dan tabung reaksi kedua ditambahkan larutan buffer sodium asetat (0.4 M) pH 4.5 sebanyak 4.95 ml. Pengaturan pH dalam pembuatan buffer potasium klorida dan sodium asetat menggunakan HCl pekat. Absorbansi dari kedua perlakuan pH diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 516 nm dan 700 nm setelah didiamkan selama 15 menit. Nilai absorbansi sampel ekstrak dihitung dengan menggunakan persamaan: A = [( A516 - A700 )pH1 ( A516 - A700 )pH4.5 ]. Konsentrasi antosianin dihitung sebagai sianidin-3-glikosida menggunakan koefisien ekstingsi molar sebesar 29 600 L cm-1 dan berat molekul sebesar 448.8. Konsentrasi antosianin ( mg L-1 ) = ( A x BM x FP x 1000 ) ( x 1), dimana: A = absorbansi BM = berat molekul ( 448.8 ) FP = faktor pengenceran ( 5 ml / 0.05 ml ) = koefisien ekstingsi molar ( 29 600 L cm -1 ). Konsentrasi antosianin selanjutnya dinyatakan dalam mg CyE/g sampel (CyE = sianidin equivalen).

7. Penentuan Rendemen Antosianin


Rendemen antosianin dihitung dalam persen yang menyatakan banyaknya antosianin yang terdapat dalam sampel berdasarkan berat basah. Rendemen Antosianin = kandungan antosianin (g) x 100 % berat sampel (g)

20

8. Penentuan Karakteristik Antosianin (Harborne, 1967; Hrazdina, 1970; Francis, 1982)


Karakteristik antosianin pada buah duwet ditentukan dengan menggunakan analisis spektrofotometrik dan TLC (Thin Layer Chromatography). Analisis spektrofotometrik didasarkan pada prosedur yang dilakukan oleh Harborne (1967) dan Francis (1982). Analisis ini dilakukan untuk mengetahui spektra/spektrum dan dapat diketahui panjang gelombang maksimum dari komponen antosianin pada buah duwet sehingga dapat diketahui karakteristiknya seperti ada tidaknya gugus asil. Pengukuran ini dilakukan pada ekstrak kasar, ekstrak yang telah dipurifikasi, ekstrak yang telah dihidrolisis basa, dan asam dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang antara 200 700 nm. Data karakteristik dari panjang gelombang maksimum (spektra) yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan tabel data panjang gelombang maksimum untuk beberapa antosianidin (Lampiran 11) dan antosianin (Lampiran 12). Analisis TLC didasarkan pada prosedur yang dilakukan oleh Hrazdina (1970) dengan modifikasi yaitu penggantian plat selulose dengan plat silika gel. Analisis ini dilakukan pada ekstrak pekat, ekstrak yang sudah dipurifikasi, ekstrak yang sudah dihidrolisis basa. Lempeng TLC yang digunakan pada penelitian ini terbuat dari silika gel, sedangkan eluennya adalah BAW (n-butanol-asam asetat-air dengan perbandingan 4:1:5). Sebelum digunakan, eluen ini dijenuhkan selama 1 jam. Sampel dispotkan pada lempeng TLC dengan jarak 1 cm dari bagian bawah lampeng TLC dan jarak antara masing-masing spot adalah 1 cm. Spot tersebut dibiarkan kering, kemudian dielusi dengan eluen BAW dalam TLC chamber hingga jarak eluen 0.5 cm dari bagian atas lempeng TLC. Lempeng tersebut kemudian dibiarkan kering dan dihitung nilai Rf-nya. Perhitungan nilai Rf adalah sebagai berikut:
Rf = Jarak komponen dihitung dari tempat penetesan Jarak batas eluen dihitung dari tempat penetesan x 100

21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK KIMIA BUAH DUWET 1. Komposisi Kimia Buah Duwet


Komposisi kimia dari buah duwet yang meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan karbohidrat. Penentuan komposisi kimia dilakukan pada kulit dengan daging buah dan kulit buah. Hal ini dilakukan karena pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah keduanya yaitu, kulit dengan daging buah dan kulit buah sehingga dapat diketahui karakteristik kimia dari masing-masing sampel tersebut. Hasil analisis komposisi kimia dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia buah duwet


Komposisi kimia (%BB) Air Abu Lemak Protein Karbohidrat Kulit Buah 83.53 0.090 0.40 0.019 0.30 0.012 0.68 0.020 15.09 0.071 Bagian Buah Kulit dan Daging Buah 86.51 0.043 0.21 0.005 0.13 0.005 0.84 0.019 12.31 0.049

Karakteristik penting dari produk hortikultura khususnya buahbuahan adalah kandungan air. Kadar air inilah yang memberikan tingkat juiciness dan kesegaran (freshness) sebagai ciri khas dari buah. Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan yang terdapat sebagai komponen di dalam atau di luar sel dalam produk sayuran, buah-buahan maupun hewan (Sakidja, 1989). Kadar air bagian kulit buah duwet adalah 83.53%, sedangkan kadar air bagian kulit dan daging buah duwet adalah 86.51%. Perbedaan ini disebabkan karena air yang terdapat pada daging buah lebih banyak dibandingkan dengan air yang terdapat pada kulit buah. Kadar air yang tinggi dapat memicu reaksi enzimatis maupun non enzimatis yang dapat berakibat pada perubahan kimia, terutama pada antosianin (Metriva, 1995).

22

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya (Sudarmadji et al., 1996). Kadar abu dipengaruhi oleh komponen mineral yang terdapat dalam bahan pangan. Menurut Winarno (1997), unsur mineral dikenal sebagai bahan anorganik yang tidak terbakar selama proses pembakaran sehingga terbentuk abu. Kadar abu kulit buah duwet adalah 0.40% sedangkan kulit dan daging buah sebesar 0.21%. Perbedaan ini menunjukkan bahwa senyawa anorganik lebih banyak terdapat dalam kulit buah. Lemak yang terdapat dalam buah-buahan adalah lemak nabati. Kadar lemak pada kulit buah sebesar 0.30% sedangkan kadar lemak pada kulit dan daging buah adalah 0.13%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar lemak di kulit buah lebih banyak. Kadar lemak ini disebabkan oleh adanya lapisan lilin yang terdapat pada permukaan kulit sehingga kadar lemak pada sampel kulit buah saja lebih banyak dibandingkan dengan kadar lemak yang ada pada kulit dan daging buah. Kadar lemak yang tinggi menyebabkan komponen nonpolar tinggi pula. Tingginya komponen nonpolar akan mempengaruhi karakteristik dari pigmen antosianin sehingga penentuan karakteristik dari antosianin ini menjadi lebih sulit. Kadar protein yang diperoleh adalah kadar protein kasar karena dihitung berdasarkan pada jumlah nitrogen yang terkandung dalam bahan pangan (AOAC Official Method 920.152, 1995). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar protein pada kulit buah sebesar 0.68%, sedangkan pada kulit dan daging buah sebesar 0.84%. Komponen karbohidrat yang banyak pada bahan pangan adalah pati, gula, pektin, dan selulosa. Penentuan kadar karbohidrat dalam penelitian ini menggunakan cara perhitungan kasar atau juga disebut carbohydrate by difference. Menurut Winarno (1997), perhitungan carbohydrate by difference adalah penentuan karbohidrat dalam bahan pangan secara kasar dan hasilnya biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan pangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat pada kulit buah lebih tinggi daripada pada kulit dan daging

23

buah. Kandungan karbohidrat pada kulit buah sebesar 15.09% sedangkan pada kulit dan daging buah sebesar 12.31%. Secara keseluruhan komposisi kimia kulit dengan daging buah dan kulit buah tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan literatur. Menurut Verheij dan Coronel (1997), kandungan tiap 100 gram bagian buah duwet yang dapat dimakan adalah kadar air sebesar 84-86 %, kadar abu sebesar 0.4-0.7 %, kadar protein sebesar 0.2-0.7 %, kadar lemak sebesar 0.3 %, dan karbohidrat sebesar 14-16 %. Komposisi kimia buah duwet bila dibandingkan dengan buah yang sejenis seperti buah anggur yang memiliki komposisi kimia sebagai berikut : kadar air 74.80 %, kadar abu 0.52 %, kadar protein 0.58 %, kadar lemak 0.32 %, dan karbohidrat 15.78 % memiliki karakterisitik yang hampir sama dengan buah duwet (Anonim, 2008d).

2. Kandungan Antosianin Buah Duwet


Pengukuran konsentrasi antosianin digunakan untuk mengetahui kandungan total antosianin. Konsentrasi antosianin ini diukur dengan menggunakan metode pH differential. Total antosianin ini dihitung dari selisih pengukuran absorbansi sampel pada panjang gelombang maksimum yang dilarutkan masing-masing dalam dua macam larutan buffer yang memiliki nilai pH yang berbeda. Pada pH 1, antosianin berada dalam bentuk kation flavilium yang menunjukkan jumlah antosianin dan senyawa-senyawa pengganggu. Sedangkan pada pH 4.5, antosianin berada dalam bentuk karbinol yang menunjukkan jumlah senyawa pengganggu. Selisih dari kedua pengukuran akan menunjukkan jumlah antosianin (Francis, 1982). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UVVis pada dua panjang gelombang yaitu 516 dan 700 nm. Panjang gelombang 516 nm merupakan panjang gelombang maksimum dari antosianin buah duwet. Hasil ini diperoleh dengan melarutkan ekstrak buah duwet pada buffer pH 1 yang kemudian diukur panjang gelombang maksimumnya. Pada pH ini, antosianin berada dalam bentuk kation flavilium yang berwarna merah. Menurut Timberlake dan Bridle (1997),

24

pada pH antara 4 5, antosianin kehilangan proton sehingga menghasilkan struktur karbinol pseudobase. Pengukuran konsentrasi antosianin dilakukan pada bagian kulit buah duwet dengan berbagai tingkat kematangan karena pada umumnya antosianin terdapat pada permukaan buah. Tingkat kematangan ini dapat dilihat dari warna kulit buah duwet yang berubah dari hijau menjadi ungu. Kulit buah berwarna hijau menunjukkan buah masih muda sedangkan kulit buah berwarna ungu menunjukkan buah telah matang. Dalam penelitian ini digunakan lima tingkat kematangan dari buah duwet, yaitu buah duwet dengan kulit yang masih hijau penuh, buah duwet dengan kulit merah, buah duwet dengan kulit merah agak ungu, buah duwet dengan kulit ungu sedikit merah, dan buah duwet dengan kulit ungu kehitaman. Kandungan antosianin kulit buah duwet pada berbagai tingkat kematangan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan antosianin kulit buah duwet pada berbagai tingkat


kematangan.

Kulit Buah*
Berwarna hijau Berwarna merah Berwarna merah agak ungu Berwarna ungu sedikit merah Berwarna kehitaman ungu

Kandungan Antosianin (mg CyE/g)


0 0.000 0.19 0.006 1.03 0.023 2.67 0.084 3.79 0.061

Rendemen Antosianin (%)


0 0.0000 0.02 0.0006 0.10 0.0023 0.27 0.0084 0.38 0.0061

* Sampel dari atas kebawah menunjukkan perubahan tingkat kematangan dari muda ke matang. Buah duwet dengan kulit hijau penuh tidak memiliki kandungan pigmen antosianin. Menurut MacDougall (2002), karakteristik warna hijau pada buah yang belum matang disebabkan oleh adanya pigmen klorofil dan karotenoid. Kulit yang masih berwarna hijau ini tidak memiliki

25

antosianin sehingga nilai konsentrasi antosianinnya 0. Ekstrak yang didapat berwarna hijau, hal ini membuktikan bahwa tidak adanya kandungan antosianin di dalam kulit yang berwarna hijau. Hasil ini juga dapat dilihat dari Gambar 3.
1.0 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 350 400 450 500 550 600 650

Absorbansi

Panjang gelombang (nm)


Keterangan : = kulit buah duwet berwarna hijau semua = kulit buah duwet berwarna merah = kulit buah duwet berwarna merah agak keunguan = kulit buah duwet berwarna ungu sedikit merah = kulit buah duwet berwarna ungu kehitaman

Gambar 3. Pola spektra kulit buah duwet pada berbagai tingkat


kematangan dalam pH 1 Hasil tersebut menunjukkan bahwa gambar spektrum pada kulit buah duwet berwarna hijau berbeda dari gambar spektrum yang lain. Gambar spektrum pada ekstrak kulit buah duwet yang berwarna hijau ini tidak memiliki panjang gelombang maksimum didaerah antara 500 550 nm, sehingga dapat dikatakan bahwa pada sampel ini tidak memiliki kandungan antosianin. Menurut Jackman dan Smith (1996), antosianin mempunyai panjang gelombang maksimum pada daerah visibel yaitu 465 550 nm. Kandungan antosianin pada kulit buah duwet sebanding dengan tingkat kematangannya. Kandungan antosianin semakin meningkat dengan adanya perubahan tingkat kematangan buah duwet. Perubahan tingkat

26

kematangan ini dapat dilihat dari perubahan warna kulit buah duwet, yaitu dari kulit yang berwarna hijau sampai kulit yang berwarna ungu kehitaman. Kandungan antosianin pada berbagai tingkat kematangan buah duwet berturut-turut adalah sebagai berikut, untuk kulit buah berwarna merah adalah sebesar 0.19 mg CyE/g, kulit buah dengan warna merah agak keunguan sebesar 1.04 mg CyE/g, kulit buah dengan warna ungu sedikit merah sebesar 2.67 mg CyE/g, dan kulit buah dengan warna ungu kehitaman sebesar 3.79 mg CyE/g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kulit dengan tingkat kematangan paling tinggi yaitu dengan warna kulit ungu kehitaman memiliki kandungan antosianin yang paling besar. Perubahan tingkat kematangan ini juga sebanding dengan rendemen antosianin. Buah yang semakin matang memiliki rendemen antosianin semakin besar. Nilai rendemen antosianin pada berbagai tingkat kematangan buah berturut-turut adalah untuk kulit buah berwarna hijau adalah sebesar 0 %, kulit buah dengan warna merah adalah sebesar 0.02 %, kulit buah dengan warna merah agak keunguan sebesar 0.10 %, kulit buah dengan warna ungu sedikit merah sebesar 0.27 %, dan kulit buah dengan warna ungu kehitaman sebesar 0.38 %. Selama proses pematangan buah banyak terjadi perubahan kimia, termasuk perubahan komposisi pigmen dan perubahan warna yang melibatkan proses biosintesis dan katabolisme. Selama proses pematangan ini, kloroplas secara berangsur-angsur akan digantikan oleh kromoplas yang hanya mengandung karotenoid. Proses pematangan pada berbagai buah ini juga melibatkan biosintesis antosianin yang larut dalam air yang terakumulasi dalam vakuola sentral dari sel mesofil. Proses sintesis dari antosianin ini diawali oleh malonil-CoA yang berasal dari 3 asetil-CoA dan p-koumaroil-CoA fenilalanin (MacDougall, 2002). Faktor-faktor yang sangat penting yang mempengaruhi biosintesis dan akumulasi dari antosianin selama proses pematangan antara lain adalah cahaya dan suhu (Francis, 1982). Pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran konsentrasi antosianin pada bagian kulit dan bagian daging buah pada buah berwarna

27

ungu kehitaman (tingkat kematangan paling tinggi). Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan antosianin pada bagian buah duwet pada tingkat


kematangan tertinggi.

Bagian Buah
Kulit buah Kulit dan daging buah

Kandungan Antosianin (mg CyE/g)


3.79 0.061 1.24 0.054

Rendemen Antosianin (%)


0.38 0.0061 0.12 0.0054

Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan kandungan antosianin yang cukup besar antara kulit buah dan kulit dengan daging buah. Kandungan antosianin pada bagian kulit buah sebesar 3.79 mg CyE/g sedangkan pada bagian kulit dengan daging buah sebesar 1.24 mg CyE/g. Menurut MacDougall (2002), antosianin ini terdapat pada sel epidermal dan subepidermal, yang terlarut dalam vakuola atau terakumulasi pada gelembung yang disebut antosianoplas. Umumnya antosianin terdapat pada permukaan buah yaitu kulit buah. Rendemen antosianin pada bagian kulit buah lebih besar bila dibandingkan dengan bagian kulit dan daging buah. Perbedaan ini juga dapat dilihat pada sampel setelah mengalami proses penghancuran. Sampel kulit buah memiliki warna ungu yang lebih tua bila dibandingkan dengan sampel kulit dengan daging buah yang memiliki warna ungu muda. Hal ini dapat menunjukkan kandungan antosianin yang terdapat dalam kulit buah lebih tinggi. Oleh karena itu, pada analisis selanjutnya hanya digunakan kulit buah saja karena akan menghasilkan pigmen yang lebih banyak sehingga lebih efektif. Untuk membandingkan kandungan antosianin yang terdapat pada buah duwet digunakan bahan lain yaitu kulit buah anggur dan kubis ungu. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 6.

28

Tabel 6. Kandungan antosianin pada sampel pembanding Sampel


Kulit buah anggur Kubis ungu

Kandungan Antosianin (mg CyE/g)


0.51 0.030 0.82 0.030

Rendemen Antosianin (%)


0.05 0.0030 0.08 0.0030

Hasil yang diperoleh menunjukkan kandungan antosianin pada kulit buah anggur sebesar 0.51 mg CyE/g dan pada kubis ungu sebesar 0.82 mg CyE/g. Rendemen antosianin pada kulit buah anggur dan kubis ungu masing-masing sebesar 0.05 % dan 0.08 %. Rendemen antosianin pada kulit buah duwet ini jauh lebih besar bila dibandingkan pada kulit buah anggur dan kubis ungu. Rendemen antosianin kulit buah duwet sebesar 0.38 % ini berarti jumlah antosianin dalam 100 gram kulit buah duwet adalah 0.38 gram. Sumber-sumber lain yang mengandung antosianin antara lain elderberries memiliki antosianin sebesar 2 10 mg/g, blueberry sebesar 1.10 1.90 mg/g, capulin sebesar 0.32 mg/g, rosella sebesar 15 mg/g, Vaccinium corymbosum L. sebesar 0.93 2.35 mg/g, blackberry sebesar 0.83-3.26 mg/g, apel sebesar 0.01-0.10 mg/g, peach sebesar 0.05 mg/g, strawberry sebesar 0.07-0.75 mg/g, dan plum sebesar 0.05 mg/g (Bridle dan Timberlake, 1997; Prior et al., 1998; Galindo et al., 1999; Anonim, 2007a). Hasil ini menunjukkan bahwa kandungan antosianin pada buah duwet sangat berpotensi besar untuk dijadikan sebagai sumber pigmen alami, sehingga dapat meningkatkan nilai manfaat dari buah duwet. Hal ini juga didukung oleh harga buah duwet yang murah.

B. EKSTRAKSI ANTOSIANIN
Ekstraksi merupakan langkah pertama pada penentuan karakterisasi pigmen sehingga didapatkan ekstrak kasar. Pada buah atau sayuran, pigmen antosianin umumnya ditemukan pada bagian sel yang letaknya dekat dengan permukaan. Antosianin yang terdapat dalam jaringan tersebut dapat diperoleh dengan jalan ekstraksi menggunakan pelarut tertentu. Salah satu teori

29

mengatakan bahwa bahan pengekstrak dapat menyebabkan denaturasi membran sel sehingga pigmen yang terdapat dalam membran tersebut dapat terekstrak (Francis, 1982). Efektivitas dari proses ekstraksi tidak terlepas dari kemampuan bahan pengekstrak untuk melarutkan komponen yang diekstrak. Peristiwa pelarutan suatu zat terjadi karena adanya interaksi antara pelarut dengan bahan yang dilarutkan dan dapat dibagi tiga tahap yaitu, tahap pemutusan ikatan antar sesama molekul zat terlarut yang membutuhkan energi, tahap pemutusan ikatan antar sesama molekul pelarut yang membutuhkan energi, dan yang terakhir adalah tahap pembentukan ikatan antara molekul zat terlarut dengan molekul pelarut yang menghasilkan energi. Jika energi yang dihasilkan lebih besar daripada energi yang diperlukan maka proses pelarutan akan terjadi (Nur et al., 1981). Polaritas adalah hal yang perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi. Polaritas antara bahan pengekstrak harus sama dengan polaritas bahan yang diekstrak. Senyawa-senyawa yang polar hanya dapat larut pada pelarut yang polar, demikian pula senyawa-senyawa yang bersifat non-polar hanya dapat dilarutkan dalam pelarut yang bersifat non-polar juga (Nur et al., 1981). Menurut Timberlake dan Bridle (1997), antosianin merupakan komponen yang bersifat polar sehingga pelarut yang digunakan juga harus bersifat polar. Sampel yang digunakan dalam ekstraksi ini adalah kulit buah duwet karena pada bagian kulit buah memiliki konsentrasi antosianin yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan penggunaan bagian kulit dan daging buah sehingga penggunaannya akan lebih efektif. Pada tahapan persiapan sampel, sampel yang sudah dipisahkan dari bijinya diblansir dengan menggunakan uap panas. Menurut Hutching (1994), enzim yang dapat merusak antosianin ini dapat diinaktivasi dengan menggunakan pemanasan. Selain itu, enzim yang dapat merusak antosianin ini juga dapat diinaktivasi dengan sulfur dioksida. Sebelum diekstrak sampel dihancurkan terlebih dahulu dengan cara diblender. Proses penghancuran ini secara efektif merusak jaringan sel dan dapat mempercepat proses ekstraksi (Francis, 1982). Selain itu, penghancuran juga memperluas permukaan bahan yang akan diekstrak. Hal ini mengakibatkan

30

semakin tingginya laju pelarutan bahan yang akan diekstrak. Menurut Francis (1982), jaringan yang lembut dapat mempercepat waktu yang diperlukan untuk melarutkan pigmen. Menurut Francis (1982), ekstraksi dengan menggunakan metanol yang mengandung sedikit asam adalah pelarut yang paling efektif. Akan tetapi, dalam penelitian ini ekstraksi buah duwet dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol tanpa disertai dengan adanya penambahan asam. Menurut Markakis (1982), penggunaan asam ini sebaiknya dihindarkan. Hal ini dapat mengakibatkan hidrolisis pada gugus asil apabila pada pigmen tersebut mengandung gugus asil. Selain itu, penggunaan asam terutama HCl ini bersifat korosif. Pemilihan pelarut ini didasarkan pada kepolaran dari pigmen antosianin dan etanol, dimana keduanya sama-sama bersifat polar. Selain itu, penggunaan etanol dikarenakan sifatnya yang food grade sehingga aman apabila pigmen antosianin ini selanjutnya akan diaplikasikan pada bahan pangan. Proses ekstraksi pigmen antosianin pada buah duwet dilakukan dengan cara maserasi dengan stirer selama 1 jam pada suhu ruang dan kondisi ruang yang gelap. Hal ini dilakukan karena pada umumnya antosianin tidak stabil terhadap cahaya (Jackman dan Smith, 1996). Adanya cahaya dapat menyebabkan degradasi pada antosianin (Elbe dan Schwarts, 1996). Proses maserasi ini dilakukan dua kali sehingga dihasilkan filtrat yang berwarna ungu pudar. Hal ini dilakukan untuk mengoptimumkan proses ekstraksi sehingga pigmen antosianin yang terdapat dalam buah duwet bisa terekstrak seluruhnya. Pengadukan dengan stirer dilakukan untuk menambah efektifitas dari proses ekstraksi tersebut. Setelah itu juga dilakukan proses sentrifugasi untuk memisahkan filtrat dengan rendemen. Pada proses ekstraksi ini juga dilakukan penyaringan menggunakan vacuum filter untuk memisahkan sisa-sisa rendemen yang ada setelah proses sentrifugasi. Filtrat yang dihasilkan kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 35oC. Penggunaan suhu yang rendah ini bertujuan untuk menghindari terjadinya degradasi dan hidrolisis dari pigmen antosianin (Timberlake dan Bridle, 1983). Ekstrak kasar yang diperoleh

31

kemudian dimasukkan dalam botol gelap dan disimpan dalam freezer. Penyimpanan dalam freezer ini bertujuan untuk menjaga stabilitas antosianin yang sangat mudah terdegradasi.

C. PURIFIKASI ANTOSIANIN
Purifikasi adalah suatu cara untuk mendapatkan pigmen yang murni. Menurut Francis (1982), purifikasi perlu dilakukan karena pada umumnya pigmen yang berasal dari ekstrak tanaman biasanya mengandung pigmen flavonoid yang lain, leukoantosianin, gula, dan senyawa-senyawa lainnya yang dapat mengganggu pemisahan. Sistem purifikasi yang ideal untuk campuran antosianin dapat menghilangkan komponen-komponen yang mengganggu. Menurut Timberlake dan Bridle (1983), purifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan kolom kromatografi dan kertas kromatografi. Pada umumnya dalam analisis kromatografi pemisahan komponen kimia pada sampel melibatkan fase padat dan cair. Purifikasi pada penelitian ini menggunakan metode yang disebut solid phase extraction (SPE). SPE adalah teknik persiapan yang digunakan untuk membersihkan sampel. Pada prinsipnya SPE digunakan karena bahan yang mendukung berupa padatan yang dilalui oleh cairan atau gas. Banyak keuntungan yang didapat dari penggunaan SPE ini. Beberapa keuntungannya adalah ukuran sampelnya dapat besar atau kecil, volume yang diperlukan untuk mengelusi sedikit, dan kemungkinan sampel untuk terkontaminasi sangatlah kecil karena kolom hanya digunakan sekali saja dan kemudian dibuang (Anonim, 1998). Penggunaan SPE ini dilakukan karena persiapan sampel yang baik sangat penting untuk menghasilkan analisis yang baik pula. Purifikasi dalam penelitian ini dilakukan pada sampel ekstrak kasar. Kolom yang digunakan untuk pemurnian antosianin pada penelitian ini adalah C-18 Sep Pak Cartridge. Fase padat terdapat dalam kolom adalah C-18, sedangkan cairan atau fase gerak terdiri dari sampel itu sendiri atau larutan alkohol. C-18 Sep Pak Cartridge terbuat dari reaksi oktadesil dengan silika. Komponen non polar dari sampel akan ditarik oleh rantai panjang hidrokarbon sedangkan komponen yang polar akan ditarik oleh matrik silika yang sedikit polar (Anonim, 2007b).

32

Purifikasi antosinin dalam penelitian ini diawali dengan mengaktifkan kolom C-18 Sep Pak cartridge dengan larutan metanol dan air telah diasamkan dengan 0.01 % HCl. Menurut (Anonim, 2007b), cartridge yang akan digunakan pertama kali harus dibasahi atau dilalui dengan suatu pelarut yang polar seperti metanol. Setelah itu dielusi dengan menggunakan air untuk menghilangkan sisa-sisa metanol yang tertinggal. Kolom yang telah diaktifkan kemudian dapat digunakan. Sampel ekstrak kasar dimasukkan dalam kolom. Komponen-komponen yang polar akan terikat, sedangkan yang non-polar tidak. Kolom tersebut kemudian dielusi dengan menggunakan air yang diasamkan dengan 0.01% HCl. Hal ini mengakibatkan komponen seperti gula, asam, dan komponen pengganggu lainnya akan terelusi dan hanya tersisa pigmen antosianin dan komponen fenolik lainnya. Menurut (Anonim, 2007b), komponen polar seperti gula, asam, dan flavor akan terelusi dengan melewatkan air kedalam cartridge. Menurut Timberlake dan Bridle (1983), ekstrak kasar dimasukkan pada bagian atas kolom, antosianin yang terdapat dalam sampel akan terabsorbsi dan senyawa-senyawa pengganggu dibersihkan dengan melewatkan air. Pigmen antosianin akan terpisahkan dan dielusi dengan menggunakan alkohol. Dalam penelitian ini pigmen antosianin kemudian dielusi dengan menggunakan metanol yang mengandung 0.01 % HCl. Pelarut yang selektif dapat mengalahkan daya tarik antara komponen dengan cartridge sehingga komponen yang terikat pada cartridge tersebut dapat terlarut. Penggunaan HCl dalam konsentrasi yang sedikit saat pengelusian antosianin sangat cocok dengan stabilitas antosianin (Timberlake dan Bridle, 1983). Larutan yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary vacuum evaporator dengan suhu 35oC sehingga didapatkan pigmen murni yang pekat. Pigmen pekat ini kemudian dilarutkan dalam air deionisasi yang mengandung 0.01% HCl. Hasil yang diperoleh kemudian dimasukkan dalam botol gelap dan disimpan sehingga dapat digunakan untuk tahapan berikutnya. Penyimpanan ini dilakukan dalam freezer untuk mengurangi degradasi pigmen antosianin yang telah murni ini. Hal ini disebabkan sifat antosianin yang tidak stabil terhadap suhu dan cahaya (Jackman dan Smith,

33

1996). Menurut Francis (1982), tujuan akhir dari purifikasi adalah untuk mendapatkan konsentrasi pigmen antosianin yang sudah tidak mengandung gula dan komponen yang dapat mendegradasi pigmen tersebut dengan tidak mengubah komposisi antosianin pada sampel.

D. KARAKTERISASI ANTOSIANIN
Karakterisasi antosianin yang ada dalam buah duwet ini dilakukan dengan menggunakan analisis spektrofotometrik dan TLC. Menurut Jackman dan Smith (1996), metode kromatografi dan spektroskopik telah digunakan untuk mengidentifikasi antosianin secara cepat dan akurat. Akan tetapi, karakteristik antosianin yang mutlak tidak dapat ditentukan hanya dengan metode kromatografi saja atau spektroskopik saja. Penentuan karakteristik dari antosianin ini biasanya melibatkan identifikasi dari aglikon, keberadaan gula dan gugus asil bila ada, dan posisi ikatan dari gugus gula dan gugus asil. Karakterisasi pigmen antosianin pada kulit buah duwet dalam penelitian ini dilakukan setelah sampel mengalami beberapa tahapan perlakuan. Tahapan-tahapan perlakuan tersebut adalah ekstraksi kulit buah duwet, purifikasi ekstrak kulit buah duwet, hidrolisis basa dan asam pada ekstrak yang sudah dipurifikasi. Tahapan tersebut dilakukan untuk mengetahui karakteristik antosianin yang ada pada buah duwet. Menurut Jackman dan Smith (1997), karakterisasi dari antosianin ini biasanya melibatkan hidrolisis asam, hidrolisis basa, hidrolisis enzim atau peroksida. Selanjutnya hasil-hasil dari hidrolisis tersebut dianalisis dengan kromatografi untuk diidentifikasi. Dalam hal ini, sampel yang sudah siap harus segera dianalisis untuk memperkecil kemungkinan terjadinya hidrolisis glikosida (Markham, 1988). Hidrolisis basa ini dilakukan pada sampel yang sebelumnya telah dipurifikasi. Hidrolisis ini dilakukan dengan menggunakan basa kuat. Basa yang digunakan dalam penelitian ini adalah KOH. Hidrolisis basa ini dilakukan untuk menghidrolisis gugus asil yang terikat pada antosianin. Menurut Jackman dan Smith (1996), hidrolisis basa digunakan untuk menentukan antosianin itu sendiri. Hidrolisis basa pada kondisi vakum (dibawah nitrogen), secara spesifik dapat menghilangkan gugus asil. Selain itu, penghilangan oksigen sangat diperlukan karena antosianin memiliki gugus

34

orto-hidroksil yang tidak stabil pada suasana basa (Francis, 1982). Setelah hidrolisis ini terjadi, hasil dari hidrolisis ini kemudian dipurifikasi kembali. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan gugus asil yang sudah terlepas dari antosianin. Pigmen antosianin hasil dari hidrolisis basa ini kemudian dilanjutkan dengan hidrolisis asam. Hidrolisis asam ini dilakukan dengan menggunakan asam kuat yaitu HCl 2 N. Hidrolisis ini digunakan untuk menghidrolisis gugus gula yang terikat pada pigmen antosianin sehingga dihasilkan suatu aglikon yang disebut antosianidin. Menurut Jackman dan Smith (1996), hidrolisis asam ini digunakan untuk menghasilkan aglikon dan gula, sehingga gula tersebut akan terpisah dari pigmen dalam pola yang acak. Menurut Lee dan Wicker (1991), hidrolisis asam ini dilakukan untuk menghasilkan antosianidin. Hidrolisis asam ini juga dilakukan pada kondisi vakum untuk mengurangi terjadinya kerusakan pada antosianidin. Hasil dari hidrolisis asam ini kemudian dipurifikasi kembali untuk menghilangkan gula yang sudah terlepas dari antosianin sehingga hanya tertinggal antosianidinnya saja. Antosianidin ini akan menghilang selama penyimpanan, tetapi akan digantikan oleh warna coklat kemerah-merahan yang pekat atau polimer flavonoid (Hutching, 1994). Analisis spektrofotometrik dilakukan pada ekstrak kasar, ekstrak yang sudah dipurifikasi, ekstrak terpurifikasi yang sudah dihidrolisis basa, dan ekstrak terpurifikasi yang sudah dihidrolisis asam. Analsis spektrofotometrik ini dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visibel. Pelarut yang digunakan untuk analisis ini adalah metanol yang mengandung 0.01 % HCl. Analisis ini dilakukan pada panjang gelombang dari 200 sampai 700 nm yang merupakan panjang gelombang sinar UV sampai visibel. Pemilihan panjang gelombang dari 200 sampai 700 nm ini disebabkan karena dalam pelarut yang asam, antosianin dan aglikonnya menunjukkan dua karakteristik panjang gelombang maksimum. Satu pada daerah visibel antara 465 dan 550 nm dan yang satunya lagi pada daerah UV yaitu disekitar 275 nm. Panjang gelombang absorbansi maksimum dapat digunakan sementara untuk mengidentifikasi aglikon, akan tetapi penggunaan dengan metode yang

35

lain juga diperlukan (Jackman dan Smith, 1996). Pola spektrum pada analisis spektrofotometrik ini dapat dilihat pada Gambar 4.
3.5 3.0 2.5

Absorbansi

Ekstrak kasar Purifikasi Hidrolisis basa Hidrolisis asam

2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 200

300

400

500

600

700

Panjang Gelombang (nm)

Gambar 4. Pola spektra dalam pelarut metanol-HCl 0.01% pada berbagai


perlakuan. Pola spektra yang dihasilkan mempunyai panjang gelombang maksimum yang dapat digunakan untuk menduga jenis antosianin yang terdapat dalam buah duwet. Menurut Timberlake dan Bridle (1997), spektrum UV-Visibel ini merupakan salah satu cara yang sederhana untuk mengidentifikasi dan memeriksa kemurnian dari pigmen antosianin. Hasil dari analisis spektrofotometrik ini menunjukkan gambar pola spektrum yang sama antara sampel ekstrak kasar, ekstrak yang sudah dipurifikasi, dan ekstrak terpurifikasi yang telah dihidrolisis basa. Sampel yang telah mengalami hidrolisis asam mempunyai pola spektrum yang berbeda sendiri, yaitu terjadi pergeseran panjang gelombang maksimum. Panjang gelombang maksimum dari masing-masing sampel adalah pada sampel ekstrak kasar panjang gelombang maksimumnya adalah 274 dan 536 nm, pada sampel ekstrak yang telah dipurifikasi panjang gelombang maksimumnya adalah 274 dan 536 nm, demikian pula panjang gelombang maksimum pada sampel ekstrak terpurifikasi yang telah dihidrolisis basa adalah 274 dan 536 nm. Sampel ekstrak terpurifikasi yang sudah dihidrolisis

36

asam panjang gelombang maksimumnya adalah 274 dan 544 nm. Panjang gelombang maksimum ini berada pada kisaran panjang gelombang antosianin yaitu antara 465 sampai 550 nm (Jackman dan Smith, 1996).

Tabel 7. Data panjang gelombang maksimum sampel pada berbagai


perlakuan. Sampel Ekstrak kasar Ekstrak terpurifikasi Ekstrak terpurifikasi yang telah dihidrolisis basa Ekstrak terpurifikasi yang telah dihidrolisis asam Persamaan panjang gelombang maksimum pada sampel ekstrak yang telah dipurifikasi dan ekstrak terpurifikasi yang telah dihidrolisis basa menunjukkan tidak adanya perbedaan senyawa yang terkandung dalam sampel-sampel tersebut. Hal ini juga menunjukkan bahwa tidak ada gugus asil pada pigmen antosianin yang terdapat dalam buah duwet karena tidak ada pergeseran panjang gelombang maksimum. Pada umumnya antosianin yang memiliki gugus asil akan mengalami pergesaran panjang gelombang setelah gugus asil tersebut dihilangkan, seperti pada sianidin-3-glukosida dengan gugus asil asam koumarat memiliki panjang gelombang maksimum 284, 310, dan 527 setelah dihilangkan gugus asilnya panjang gelombang maksimumnya bergeser menjadi 273 dan 524 (Francis, 1982). Sampel ekstrak terpurifikasi yang telah dihidrolisis asam memiliki pergeseran panjang gelombang bila dibandingkan dengan sampel yang lain. Hal ini karena hidrolisis asam menyebabkan hilangnya gugus gula yang terikat pada antosianin dan yang tertinggal hanya antosianidin (Lee dan Wicker, 1991). Menurut Harborne (1967), penghilangan gugus gula dapat menyebabkan pergeseran panjang gelombang maksimum seperti pada petunidin-3-glukosida yang mempunyai panjang gelombang maksimum 276 274, 544 Panjang gelombang maksimum dalam metanol-HCl 0.01% 274, 536 274, 536 274, 536

37

dan 534 setelah dihilangkan gugus gulanya panjang gelombang maksimumnya bergeser menjadi 276 dan 543. Pergeseran panjang gelombang maksimum pada sampel ekstrak terpurifikasi yang sudah dihidrolisis asam ini menunjukkan bahwa hidrolisis asam telah dilakukan secara tepat. Analisis spektrofotometrik ini juga dilakukan pengukuran panjang gelombang maksimum pada sampel ekstrak kulit anggur dan ekstrak kubis ungu yang digunakan sebagai pembanding. Sampel kulit anggur mewakili pigmen antosianin yang tidak memiliki gugus asil, sedangkan sampel kubis ungu mewakili pigmen antosianin yang memiliki gugus asil (Bassa dan Francis, 1987; Giusti et al., 1998). Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 5.
3.5 3 2.5

Absorbansi

2 1.5 1 0.5 0 200

Duwet Anggur Kubis

300

400

500

600

700

Panjang Ge lombang (nm)

Gambar 5. Pola spektra buah duwet dan sampel pembanding dalam


metanol-HCL 0.01% Hasil tersebut menunjukkan bahwa antara sampel ekstrak kulit buah duwet dengan ekstrak kulit buah anggur memiliki pola spektrum yang sama sedangkan pada ekstrak kubis ungu memiliki pola spektrum yang berbeda. Sampel ekstrak kulit buah duwet dan ekstrak kulit buah anggur menunjukkan dua karakteristik panjang gelombang maksimum sedangkan sampel ekstrak kubis ungu memiliki tambahan absorbansi panjang gelombang maksimum pada daerah UV. Panjang gelombang maksimum pada ekstrak kulit buah duwet adalah 274 dan 536 nm, panjang gelombang maksimum pada ekstrak

38

kulit buah anggur adalah 268 dan 530 nm, dan panjang gelombang maksimum pada ekstrak kubis ungu adalah 284, 322, dan 526 nm. Hasil tersebut menyatakan bahwa antosianin yang terdapat pada buah duwet tidak memiliki gugus asil karena hanya memiliki dua karakteristik panjang gelombang maksimum sedangkan untuk pigmen antosianin yang memiliki ikatan dengan gugus asil akan memiliki tambahan panjang gelombang maksimum. Menurut Jackman dan Smith (1996), antosianin yang terasilasi menunjukkan adanya tambahan absorbansi panjang gelombang maksimum yang lemah pada daerah UV antara 310 sampai 335 nm. Selain itu, pola spektrum yang ditunjukkan pada ekstrak buah duwet sama dengan pola spektrum yang ditunjukkan oleh ekstrak buah anggur, dimana antosianin pada buah anggur tidak memiliki gugus asil. Hasil ini juga didukung oleh pola spektrum buah duwet yang berbeda dengan pola spektrum yang ditunjukkan pada ekstrak kubis ungu, dimana pigmen antosianin yang terdapat pada kubis ungu memiliki gugus asil. Hasil-hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan tabel Lampiran 12. Panjang gelombang maksimum pada berbagai jenis antosianin yang dilarutkan dalam metanol mengandung 0.01 % HCl (Francis, 1982). Hasil perbandingan tersebut dapat diduga bahwa pada sampel kulit buah duwet yang telah diekstrak, dipurifikasi, dan dihidrolisis basa yang memiliki panjang gelombang maksimum 274 dan 536 mengandung jenis antosianin petunidin yang memiliki satu gugus gula yang terikat pada atom C nomor 3. Hasil ini diperoleh dengan melakukan pendekatan dari literatur yang menyebutkan bahwa panjang gelombang 276 dan 534 merupakan panjang gelombang maksimum untuk jenis antosianin petunidin yang mengandung satu gugus gula yang terikat pada atom C nomor 3 (Francis, 1982). Selain itu, hasil ini juga didukung dari analisis ekstrak terpurifikasi yang telah dihidrolisis asam yang memiliki panjang gelombang maksimum 274 dan 544. Hasil panjang gelombang maksimum ini kemudian dibandingkan dengan literatur sehingga dapat diduga jenis antosianidin yang terdapat dalam kulit buah duwet adalah petunidin. Hasil ini diperoleh dari pendekatan dari literatur yang menyebutkan

39

bahwa pada panjang gelombang 276 dan 543 adalah panjang gelombang maksimum untuk antosianidin jenis petunidin (Harborne, 1967). Analisis lainnya yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik antosianin pada penelitian ini adalah analisis dengan menggunakan Thin Layer Chromatography (TLC). Analisis TLC merupakan salah satu jenis analisis kromatografi yang sering digunakan. TLC ini telah digunakan secara luas untuk menggantikan kertas kromatografi. Hal ini dikarenakan sifat dari TLC yang lebih cepat dan sensitif bila dibandingkan dengan kertas kromatografi. Hasil yang diperoleh pada TLC juga lebih bagus dari pada kertas kromatografi, karena partikel pada lempeng TLC lebih kecil dari pada kertas kromatografi (Rounds dan Nielsen, 1998). Analisis dengan TLC ini dilakukan pada sampel ekstrak kasar, ekstrak yang sudah dipurifikasi, dan ekstrak terpurifikasi yang sudah dihidrolisis basa. Lempeng TLC yang digunakan dalam penelitian ini terbuat dari gel silika. Lempeng TLC yang akan digunakan diberi garis start dan garis finish. Garis start berada 1 cm di atas dasar lempeng, sedangkan garis finish berada 0.5 cm dibagian atas lempeng. Masing-masing sampel tersebut kemudian dispotkan pada garis start pada lempeng TLC dengan jarak antar sampel masing-masing 1 cm. Spot tersebut kemudian dibiarkan agar pelarut yang digunakan hilang. Eluen yang digunakan dalam penelitian ini adalah n-butanol : asam asetat : air dengan perbandingan 4 : 1 : 5. Sebelum eluen digunakan, eluen tersebut harus dijenuhkan terlebih dahulu. Penjenuhan ini dilakukan dengan membiarkan eluen yang telah dibuat di dalam chamber selama 1 jam. Setelah itu, lempeng yang sudah dispotkan sampel dicelupkan kedalam chamber. Pencelupan ini dilakukan sampai eluen mencapai garis finish. Hasil analisis TLC pada sampel ekstrak kasar tidak memberikan pemisahan yang bagus sehingga tidak dihasilkan spot-spot yang dapat diketahui nilai Rf-nya. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kasar masih banyak mengandung senyawa-senyawa pengganggu. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemurnian pigmen agar senyawa-senyawa pengganggu tersebut dapat dihilangkan dan yang tertinggal hanya senyawa antosianin sehingga pada plat TLC dihasilkan pemisahan yang bagus. Pemisahan yang tidak bagus

40

ini membuat sampel ekstrak ini tidak dapat ditentukan nilai Rf-nya. Hasil dari pemisahan antosianin pada plat TLC dapat dilihat pada Gambar 6.

a b

c d

1 Keterangan :

1 = ekstrak kasar 2 = ekstrak yang sudah dipurifikasi 3 = ekstrak terpurifikasi yang telah dihidrolisis basa

Gambar 6. Hasil pemisahan antosianin dengan TLC


Hasil analisis pada sampel ekstrak yang sudah dipurifikasi menghasilkan dua buah spot yang pemisahannya cukup bagus (spot a dan spot b). Spot yang pertama (spot a) berwarna merah muda agak keunguan, sedangkan spot yang kedua (spot b) berwarna ungu kebiruan. Spot yang pertama memiliki intensitas warna yang lebih tajam bila dibandingkan dengan spot yang kedua. Hal ini menunjukkan komponen antosianin yang terdapat pada spot yang pertama lebih banyak dibandingkan dengan spot yang kedua (Gritter et al., 1991). Nilai Rf dari masing-masing spot adalah 40 untuk spot a dan 33 untuk spot b. Nilai Rf ini kemudian dicocokkan dengan literatur menurut Harborne (1967), dimana nilai Rf 40 merupakan antosianin jenis petunidin-3-rhamnosa, sedangkan nilai Rf 33 merupakan antosianin jenis

41

sianidin-3-soporosa. Komponen antosianin yang lebih banyak adalah petunidin-3-rhamnosa. Pemisahan yang bagus pada sampel yang telah dipurifikasi ini menunjukkan bahwa komponen-komponen pengganggu yang terdapat dalam ekstrak kasar sudah dapat dihilangkan. Hal ini menunjukkan bahwa proses purifikasi ini telah berhasil dilakukan dengan baik sehingga karakteristik dari pigmen antosianinnya dapat diketahui. Hasil analisis TLC pada sampel yang telah dihidrolisis basa menunjukkan hasil spot yang sama pada sampel yang telah dipurifikasi (spot c dan spot d). Selain itu, spot yang dihasilkan pada sampel yang telah dihidrolisis basa juga mempunyai nilai Rf yang sama dengan sampel yang sudah dipurifikasi. Jumlah spot dan nilai Rf yang sama ini menunjukkan bahwa pigmen antosianin yang ada dalam kulit buah duwet ini tidak memiliki gugus asil. Menurut Francis (1982), adanya gugus asil dapat diketahui dari perubahan nilai Rf setelah perlakuan hidrolisis basa. Menurut hasil penelitian pada buah anggur (Vitis vinifera L.) terdapat 5 jenis antosianin yaitu petunidin-3-O-(6-O-malonil, 3-O-asetil)--D-glukosida, peonidin 3-O-(6-O-malonil, 3-O-asetil)--Dglukosida)-5-O--D-glukosida, malvidin 3-O-(6-O-malonil, 3-O-asetil--Dglukosida), petunidin-3-O-(6-Oasetil-glukosida), dan delpinidin 3-O-(6-O-asetil glukosida)-5-O glukosida yang memiliki nilai Rf dalam eluen BFW (n-butanol:asam format:air = 12:5:20) berturut-turut adalah 70, 46, 32, 23, dan 10 (Heidari et al., 2004). Bila dibandingkan dengan buah duwet, antosianin yang terdapat dalam buah anggur ini memiliki jenis yang lebih banyak. Antosianidin pada buah duwet memiliki satu jenis yang sama dengan buah anggur yaitu petunidin. Akan tetapi, antosianidin pada buah anggur tidak memiliki antosianidin jenis sianidin seperti yang dimiliki oleh buah duwet. Hasil analisis spektrofotometrik bila dibandingkan dengan hasil analisis TLC ini memiliki kesamaan yaitu jenis antosianin yang terdapat dalam kulit buah duwet ini tidak memiliki gugus asil. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya tambahan panjang gelombang maksimum pada analisis spektrofotometrik dan tidak adanya perubahan nilai Rf pada analisis dengan

42

TLC setelah dihidrolisis basa. Selain itu, hasil pendekatan dengan literatur pada kedua analisis ini juga memiliki kesamaan yaitu jenis antosianidin yang terdapat dalam kulit buah duwet yang utama adalah jenis petunidin. Hal ini dapat dilihat pada analisis spektrofotometrik yang menduga bahwa jenis antosianin yang terdapat dalam kulit buah duwet adalah petunidin dengan satu gugus gula yang terikat pada atom C nomor tiga. Hasil ini juga diperjelas dengan analisis TLC yang menghasilkan dugaan bahwa jenis antosianin yang lebih banyak terdapat pada kulit buah duwet adalah petunidin-3-rhamnosa. Petunidin-3-rhamnosa adalah jenis antosianin dimana antosianidinnya adalah petunidin dan gugus gulanya adalah rhamnosa yang terikat pada atom C nomor 3. Rhamnosa merupakan suatu monosakarida (Timberlake dan Bridle, 1983). Petunidin merupakan jenis antosianidin yang memiliki substitusi gugus OH pada C-3 dan gugus OMe pada C-5. Pigmen ini berwarna biru-merah. Adanya penambahan substitusi gugus hidroksil akan meningkatkan warna kebiruan, sedangkan metilasi meningkatkan warna kemerahan (Jackman dan Smith, 1966).

43

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Kulit buah duwet yang digunakan memiliki kadar air 83.53 %, kadar abu 0.40 %, kadar lemak 0.30 %, kadar protein 0.68 %, dan karbohidrat 15.09 %. Sedangkan kulit dan daging buah duwet tanpa biji memiliki kadar air 86.51 %, kadar abu 0.21 %, kadar lemak 0.13 %, kadar protein 0.84 %, dan karbohidrat 12.31 %. Kandungan antosianin dalam kulit buah duwet berbeda pada berbagai tingkat kematangan buah. Kulit berwarna hijau tidak memiliki kandungan antosianin, kulit buah berwarna merah memiliki antosianin sebesar 0.19 mg CyE/g, kulit buah dengan warna merah agak keunguan sebesar 1.04 mg CyE/g, kulit buah dengan warna ungu kemerahan sebesar 2.67 mg CyE/g, dan kulit buah dengan warna ungu semua sebesar 3.79 mg CyE/g. Sedangkan kandungan antosianin dalam kulit dan daging buah duwet dengan kematangan paling tinggi sebesar adalah 1.24 mg CyE/g. Sampel pembanding yang digunakan adalah buah anggur dan kubis ungu, dengan kandungan antosianin masing-masing sebesar 0.51 mg CyE/g dan 0.82 mg CyE/g. Rendemen antosianin yang dihasilkan masing-masing sebagai berikut: kulit buah berwarna hijau sebesar 0 %, kulit buah dengan warna merah sebesar 0.02 %, kulit buah dengan warna merah agak keunguan sebesar 0.10 %, kulit buah dengan warna ungu sedikit merah sebesar 0.27 %, kulit buah dengan warna ungu kehitaman sebesar 0.38 %, dan pada bagian kulit dan daging buah sebesar 0.12 %. Sedangkan rendemen antosianin pada kulit buah anggur sebesar 0.05 % dan kubis ungu sebesar 0.08 % Purifikasi antosianin dilakukan dengan menggunakan C-18 Sep Pak Cartridge dengan pelarut metanol yang mengandung 0.01% HCl. Karakteristik pigmen antosianin yang terdapat dalam buah duwet diketahui dengan analisis spektrofotometrik dan TLC. Pigmen antosianin yang terdapat dalam buah duwet ini diduga tidak memiliki gugus asil. Jenis antosianidin yang terdapat dalam buah duwet diduga adalah petunidin sedangkan jenis antosianin yang terdapat dalam buah duwet ini diduga ada dua yaitu petunidin-3-rhamnosa (Rf

= 40) dan sianidin-3-soporosa (Rf = 33). Jenis antosinin yang lebih banyak adalah petunidin-3-rhamnosa.

B. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasikan jenis dan kualitas antosianin yang terdapat dalam buah duwet dengan lebih tepat seperti menggunakan HPLC, sehingga dapat diketahui jenis dan kualitas antosianinnya secara tepat. Selain itu juga perlu dilakukan peningkatkan stabilitas dari pigmen antosianin yang terdapat dalam buah duwet agar dapat dimanfaatkan sebagai sumber pewarna alami.

45

DAFTAR PUSTAKA
Adam, J.B. 1982. Di dalam P. Markakis (ed). Anthocyanins as Food Colors. Academic Press, London. Anonim. 1998. Solid Phase Extraction. http://www.lidamfg.com/spe.htm. (23 april 1998). .2006a. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan Jamblang (Duwet). www.iptek.net.id/ind/teknoligo_pangan/index.php. (12 Desember 2006). . 2006b. Jambul. http://en.wikipedia.org/wiki/Jambul. (12 Desember 2006). . 2007a. Berry Notes. http://www.oregon-berries.com/cx15/nutra2.htm. (27 November 2007). . 2007b. Solid-Phase Extraction of Anthocyanins. http://fshn.vfl.edu/faculty/STTalcott/www/Food%2Analysis/Anthocyanin SPE.doc. (27 November 2007). . 2007c. Bahan Pengawet dan Pewarna Makanan Picu Hiperaktivitas Anak. http://www.kompas.co.id/ver1/Kesehatan (6 September 2007). . 2008a. Faktor-Faktor Pemicu Kanker. http://rumahkanker.com. =44&Itemid=62 . (2 Januari 2008). . 2008b. Zat Pewarna Sebabkan http://jurnalnasional.com. (2 januari 2008). Anak Hiperaktif..

. 2008c. Buah Duwet Ampuh Kendalikan Luka Diabetes. http://budiboga.blogspot.com. (2 Januari 2008). . 2008d. Grape. http://whfood.com/genpage. php?tname=nutientprofile &dbid=55. (4 Januari 2008). AOAC. 1995. Official Method of Analysis. 16th Edition. Chapter 12, Microchemical Methods. Association of Official Analytical Chemistry International. Gaithersburg . 1995. Official Method of Analysis. 16th Edition. Chapter 30, Coffee and Tea. Association of Official Analytical Chemistry International. Gaithersburg . 1995. Official Method of Analysis. 16th Edition. Chapter 37, Fruit and Fruit Product. Association of Official Analytical Chemistry International. Gaithersburg.

Awika J.M., Lloyd W. R., dan Ralph D. W. 2004. Anthocyanins from black sorghum and their antioxidant properties. Food Chemistry 90:293301. Bassa, I. A. dan F.J. Francis. 1987. Stability of Anthocyanins from Sweet Potatoes in a Model Beverage. J. Food Science, 52 (6): 1753-1754. Bennion, M. 1980. The Science of Food. Wiley and Sons Co., New York. Bobbio, F.O., P.A. Bobbio, dan Stringheta, P.C. 1992. Di dalam Bridle, P. dan Timberlake, C.F. Anthocyanin as Natural Food colours Selected Aspects. Food Chemistry. Vol. 58, pp 103 109. Bridle, P. dan Timberlake, C.F. 1997. Anthocyanin as Natural Food colours Selected Aspects. Food Chemistry. Vol. 58 (1 2), pp 103 109. Brouillard, R. 1982. Chemical Structure of Anthocyanin. Di dalam P. Markakis (ed). Anthocyanin as Food Colors. Academic Press, New York. BSN (Badan Standarisasi Nasional). 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman (SNI 01-2891-1992). BSN, Jakarta. Elbe, J.H.V. dan S.J. Schwarts. 1996. Colorants. Di dalam O.R. Fennema (ed). Food Chemistry Third Edition. Marcel Dekker Inc, New York. Eon, C.A., Gloria S., Sonia P.T., dan Julian C. R.G. 2004. Identification of Anthocyanin of Pinta Boca (Solanum stenotomum) Tuber. Food Chemistry 86: 441-448. Espada, A.C.M, K.V. Wood, B. Bordelon, dan B.A. Watkins. 2004. Anthocyanin Quantification and Radical Scavenging Capacity of Concord, Norton, and Marechal Foch Grapes and Wines. J. Agric. Food Chem 52: 6779-6786. Fong, R.A., R.E. Kepner, dan A.D. Webb. 1971. Acetic-Acid-Acylated Anthocyanin Pigments in The Grape Skins of a Number of Varieties of Vitis Vinifera. Am. J. Enol. Vitic, 22 (3): 150-155. Francis, F.J. 1982. Analysis of Anthocyanins. Di dalam P. Markakis (ed). Anthocyanins as Food Colors. Academic Press, New York. . 2000. Anthocyanins and Betalains: Composition and Application. Cereal Foods World 45 (5): 208-213. Galindo A.O., Pedro W. E., Ronald E. W., Luis R. S., dan Alvaro A. J. 1999. Purification and Identification of Capulin (Prunus setotina Ehrh) Anthocyanins. Food Chemistry 65: 201-206.

47

Giusti, M.M., L E. Rodnguez-Saona, J.R., Baggett, G. L., Reed, R. W. Durst, dan R. E., Wrolstad. 1998. Anthocyanin Pigment Composition of Red Radish Cultivars as Potential Food Colorant. J. Food Sci 63 (2) : 219-224. Gritter R.J., J.M. Bobbitt., dan A.E. Schwarting. 1991. Pengantar Kromatografi Edisi Kedua. Penerjemah: Kosasi Padmawinata. Penerbit ITB, Bandung. Harborne, J.B. 1967. Comparative Biochemistry of The Flavonoids. Academic Press, London. . 1987. Metode Fitokimia, terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso, penerbit ITB, Bandung, 69-94, 142-158, 234-238. 11. Buckingham. J., et al (eds), "Dictionary of Natural Product", Chapman and Hall, London, 1352, 3863, 4453. Harborne J. B. dan Grayer R. J. 1988. The Anthocyanins. Di dalam J. B. Harborne (ed). The Flavonoids. Chapman and Hall, London. Heidari, R., J. Khalafi, dan N. Dolatabadzedeh. 2004. Anthocyanin Pigments of Siahe Sardasht Grapes. J. of Science, Islamic Republic of Iran, 15 (2): 113-117. Hrazdina, G. 1970. Column Chromatography Isolation of The Anthocyanidin-3,5diglucoside from Grapes. J. Agric. Food. Chem., 18 (2): 243 245. Hutching, J.B. 1994. Food Colour and Appearance. Blackie Academic and Professional, London. Jackman R. L. dan J. L. Smith. 1996. Anthocyanins and Betalains. Di dalam Hendry. G. A. P dan J. D. Houghton (eds). Natural Food Colorants, Second Edition. Chapman and Hall, London. Kimball, J.W., 1993. Biologi. Terjemahan. Penerbit Erlangga, Jakarta. Lee H. S. dan L. Wicker. 1991. Anthocyanin Pigments in The Skin of Lychee Fruit. J. Food Sci 56 (2): 466-468. Lewis, C.E., Walker, J.R.L., dan Lancaster, J.E. 1997. Di dalam Bridle, P. dan Timberlake, C.F. Anthocyanin as Natural Food colours Selected Aspects. Food Chemistry. Vol. 58, pp 103 109. Lohachoompol, V., G. Srzednicki, dan J. Craske. 2004. The Change of Total Anthocyanins in Blueberries and Their Antioxidant Effect After Drying and Freezing. J Biomed Biotechnol (5): 248252. MacDougall, D.B. 2002. Colour in Food. Woodhead Publishing Limited, England.

48

Markakis, P. 1982. Anthocyanins as Food Additives. Di dalam P. Markakis (ed). Anthocyanins as Food Colors. Academic Press, New York. Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Terjemahan. Penerbit ITB, Bandung. Metriva, M. 1995. Mempelajari Ekstraksi Antosianin dari Kulit Buah Manggis (Gracinia mangostana L.) Menggunakan Pelarut yang Diasamkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Morton, J. 1978. Jambolan. Di dalam: Julia F. Morton, Miami, FL. Fruits of warm climates. http://www.hort.purdue.edu/newcrop/morton/jambolan.html (12 Desember 2006). Nur, M. A. dan Adijuwana, H. 1989. Teknik Pemisahan dalam Analisis Biologis. PAU Ilmu Hayat. IPB, Bogor. Nur, M.A., M. Sjachri, dan K. Iskandarsyah. 1981. Kimia Dasar II. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Prior, R. L., G. Cao, A. Martin, E. Sofic, J. McEwen, C. OBrien, N. Lischner, M. Ehlenfeldt, W. Kalt, G. Krewer, dan C. M. Mainland. 1998. Antioxidant Capacity As Influenced by Total Phenolic and Anthocyanin Content, Maturity, and Variety of Vaccinium species. J. Agric. Food Chem 46: 2686-2693. Robinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Terjemahan. Penerbit ITB, Bandung. Rounds, M. A. dan S.S. Nielsen. 1998. Basic Principles of Chromatography. Di dalam S. S. Nielsen (ed). Food Analysis Second Edition. Kluwer Academic/ Plenum Publishers, New York. Saija, 1994. Di dalam Bridle, P. dan Timberlake, C.F. Anthocyanin as Natural Food colours Selected Aspects. Food Chemistry. Vol. 58, pp 103 109. Sakidja. 1989. Kimia Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi proyek Pengembanngan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Jakarta. Sari, P., F. Agustina, M. Komar, Unus, M. Fauzi, dan T. Lindriati. 2005. Ekstraksi dan Stabilitas Antosianin dari Kulit Buah Duwet (Syzygium cumini). J. Teknologi dan Industri Pangan XVI (2) : 142-150. Strack, D. dan V. Wray. 1993. The anthocyanins. Di dalam J. B. Harborne (ed). The Flavonoids: Advances in Research since 1986. Chapman and Hall, London.

49

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian Edisi Kedua. Liberty, Yogyakarta. Swain, T. 1976. Nature and Properties of Flavonoid. Di dalam T.W. Goodwin (ed). Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. Academic Press, London. Teeling, C.G.V., P.E. Cansfield, dan R.A. Gallop. 1971. An Anthocyanin Complex Isolated From The Syrup of Canned Blueberries. J. Food Sci 36: 1061-1063. Terahara, N., T. Honda, M. Hayashi, dan K. Ishimaru. 2000. New Anthocyanins from Purple Pods of Pea (Pisum spp.). J. Biosci. Biotechnol. Biochem 64 (12) : 2569-2574. Timberlake, C.F. dan P. Bridle. 1983. Anthocyanins. Di dalam J. Walford (ed). Developments in Food Colours. Applied Science Publishers LTD, London. Timberlake, C. F. dan P. Bridle. 1997. The Anthocyanins. Di dalam J. B. Horborne (ed). The Flavonoid. Chapman and Hall, London. Tranggono. 1990. Bahan Tambahan Pangan (Food Additives). PAU Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Verheij, E.W.M. dan R.E. Coronel. 1997. Prosea. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F. G. 1997. Kimia pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta.

50

LAMPIRAN

Lampiran 1. Penentuan kadar air


Buah duwet Kulit 1 Kulit 2 n 1 2 1 2 B. cawan (g) 2.53 4.20 3.87 2.79 B. sampel (g) 5.56 5.16 5.84 5.42 B. setelah oven (g) 3.42 5.07 4.87 3.65 % Kadar Air BB 84.09 83.1 82.87 84.05 Rata-rata BB 83.59 83.46 Rerata BB 83.53 Standar deviasi BB 0.090 % RSD BB 0.11 Keterangan : BB = basis basah RSD = Standar deviasi/Rerata Kulit-daging 1 Kulit-daging 2 1 2 1 2 2.94 2.47 2.54 2.51 6.12 5.37 5.51 5.77 3.75 3.20 3.25 3.31 86.64 86.32 87.02 86.06 86.48 86.54 86.51 0.043 0.05

Lampiran 2. Penentuan kadar abu


Buah duwet n B. cawan (g) B. sampel (g) B. abu (g) % Kadar abu Rata-rata Rerata Standar deviasi % RSD Kulit 1 Kulit 2 1 2 1 2 18.72 22.07 20.59 21.86 4.96 4.27 3.42 3.00 0.02 0.02 0.01 0.01 0.40 0.37 0.39 0.44 0.39 0.41 0.4 0.019 5.00 Kulit-daging 1 Kulit-daging 2 1 2 1 2 25.78 20.13 20.59 20.12 3.48 3.16 5.22 5.12 0.01 0.01 0.01 0.01 0.21 0.22 0.22 0.19 0.22 0.21 0.21 0.005 2.20

Lampiran 3. Penentuan kadar lemak


Buah duwet n B. labu (g) B. sampel (g) B. lemak (g) % Kadar lemak Rata-rata Rerata Standar deviasi % RSD Kulit 1 Kulit 2 1 2 1 2 106.35 106.52 105.77 107.07 5.00 5.03 5.03 5.02 0.0158 0.0148 0.0152 0.0138 0.32 0.29 0.3 0.27 0.3 0.29 0.3 0.012 3.90 Kulit-daging 1 Kulit-daging 2 1 2 1 2 107.10 107.16 105.77 106.52 5.05 5.03 5.07 5.04 0.0069 0.0059 0.007 0.0065 0.14 0.12 0.14 0.13 0.13 0.13 0.13 0.005 3.55

52

Lampiran 4. Penentuan kadar protein


Buah duwet n B. sampel (g) HCl terpakai (ml) N HCl %N % Protein Rata-rata Rerata Standar deviasi % RSD Kulit 1 Kulit 2 1 2 1 2 0.13 0.20 0.25 0.13 0.5 0.75 0.95 0.55 0.02 0.02 0.11 0.10 0.11 0.12 0.69 0.64 0.67 0.72 0.67 0.7 0.68 0.020 3.00 Kulit-daging 1 Kulit-daging 2 1 2 1 2 0.11 0.12 0.10 0.10 0.5 0.6 0.5 0.5 0.02 0.02 0.13 0.13 0.14 0.14 0.82 0.84 0.85 0.86 0.83 0.85 0.84 0.019 2.23

Lampiran 5. Penentuan kadar karbohidrat


Buah Duwet n Kadar air kadar abu kadar lemak kadar protein Karbohidrat Rata-rata karbohidrat STD %RSD Kulit 1 2 83.59 83.46 0.4 0.41 0.3 0.29 0.67 0.7 15.04 15.14 15.09 0.071 0.47 Kulit-daging 1 2 86.48 86.54 0.22 0.21 0.13 0.13 0.83 0.85 12.34 12.27 12.31 0.049 0.40

53

Lampiran 6. Penentuan konsentrasi antosianin buah duwet pada berbagai tingkat kematangan
Sampel Berat sampel (g) Konsentrasi antosianin (mg/L) Konsenttrasi antosianin (mg/g) Simplo Duplo Triplo Simplo Duplo Triplo A Ulangan 1 2.04 33.10 35.88 33.86 0.16 0.18 0.16 0.17 0.19 0.006 3.21 Ulangan 2 2.08 45.74 45.49 43.72 0.22 0.22 0.21 0.22 Ulangan 1 2.05 216.82 214.54 215.30 1.06 1.05 1.05 1.05 1.04 0.023 2.24 B Ulangan 2 2.06 202.41 219.09 213.03 0.98 1.06 1.03 1.02 Ulangan 1 2.03 573.13 573.13 568.58 2.82 2.82 2.80 2.81 2.67 0.084 3.13 C Ulangan 2 2.10 548.87 548.87 492.77 2.61 2.61 2.35 2.52 Ulangan 1 2.01 786.92 785.4 802.08 3.92 3.91 4.00 3.94 3.79 0.061 1.61 D Ulangan 2 2.00 712.62 742.95 724.75 3.56 3.71 3.62 3.63 Ulangan 1 2.02 233.5 248.66 254.72 1.16 1.23 1.26 1.22 1.24 0.054 4.36 E Ulangan 2 2.01 244.11 259.27 265.34 1.21 1.29 1.32 1.27

Rata-rata (mg/g) Rata-rata ulangan (mg/g) Standar deviasi % RSD

Keterangan : A = kulit buah duwet berwarna merah B = kulit buah duwet berwarna merah agak keunguan C = kulit buah duwet berwarna ungu kemerahan D = kulit buah duwet berwarna ungu semua E = kulit dan daging buah duwet berwarna ungu semua

54

Lampiran 7. Penentuan konsentrasi antosianin pada sampel pembanding


Sampel Ulangan 1 Berat sampel (g) Konsentrasi antosianin (mg/L) Konsentrasi antosianin (mg/g) Rata-rata (mg/g) Rata-rata ulangan (mg/g) Standar deviasi % RSD Simplo Duplo Triplo Simplo Duplo Triplo 2.08 110.68 113.21 106.14 0.53 0.54 0.51 0.53 0.51 0.03 6.17 Anggur Ulangan 2 2.06 110.18 91.48 99.56 0.53 0.44 0.48 0.49 Ulangan 1 2.02 174.36 176.64 178.91 0.86 0.88 0.89 0.88 0.82 0.03 3.83 Kubis Ungu Ulangan 2 2.02 141.01 159.96 157.69 0.70 0.79 0.78 0.76

55

Contoh perhitungan konsentrasi antosianin pada Lampiran 6 dan Lampiran 7 berdasarkan perhitungan berikut : Sampel kulit buah berwarna ungu kehitaman pada ulangan 1.1 Berat sampel = 2.0062 gram Pada panjang gelombang 516 absorbansi pada pH 1 = 0.530 Pada panjang gelombang 516 absorbansi pada pH 4.5 = 0.012 Pada panjang gelombang 700 absorbansi pada pH 1 = 0.003 Pada panjang gelombang 700 absorbansi pada pH 4.5 = 0.004 Nilai A dihitung berdasarkan persamaan : A = [( A516 - A700 )pH1 ( A516 - A700 )pH4.5 ]. A = [(0.530-0.003) (0.012-0.004)] A = 0.591 Konsentrasi antosianin dihitung berdasarkan persamaan : Konsentrasi antosianin ( mg L-1 ) = ( A x BM x FP x 1000 ) ( x 1) = 0.591 x 448.8 x 100 x 1000 29600 = 786. 92 mg/L = 3.92 mg/g

Lampiran 8. Panjang gelombang dan absorbansi kulit buah duwet pada berbagai tingkat kematangan dalam pH 1 (buffer kalium klorida). Panjang Gelombang A B C D E
350 355 360 365 370 375 380 385 390 395 400 405 410 415 420 425 430 435 440 445 450 455 460 465 470 475 480 485 490 495 500 505 510 515 520 525 530 535 540 545 550 555 560 0.901 0.859 0.813 0.683 0.646 0.614 0.579 0.546 0.505 0.483 0.467 0.452 0.439 0.429 0.414 0.403 0.388 0.374 0.362 0.349 0.337 0.325 0.316 0.310 0.305 0.295 0.289 0.283 0.279 0.274 0.271 0.265 0.260 0.254 0.250 0.245 0.239 0.234 0.227 0.220 0.214 0.209 0.203 0.344 0.323 0.304 0.269 0.251 0.234 0.217 0.200 0.181 0.172 0.165 0.158 0.154 0.152 0.143 0.142 0.139 0.141 0.143 0.144 0.147 0.149 0.155 0.160 0.162 0.171 0.185 0.193 0.209 0.215 0.224 0.234 0.238 0.240 0.240 0.235 0.231 0.210 0.178 0.153 0.129 0.109 0.095 0.159 0.143 0.133 0.121 0.113 0.106 0.100 0.095 0.090 0.086 0.085 0.084 0.084 0.085 0.078 0.081 0.088 0.087 0.092 0.097 0.105 0.114 0.126 0.141 0.158 0.178 0.197 0.221 0.245 0.266 0.286 0.302 0.316 0.320 0.318 0.306 0.283 0.253 0.217 0.179 0.143 0.111 0.084 0.085 0.073 0.068 0.064 0.061 0.059 0.058 0.058 0.056 0.057 0.059 0.059 0.061 0.063 0.060 0.068 0.070 0.075 0.080 0.089 0.097 0.109 0.126 0.146 0.168 0.194 0.219 0.247 0.278 0.306 0.330 0.352 0.367 0.374 0.372 0.356 0.328 0.291 0.247 0.201 0.159 0.120 0.086 0.082 0.071 0.064 0.061 0.060 0.061 0.062 0.063 0.065 0.068 0.070 0.073 0.076 0.079 0.077 0.082 0.091 0.098 0.105 0.114 0.127 0.146 0.169 0.197 0.226 0.263 0.301 0.339 0.382 0.420 0.458 0.485 0.503 0.513 0.513 0.493 0.454 0.402 0.341 0.278 0.218 0.164 0.118

57

Lampiran 8. Lanjutan 565 570 575 580 585 590 595 600 605 610 615 620 625 630 635 640 645 650 Keterangan :

0.197 0.193 0.188 0.185 0.182 0.178 0.176 0.174 0.173 0.170 0.168 0.166 0.163 0.160 0.158 0.156 0.155 0.154

0.086 0.081 0.070 0.063 0.058 0.055 0.052 0.050 0.050 0.048 0.048 0.047 0.047 0.046 0.046 0.045 0.045 0.045

0.063 0.048 0.038 0.031 0.027 0.024 0.021 0.019 0.019 0.018 0.017 0.017 0.017 0.017 0.016 0.016 0.015 0.015

0.061 0.043 0.030 0.022 0.017 0.013 0.011 0.010 0.009 0.008 0.007 0.006 0.006 0.006 0.006 0.006 0.005 0.005

0.082 0.057 0.040 0.028 0.021 0.015 0.013 0.009 0.007 0.007 0.006 0.005 0.005 0.004 0.004 0.003 0.004 0.004

A = kulit buah duwet berwarna hijau semua B = kulit buah duwet berwarna merah C = kulit buah duwet berwarna merah agak keunguan D = kulit buah duwet berwarna ungu kemerahan E = kulit buah duwet berwarna ungu semua

58

Lampiran 9. Panjang gelombang dan absorbansi kulit buah duwet pada berbagai perlakuan dalam metanol-0.01 % HCl. Panjang Gelombang Ekstrak kasar Purifikasi Hidrolisis basa Hidrolisis asam
200 202 204 206 208 210 212 214 216 218 220 222 224 226 228 230 232 234 236 238 240 242 244 246 248 250 252 254 256 258 260 262 264 266 268 270 272 274 276 278 2.480 2.241 2.065 1.893 1.743 1.617 1.487 1.364 1.271 1.168 1.072 0.992 0.890 0.816 0.777 0.737 0.670 0.623 0.575 0.529 0.498 0.471 0.433 0.406 0.383 0.355 0.338 0.331 0.331 0.336 0.343 0.357 0.375 0.388 0.402 0.412 0.417 0.419 0.416 0.405 2.228 1.952 1.765 1.590 1.447 1.335 1.215 1.109 1.026 0.936 0.858 0.791 0.710 0.654 0.622 0.590 0.541 0.504 0.469 0.430 0.404 0.382 0.352 0.328 0.308 0.285 0.270 0.264 0.264 0.269 0.276 0.288 0.303 0.315 0.327 0.336 0.341 0.343 0.339 0.329 2.851 2.756 2.659 2.522 2.360 2.211 2.018 1.840 1.696 1.554 1.437 1.339 1.217 1.136 1.093 1.049 0.982 0.930 0.878 0.817 0.774 0.733 0.675 0.632 0.593 0.547 0.515 0.497 0.488 0.490 0.496 0.507 0.523 0.536 0.551 0.564 0.572 0.577 0.577 0.567 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000 2.904 2.752 2.594 2.391 2.237 2.144 2.031 1.865 1.726 1.575 1.405 1.290 1.195 1.075 1.006 0.954 0.903 0.872 0.859 0.853 0.858 0.868 0.886 0.909 0.925 0.941 0.955 0.965 0.972 0.972 0.964

59

Lampiran 9. Lanjutan 280 282 284 286 288 290 292 294 296 298 300 302 304 306 308 310 312 314 316 318 320 322 324 326 328 330 332 334 336 338 340 342 344 346 348 350 352 354 356 358 360 362

0.387 0.358 0.328 0.304 0.281 0.266 0.255 0.246 0.239 0.232 0.222 0.210 0.196 0.178 0.158 0.142 0.126 0.113 0.103 0.094 0.089 0.085 0.084 0.083 0.083 0.083 0.084 0.085 0.086 0.087 0.088 0.088 0.088 0.088 0.087 0.085 0.081 0.077 0.073 0.069 0.065 0.063

0.312 0.286 0.259 0.237 0.218 0.205 0.197 0.190 0.186 0.181 0.175 0.166 0.155 0.140 0.123 0.110 0.097 0.085 0.077 0.070 0.065 0.062 0.061 0.061 0.061 0.062 0.063 0.064 0.065 0.066 0.067 0.068 0.069 0.068 0.067 0.066 0.063 0.060 0.056 0.052 0.049 0.047

0.548 0.517 0.486 0.458 0.434 0.419 0.408 0.400 0.393 0.386 0.376 0.363 0.349 0.328 0.307 0.291 0.275 0.261 0.251 0.244 0.238 0.235 0.234 0.232 0.231 0.231 0.230 0.228 0.227 0.224 0.221 0.218 0.215 0.210 0.206 0.199 0.191 0.183 0.175 0.166 0.160 0.154

0.951 0.932 0.913 0.897 0.882 0.871 0.862 0.853 0.846 0.841 0.835 0.828 0.820 0.808 0.795 0.784 0.772 0.761 0.753 0.743 0.731 0.717 0.703 0.684 0.668 0.642 0.621 0.600 0.578 0.549 0.518 0.486 0.457 0.429 0.405 0.381 0.358 0.340 0.324 0.307 0.295 0.286

60

Lampiran 9. Lanjutan 364 366 368 370 372 374 376 378 380 382 384 386 388 390 392 394 396 398 400 402 404 406 408 410 412 414 416 418 420 422 424 426 428 430 432 434 436 438 440 442 444 446

0.060 0.058 0.057 0.056 0.055 0.055 0.054 0.054 0.054 0.054 0.054 0.054 0.054 0.054 0.054 0.054 0.054 0.055 0.055 0.055 0.056 0.056 0.057 0.057 0.058 0.058 0.059 0.060 0.060 0.061 0.062 0.062 0.063 0.064 0.065 0.067 0.068 0.069 0.071 0.073 0.075 0.078

0.045 0.043 0.042 0.042 0.042 0.042 0.042 0.042 0.043 0.043 0.044 0.044 0.045 0.045 0.045 0.046 0.046 0.047 0.048 0.048 0.049 0.050 0.050 0.051 0.052 0.052 0.053 0.054 0.055 0.055 0.056 0.057 0.058 0.059 0.060 0.061 0.062 0.064 0.065 0.067 0.069 0.072

0.148 0.143 0.140 0.137 0.135 0.133 0.132 0.130 0.129 0.128 0.127 0.126 0.125 0.123 0.122 0.121 0.119 0.117 0.116 0.114 0.113 0.112 0.111 0.110 0.109 0.108 0.107 0.107 0.107 0.106 0.106 0.106 0.107 0.107 0.107 0.108 0.109 0.110 0.111 0.113 0.115 0.117

0.273 0.262 0.255 0.247 0.241 0.236 0.232 0.228 0.225 0.223 0.221 0.219 0.218 0.217 0.216 0.216 0.215 0.215 0.215 0.215 0.216 0.217 0.217 0.218 0.220 0.221 0.223 0.225 0.227 0.229 0.231 0.232 0.235 0.237 0.239 0.241 0.243 0.245 0.246 0.247 0.248 0.248

61

Lampiran 9. Lanjutan 448 450 452 454 456 458 460 462 464 466 468 470 472 474 476 478 480 482 484 486 488 490 492 494 496 498 500 502 504 506 508 510 512 514 516 518 520 522 524 526 528 530

0.081 0.084 0.088 0.092 0.099 0.104 0.110 0.117 0.126 0.134 0.143 0.154 0.165 0.176 0.190 0.204 0.221 0.235 0.248 0.262 0.280 0.299 0.316 0.335 0.357 0.376 0.395 0.417 0.439 0.459 0.479 0.500 0.520 0.540 0.561 0.579 0.595 0.614 0.631 0.645 0.654 0.662

0.074 0.076 0.082 0.086 0.091 0.097 0.102 0.109 0.117 0.125 0.134 0.145 0.155 0.166 0.179 0.193 0.209 0.221 0.234 0.248 0.264 0.283 0.300 0.317 0.338 0.357 0.375 0.396 0.417 0.436 0.456 0.476 0.495 0.514 0.534 0.552 0.567 0.585 0.602 0.615 0.624 0.632

0.120 0.124 0.128 0.133 0.139 0.146 0.152 0.161 0.170 0.180 0.191 0.204 0.217 0.231 0.246 0.265 0.285 0.302 0.317 0.335 0.357 0.379 0.401 0.423 0.450 0.473 0.497 0.523 0.550 0.574 0.594 0.623 0.647 0.670 0.694 0.716 0.734 0.756 0.776 0.792 0.801 0.810

0.248 0.247 0.246 0.245 0.243 0.242 0.241 0.241 0.241 0.242 0.243 0.246 0.249 0.253 0.259 0.266 0.275 0.282 0.290 0.299 0.311 0.323 0.336 0.350 0.366 0.381 0.396 0.414 0.432 0.449 0.465 0.484 0.501 0.518 0.537 0.553 0.568 0.585 0.602 0.617 0.628 0.640

62

Lampiran 9. Lanjutan 532 534 536 538 540 542 544 546 548 550 552 554 556 558 560 562 564 566 568 570 572 574 576 578 580 582 584 586 588 590 592 594 596 598 600 602 604 606 608 610 612 614

0.670 0.674 0.675 0.671 0.665 0.658 0.645 0.627 0.608 0.583 0.555 0.530 0.501 0.465 0.431 0.401 0.368 0.335 0.303 0.272 0.243 0.217 0.194 0.171 0.147 0.127 0.112 0.096 0.082 0.071 0.060 0.050 0.043 0.037 0.030 0.025 0.021 0.018 0.014 0.012 0.010 0.008

0.640 0.644 0.645 0.642 0.637 0.629 0.617 0.600 0.582 0.558 0.532 0.507 0.479 0.446 0.413 0.385 0.352 0.321 0.291 0.261 0.233 0.209 0.186 0.164 0.141 0.122 0.107 0.092 0.079 0.068 0.058 0.048 0.041 0.036 0.030 0.024 0.020 0.017 0.014 0.012 0.010 0.008

0.818 0.821 0.821 0.814 0.805 0.795 0.776 0.753 0.728 0.696 0.660 0.628 0.590 0.545 0.503 0.466 0.425 0.384 0.346 0.308 0.272 0.241 0.215 0.187 0.159 0.136 0.118 0.100 0.085 0.072 0.060 0.050 0.042 0.036 0.030 0.024 0.020 0.017 0.014 0.011 0.009 0.008

0.653 0.664 0.675 0.684 0.691 0.694 0.695 0.694 0.690 0.682 0.670 0.618 0.638 0.614 0.588 0.562 0.531 0.497 0.464 0.427 0.390 0.355 0.324 0.290 0.254 0.232 0.197 0.171 0.148 0.129 0.111 0.095 0.084 0.075 0.064 0.055 0.049 0.044 0.040 0.036 0.033 0.030

63

Lampiran 9. Lanjutan 616 618 620 622 624 626 628 630 632 634 636 638 640 642 644 646 648 650 652 654 656 658 660 662 664 666 668 670 672 674 676 678 680 682 684 686 688 690 692 694 696 698

0.006 0.005 0.004 0.003 0.002 0.002 0.001 0.001 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

0.007 0.005 0.004 0.003 0.003 0.002 0.002 0.001 0.001 0.001 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

0.006 0.005 0.004 0.003 0.003 0.002 0.002 0.002 0.001 0.001 0.001 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

0.027 0.025 0.023 0.022 0.020 0.019 0.018 0.017 0.016 0.016 0.015 0.014 0.014 0.013 0.013 0.012 0.012 0.011 0.011 0.011 0.010 0.010 0.010 0.009 0.009 0.010 0.008 0.008 0.008 0.007 0.007 0.007 0.007 0.006 0.006 0.006 0.006 0.006 0.005 0.005 0.005 0.005

64

Lampiran 9. Lanjutan 700

0.000

0.000

0.000

0.004

65

Lampiran 10. Data panjang gelombang dan absorbansi buah duwet dengan sampel pembanding dalam metanol-0.01 % HCl. Panjang Gelombang Duwet Anggur Kubis ungu 200 2.126 2.977 3.000 202 1.853 3.000 3.000 204 1.665 3.000 3.000 206 1.487 2.914 3.000 208 1.337 2.764 2.995 210 1.228 2.612 2.858 212 1.118 2.413 2.795 214 1.019 2.218 2.659 216 0.940 2.058 2.570 218 0.860 1.896 2.466 220 0.786 1.738 2.330 222 0.719 1.601 2.177 224 0.641 1.440 1.953 226 0.587 1.330 1.800 228 0.557 1.265 1.712 230 0.525 1.142 1.626 232 0.476 1.082 1.510 234 0.440 0.991 1.422 236 0.405 0.902 1.338 238 0.370 0.809 1.251 240 0.346 0.746 1.190 242 0.327 0.696 1.125 244 0.289 0.623 1.023 246 0.279 0.577 0.946 248 0.261 0.542 0.867 250 0.241 0.509 0.772 252 0.229 0.493 0.704 254 0.223 0.488 0.659 256 0.223 0.487 0.623 258 0.226 0.489 0.614 260 0.231 0.493 0.613 262 0.240 0.501 0.623 264 0.252 0.512 0.643 266 0.261 0.519 0.666 268 0.270 0.697 0.523 270 0.277 0.522 0.731 272 0.281 0.517 0.762 274 0.511 0.795 0.282

66

Lampiran 10. Lanjutan 276 278 280 282 284 286 288 290 292 294 296 298 300 302 304 306 308 310 312 314 316 318 320 322 324 326 328 330 332 334 336 338 340 342 344 346 348 350 352 354

0.280 0.274 0.262 0.244 0.224 0.207 0.192 0.182 0.175 0.167 0.162 0.156 0.148 0.139 0.129 0.116 0.103 0.092 0.082 0.073 0.066 0.061 0.058 0.056 0.055 0.055 0.055 0.055 0.056 0.056 0.057 0.058 0.058 0.058 0.058 0.058 0.057 0.056 0.053 0.051

0.508 0.507 0.502 0.490 0.471 0.449 0.423 0.399 0.380 0.359 0.344 0.331 0.315 0.300 0.288 0.276 0.266 0.259 0.254 0.249 0.247 0.245 0.244 0.245 0.245 0.246 0.247 0.248 0.249 0.249 0.250 0.250 0.250 0.250 0.250 0.249 0.249 0.248 0.247 0.245

0.832 0.860 0.878 0.884 0.884 0.884 0.879 0.864 0.846 0.824 0.808 0.792 0.775 0.763 0.753 0.747 0.745 0.746 0.750 0.757 0.764 0.771 0.775 0.776 0.774 0.767 0.755 0.739 0.718 0.693 0.666 0.633 0.595 0.559 0.525 0.486 0.449 0.411 0.372 0.337

67

Lampiran 10. Lanjutan 356 358 360 362 364 366 368 370 372 374 376 378 380 382 384 386 388 390 392 394 396 398 400 402 404 406 408 410 412 414 416 418 420 422 424 426 428 430 432 434

0.048 0.045 0.043 0.041 0.039 0.037 0.036 0.036 0.035 0.035 0.034 0.034 0.034 0.034 0.034 0.033 0.033 0.033 0.033 0.033 0.033 0.034 0.034 0.034 0.034 0.034 0.035 0.035 0.036 0.036 0.037 0.037 0.037 0.038 0.038 0.039 0.039 0.040 0.040 0.041

0.243 0.239 0.236 0.232 0.226 0.220 0.214 0.207 0.199 0.191 0.183 0.173 0.164 0.155 0.146 0.138 0.129 0.122 0.115 0.110 0.104 0.098 0.094 0.091 0.088 0.087 0.087 0.087 0.088 0.089 0.090 0.091 0.091 0.091 0.090 0.089 0.089 0.089 0.089 0.090

0.308 0.276 0.253 0.233 0.209 0.186 0.170 0.154 0.140 0.129 0.120 0.111 0.102 0.096 0.089 0.084 0.078 0.074 0.070 0.067 0.063 0.060 0.057 0.055 0.053 0.051 0.050 0.049 0.048 0.047 0.047 0.047 0.047 0.047 0.047 0.047 0.047 0.048 0.048 0.049

68

Lampiran 10. Lanjutan 436 438 440 442 444 446 448 450 452 454 456 458 460 462 464 466 468 470 472 474 476 478 480 482 484 486 488 490 492 494 496 498 500 502 504 506 508 510 512 514

0.042 0.043 0.044 0.045 0.047 0.049 0.050 0.053 0.055 0.058 0.062 0.065 0.069 0.074 0.079 0.084 0.090 0.097 0.104 0.111 0.120 0.129 0.139 0.148 0.156 0.167 0.176 0.188 0.199 0.211 0.224 0.237 0.249 0.263 0.277 0.289 0.302 0.315 0.328 0.340

0.091 0.092 0.093 0.095 0.096 0.097 0.098 0.100 0.102 0.103 0.105 0.108 0.110 0.113 0.117 0.120 0.125 0.130 0.135 0.141 0.147 0.154 0.163 0.169 0.175 0.183 0.191 0.201 0.209 0.218 0.229 0.238 0.247 0.258 0.268 0.276 0.285 0.293 0.301 0.309

0.050 0.051 0.052 0.054 0.056 0.057 0.060 0.062 0.065 0.068 0.073 0.077 0.081 0.086 0.092 0.098 0.104 0.112 0.119 0.127 0.135 0.144 0.155 0.163 0.172 0.182 0.191 0.202 0.212 0.222 0.234 0.245 0.255 0.267 0.277 0.287 0.296 0.306 0.315 0.322

69

Lampiran 10. Lanjutan 516 518 520 522 524 526 528 530 532 534 536 538 540 542 544 546 548 550 552 554 556 558 560 562 564 566 568 570 572 574 576 578 580 582 584 586 588 590 592 594

0.353 0.365 0.375 0.386 0.397 0.406 0.412 0.417 0.421 0.424 0.425 0.423 0.419 0.415 0.406 0.395 0.383 0.368 0.351 0.334 0.316 0.294 0.273 0.254 0.233 0.212 0.192 0.173 0.155 0.138 0.124 0.110 0.094 0.082 0.072 0.062 0.053 0.046 0.039 0.033

0.316 0.322 0.327 0.333 0.338 0.341 0.342 0.343 0.342 0.341 0.338 0.332 0.326 0.320 0.311 0.300 0.289 0.275 0.260 0.246 0.231 0.213 0.196 0.181 0.165 0.149 0.133 0.119 0.105 0.093 0.083 0.072 0.061 0.053 0.047 0.040 0.034 0.030 0.025 0.022

0.330 0.336 0.341 0.346 0.349 0.350 0.350 0.348 0.344 0.340 0.332 0.321 0.311 0.301 0.287 0.271 0.255 0.237 0.218 0.203 0.185 0.165 0.149 0.134 0.120 0.105 0.093 0.081 0.071 0.062 0.054 0.047 0.040 0.035 0.030 0.026 0.023 0.020 0.017 0.015

70

Lampiran 10. Lanjutan 596 598 600 602 604 606 608 610 612 614 616 618 620 622 624 626 628 630 632 634 636 638 640 642 644 646 648 650 652 654 656 658 660 662 664 666 668 670 672 674

0.028 0.024 0.020 0.017 0.014 0.012 0.010 0.009 0.007 0.006 0.005 0.004 0.003 0.003 0.003 0.002 0.002 0.002 0.001 0.001 0.002 0.001 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

0.019 0.016 0.014 0.012 0.010 0.009 0.008 0.007 0.006 0.005 0.005 0.004 0.004 0.004 0.003 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.003 0.002 0.002 0.002 0.003 0.003 0.004 0.004 0.004 0.004 0.004 0.005 0.004 0.004 0.003 0.003 0.002 0.002 0.002 0.001

0.014 0.012 0.011 0.009 0.009 0.008 0.007 0.007 0.006 0.006 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.004 0.005 0.004 0.004 0.004 0.005 0.004 0.004 0.004 0.004 0.004 0.004 0.004 0.003 0.004 0.004 0.004 0.004 0.004 0.005 0.004 0.004 0.003 0.003 0.003

71

Lampiran 10. Lanjutan 676 678 680 682 684 686 688 690 692 694 696 698 700

0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

0.001 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

0.003 0.004 0.003 0.003 0.003 0.003 0.003 0.003 0.003 0.004 0.003 0.003 0.003

72

Lampiran

11. Data panjang gelombang maksimum untuk beberapa jenis antosinidin* Pigmen Panjang gelombang maksimum dalam metanol-HCl 0.01% Apigenidin 277, 476 Luteonidin 279, 493 Tricetinidin 281, 513 Columnidin 275, 511 Pelargonidin 270, 520 Aurantinidin 286, 499 Sianidin 277, 535 Peonidin 277, 532 Rosinidin ----, 524 Delpinidin 277, 546 Petunidin 276, 543 Pulchellidin 278, 543 Malvidin 275, 542 Europinidin 270, 542 Hirsutidin ----, 536 Capensinidin 273, 538 * Harborne (1967)

73

12. Data panjang gelombang maksimum untuk beberapa jenis antosianin* Pigmen Panjang gelombang maksimum dalam metanol-HCl 0.01% Pg-5-G -----, 513 Pg-7-G 270, 508 Pg-3-G 270, 506 Pg-3, 5-GG 269, 504 Pg-3, 7-GG 279, 498 Cn-3-G 274, 523 Pn-3-G 274, 523 Cn-3-G, 5-GG 273, 524 Pn-3-G, 5-GG 273, 524 Dp-3-G 276, 534 Pt-3-G 276, 534 Mv-3-G 276, 534 Dp-3-G, 5-GG 273, 533 Pt-3-G, 5-GG 273, 533 Mv-3-G, 5-GG 273, 533 Cn-3-AXG 279, 528 Pg-3-RGa 268, 508 Cn-3-GA ----, 526 Pg-3, 5-GG (+ asam koumarat) 289, 313, 507 Pg-3, 5-GG (+ asam kafeat) 285, 329, 507 Pg-3-XG-5-G (+ asam koumarat dan ferulat 289, 328, 509 Pg-3-GG-5-G (+ asam koumarat) 278, 310, 523 Cn-3-GG-5-G (+ 2 asam ferulat) 282, 333, 530 Cn-3-G (+ asam koumarat) 284, 310, 527 Pt-3-RG-5-G (+ asam koumarat) 282, 310, 538 Mv-3-G-5-G (+ asam koumarat) 282, 305, 536 Pt-3-RG-5-G (+ 2 asam koumarat) ---, 310, 540 Dp-3-RG-5,31,51GGG (+ 2 asam kafeat, 302, 320, 544 ferulat, dan koumarat) * Francis (1982) Lampiran
Keterangan : Pg = Pelargonidin Cn = Sianidin Pn = Peonidin Dp = Delfinidin Pt = Petunidin Mv = Malvidin

74

You might also like