You are on page 1of 14

OBAT ANTI JAMUR

Obat-obat anti jamur juga disebut dengan obat anti mikotik, dipakai untuk mengobati dua jenis infeksi jamur : infeksi jamur superficial pada kulit atau selaput lender dan infeksi jamur sistemik pada paru-paru atau system saraf pusat. Infeksi jamur dapat ringan, seperti pada tinea pedis (atletes food) atau berat, seperti pada paru-paru atau jamur seperti candida spp, (ragi), merupakan bagian dari flora normal pada mulut, kulit, usus halus dan vagina. Kandidiasis dapat terjadi sebagai infeksi oportunistik jika mekanisme pertahanan tubuh terganggu. Obat-obat seperti anti biotic, kontrasepsi oral dan imonusupre dif, dapat juga mengubah mekanisme pertumbuhan tubuh. Infeksi jamur oportunistik dapat ringan (infeksi ragi pada vagina) atau berat (Infeksi Jamur Sistematik).

ANTIJAMUR UNTUK INFEKSI SISTEMIK

AMFOTERISIN B

ASAL DAN KIMIA. Amfoterisin A dan B merupakan hasil fermentasi Streptomyces nodosus. Sembilan puluh delapan persen campuran ini terdiri dari amfoterisin B yang mempunyai aktivitas antijamur. Kristal seperti jarum atau prisma berwarna kuning jingga, tidak berbau dan tidak berasa ini merupa kan antibiotik polien yang bersifat basa amfoter lemah, tidak larut dalam air, tidak stabil, tidak tahan suhu diatas 37C tetapi dapat bertahan sampai berminggu-minggu pada suhu 4C. AKTIVITAS ANTIJAMUR Amfoterisin B menyerang sel yang sedang tumbuh dan sel matang. Aktivitas anti jamur nyata pada pH 6,0-7,5: berkurang pada pH yang lebih rendah. Antibiotik ini bersifat fungistatik atau fungisidal tergantung pada dosis dan sensitivitas jamur yang dipengaruhi. Dengan kadar 0,3-1,0 g/mL antibiotik ini dapat menchambat aktivitas Histoplasma capsulaium, Cryptococcus neoformans, Coccidioides immitis, dan beberapa spesies Candida, Tondopsis glabrata, Rhodotorula, Blastomyces dermatitidis, Paracoccidioides braziliensis, beberapa spesies Aspergillus, Sporotrichum schenckii, Microsporum audiouini dan spesies Trichophyton. Secara in vitro bila rifampisin atau minosiklin diberikan bersama amfoterisin B terjadi sinergisme terhadap beberapa jamur tertentu. MEKANISME KERJA. Amfoterisin B berikatan kuat dengan ergosterol yang terdapat pada membran sel jamur. Ikatan ini akan menyebabkan membran sel bocor sehingga terjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan mengakibatkan kerusakan yang tetap pada sel. Bakteri, virus dan riketsia tidak dipengaruhi oleh antibiotik ini karena jasad renik ini tidak mempunyai gugus sterol pada membran selnya. Pengikatan kolesterol pada sel hewan dan manusia oleh antibiotic ini diduga merupakan salah satu penyebab efek toksiknya. Resistensi terhadap amfoterisin B ini mungkin disebabkan terjadinya perubahan reseptor sterol pada membran sel.

FLUSITOSIN

ASAL DAN KIMIA. Flusitosin (5-fluorositosin; 5FC) merupakan antijamur sintetik yang berasal dari fluorinasi pirimidin, dan mempunyai persamaan struktur dengan fluorourasil dan floksuridin. Obat ini berbentuk kristal putih tidak berbau, sedikit larut dalam air tapi mudah larut dalam alkohol.

AKTIVITAS ANTIJAMUR. Spektrum antijamur flusitosin agak sempit. Obat ini efektif untuk pengobatan kriptokokosis, kandidiasis, kromomikosis, torulopsis dan aspergilosis. Cryptococcus dan Candida dapat menjadi resisten selama pengobatan dengan flusitosin. Empat puluh sampai 50% Candida sudah resisten sejak semula pada kadar 100 g/mL flusitosin. Infeksi saluran kemih bagian bawah oleh Candida yang sensitif dapat diobati dengan flusitosin saja karena kadar obat ini dalam urin sangat tinggi. In vitro pemberian flusitosin bersama amfoterisin B akan menghasilkan efek supraaditif terhadap C. neofor mans, C. tropicalis dan C. albicans yang sensitif.

MEKANISME KERJA. Flusitosin masuk ke dalam sel jamur dengan bantuan sitosin deaminase dan dalam sitoplasma akan bergabung dengan RNA setelah mengalami deaminasi menjadi 5-fluorourasil dan fosforilasi. Sintesis protein sel jamur terganggu akibat penghambatan Iangsung sintesis DNA oleh metabolit fluorourasil. Keadaan ini tidak terjadi pada sel mamalia karena dalam tubuh mamalia flusitosin tidak diubah menjadi fluorourasil. IMIDAZOL DAN TRIAZOL

KETOKONAZOL

ASAL DAN KIMIA. Ketokonazol merupakan turunan imidazol sintetik dengan struktur mirip mikonazol dan klotrimazol. Obat ini bersifat liofilik dan larut dalam air pada pH asam.

AKTIVITAS ANTIJAMUR. Ketokonazol aktif sebagai antijamur baik sistemik maupun nonsistemik efektif terhadap Candida, Coccidioides immitis, Cryptococcus neoformans, H. capsulatum, B. dermatitidis, Aspergillus dan Sporothrix spp.

ITRAKONAZOL

Antijamur sistemik turunan triazol ini erat hubungannya dengan ketokonazol. Obat ini dapat diberikan per oral dan IV. Aktivitas antijamumya lebih lebar sedangkan efek samping yang ditimbul kan lebih kecil dibandingkan dengan ketokonazol. Itrakonazol diserap lebih sempuma melalui saluran cerna bila diberikan bersama makanan. Itrakonazol, seperti golongan azol lainnya, juga berinteraksi dengan enzim mikrosom hati, tetapi tidak sebanyak ketokonazol. Rifampisin akan mengurarangi kadar plasmaitrakonazol. Itrakonazol memberikan hasil mernuaskan untuk indikasi yang sama dengan ketokonazol antara lain terhadap blastomikosis, histoplasmosis, koksidioidomikosis, sariawan pada mulut dan tenggorokan serta tinea versikolor. Berbeda dari ketokonazol, itrakonazol juga memberikan efek terapi terhadap aspergilosis di luar SSP. Itrakonazol suspensi diberkan dalam keadaan lambung kosong dengan dosis dua kali 100 mg sehari, dan sebaiknya dikumur dahulu sebelum ditelan untuk mengoptimalken efek topikalnya. Lamanya pengobatan biasanya 2-4 mirggu. Itrakonazol IV diberikan untuk infeksi berat melalui infus dengan dosis muat dua kali 200 mg sehari, diikuti satu kali 200 mg sehari selama 12 hari. Infus diberikan dalam waktu satu jam.

FLUKONAZOL Ini adalah suatu fluorinated bis-triazol dengan khasiat farmakologis yang baru. Obat ini diserap sempuma melalul saluran cema tanpa dipengaruhi adanya makanan ataupun keasaman lambung. Kadar plasma setelah pemberian per oral sama dengan kadar plasma setelah pemberian IV. Flukonazol tersebar rata ke dalam cairan tubuh juga dalam sputum dan Gangguan saluran cema merupakan efek samping yang paling banyak ditemukan. Pada pasien AIDS ditemukan urtikaria, eosinofilia, sindrome Stevens-Johnson, gangguan fungsi hati yang ter spmbunyi dan trombositopenia. Flukonazol berguna untuk mencegah relaps meningitis yang disebabkan oleh Cryptococcus pada pasien AIDS setelah pengobatan dengan amfoterisin B. Juga efektif untuk pengobatan kandidiasis mulut dan tenggorokan pada pasien AIDS.

VORIKONAZOL Obat ini adalah antijamur baru golongan triazol yang diindikasika, untuk aspergiiosis sistemik dan Infeksi jamur berat yang disebabkan olhe Scedosporium apiosperrnun dan Fusarium sp. Obat ini juga mempunyai efektivitas yang baik terhadap Candida sp, Cryptococcus sp dan Dermatophyte sp, termasuk untuk infeksi kandida yang resisten terhadap flukonazol. Farmakokinetik obat ini tidak linier akibat terjadinya saturasi metabolisme. Pengobatan yang dimulai dengan pemberian IV ini, secepatnya harus dialihkan ke pemberian oral. Dosis muat oral untuk pasien dengan berat badan > 40 kg ialah 400 mg dan untuk pasien yang berate nya < 40 kg diberikan 200 mg. Dosis must oral irat juga diberikan hanya 2 kali dengan interval 12 jam. Pengobatan lalu dilanjutkan dengan pemberian oral 200 mg tiap 12 jam bagi pasien dengan berat badan > 40 kg. Untuk pasien dengan berat badan kurang dari 40 kg diberikan dosis pemeliharaan 2 kali 100 mg sehari.

KASPOFUNGIN Kaspofungin adalah antijamur sistemik dari suatu kelas baru yang disebut ekinokandin. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis beta (1,3)-Dglukan, suatu komponen esensial yang membentuk dinding sel jamur. Dalam darah 97% obat terikat protein dan masa paruh eliminasinya 9-11 jam. Obat ini dimetabolisme secara lambat dengan cara hidrolisis dan asetilasi. Ekskresinya melalui urin hanya sedikit sekali. Kaspofungin diindikasikan untuk infeksi jamur sebagai berikut: 1. Kandidiasis invasif, termasuk kandidemia pada pasien neutropenia atau nonneutropenia. 2. Kandidiasis esofagus 3. Kandidiasis orofarings 4. Aspergilosis invasif yang sudah refrakter terhadap antijamur lainnya. Pengobatan umumnya diberikan selama 14.hari. Keamanan obat ini belum diketahui pada wanita hamil dan anak berumur kurang dari 18 tahun. TERBINAFIN

ASAL DAN KIMIA. Terbinafin merupakan suatu derivat alilamin sintetik dengan struktur mirip naftitin. Obat ini digunakan untuk terapi dermatofitosis, terutama onikomikosis. Namun, pada pengobatan kandidiasis kutaneus dan tinea versikolor, terbinafin biasanya dikombinasikan dengan golongan imidazol atau triazol karena penggunaannya sebagai monoterapi kurang efektif.

FARMAKOKINETIK. Terbinafin diserap baik melalui saluran cerna, tetapi bioavailabilitasnya menurun hingga 40% karena mengalami metabolisme lintas pertama di hati. Obat ini terikat dengan protein plasma lebih dari 99% dan terakumulasi di kulit, kuku dan jaringan lemak. Waktu paruh awalnya adalah sekitar 12 jam dan berkisar antara 200 sampai 400 jam bila telah mencapai kadar mantap. Obat in masih dapat ditemukan dalam plasma hingga 4-8 minggu setelah pengobatan yang lama. Terbinafin dimetabolisme di hati menjadi metabolit yang tidak aktif dan diekskresikan di urin. Terbinafin tidak di indikasikan untuk pasien azotemia atau gagal hati karena dapat terjadi peningkatan kadar terbinafin yang sulit diperkirakan.

PENGOBATAN INFEKSI JAMUR SISTEMIK Infeksi oleh jamur patogen yang terinhalasi dapat sembuh spontan. Histoplasmosis, koksidio idomikosis, blastomikosis dan kriptokokosis pada paru yang sehat tidak membutuhkan pengobatan. Kemoterapi baru dibutuhkan bila ditemukan pneumonia yang berat, infeksi cenderung menjadi kronis, atau bila disangsikan terjadi penyebaran atau adanya risiko penyakit akan menjadi lebih parah. Pasien AIDS atau pasien penyakit imunosupresi lain biasanya membutuhkan

kemoterapi untuk mengatasi pneumonia karena jamur atau oleh sebab lain.

ASPERGILOSIS. Invasi aspergilosis paru sering terjadi pada pasien penyakit imunosupresi yang berat dan.tidak memberi respons yang memuaskan terhadap pengobatan dengan antijamur. Obat pilihan adalah amfoterisin B IV dengan dosis 0,5-1,0 mg/kgBB setiap hari dalam infus lambat. Untuk infeksi berat, dosis dapat ditingkatkan sampai dua kalinya. Bila penyakit progresif, dosis obat dapat ditingkatkan.

BLASTOMIKOSIS. Obat terpilih untuk kasus ini adalah ketokonazol per oral 400 mg sehari selama 6 - 12 bulan. Itrakonazol juga efektif dengan dosis 200 - 400 mg sekali sehari pada beberapa kasus. Amfoterisin B dicadangkan untuk pasien yang tidak dapat menerima ketokonazol, infeksinya sangat progresif atau infeksi menyerang SSP. Dosis yang dianjurkan 0,4 mg/kgBB/hari selama 10 minggu. Kadangkala dibutuhkan tindakan operatif untuk mengalirkan nanah dari sekitar lesi. KANDIDIASIS. Kateterisasi ataupun manipulasi instrument lain dapat memperburuk kandidiasis. Bila invasi tidak mengenai parenkim ginjal pengobatan cukup dengan amfoterisin B 50 g/mL dalam air steril selama 5 - 7 hari. Bila ada kelainan parenkim ginjal, pasien harus diobati dengan amfoterisin B IV seperti mengobati kandidiasis berat pada organ lain.

KOKSIDIOIDOMIKOSIS. Ditemukannya kavitas tunggal di paru atau adanya infiltrasi fibrokavitas yang tidak responsif terkadap kemoterapi merupakan ciri yang khas dari penyakit kronis koksidioidomikosis; yang membutuhkan tindakan reseksi. Bila terdapat penyebaran ekstrapulmonar, amfoterisin B IV bermanfaat untuk penyakit berat ini, juga pada pasien dengan penyakit imunosupresi dan AIDS. Ketokonazol diberikan untuk terapi supresi jangka panjang terhadap lesi kulit, tulang dan jaringan lunak pada pasien dengan fungsi imunologik normal. Hasil serupa juga dapat dicapai dengan pemberian itrakonazol 200-400 mg sekali sehari. Untuk meningitis yang disebabkan oleh Coccidioides obat terpilih ialah amfoterisin B yang diberikan secara intratekal.

KRIPTOKOKOSIS. Obat terpilih adalah amfoterisin B IV dengan dosis 0,4-0,5 mgtkgBB/hari. Pengobatan dilanjutkan sampai hasil pemeriksaan kultur negatif. Penambahan flusitosin dapat mengurangi pemakaian amfoterisin B menjadi 0,3 mg/kg/13B. Di samping penyebarannya yang lebih baik ke dalam jaringan sakit, flusitosin diduga bekerja aditif terhadap amfoterisin sehingga dosis amfoterisin B dapat dikurangi dan dapat mengurangi terjadinya resistensi terhadap flusitosin. Flukonazol banyak digunakan untuk terapi supresi pada pasien AIDS.

HISTOPLASMOSIS. Pasien dengan histoplasmosis paru kronis sebagian besar dapat diobati dengan r ketokonazol 400 mg per hari selama 6-12 bulan. Itrakonazol 200-400 mg sekali sehari juga cukup efektif. Amfoterisin B IV juga dapat. diberikan selama 10 minggu. Untuk mencegah kekambuhan penyebaran histoplasmosis pada pasien AIDS yang sudah diobati dengan ketokonazol dapat ditambahkan pemberian amfoterisin B IV sekali seminggu.

MUKORMIKOSIS. Amfoterisin B merupakan obat pilihan untuk mukormikosis paru kronis. Mukormikosis kraniofasial juga diberikan amfoterisin B IV di samping melakukan debridement dan kontrol diabetes melitus yang sering menyertainya.

PARAKOKSIDIOIDOMIKOSIS. Ketokonazol 400 mg per hari merupakan obat pilihan yang diberikan selama 6-12 bulan. Pada keadaan yang berat dapat ditambahkan amfoterisin B.

ANTIJAMUR UNTUK INFEKSI DERMATOFIT DAN MUKOKUTAN

GRISEOFULVIN ASAL DAN KIMIA. Griseofulvin diisolasi dari Penicillium griseovulyum dierckx. Pada tahun 1946, Brian dkk. menemukan bahan yang menyebabkan susut dan mengecilnya hifa yang disebut sebagai curling factor kemudian temyata diketahui bahwa bahan yang mereka isolasi dari Penicillin janczewski adalah griseofulvin.

AKTIVITAS ANTIJAMUR. Griseofulvin in vitro efektif terhadap berbagai jenis jamur dermatofit seperti Trichophyton, Epidermophyton dan Microsporum. Terhadap sel muda yang sedang berkembang griseofulvin bersifat fungisidal. Obat ini tidak efektif terhadap bakteri, jamur lain dan ragi, Actinomyces dan Nocardia. Obat ini dimetabolisme di hati dan metabolit utamanya adalah 6-metilgriseofulvin. Waktu paruh obat ini kira-kira 24 jam, 50% dari dosis oral yang diberikan dikeluarkan bersama urin dalam bentuk metabolit selarna 5 hari. Kulit yang sakit mem punyai afinitas yang tinggi terhadap obat ini. Obat ini akan dihimpun dalam sel pembentuk keratin, lalu muncul bersama sel yang baru berdiferensiasi, terikat kuat dengan keratin sehingga sel baru ini akan resisten terhadap serangan jamur. Keratin yang mengandung jamur akan terkelupas dan diganti oleh sel yang normal. Antibiotik ini dapat ditemukan dalam lapisan tanduk 4-8 jam setelah pemberian per oral. Keringat dan hilangnya cairan transepidermal memegang peranan penting dalam penyebaran obat ini pada stratum korneum kadar yang ditemukan dalam cairan dan jaringan tubuh lainnya kecil sekali. IMIDAZOL DAN TRIAZOL

Antijamur golongan imidazol mempunyai spektrum yang luas. Karena sifat dan penggunaannya praktis tidak berbeda, maka hanya mikonazol dan klotrimazol yang akan dibahas. Ketokonazol yang juga termasuk golongan imidazol telah dibahas pada pembicaraan mengenai antijamur untuk infeksi sistemik, juga itrakonazol (golongan triazol). Resistensi terhadap imidazol dan triazol sangat jarang terjadi dari jamur penyebab dermatofitosis, tetapi dari jamur kandida paling sering terjadi.

MIKONAZOL

ASAL DAN KIMIA. Mikonazol merupakan turunan imidazol sintetik yang relatif stabil, mempunyai spektrum antijamur yang lebar terhadap jamur dermatofit. Obat ini berbentuk kristal putih, tidak bewama dan tidak berbau, sebagian kecil larut dalam air tapi lebih larut dalam pelarut organic.

AKTIVITAS ANTIJAMUR. Mikonazol menghambat aktivitas jamur Trichophyton, Epidermophyton, Microsporum, Candida dan Malassezia furfur. Mikonazol in vitro efektif terhadap beberapa kuman Gram positif. Mekanisme kerja obat ini belum diketahui sepenuhnya. Mikonazol masuk ke dalam sel jamur dan menyebabkan kerusakan dinding sel sehingga permeabilitas terhadap berbagai zat intrasel me ningkat. Mungkin pula terjadi gangguan sintesis asam nukleat atau penimbunan peroksida dalam sel jamur yang akan menyebabkan kerusakan. Obat yang sudah menembus ke dalam lapisan tanduk kulit akan menetap di sana sampai 4 hari. Mikonazol topikal diindikasikan untuk dermatofitosis, tinea versikolor dan kandidiasis mukokutan. Untuk dermatofitosis sedang atau berat yang mengenai kulit kepala, telapak dan kuku sebaiknya dipakai griseofulvin. KLOTRIMAZOL Klotrimazol berbentuk bubuk tidak berwama yang praktis tidak larut dalam air, larut dalam alkohol dan kloroform, sedikit larut dalam eter. Klotrimazol mempunyai efek antijamur dan antibakteri dengan mekanisme kerja mirip mikonazol dan secara topikal digunakan untuk pengobatan tinea pedis , kruris dan korporis yang disebabkan oleh T. rubrum, T. mentagrophytes, E. floccosum dan M. canis dan untuk tinea versikolor. Juga untuk infeksi kulit dan vulvovaginitis yang disebabkan oleh C. albicans. TOLNAFTAT DAN TOLSIKLAT

TOLNAFTAT. Tolnaftat adalah suatu tiokarbamat yang efektif untuk pengobatan sebagian besar dermatofitosis tapi tidak efektif terhadap kandida.

TOLSIKLAT. Tolsiklat merupakan antijamur topikal yang diturunkan dan tiokarbamat. Namun karena spektrumnya yang sempit, antijamur ini tidak banyak digunakan lagi.

NISTATIN ASAL DAN KIMIA. Nistatin merupakan suatu antibiotik polien yang dihasilkan oleh Streptomyces noursei. Obat yang berupa bubuk wama kuning kemerahan ini bersifat higroskopis, berbau khas, sukar larut dalam kloroform dan eter. Larutannya mudah terurai dalam air atau plasma. Sekalipun nistatin mempunyai struktur kimia dan mekanisme kerja mirip dengan amfoterisin B, nistatin lebih toksik sehingga tidak digunakan sebagai obat sistemik. Nistatin tidak diserap melalui saluran cema, kulit maupun vagina.

AKTIVITAS ANTIJAMUR. Nistatin menghambat pertumbuhan berbagai jamur dan ragi tetapi tidak aktif terhadap bakteri, protozoa dan virus.

MEKANISME KERJA. Nistatin hanya akan diikat oleh jamur atau ragi yang sensitif. Aktivitas antijamur tergantung dari adanya ikatan dengan sterol pada membran sel jamur atau ragi terutama sekali ergosterol. Akibat terbentuknya ikatan antara sterol dengan antibiotik ini akan terjadi perubahan permeabilitas membran sel sehingga sel akan kehilangan berbagai molekul kecil. Candida albicans hampir tidak memperlihatkan resistensti terhadap nistatin, tetapi C. tropicalis,. C. guillermondi dan C. stellatiodes mulai resisten. bahkan sekaligus menjadi tidak sensitif terhadap amfoterisin B. namun resistensi ini biasanya tidak terjadi in vivo. ANTIJAMUR TOPIKAL LAINNYA ASAM BENZOAT DAN ASAM SALISILAT Kombinasi asam benzoat dan asam salisilat dalam perbandingannya 2 : 1 (biasanya 6% dan 3%) ini dikenal sebagai salep Whitfield. Asam benzoat memberikan efek fungistatik sedangkan asam Salisilat memberikan efek keratolitik. Karena asam benzoat hanya bersifat fungistatik maka penyembuhan baru tercapai setelah lapisan tanduk yang menderita infeksi terkelupas seluruhnya, sehingga pemakaian obat ini membutuhkan waktu beberapa minggu sampai bulanan. Salep ini banyak digunakan untuk pengobatan tinea pedis dan kadang-kadang juga untuk tinea kapitis. Dapat terjadi iritasi ringan pada tempat pemakaian, juga ada keluhan kurang menyenangkan dari para pemakainya karena salep ini berlemak. ASAM UNDESILENAT Asam undesilenat merupakan cairan kuning dengan bau khas yang tajam. Dosis biasa dari asam ini hanya menimbulkan efek fungistatik tetapi dalam dosis tinggi dan pemakaian yang lama dapat memberikan efek fungisidal. Dalam hal ini seng berperan untuk menekan luasnya peradangan. Obat ini dapat menghambat pertumbuhan jamur pada tinea pedis, tetapi efektivitasnya tidak sebaik mikonazol, haloprogin atau tolnaftat.

HALOPROGIN Haloprogin merupakan suatu antijamur sintetik, berbentuk kristal putih kekuningan, sukar larut dalam air tetapi larut dalam alkohol. Obat ini bersifat fungisidal terhadap Epidermophyton, Trichophyton, Miciosporum dan Malassezia furfur . Haloprogin sedikit sekali diserap melalui kulit, daiam tubuh akan terurai menjadi triklorofenol. Selama pemakaian obat ini dapat timbul iritasi lokal, rasa terbakar, vesikel, meluasnya maserasi dan sensitisasi. Sensitisasi mungkin merupakan pertanda cepatnya respons pengobatan sebab toksin yang dilepaskan kadang-kadang memperburuk lesi. Di samping itu obat ini juga digunakan untuk tinea versikolor. SIKLOPIROKS OLAMIN Obat ini merupakan antijamur topikal berspektrum luas. Penggunaan kliniknya ialah untuk dermatofitosis, kandidiasis dan tinea versikolor. Siklopiroks olamin tersedia dalam bentuk krim 1% yang dioleskan pada lesi 2 kali sehari. Reaksi iritatif dapat terjadi walaupun jarang.

TERBINAFIN Terbinafin merupakan suatu derivat alilamin sintetik dengan struktur mirip naftitin. Obat ini

digunakan untuk terapi dermatofitosis, terutama onikomikosis; dan juga digunakan secara topikal untuk dermatofitosis. Terbinafin topikal tersedia dalam bentuk krim 1 % dan gel 1%. Terbinafin topikal digunakan untuk pengobatan tinea kruris dan korporis yang diberikan 1-2 kali sehari selama 1-2 minggu. OBAT ANTISEPTIK Antiseptik berasl dari bahasa Yunani yang secara singkat berarti kuman. Senyawa itu digunakan pada jaringan hidup atau kulit untuk mengurangi kemungkinan infeksi atau berkembangnya kuman. Harus dibedakan antara antiseptik dengan antibiotik yang berperan untuk membunuh kuman di dalam tubuh dan desinfektan, yaitu senyawa yang membunuh kuman dari benda mati. Beberapa jenis antibiotik ada yang berperan membunuh bakteri, ada juga yang hanya menghambat pertumbuhan bakteri. RIVANOL Adalah zat kimia (etakridinlaktat) yang mempunyai sifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan kuman). Biasanya lebih efektif pada kuman gram positif daripada gram negatif. Sifatnya tidak terlalu menimbulkan iritasi dibandingkan dengan povidon iodin. Antiseptik tersebut sering digunakan untuk membersihkan luka. Rivanol lebih bagus untuk mengompres luka atau mengompres bisul, sedangkan povidon iodin lebih bagus untuk mencegah infeksi. Serbuk rivanol berwarna kuning dengan konsentrasi sekitar 0,1% berperan dalam membunuh bakteri, namun tidak dapat digunakan untuk mengatasi kuman jenis tuberkolusis. Dengan demikian tidak efektif untuk mengatasi infeksi kulit yang disebabkan oleh kuman tuberkolusis. Rivanol juga tidak dapat digunakan untuk mengatasi virus. Kegunaan antiseptik itu untuk membersihkan luka borok dan bernanah. Salah satu penggunaannya adalah untuk melakukan rendam duduk pada penderita bisul yang berada di dekat anus. Rivanol digunakan bila luka tidak terlalu kotor, dengan menggunakan kassa tutup luka tersebut. Jika luka sangat kotor, sebaiknya bersihkan dulu dengan air mengalir, dan pemilihan penggunaan antiseptik adalah dengan povidon iodin. ALKOHOL Merupakan jenis antiseptik yang cukup poten. Bekerja dengan cara menggumpalkan protein, struktur penting sel yang ada pada kuman, sehingga kuman mati. Kulit manusia biasanya tidak terpengaruh oleh alkohol, sehingga kulit tidak mengalami penggumpalan protein. Keuntungan lain alkohol adalah kemampuannya dalam mematikan kuman dengan cara meracuni, bukan melarutkan, sehingga relatif aman untuk kulit. Tidak semua kuman mati dengan pemberian alkohol, namun setidaknya alkohol dapat berperan dalam menghambat pertumbuhan kuman. Alkohol berperan dalam menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakkan banyak jenis mikroorganisme, termasuk bakteri, jamur, virus, dan protozoa. Jenis alkohol yang digunakan biasanya adalah jenis etil alkohol atau etanol, dengan konsentrasi optimum 70%. Harus diperhatikan bahwa penggunaan obat tersebut pada kulit yang terkelupas dapat menimbulkan rasa terbakar, sehingga sebaiknya dihindari. Jangan salah menggunakan jenis metil alkohol atau dikenal dengan metanol. Alkohol jenis itu biasanya digunakan dalam industri dan tidak boleh digunakan sebagai antiseptik, karena dosis rendahnya saja dapat mengakibatkan masalah penglihatan dan gangguan saraf. POVIDON IODIN Merupakan kelompok obat antiseptik yang dikenal dengan iodophore, biasanya orang mengenalnya sebagai betadine. Zat kimia itu bekerja secara perlahan mengeluarkan iodine, antiseptik yang dapat berperan dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan kuman seperti bakteri, jamur, virus, protozoa, atau spora bakteri. Terdapat berbagai bentuk sediaan betadine. Misalnya betadine yang dicampur dengan solusi alkohol, biasanya digunakan untuk pembersih kulit

sebelum tindakan operasi. Sedangakan pada kondisi teradapat darah atau nanah, dan jaringan yang mati, betadine masih memiliki efek jika warnanya masih tampak. Sehingga jika luka diberikan betadine, dan masih muncul nanh, artinya pembersihan luka menggunakan betadine harus diulang kembali. Betadine tidak boleh digunakan jika terbukti alergi terhadap yodium. Tanda alergi di antaranya kulit menjadi merah, bengkak, atau terasa gatal. Penggunaan yang sering dan terus-menerus harus dihindari jika pada saat yang bersamaan penderita juga mengkonsumsi obat lithium (biasanya mereka yang mengalami gangguan jiwa). Seseorang yang sedang mengalami masalah dengan kelenjat tiroid dan perlu melakukan pemeriksaan kadar yodium dalam tubuh sebaiknya menghindari penggunaan betadine. Yodium yang terserap, kemungkinan dapat mengaburkan kadar pasti yodium di dalam tubuh. Padahal kadar tersebut diperlukan untuk menentukan terapi yang diberikan. Antiseptik jenis ini memiliki keunggulan dengan antiseptik jenis lain, karena jenis kuman yang dapat diatasi variasiny lebih banyak. ANTISEPTIK YANG MENGANDUNG MERKURI Di antaranya adalah sublimat dan merkurokrom (obat merah). Sublimat berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur, selain itu juga berguna untuk mencuci luka. Senyawa itu merangsang kulit dan sering menimbulkan alergi. Karena mengandung merkuri, sebaiknya menghindari penggunaan obat tersebut. Karena merkuri diyakini dapat mengakibatkan berbagai jenis efek samping yang serius. Merkurokrom (obat merah) dahulu sering digunakan, karena dapat mempercepat keringnya luka. Di luar negeri obat merah sudah dilarang karena mengandung merkuri dan berbahaya untuk tubuh. Hal tersebut yang harus diperhatikan. Jika masih ada yang menggunakan obat itu sebaiknya segera dihentikan. Selain itu manfaatnya dalam menghambat perkembangan bakteri juga lemah. HIDROGEN PEROKSIDA Digunakan dalam kadar 6% untuk membersihkan luka. Dalam kadar 1-2% biasanya digunakan untuk keperluan membersihkan luka yang sering terjadi di rumah. Misalnya terkena pisau, atau luka lainnya. Efek samping penggunaan hidrogen peroksida, dapat menimbulkan jaringan parut setelah luka sembuh. Selain itu bisa memperpanjang masa penyembuhan. Biasanya digunakan untuk mengatasi jenis kuman anaerob atau yang tidak membutuhkan oksigen. Hidrogen peroksida sebaiknya digunakan dengan air mengalir dan sabun untuk menghindari paparan berlebihan pada jaringan manusia. TOBRAMYCIN Tersedia dalam bentuk sediaan tetes mata dengan kandungan zat aktif (Tobramisin) 3 mg/mL atau 0.3%. Sedangkan sediaannya dalam bentuk salep mata juga mengandung 0,3 % zat aktif.

PENULISAN RESEP STANDAR

Penulisan resep suspensi dan mixtura agitanda : Sol. Acidi Borici (Boorwater) R/ Ac.boric. Aq.Dest. ad m.f.sol S u e Obat cuci mata 3 100

Mixtura Brometorum (Sol. Charcot) R/ KBr NaBr NH4Br Aq.m.p Aq.comm.ad Mf.mixt 305 4 4 2 50

Lotio Kummerfeldi R/ Camphora Sulfur Praecipitatum 3 20

Chlor metil cellulosa Sol.Hydrastis Calcici Aqua Rosarum Mf. Lotio kumerfeldi S ue

10 134 133

Penulisan resep emulsi : R/ Ol. Ricini G.A. f.l.a emuls S laxans 30 q.s 100

R/

Ol. Olivarum Camphorae Sir.Simplex m.f.l.a. emuls ad

10 0,4 10 125

R/

Ol. Jecoris Aselli Ol. Cinnamomi PGA Hypofosfit Na Hypofosfit Ca Aqua m.f.l.a emuls S loco Scott Emulsion

40 0,1 15 0,5 0,5 14

Penulisan resep obat saturasi dan naturalisasi : Potio Riveri

R/

Ac. Citric Spir. Citri Sir. Simplex Bic. Na m.f. saturatio S. haust

5 5 25 6

R/

Ac. Tartrat Bic. Natr Sir. Simplex HCL Morfin Extr Opii Aq. Ad m.f.pot.efferv

2,5 qs 10 50 mg 100 mg 100

Penulisan resep infus : R/ Fol. Orthosiphon Aqua m.f infusa 1,5 q.s 300

Penulisan resep guttae : a. Sebagai obat dalam : R/ selvigon drops fl S 3 dd gtt. X No. I

b. sebagai obat luar :

R/

Garasone eye drops fl

No.I

S.o.b.h gtt I \OD Penulisan resep injeksi : R/ Ephedrine HCl 5 % Aqua pro inj. Ad 50 mg 1 ml

Penulisan resep cream : R/ Daktarin cream 2% 10 gr tube I S ue

R/

Gyno-Daktarin Cream 2 % 40 g tube I S 1 dd I applic

Penulisan resep bubuk : R/ Sacch.lact Mf pulv dtd no. X S 3 dd pulv I Ferri redcti qs 0,1 mg

You might also like