You are on page 1of 11

Asuhan Keperawatan Kolelitiasis

A. ANATOMI Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati. Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus. Gambar 2: Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya. B. FISIOLOGI SALURAN EMPEDU Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.

C. PENGERTIAN Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol. (Williams, 2003) D. PENYEBAB Penyebab pasti dari batu empedu belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan memulai membentuk batu. Tipe lain batu empedu adalah batu

pigmen. Batu pigmen tersusun oleh kalsium bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin bebas berkombinasi dengan kalsium.( Williams, 2003) E. PATOFISIOLOGI Ada dua tipe utama batu empedu: batu yang terutama tersusun dari pigmen dan batu yang terutama tersusun dari kolesterol. 1. Batu Pigmen Kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tidak terkonjugasi dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pad pasien sirosis, hemolisis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi. 2. Batu Kolesterol Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati; keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan perdangan dalam kandung empedu. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentiukan batu, melalui peningkatan dikuamasi sel dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler dan bakteri dapat berperan sebagi pusat presipitasi. Akan tetapiu infeksi lenih sering menjadi akibat dari pembentukan batu empedu dari pada sebab pembentukan batu empedu.(Smeltzer, 2002) F. INSIDENSI Jumlah wanita berusia 20-50 tahun yang menderita batu empedu sekitar 3 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Setelah usia 50 tahun, rasio penderita batu empedu hampir sama antara pria dan wanita. Insidensi batu empedu meningkat seiring bertambahnya usia.(Williams, 2003) G. TANDA DAN GEJALA 1. Rasa nyeri dan kolik bilier Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi,

bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada. 2. Ikterus Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit. 3. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut Clay-colored 4. Defisiensi vitamin Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002) 5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa H. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Radiologi Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan membrikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi. 2. Radiografi: Kolesistografi Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002) 3. Sonogram Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003) 4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada sat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars

desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer, 2002) 5. Pemeriksaan darah a. Kenaikan serum kolesterol b. Kenaikan fosfolipid c. Penurunan ester kolesterol d. Kenaikan protrombin serum time e. Kenaikan bilirubin total, transaminase f. Penurunan urobilirubin g. Peningkatan sel darah putih h. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama I. PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan pendukung dan diet Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer, 2002) Manajemen terapi : a. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein b. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut. c. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign d. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok. e. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati) 2. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan a. Pelarutan batu empedu Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal : monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu; melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau kateter bilier transnasal. b. Pengangkatan non bedah Beberapa metode non bedah digunakan untuk mengelurkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran T Tube atau lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi T Tube; jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop ERCP. Setelah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop tersebut ke dalam ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini

digunakan untuk memotong serabut-serabut mukosa atau papila dari spingter Oddi sehingga mulut spingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini memungkinkan batu yang terjepit untuk bergerak dengan spontan kedalam duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan jaring atau balon kecil pada ujungnya dapat dimsukkan melalui endoskop untuk mengeluarkan batu empedu. Meskipun komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi, namun kondisi pasien harus diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan terjadinya perdarahan, perforasi dan pankreatitis. c. ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy) Prosedur noninvasiv ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.(Smeltzer, 2002) 3. Penatalaksanaan bedah Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif jika gejala yang dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi psien mengharuskannya Tindakan operatif meliputi a. Sfingerotomy endosokopik b. PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage) c. Pemasangan T Tube saluran empedu koledoskop d. Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube Penatalaksanaan pra operatif : a. Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu b. Foto thoraks c. Ektrokardiogram d. Pemeriksaan faal hati e. Vitamin k (diberikan bila kadar protrombin pasien rendah) f. Terapi komponen darah g. Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa secara intravena bersama suplemen hidrolisat protein mungkin diperlikan untuk membentu kesembuhan luka dan mencegah kerusakan hati. J. PENGOSONGAN KANDUNG EMPEDU Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :

Hormonal : Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu. Neurogen : o Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu. o Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit. Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu. K. PATOGENESIS BENTUKAN BATU EMPEDU Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang terbesar yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo Maki tahun 1995 sebagai berikut : 1. Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa sebagai : Batu Kolesterol Murni Batu Kombinasi Batu Campuran (Mixed Stone) 2. Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar kolesterolnya paling banyak 25 %. Bisa berupa sebagai : Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calsium Batu pigmen murni 3. Batu empedu lain yang jarang Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi : Batu Kolesterol Batu Campuran (Mixed Stone) Batu Pigmen. Asuhan Keperawatan A. PENGKAJIAN a. Aktivitas dan istirahat S : kelemahan O : kelelahan b. Sirkulasi Takikardi, Diaphoresis c. Eliminasi S : perubahan warna unrine dan feses, O : distensi abdomen, teraba masa di abdomen atas / quadran kanan atas, urine pekat d. Makan / minum S : anoreksia, nausea /vomiting, tidak ada troleransi makan lunak yang mengandung gas, regurgitas ulang, eruption, flatunasi, rasa seperti terbakar pada epugastrik, ada peristaltik, kembung dan dispepsia

O : kegemukan, kehilangan berat badan (kurus) e. Nyeri / kenyamanan S : nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu,nyeri epigastrium setelah makan, nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit O :cenderung teraba lembut pada kolelitiasis, teraba otot meregang / kaku, hal ini dilakukan pada pmeriksaan RUQdan menunjukkan tanda marfin (+) f. Respirasi Pernapasan panjang / pendek, nafas dangkal,rasa tak nyaman g. Keamanan Demam menggigil, jundice, kulit kering dan pruritus, cenderung perdarahan (defisiensi vit K) h. Pengetahuan Pada keluarga dan pada kehamilan cenderung mengalami batu kandung empedu. Juga pada riwayat DM dan gangguan / peradangan pada saluran cerna bagian bawah

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL 1 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (obstruksi, proses pembedahan) 2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk ingesti dan absorbsi makanan 3 Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan 4 Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan jaringan (luka operasi) 5 Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas trakturs gastrointestinal (sekunder terhadap imobilisasi) 6 Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan (mual, muntah, drainase selang yang berlebihan) 7 Kurang pengetahuan: penyakitprosedur perawatan b.d.Kurangnya informasi. C. PERENCANAAN 1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (obstruksi, proses pembedahan) Tujuan : Nyeri terkontrol. Kriteria: 1. Pasien melaporkan nyerinya dapat dikontrol. 2. Pasien melaporkan nyerinya berkurang/hilang (skala 0-3). 3. Menunjukkan nyeri berkurang/hilang. Intervensi Manajemen nyeri a. Kaji skala nyeri klien (0-10). b. Monitor nyeri pasien (PQRST). c. Ukur tanda-tanda vital. d. Ajarkan dan lakukan teknik distraksi seperti membaca Koran, buku, aktivitas sesuai hobi, menonton tv, mendengarkan radio, guided imagery, dll.

e. Ajarkan dan lakukan teknik relaksasi nafas dalam, pengubahan posisi, massage punggung, sentuhan, dll. f. Ciptakan lingkungan yang tenang. g. Atur posisi pasien nyaman : semi fowler. Manajemen medikasi a. Berikan analgetik, antiemetik, sedatif sesuai program. b. Monitor respon pasien terhadap obat yang diberikan. c. Monitor efek samping obat yang diberikan dan laporkan kepada dokter. d. Jelaskan tentang efek samping obat kepada pasien dan keluarganya. e. Evaluasi keefektivan obat yang telah diberikan. 2) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk ingesti dan absorbsi makanan Tujuan : Status nutrisi. Kriteri hasil : 1. berat badan dalam rentang nomal sesuai dengan usia dan tinggi badan 2. mengenali faktor yang berpengaruh pada perubahan Berat badannya. 3. mengidentiikasi kebutuhan nutrisi 4. mengkonsumsi nutrisi yang adekuat Intervensi 1. tentukan berat badan normal sesuai dengan usia dan tinggi badan. 2. kaji kemampuan klien untuk mendapatkan dan menggunakan nutrisi esensial 3. observasi kemampuan klien untuk makan. 4. evaluasi nilai laboratorium klien : serum albumin, serum total protein, serum ferritin, transferrin, hemoglobin, hematokrit, vitamin, dan mineral. 5. berikan oral higiene sebelum dan sesudah makan. 6. tentukan hubungan antara makn dan onset gejala mual, muntah, diare atau nyeri perut. 7. manajemen nutrisi : kaji makanan kesukaan klin dan adakah alergi makanan tentukan-dengan kolaborasi- jumlah kalori dan tipe nutrisi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sediakan makanan tinggi protein dan karbohidrat, dan rendah lemak timbang berat badan klien dalam interval tertentu 8. anjurkan makan sedikit-sedikit tapi sering dan modifikasi waktu penyajian makanan 3) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan Tujuan : pasien menunjukkan kontrol terhadap kecemasan kriteria: 1. Dapat mengidentifikasi, verbalisasi, dan mendemonstrasikan teknik menurunkan kecemasan. 2. Menunjukkan postur, ekspresi wajah, perilaku, tingkat aktivitas yang menggambarkan kecemasan menurun. 3. Mampu mengidentifikasi dan verbalisasi penyebab cemas. Intervensi

Reduksi kecemasan a. Kaji tingkat kecemasan dan respon fisiknya. b. Gunakan kehadiran, sentuhan (dengan ijin), verbalisasi untuk mengingatkan pasien tidak sendiri. c. Terima pasien dan keluarganya apa adanya. d. Gali reaksi personal dan ekspresi cemas. e. Bantu mengidentifikasi penyebab. f. Gunakan empati untuk mendukung pasien dan keluarga. g. Anjurkan untuk berfikir positif. h. Intervensi terhadap sumber cemas. i. Jelaskan aktivitas, prosedur. j. Gali koping pasien.. k. Ajarkan tanda-tanda kecemasan. l. Bantu pasien mendefinisikan tingkat kecemasan. m. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi. n. Ajarkan teknik manajemen cemas. 4) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan jaringan (luka operasi) Tujuan : Menunjukkan kontrol infeksi selama dalam perawatan Kriteria: 1. Bebas dari tanda infeksi. 2. Mendemonstrasikan tindakan hygienes seperti mencuci tangan. Intervensi Kontrol infeksi a. Bersihkan lingkungan secara rutin. b. Batasi jumlah pengunjung. c. Ajarkan cara mencuci tangan kepada pasien dan keluarga. d. Anjurkan keluarga untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien. e. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan. f. Gunakan sarung tangan dalam setiap tindakan. g. Pakai gaun khusus. h. Cukur dan bersihkan kulit sebagai persiapan tindakan invasif. i. Ganti iv line sesuai protap. j. Gunakan perawatan aseptik pada iv line. k. Berikan intake mutrisi yang adekuat. l. Berikan cairan dan istirahat yang cukup. m. Atur pemberian antibiotik. n. Ajarkan kepada keluarga tanda-tanda infeksi. o. Lakukan perawatn drain setiap hari dengan teknik steril p. Kaji pengeluaran drain q. Ukur tanda vital (suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah) Proteksi infeksi a. Monitor tanda infeksi lokal dan sistemik. b. Monitor granulosit, WBC, diferensiasi. c. Inspeksi kulit dan mukosa dari kemerahan, panas, atau drainase.

d. Batasi pengunjung. e. Pertahankan teknik isolasi. f. Lakukan perawatan kulit yang baik. g. Lakukan kultur. h. Sediakan peningkatan aktivitas dan mobilisasi. i. Ajarkan kepada keluarga cara mencegah infeksi. j. Jauhkan bunga segar dan hewan dari area pasien. k. Laporan adanya dugaan infeksi pada pasien. 5) Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas trakturs gastrointestinal (sekunder terhadap imobilisasi) Tujuan : Eliminasi bowel. Kriteria hasil : 1.mempertahankan buang air besar yang lunak, tiap 1 3 hari. 2. menyatakan pulih dari ketidaknyamanan akibat konstipasi Intervensi 1. Manajemen konstipasi a. Monitor tanda dan gejala konstipasi b. Monitor bising usus c. Monitor BAB, termasuk frekuensi, konsistensi, bentuk, ukuran, volume, dan warna, secara tepat. d. Jelaskan problem dan rasionl rencana tindakan pada klien e. Identifiksi faktor yang dapat menyebabkan konstipsi f. Tingkatkan intake cairan, kecuali ada kontraindikasi g. Ajarkan pada pasien/keluarga hubungan antara makanan, latihan, dan intake cairan dengan konstipasi h. Konsultasi dengan dokter bila tnda dan gejal konstipasi menetap. i. Instruksikan pasien untuk mengkonsumsi diet tinggi serat j. Administrasi laxtive/enema, secara tepat k. Administrasi irigasi, secara tepat. 6) Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan (mual, muntah, drainase selang yang berlebihan) Tujuan : Keseimbangan cairan. Kriteria hasil : 1. Mempertahankan urin output normal > 1300 ml/hari 2. mempertahankan tekanan darah, nadi, dan suhu tubuh normal 3. mempertahankan elastisitas turhor kulit, lidah dan membran mukosa lembab Intervensi Intravenous therapy a. Verifikasi order pemasangan IV b. Administrasi iv terapi dengan teknik aseptik c. Monitor aliran infus d. Catat intake dan output, monitor kelebihan ciran e. Monitor tanda dan gejala flebitis dan infeksi lokal

Manajemen cairan a. monitor input dan output b. tingkatkan intake oral c. monitor status hidrasi (misal membran mukosa, nadi, tekanan darah) d. administrasi nasogastric tube, secara tepat e. monitor drainase NGT 7) Kurang pengetahuan: penyakit, prosedur perawatan b.d. Kurangnya informasi. Tujuan : Pasien menunjukkan pemahaman akan proses penyakit dan prosedur perawatan Kriteria: 1. Dapat menjelaskan status penyakit, pengobatan, paham akan perawatan yang dilakukan. Intervensi Ajarkan: Proses penyakit a. Tentukan tingkat pengetahuan pasien dan keluarga yang berhubungan dengan proses penyakit. b. Jelaskan patofisiologi penyakit dan hubungankan dengan anatomi dan fisiologi. c. Gambarkan tanda dan gejala penyakit. d. Gambarkan proses penyakit. e. Identifikasi penyebab yang mungkin. f. Sediakan informasi tentang kondisi pasien. g. Berikan informasi tentang tindakan diagnostik. h. Gambarkan rasionalitas dari terapi/perawatan yang diberikan. i. Gambarkan komplikasi. j. Diskusikan tentang perubahan gaya hidup pada pasien yang mungkin dibutuhkan. k. Diskusikan tentang pilihan terapi/perawatan. l. Sediakan waktu untuk mengeksplorasi pendapat kedua. m. Gali sumber daya pendukung. Daftar Pustaka http://www. Us elsevierhealth. com. Nursing diagnoses. Outcomes and interventions Iowa Intervention Project. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby Year Book, St. Louis NANDA. 2001. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification. Philadelphia Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol 2, EGC, Jakarta Williams, L.S., Hopper, P.D, 2003, Understanding Medical Surgical Nursing, Second edition, F.A Davis Company, Philadelphia

You might also like