You are on page 1of 21

MIASTENIA GRAVIS

LINA HANDAYANI (01.208.5699)

PENDAHULUAN
MIASTENIA GRAVIS Autoimun Sindrom klinis Miastenia Gravis pertama kali digambarkan oleh Thomas Willis padatahun 1672. Usia rata-rata onset adalah 28 tahun pada wanita dan 42 tahun pada laki-laki. Penyakit Myastenia Gravis menyebakan paralisis karena ketidak mampuan syaraf otot untuk menghantarkan impuls dari serabut syaraf ke serabut otot.

DEFINISI
Penyakit dimana membrane postsinaptiknya rusak akibat reaksi imunologik. Karena kerusakan itu maka jarak antar membrane presinaptik dan postsinaptik menjadi lebih besar, sehingga lebih banyak acethylcoline dalam perjalanannya kearah motor and plate dipecahkan oleh cholinesterase.

EPIDEMIOLOGI

Prevalensi MG diAmerika Serikat berkisar 0,5-14,2 kasus per 100.000 orang

Rasio Perempuan : Laki laki adalah 3 : 2

PATOFISIOLOGI

GEJALA KLINIS
1. GAMBARAN UMUM Kelemahan okulofasiobulbar yang fluktuatif Ptosis yang bisa unilateral atau bilateral, diplopia yang biasanya disertai keluhan pusing , kesulitan mengunyah dan menelan, bicara sengau. Pada tingkat lanjut terjadi kelemahan otot seluruh tubuh termasuk diafragma , otot otot abdomen dan interkostal. Seluruh otot serat lintang akhirnya dapat terkena Kelemahan otot non-bulbar umumnya dijumpai pada tahap yang lanjut sekali. Yang pertama terkena adalah otot-otot leher Biasanya gejala-gejala miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat dan dengan memberikan obat antikolinesterase.

GEJALA KLINIS

2. KEADAAN KEADAAN KRISIS


A. Krisis miastenik Ini dapat timbul karena underdose obat antikolinesterase sehingga gejala-gejala MG lebih memburuk. Hal ini tejadi biasanya karena gangguan resorpsi obat antikolinesterase atau karena infeksi berat (misalnya penumonia). B. Krisis kolinergik Timbul karena obat antikolinesterase dapat merusak sinaps, sehingga asetilkoline tak dapat bekerja lagi sebagai neurotransmitter.

KLASIFIKASI MG
Derajat I II A Klinis Miastenia Okuler Miastenia Umum derajat ringan : progresivitasnya lambat, tak terjadi krisis dan respon terhadap obat baik. Miastenia Umum derajat sedang : terjadi kelemahan pada otot skeletal dan bulber, tak tejadi krisis, tetapi respon terhadap obat kurang memuaskan. Miastenia fulminasi akut : gejala gejala memberat dengan sangat cepat, terjadi krisis pernafasan, respons terhadap obat snagat buruk, sering ditemukan adanya timoma, mortalitas tinggi. Miatenia berat yang berkembang lamban : klinis seperti golongan III, tapi memerlukan waktu lebih dari 2 tahun untuk beralih dari golongan I atau II.

II B

III

IV

DIAGNOSIS

1. GEJALA KLINIS
Ptosis yang bisa unilateral atau bilateral, diplopia yang biasanya disertai keluhan pusing , kesulitan mengunyah dan menelan, bicara sengau.

Beberapa tes klinis sederhana perlu dilakukan dan umumnya sudah cukup mendukung diagnosis MG yaitu penderita selama 2 sampai 3 menit disuruh :
Melirik ke atas, maka tambak ptosis akan makin memberat. Melirik ke lateral, kemudian akan terjadi keluhan diplopia; perubahan perubahan tersebut akan menghilang setelah beristirahat.

2. TES FARMAKOLOGIK
a.

b.
c.

Tes EDROPHONIUM Tes Neostigmin Tes Kurare

3. PEMERIKSAAN ELEKTROMIOGRAFI
Otot yang diperiksa adalah otot pada wajah, tangan atau ekstremitas bagian proksimal (deltoid, biseps), baik yang menunjukkan kelemahan secara klinis atau yang tidak sama sekali. Hasil pemeriksaan EMG berupa penurunan amplitudo dari potensial aksi otot respons dekremental selama dilakukan stimulasi repetitive pada saraf perifer yang bersangkutan dengan frekuensi 3 Hertz.

4. PEMERIKSAAN LABORATORIS
Pemeriksaan Laboratoris yang paling banyak dipakai adalah metode radioimmuno assay untuk menemukan adanya human antireseptor IgC didalam serum.

5. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Pemeriksaan radiologic yang diperlukan adalah Foto rontgent thorax.

6. PEMERIKSAAN STAPEDIUS REFLEX DECAY

Alat yang digunakan yaitu audiometer earphone di suatu telinga dan telinga lain memakai impedance bridge metal test probe. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya reflek decay , kemudian akan terjadi perbaikan dalam tempo 45 sekon setelah pemberian 8 mg edrophonium intravena.

DIAGNOSIS BANDING
Ophtalmoplegia oleh sebab sebab lain, misalnya ophtalmoplegia akibat thyrotoxicosis Penderita neurastenik yang mengeluh lemah setelah kelelahan. Penyakit neurologic yang menimbulkan diartria dan disfagia, tetapi tanpa disertai ptosis dan diplopia. Polimiopati miastenik yang hipersensitif terhadap neostigmin.

TERAPI

1. OBAT ANTIKOLINESTERASE
Neostigmin 7,5 mg 45 mg tiap 2 sampai 6 jam Pyridostigmin 3 dd 60 mg Untuk mencegah efek muskarinik dapat diberikan kombinasi 10 mg extract belladonna dan setengah tablet antacid.

2.

Timektomi
Tindakan operatif ini sangat bermanfaat pada penderita MG yang juga ditemukan adanya timoma.

3.

Kortikosteroid Prednisone 45 mg / hari atau 90 mg tiap 2 hari Penderita yang mengalami eksaserbasi akut generalisata : 2 g metilprednison yang dilarutkan dalam 250 ml NaCl fisiologis selama 12 jam tiap 5 hari. Plasmapharesis Tindakan ini dilakukan di ruang perawatan intensif dan biasanya penderita masih menggunakan alat bantu nafas. Dalam 24 sampai 48 jam setelah plasmaparesis akan terjadi pemulihan kekuatan otot, pada keadaan krisis umumnya diperlukan 3 sampai 5 kali plasmaparesis.

4.

5.

Immunosupresi Azathioprine , perbaikan yang bertahap baru dapat dicapai setelah 6 sampai 15 bulan pemberian. Methotrexate

KOMPLIKASI
1.Krisis Myasthenic :
a.Takikardia b.Takipnea c.Peningkatan tekanan darah d.Sianosis e.Penurunan output urin f.Inkontinensia usus dan kandung kemih g.Hilangnya refleks muntah

2.Krisis kolinergik : a.penglihatan kabur b.Mual, muntah, diare c.perut kram d.kepucatan e.otot wajah Berkedut
f.Pupil Kecil(miosis)

g.Tekanan darah rendah

PENGKAJIAN KEPERAWATAN PADA MG


B1 (Breathing) B2 (Blood) B3 (Brain) B4 (Bladder) B5 (Bowel) B6 (Bone)

You might also like