You are on page 1of 16

BAB II TINJAUN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Habitat Tumbuhan srikaya (Annona reticulata L.) adalah tumbuhan yang tumbuh di benua Amerika terutama kawasan Amerika Tengah dan Amerika Selatan dan juga di Asia tropis diantaranya Thailand, Malasia dan Indonesia. Di Indonesia terdapat di berbagai daerah yang umumnya ditanam di pekarangan, dibudidayakan dan mempunyai tinggi 2-7 meter (Rukmana,2002). 2.1.2 Morfologi Ciri-ciri morfologi tumbuhan srikaya sebagai berikut (Yuniarti T, 2008): Batang : Batang gilik, percabangan simpodial, ujung rebah, kulit batang coklat muda. Daun : Daun srikaya bulat memanjang, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, panjang 6-17cm dan lebar 2,5-7,5 cm, tangkai daun pendek, tulang daun menyirip, permukaan bawah agak kasar, permukaan daun warnanya hijau, bagian bawah hijau kebiruan. Bunga : Bunga tunggal, dalam berkas 1-2 berhadapan atau disamping daun, dasar bentuk tugu (tinggi), benang sari berjumlah banyak. Buahnya : Buahnya berbentuk bola atau kerucut, permukaan berbenjolbenjol, warnanya hijau berserbuk putih, jika sudah masak anak buah akan memisahkan diri satu dengan yang lainnya, daging buah berwarna putih, rasanya manis, bijinya berwarna hitam mengkilap.

19
Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Sistematika Tumbuhan Divisio : Spermatophyta

Sub division : Angiospermae Kelas Bangsa Suku Marga Jenis 2.1.4 Nama Daerah Nama daerah dari tumbuhan srikaya adalah sebagai berikut: Delima bintang, serikaya (Sumatera), sarikaya, srikaya, serkaya (Jawa), sarikaya (Kalimantan), sirikaya, delima srikaya (Sulawesi), atisi (Maluku). (Yuniarti T, 2008) 2.1.5 Kandungan kimia Akar dan kulit srikaya mengandung senyawa flavonoid, borneol, : Dycotyledonae : Ranunculales : Annonaceae : Annona : Annona reticulata L.,

camphor, terpen dan alkaloid, disamping itu akarnya juga mengandung saponin, tannin dan polifenol. Biji mengandung minyak, resin, dan bahan beracun yang bersifat iritan. Buah mengandung asam amino, gula buah dan mucilago (Anonim 2010). 2.1.6 Khasiat Tumbuhan Akar berkhasiat sebagai antiradang, antidepresi, daun berkhasiat sebagai astringen, antelmentik, antiradang, mempercepat pematangan bisul, asbes, kudis, luka, borok dan ekzema. Biji berhasiat memacu encim pencernaan, antelmentikum

20
Universitas Sumatera Utara

dan insektisida. Kulit kayu berkhasiat astringen dan tonikum. Buah muda berkhasiat sebagai disentri dan gangguan pencernaan. 2.2 Ekstraksi Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Diketahuinya senyawa aktif yang dikandung oleh simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Simplisia yang lunak seperti rimpang dan daun mudah diserap oleh pelarut, karena itu pada proses ekstraksi tidak perlu diserbuk sampai halus. Simplisia yang keras seperti biji, kulit kayu dan kulit akar susah diserap oleh pelarut, karena itu perlu diserbuk sampai halus (Depkes, 2000). Menurut Depkes (2000), ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara. 1. Maserasi Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut maserasi kinetic sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyarian terhadap maserat pertama dan selanjutnya remaserasi. 2. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna, umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Prosesnya terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pengembangan bahan, maserasi antara, dan perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh perkolat.

21
Universitas Sumatera Utara

3. Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. 4. Sokletasi Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan menggunakan alat khusus, sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dan adanya pendingin balik. 5. Digesti Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu 40-500C. 6. Infuns Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C) selama waktu tertentu biasanya 15-20 menit. 7. Dekok Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (> 30omenit) dan temperatur sampai titik didih air. 2.3 Gel Gel didefenisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau moleikul organik yang besar dan saling diresapi cairan. Gel umumnya merupakan suatu sediaan semi padat yang jernih, tembus cahaya dan mengandung zat aktif,

22
Universitas Sumatera Utara

merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi. Makromoleikul pada sediaan gel disebarkan keseluruh cairan sampai tidak terlihat ada batas diantaranya, disebut dengan gel satu fase. Jika massa gel terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda maka gel ini dikelompokkan dalam dua fase (Ansel 1989). Polimerpolimer yang biasa digunakan untuk membuat gelgel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pectin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan bahan sintesis dan semi sintesis seperti metil selulosa, hidroksimetilselulosa, karboksimetilselulosa, dan karbopol yang merupakan polimer vinil sintesis dengan gugus karboksil yang terionisasi. Gel dibuat dengan proses peleburan atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat mengembang dari gel (Lachman., dkk, 1994). Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan hidrofilik. 1. Dasar gel hidrofobik Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik. Bila ditambahkan kedalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel, 1989). 2. Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari moleikul organik dari fase pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut (air). Umumnya daya tarik menarik pada pelarut bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang

23
Universitas Sumatera Utara

lebih besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik umumnya mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet (Voigt,1994). Keuntungan sediaan gel : Beberapa keuntungan sediaan gel (Voight, 1994) adalah sebagai berikut: Kemampuan penyebarannya baik pada kulit Efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit Tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis Kemudahan pencuciannya dengan air baik Pelepasan obatnya baik.

Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan bahan pengawet. Untuk upaya stabilisasi dari segi mikrobial disamping penggunaan bahan-bahan seperti balsam, khususnya untuk basis in sangat cocok pemakaian metil dan propil paraben yang umumnya disatukan dalam bentuk larutan pengawet. Upaya lain yang dilakukan adalah perlindungan terhadap penguapan yaitu untuk menghindari masalah pengeringan. Oleh karena itu untuk menyimpannya lebih baik menggunakan tube. Pengisian kedalam botol, meskipun telah tertutup baik tetap tidak menjamin perlindungan yang memuaskan (voigt, 1994). 2.3.1 Hidroksi propil metilselulose (HPMC) HPMC merupakan turunan dari metilselulosa yang memiliki ciri-ciri serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut dalam eter, etanol atau aseton. Dapat mudah larut dalam air panas dan akan segera

24
Universitas Sumatera Utara

menggumpal dan membentuk koloid. Mampu menjaga penguapan air sehingga secara luas banyak digunakan. HPMC digunakan sebagai agen pengemulsi, agen pensuspensi dan sebagai agen penstabil pada sediaan topikal seperti gel dan salep. Sebagai koloid pelindung yang dapat mencegah tetesan air dan partikel dari penggabungan atau agromerasi, sehingga menghambat pembentukan sedimen (Rowe., dkk, 2005).

Gambar 1. Struktur kimia hidroksipropilmetilselulosa (HPMC) (Nisperos Carriedo dalam Krochta et al., 1994) 2.3.2 Propilen glikol Propilen glikol banyak yang digunakan sebagai pelarut dan pembawa dalam pembuatan sediaan farmasi dan kosmetik, khususnya untuk zat-zat yang tidak stabil atau tidak dapat larut dalam air. Propilenglikol adalah cairan bening, tidak berwarna kental dan hampir tdak berwarna, kental dan hampir tidak berbau. Memiliki rasa manis sedikit tajam menyerupai gliserol. Dalam kondisi biasa propilen glikol stabil dalam wadah yang tertutup baik, dan juga merupakan suatu zat kimia yang stabil bila dicampur dengan gliserin, air dan alkohol. Propilenglikol juga digunakan sebagai penghambat pertumbuhan jamur. Data

25
Universitas Sumatera Utara

klinis telah menunjukkan reaksi iritasi kulit pada permukaan propilen glikol dibawah 10% dan dermatitis dibawah 2%. (Loden, 2009). H H H

Gambar 2. Rumua bangun propilenglikol (Rowe.,dkk, 2005). 2.3.3 Metil paraben Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih, hampir tidak berwarna dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikuti rasa tebal (Depkes, 1979; Rowe.,dkk, 2005). O OCH3

OH Gambar 3. Rumus bangun Metil Paraben (Rowe., dkk, 2005) Metil paraben banyak digunakan sebagai antimikroba dalam kosmetik, prodak makanan dan formulasi farmasi dan baik digunakan dalam kombinasi dengan antimikroba lain. Metil paraben meningkatkan aktivitas antimikroba dengan panjangnya rantai alkil. Namun dapat menurunkan kelarutan terhadap air sehingga paraben sering dicampur dengan bahan tambahan yang berfungsi

26
Universitas Sumatera Utara

meningkatkan kelarutan. Kemampuan pengawet metil paraben ditingkatkan dengan penambahan propilenglikol (Rowe.,dkk, 2005). 2.4 Nata De Coco Nata adalah produk hasil fermentasi menggunakan mikroba Acetobacter xylinum. Nata dapat dibuat dengan menggunakan bahan baku air kelapa, limbah air tahu, limbah industri nanas. Nata de coco adalah nata yang dibuat dengan bahan baku air kelapa, sebenarnya tidak memiliki rasa, namun karena diolah menjadi minuman dengan tambahan bahan-bahan perasa maka produk yang dihasilkan mempunyai rasa yang enak (Suryani dkk, 2005). Nata de coco berasal dari Filipina, kata coco berasal dari Cocos nucifera, nama latin dari kelapa. Sementara nama nata diambil dari nama tuan Nata yang telah berhasil menciptakan nata de coco. Nata de coco memiliki bentuk padat, berwarna putih seperti kolang-kaling dan terasa kenyal, yang mengandung air cukup banyak (80%), dan dapat disimpan lama. Nata de coco mengandung nilai nutrisi yang cukup banyak (Warisno, 2004). Seperti terlihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Kandungan nutrisi nata de coco No. Nutrisi Kandungan Nutrisi (per 100 gram bahan) 1 Kalori 146 kal 2 Lemak 0,2 % 3 Karbohidrat 36,1 mg 4 Kalsium 12 mg 5 Fosfor 2 mg 6 Fe (zat besi) 0,5 mg Nata de coco adalah selulosa bakteri yang merupakan hasil sintesa dari gula oleh bakteri pembentuk nata yaitu Acetobakter xylinum (Wahyudi, 2003). Bakteri Acetobacter xylinum dapat merubah gula sebesar 19% pada medium menjadi selulosa. Selulosa yang terbentuk dalam media tersebut berupa benangbenang yang membentuk jalinan-jalinan yang akan menebal menjadi lapisan nata.
27
Universitas Sumatera Utara

Aktivitas pembuatan nata hanya terjadi pada kisaran pH antara 3,5-7,5. Sedangkan pH optimum untuk pembentukan nata adalah 4. Suhu yang memungkinkan untuk pembentukan nata adalah pada suhu kamar antara 28-32oC (Multazam, 2009). Beberapa industri telah menggunakan selulosa bakteri, misalnya Sony Corporation mengembangkan audio pembicara (Headphone) dengan

menggunakan selulosa bakteri. Pada awal 1980-an Johnson & Johnson menggunakan selulosa bakteri sebagai pembawa obat dan perawatan luka. Ajinomoto Co bersama dengan Mitsubishi Paper Mills di Jepang juga mengembangkan selulosa bakteri untuk produk kertas (Brown, 1989). 2.5 Kulit Kulit merupakan organ besar yang berlapis-lapis, menutupi permukaan lebih dari 20.000 cm2 yang mempunyai bermacam-macam fungsi dan kegunaan. Merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, melindungi seluruh permukaan tubuh dan mempunyai berat 5% dari berat total badan. Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi dalam tiga lapisan jaringan yaitu: epidermis, dermis dan hipodermis (Lachman, dkk, 1994). Lapisan epidermis terdiri atas : 1. Stratum korneum (lapisan tanduk) Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa sel yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). 2. Stratum lusidum

28
Universitas Sumatera Utara

Stratum lusidum terdapat langsung di bawah stratum korneum, merupakan lapisan sel tanpa inti. 3. Stratum granulosum Statum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti sel diantaranya. 4. Statum granulosum terdiri atas beberapa sel berbentuk poligonal. 5. Stratum basalis terdiri atas selsel kubus yang tersusun vertikal dan berbaris seperti pagar ( palisade ). (Acherman, 1987). Dermis atau korium merupakan serabut kolagen yang bertanggung jawab untuk sifatsifat penting dari kulit. Dermis mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, folikel rambut, kelenjar lemak, kelenjar keringat, otot dan serabut saraf (Anief, 2000). Lapisan sub kutan (hipodermis) merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah lapisan adipose, yang memberikan bantalan dan isolator panas (Anief 2000). 2.5.1 Fungsi kulit Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh dan bersambung dengan selaput lender yang melapisi rongga-rongga dan lubang masuk. Kulit mempunyai banyak fungsi yaitu di dalamnya tedapat ujung saraf peraba, membantu mengatur suhu dan mengendalikan hilanggnya air dari tubuh, juga mempunyai sedikit ekstori, sekretori dan absorbs (Pearce, 2004). 2.5.1 Kulit merupakan organ terbesar yang meliputi bagian luar dan dari seluruh

tubuh dan juga membentuk pelindung terhadap lingkungan. Bagian luar yang kuat dan kering menandakan sifat fisik kulit. Morfologi dan ketebalan kulit berbeda

29
Universitas Sumatera Utara

pada setiap bagian tubuh. Kulit mempertahankan karakterisasi fisiko kimia seperti struktur, suhu, pH dan keseimbangan oksigen dan karbondioksida. Sifat asam dari kulit ditemukan pertama sekali oleh Heus pada tahun 1882 dan kemudian disahkan oleh Schade dan Marchionini pada tahun 1928, yang dianggap bahwa keasaman digunakan sebagai pelindung dan menyebutnya sebagai pelindung asam dan beberapa literature saat ini menyatakan bahwa pH permukaan kulit sebahagian besar asam antara 5,4 dan 5,9. Sebuah variasi permukaan pH kulit terjadi pada setiap orang karena tidak semua permukaan kulit orang terkena kondisi yang sama seperti perbedaan cuaca. Banyak penelitian mengatakan bahwa pH kulit alami adalah pada rata-rata 4,7 dan sering dilaporkan bahwa pH kulit antara 5,0 dan 6,8, pH permukaan kulit tidak hanya bervariasi di lokasi yang berbeda, tetapi dapat juga mempengaruhi profil pH di stratum corneum. (Ansari.,dkk, 2009). 2.6 Absorpsi Obat Melalui Kulit Tujuan utama penggunaan obat topikal pada terapi adalah untuk menghasilkan efek teraupetik pada tempattempat spesifik di jaringan epidermis dan dermis, sedangkan obatobat topikal tertentu seperti emoliens ( pelembab), antimikroba dan deodorant terutama bekerja di permukaan kulit saja. Hal ini memerlukan penetrasi difusi dari kulit atau absorbsi perkutan (Lachman, dkk., 1994). Absorbsi obat melalui kulit umumnya disebabkan oleh penetrasi langsung obat melalui stratum korneum yang terdiri dari kurang lebih 40% protein (umumnya keratin) dan 40% air. Stratum korneum sebagai jaringan keratin bersifat semi fermiabel dan moleikul obat berpenetrasi dengan cara difusi pasif.

30
Universitas Sumatera Utara

Jumlah obat dapat menyebrangi lapisan kulit tergantung pada konsentrasi obat, kelarutannya dalam air. Bahanbahan yang mempunyai sifat larut dalam keduanya minyak dan air merupakan bahan yang baik untuk difusi melalui stratum korneum seperti epidermis dan lapisan- lapisan kulit. Penetrasi obat kedalam kulit dengan cara difusi adalah melalui : a. Penetrasi transeluler (menyebrangi sel) b. Penetrasi intraseluler (antarsel) c. Penetrasi transappendageal yaitu melalui folikel rambut, keringat, dan kelenjar lemak (Ansel, 1989). Faktor-faktor yang mempengaruhi penetrasi kulit sangat bergantung dari sifat fisika kimia obat dan juga bergantung pada zat pembawa, pH dan konsentrasi. Perbedaan fisiologis melibatkan kondisi kulit yakni apakah kulit dalam keadaan baik atau terluka, umur kulit, perbedaan spesies dan kelembaban yang dikandung oleh kulit (Lachman, dkk., 1994). 2.7 Luka Luka merupakan rusaknya sebahagian dari jaringan tubuh. Luka sering sekali terjadi dalam aktivitas sehari-hari. Berdasarkan penyebabnya luka dapat dibagi atas karena zat kimia, luka termis dan luka mekanis. Pada luka mekanis berdasarkan luka yang terjadi bervariasi bentuk dan dalamnya, sesuai dengan benda yang mengenainya. Terminologi luka yang dihubungkan dengan waktu penyembuhan dapat dibagi menjadi : Luka akut : Luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati. Kriteria luka akut adalah luka

31
Universitas Sumatera Utara

baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan, contoh : Luka sayat, luka bakar, luka tusuk. Luka kronis : Luka yang mengalami kegagalan setelah penyembuhan, dapat karena factor eksogen. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali, contoh : ulkus dekubitus, ulkus diabetic, ulkus venous dan lain-lain (Prabakti Yudhi, 2005). 2.8 Penyembuhan Luka Penyembuhan luka dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan infeksi adalah sebab yang paling penting dari penghambatan penyembuhan luka karena infeksi mengakibatkan inflamasi dan dapat menyebabkan cidera jaringan. Rangsangan eksogen dan endogen dapat menimbulkan kerusakan sel selanjutnya memicu reaksi vaskuler kompleks pada jaringan ikat yang ada pembuluh darahnya. Reaksi inflamasi berguna sebagai proteksi terhadap jaringan yang mengalami kerusakan untuk tidak mengalami infeksi meluas tak terkendali. Proses inflamasi sangat berhubungan erat dengan penyembuhan luka. Tanpa adanya inflamasi tidak akan terjadi proses penyembuhan luka, luka akan tetap menjadi sumber nyeri sehingga proses inflamasi dan penyembuhan luka akan cendrung menimbulkan nyeri. (Anonim 2010) Proses penyembuhan luka dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi poliferasi dan penyudahan yang merupakan penyerupan kembali (remodeling) atau maturasi jaringan.

32
Universitas Sumatera Utara

1. Fase infamasi Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka menyebabkan pendarahan, dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan

vasokontriksi. Pengerutan pembuluh yang terputus dan reaksi hemostatis. Hemostatis tejadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket dan bersamaan dengan jalan fibrin yang terbentuk membekukan darah. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan fermiabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, pembentukan sel radang disertai vasodilatasi setempat menyebabkan pembengkakan. 2. Fase poliferasi Fase poliferasi disebut juga fibroflasia karena yang menonjol adalah proses poliferase fibrolas. Fase ini berakhir dari akhir fase inflamasi

sampai kirakira akhir minggu ketiga. Pada fase ini serat kolagen yang mempertahankan tepi luka. 3. Fase penyudahan Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih dan pembentukan jaringan baru, Fase ini dapat berlangsung berbulanbulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan (Sjamsuhidajat dan Wim, 1997).

33
Universitas Sumatera Utara

Penyembuhan luka merupakan suatu proses penggantian jaringan yang mati atau rusak dengan jaringan baru oleh tubuh dengan jalan regenerasi. Luka dikatakan sembuh apabila permukaannya dapat bersatu kembali dan didapatkan kekuatan jaringan yang mencapai normal. Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan mengembalikan komponen-komponen jaringan yang rusak tersebut dengan membentuk struktur baru, dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya. Proses penyembuhan tidak hanya terbatas pada proses regenarasi yang bersifat lokal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh factor endogen seperti umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan dan kondisi metabolik (Anonim 2010).

34
Universitas Sumatera Utara

You might also like