You are on page 1of 19

http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35447Kep%20KardiovaskulerAskep%20Stenosis%20Aorta.

htmlASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) STENOSIS AORTA


BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab terbanyak dari kematian penduduk dunia, salah satunya disebabkan oleh kelainan katup jantung. Penyakit katup jantung antara lain adalah stenosis (membuka tidak sempurna) dan insufisiensi (menutup tidak sempurna), ini dapat terjadi baik pada katup arteroventrikular maupun katup semilunar. Stenosis Katup Aorta (Aortic Stenosis) adalah penyempitan pada lubang katup aorta, yang menyebabkan meningkatnya tahanan terhadap aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta. Di Amerika Utara dan Eropa Barat, stenosis katup aorta merupakan penyakit utama pada orang tua, yang merupakan akibat dari pembentukan jaringan parut dan penimbunan kalsium di dalam daun katup. Stenosis katup aorta seperti ini timbul setelah usia 60 tahun, tetapi biasanya gejalanya baru muncul setelah usia 70-80 tahun. Di wilayah lainnya, kerusakan katup akibat demam rematik masih sering terjadi. Untuk mengatasi penyakit ini, medikasi dan pembedahan/ insisi adalah upaya yang terbaik. Dengan demikian, katup yang mengalami kelainan itu dapat disembuhkan ataupun dikurangi risiko tinggi semakin parahnya penyakit

1.2

Rumusan masalah 1. Bagaimana konsep tentang Stenosis aorta ? 2. Bagimana asuhan keperawatan klien dengan Stenosis aorta ?

1.3 1.3.1

Tujuan Tujuan umum

Memahami konsep dan memberikan asuhan keperwatan pada klien dengan Stenosis aorta.

1.3.2 Tujuan khusus 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang definisi Stenosis aorta. 2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang etiologi Stenosis aorta. 3. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang patofisiologi Stenosis aorta. 4. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang manifestasi klinis Stenosis aorta. 5. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostik stenosis aorta. 6. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penatalaksanaan Stenosis aorta. 7. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang komplikasi Stenosis aorta. 8. Mahasiwa dapat menjelaskan tentang prognosis Stenosis aorta. 9. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Web of Cause Stenosis aorta. 10. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien Stenosis aorta.

1.4

Manfaat

Memahami konsep dan memberikan asuhan keperwatan pada klien dengan Stenosis aorta.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stenosis Katup Aorta (Aortic Stenosis) adalah penyempitan pada lubang katup aorta, yang menyebabkan meningkatnya tahanan terhadap aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta (Stewart WJ and Carabello BA, 2002: 509-516). Aortic stenosis adalah penyempitan abnormal dari klep (katup) aorta (aortic valve). Sejumlah dari kondisi-kondisi menyebabkan penyakit yang berakibat pada penyempitan dari klep aorta. Ketika derajat dari penyempitan menjadi cukup signifikan untuk menghalangi aliran darah dari bilik kiri ke arteri-arteri, yang mengakibatkan persoalan-persoalan jantung berkembang. (Otto,CM,Aortic, 2004;25:185-187).

Stenosis Katup Aorta adalah suatu penyempitan atau penyumbatan pada katup aorta. Penyempitan pada Katup aorta ini mencegah katup aorta membuka secara maksimal sehingga menghalangi aliran darah mengalir dari jantung menuju aorta. Dalam keadaan normal, katup aorta terdiri dari 3 kuncup yang akan menutup dan membuka sehingga darah bisa melewatinya. Pada stenosis katup aorta, biasanya katup hanya terdiri dari 2 kuncup sehingga lubangnya lebih sempit dan bisa menghambat aliran darah. Akibatnya ventrikel kiri harus memompa lebih kuat agar darah bisa melewati katup aorta.

2.2 Etiologi Stenosis katup aorta adalah suatu penyempitan katup aorta sehingga menghalangi darah masuk ke aorta. Penyebab atau etiologi dari stenosisi ini bisa bermacam-macam. Namun yang paling sering adalah RHD (Rheumatic Heeart Disease) atau yang biasa kita kenal dengan demam rematik. Berikut etiologi stenosis katup aorta lebih lengkap : 1. Kelainan kongenital Tidak banyak bayi lahir dengan kelainan kongenital berupa penyempitan katup aorta . sedangkan sebagian kecil lainnya dilahirkan dengan katup aorta yang hanya mempunyai dua daun (normal katup aorta terdiri dari tiga daun). Pada katup aorta dengan dua daun dapat tidak menimbulkan masalah atauupun gejala yang berarti sampai ia dewasa dimana katup mengalami kelemahan dan penyempitan sehingga membutuhkan penanganan medis. 1. Penumpukan kalsium pada daun katup Seiring usia katup pada jantung dapat mengalami akumulasi kalsium (kalsifikasi katup aorta). Kalsium merupakan mineral yang dapat ditemukan pada darah. Seiring dengan aliran darah yang melewati katup aorta maka menimbulkan akumulasi kalsium pada katup jantung yang kemudian dapat menimbulkan penyempitan pada katup aorta jantung. Oleh karena itulah stenosis aorta yang berasla dari proses kalsifikasi banyak terjadi pada lansia di atas 65 tahun, namun gejalanya beru timbul saat klien berusia 70 tahun. 1. Demam rheumatik Komplikasi dari demam rematik adalah adanya sepsis atau menyebarnya kuman atau bakteri melalui aliran darah ke seluruh tubuh sehingga menyebabkan sampainya kuman datau bakteri tersebut ke jantung. Saat kuman tersebut mencapai katup aorta maka terjadilah kematian jaringan pada katup aorta. Jaringan yang mati ini dapat menyebabkan penumpukan kalsium yang dikemudian hari dapat menyebabkan stenosis aorta. Demam reumatik dapat menyebabkan kerusakan pada lebih dari satu katup jantung dalam berbegai cara. Kerusakan katup jantung dapat berupa ketidakmampuan katup untuk membuka atau menutup bahkan keduanya.

2.3 Patofisiologi Ukuran normal orifisium aorta 2-3 cm2. Stenosis aorta menyebabkan tahanan dan perbedaan tekanan selama sistolik antara ventrikel kiri dan aorta. Peningkatan tekanan ventrikel kiri menghasilkan tekanan yang berlebihan pada ventrikel kiri, yang dicoba diatasi dengan meningkatkan ketebalan dinding ventrikel kiri (hipertrofi ventrikel kiri). Pelebaran ruang ventrikel kiri terjadi sampai kontraktilitas miokard menurun. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat. Kontraksi atrium menambah volume darah diastolik ventrikel kiri. Hal ini akan mengakibatkan pembesaran atrium kiri. Akhirnya beban ventrikel kiri yang terus menerus akan menyebabkan pelebaran ventrikel kiri dan menurunkan kontraktilitas miokard. Iskemia miokard timbul timbul akibat kurangnya aliran darah koroner ke miokard yang hipertrofi. Area katup aorta normal berkisar 2-4cm2,Gradien ventrikel kiri dengan aorta mulai trlihat bila area katup aorta <1.5cm2. Bila area katup mitral <1cm2,maka stenosis aorta sudah disebut berat. Kemampuan adaptasi miokard menghadapi stenosis aorta meyebabkan manifestasi baru muncul bertahun tahun kemudian. Hambatan aliran darah pada stenosis katup aorta(progressive pressure overload of left ventricle akibat stenosis aorta) akan merangtsang mekanisme RAA(ReninAngiotensin-Aldosteron) beserta mekanisme lainnya agar miokard mengalami hipertrofi.Penambahan massa otot ventrikel kiri ini akan menigkatkan tekanan intra-ventrikel agar dapat melampaui tahanan stenosis aorta tersebut dan mempertahankan wall stress yang normal berdasarkan rumus Laplace: Stress= (pressurexradius): 2xthickness. Namun bila tahanan aorta bertambah,maka hipertrofi akan berkembang menjadi patologik disertai penambahan jaringan kolagen dan menyebabkan kekakuan dinding ventrikel,penurunan cadangan diastolic,penigkatan kebutuhan miokard dan iskemia miokard .Pada akhirnya performa ventrikel kiri akan tergangu akibat dari asinkroni gerak dinding ventrikel dan after load mismatch. Gradien trans-valvular menurun,tekanan arteri pulmonalis dan atrium kiri meningkat menyebabkan sesak nafas.Gejala yang mentolok adalah sinkope,iskemia sub-endokard yang menghasilkan angina dan berakhir dengan gagal miokard (gagal jantung kongestif). Angina timbul karena iskemia miokard akibat dari kebutuhan yang meningkat hipertrofi ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen akibat dari penurunan cadangan koroner, penurunan waktu perfusi miokard akibat dari tahanan katup aorta. Sinkop umumnya timbul saat aktifitas karena ketidak mampuan jantung memenuhi peningkatan curah jantung saat aktifitas ditambah dengan reaksi penurunan resistensi perifer. Aritmia supra maupun ventricular, rangsangan baroreseptor karena peningkatan tekanan akhir diastolik dapat menimbulkan hipotensi dan sinkop. Gangguan fungsi diastolic maupun sistolik ventrikel kiri dapat terjadi pada stenosis aorta yang dapat diidentifikasi dari pemeriksaan jasmani,foto toraks dan enongkatan Peptida Natriuretik. Hipertrofi ventrikel akan menigkatkan kekakuan seluruh dinding jantung. Deposisi kolagen akan menambah kekauan miokard dan menyebabkan gisfungsi diastolik. Setelah penebalan miokard maksimal, maka wall stress tidak lagi dinormalisasi sehingga terjadi peninggian tekanan diastolic ventrikel kiri menghasilkan penurunan fraksi ejeksi dan penurunan curah jantung yang disebut sebagai disfungsi sistolik

2.4 Manifestasi klinis Stenosis katup aorta dapat terjadi dari tahap ringan hingga berat. Tipe gejala dari stenosis katup aorta berkembang ketika penyempitan katup semakin parah. Regurgitasi katup aorta terjadi secara bertahap terkadang bahkan tanpa gejala hal ini dikarenakan jantung telah dapat mengkompensasi penurunan kondisi katup aorta. Berikut manifestasi klinis dari stenosis katup aorta : 1. Nyeri dada Nyeri dada adalah gejala pertama pada sepertiga dari pasien-pasien dan akhirnya pada setengah dari pasien-pasien dengan aortic stenosis. Nyeri dada pada pasien-pasien dengan aortic stenosis adalah sama dengan nyeri dada (angina) yang dialami oleh pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner (coronary artery disease). Pada keduanya dari kondisi-kondisi ini, nyeri digambarkan sebagai tekanan dibahwah tulang dada yang dicetuskan oleh pengerahan tenaga dan dihilangkan dengan beristirahat. Pada pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner, nyeri dada disebabkan oleh suplai darah yang tidak cukup ke otot-otot jantung karena arteri-arteri koroner yang menyempit. Pada pasien-pasien dengan aortic stenosis, nyeri dada seringkali terjadi tanpa segala penyempitan dari arteri-arteri koroner yang mendasarinya. Otot jantung yang menebal harus memompa melawan tekanan yang tinggi untuk mendorong darah melalui klep aortic yang menyempit. Ini meningkatkan permintaan oksigen otot jantung yang melebihi suplai yang dikirim dalam darah, menyebabkan nyeri dada (angina). Ciri-ciri angina : Biasanya penderita merasakan angina sebagai rasa tertekan atau rasa sakit di bawah tulang dada (sternum). Nyeri juga bisa dirasakan di: Bahu kiri atau di lengan kiri sebelah dalam. Punggung Tenggorokan, rahang atau gigi Lengan kanan (kadang-kadang).

Banyak penderita yang menggambarkan perasaan ini sebagai rasa tidak nyaman dan bukan nyeri. Yang khas adalah bahwa angina: dipicu oleh aktivitas fisik berlangsung tidak lebih dari beberapa menit

- akan menghilang jika penderita beristirahat. Kadang penderita bisa meramalkan akan terjadinya angina setelah melakukan kegiatan tertentu. Angina seringkali memburuk jika: aktivitas fisik dilakukan setelah makan cuaca dingin stres emosional. 1. Pingsan (syncope) Pingsan (syncope) yang berhubungan dengan aortic stenosis biasanya dihubungkan dengan pengerahan tenaga atau kegembiraan. Kondisi-kondisi ini menyebabkan relaksasi (pengenduran) dari pembuluh-pembuluh darah tubuh (vasodilation), menurunkan tekanan darah. Pada aortic stenosis, jantung tidak mampu untuk meningkatkan hasil untuk mengkompensasi jatuhnya tekanan darah. Oleh karenanya, aliran darah ke otak berkurang, menyebabkan pingsan. Pingsan dapat juga terjadi ketika cardiac output berkurang oleh suatu denyut jantung yang tidak teratur (arrhythmia). Tanpa perawatan yang efektif, harapan hidup rata-rata adalah kurang dari tiga tahun setelah timbulnya nyeri dada atau gejala-gejala syncope. 1. Sesak napas Sesak nafas dari gagal jantung adalah tanda yang paling tidak menyenangkan. Ia mencerminkan kegagalan otot jantung untuk mengkompensasi beban tekanan yang ekstrim dari aortic stenosis. Sesak napas disebabkan oleh tekanan yang meningkat pada pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh tekanan yang meningkat yang diperlukan untuk mengisi ventricle kiri. Awalnya, sesak napas terjadi hanya sewaktu aktivitas. Ketika penyakit berlanjut, sesak napas terjadi waktu istirahat. Pasien-pasien dapat menemukannya sulit untuk berbaring tanpa menjadi sesak napas (orthopnea). Tanpa perawatan, harapan hidup rata-rata setelah timbulnya gagal jantung yang disebabkan oleh aortic stenosis adalah antara 6 sampai 24 bulan.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik 1. Electrocardiogram (EKG) EKG adalah suatu perekaman dari aktivitas elektrik jantung. Pola-pola abnormal pada EKG dapat mencerminkan suatu otot jantung yang menebal dan menyarankan diagnosis dari aortic stenosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, kelainan konduksi elektrik dapat juga terlihat. 1. Chest x-ray

Chest x-ray (x-ray dada) biasanya menunjukan suatu bayangan jantung yang normal. Aorta diatas klep aortic seringkali membesar. Jika gagal jantung hadir, cairan di jaringan paru dan pembuluh-pembuluh darah yang lebih besar di daerah-daerah paru bagian atas seringkali terlihat. 1. Echocardiography Echocardiography menggunakan gelombang-gelombang ultrasound untuk memperoleh gambargambar (images) dari ruang-ruang jantung, klep-klep, dan struktur-struktur yang mengelilinginya. Ii adalah suatu alat non-invasive yang berguna, yang membntu dokter-dokter mendiagnosa penyakit klep aortic. Suatu echocardiogram dapat menunjukan suatu klep aortic yang menebal dan kalsifikasi yang membuka dengan buruk. Ia dapat juga menunjukan ukuran dan kefungsian dari ruang-ruang jantung. Suatu teknik yang disebut Doppler dapat digunakan untuk menentukan perbedaan tekanan pada setiap sisi dari klep aortic dan untuk menaksir area klep aortic. 1. Cardiac catheterization Cardiac catheterization adalah standar emas dalam mengevaluasi aortic stenosis. Tabung-tabung plastik berongga yang kecil (catheters) dimasukan dibawah tuntunan x-ray ke klep aortic dan kedalam ventricle kiri. Bersama tekanan-tekanan diukur pada kedua sisi dari klep aortic. Kecepatan dari aliran darah diseluruh klep aortic dapat juga diukur menggunakan suatu kateter khusus.

2.6 Penatalaksanaan Tidak ada pengobatan medikamentosa untuk Stenosis Aorta asimtomatik, tetapi begitu timbul gejala seperti sinkop, angina atau gagal jantung segera harus dilakukan operasi katup, tergantung pada kemampuan dokter bedah jantung. Dapat dilakukan reparasi(repair) atau replace(mengganti katup dengan katup artificial). Penderita asimtomatik perlu dirujuk untuk pemeriksaan DopplerEkokardiografi. Trans-valvular velocity lebih dari 4m/detik dianjurkan untuk menjalani operasi. Selama katup aorta masih dalam tingkatan perkembangan, sulit memberikan nasihat operasi yang dapat dipertanggung jawabkan. Komisurotomi sederhana biasanya kurang menolong. Penyempitan katup bawaan begitu keras, sehingga dengan melebarkan saja tidak dapat diharapkan hasil yang memuaskan. Penggantian katup harus dipertimbangkan. Disinilah letak kesukarannya untuk penggantian katup dengan profesa masih sangat mengerikan. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa indikasi operasi pada anak dan remaja jika terdapat perbedaan tekanan lebih dari 70 mmHg pada katup yang menyempit. Dari pihak lain tantangan terhadp anggapan tersebut bahwa stenosis aorta membahayakan kehidupan. Pembatasan aktifitas serta larangan berolahraga terpaksa diharuskan, tetapi kemudian akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan dalam proses perkembangan rohani dan jasmani. Pada saat ini masih masih tidak diketahui dengan pasti nasib katup buatan tersebut. Lebih mudah menentukan sikap pada kelainan stenosis subvalvular dari pada membran murni, yaitu dengan membelah membran diperoleh hasil optimal. Lebih sukar lagi dari pada stenosis supavalvular yang mortalitas tinggi.

Sekarang terdapat teknik baru, yakni melebarkan daerah yang menyempit dengan kateter yang dilengkapi dengan balon. Cara ini dilaporkan cukup efektif, meskipun kemungkinan terjadinya penyempitan kembali sering.

Berikut bebearpa cara penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain: 1. Teknik nonsurgical (tanpa tindakan operatif) 2. Balloon Valvuloplasty (valvulotomy). Seringnya tindakan yang bertujuan untuk membenarkan kembali katup tanpa menggantinya merupakan tindakan yang paling sering digunakan. Balloon valvuloplasty dilakukan dengan kateter tipis dan lembut yang ujungnya diberi balon yang dapat dikembangkan ketika mencapai katup. Balon yang mengembang tersebut akan menekan katup yang menyempit sehingga dapat terbuka kembali dan memungkinkan darah dapat mengalir dengan normal kembali. Balon valvuloplasty merupakan salah satu cara untuk menyembuhkan stenosis katup aorta beserta manifestasi klinis yang timbul karenanya terutama efektif pada infant dan anak-anak. Bagaimanapun juga pada dewasa metode ini tidak selalu berhasil karena stenosis dapat muncul kembali setelah dilakukan balon valvuloplasty. Oleh karena alasan di atas, untuk penyembuhan stenosis katup aorta pada dewasa jarang dilakukan balon valvuloplasty terkecuali pada klien yang tidak memungkinkan untuk dilakukan operasi penggantian katup atau valvuloplasty. 1. Percutaneous aortic valve replacement. Percutaneous aortic valve replacement atau Penempatan kembali katup aorta percutan merupakan penatalaksanaan yang tersering yang dilakukan pada klien dengan stenosis katup aorta. Pendekatan terbaru dengan metode ini memungkinkan untuk melakukan metode ini dengan menggunakan kateter. Metode ini dilakukan jika terjadi pada klien dengan resiko tinggi timbulnya komplikasi dari stenosis katup aorta

1. Pembedahan katup aorta dilakukan dengan beberapa metode antara lain : 2. Penempatan kembali katup aorta. Metode ini merupakan metode primer untuk menangani kasus stenosis katup aorta. Pembedahan dilakukan dengan mengambil katup yang rusak dengan katup mekanik baru atau bagian dari jaringan katup. Katiup mekanik terbuat dari metal, dapat bertahan lama tetapi dapat pula menyebabkan resiko penggumpalan darah pada katup atau daerah yang dekat dengan katup. Oleh karena itu untuk mengatasinya klien harus mengkonsumsi obat anti koagulan seperti warfarin (caumadin) seumur hidup untuk untuk mencegah penggumpalan darah. Sedangkan penggantian dengan katup jaringan ini dapat diambil dari babi, sapi atau berasal dari cadaver manusia. Tipe lainnya menggunakan jaringan katup yang berasal dari katup pulmonary klien itu sendiri jika dimungkinkan.

1. Valvuloplasty. Dalam kasus yang jarang ditemui penggunaan metode valvuloplasty lebih baik untuk dilakukan daripada penggunaan metode balon valvuloplasty. Seperti pada bayi yang baru lahir yang mengalami kelainan dimana daun katup aorta menyatu. Dengan menggunakan cara operasi bedah cardiac pada katup aorta untuk memisahkan daun katup yang menyatu dan meningkatkan kembali aliran darah yang melewati katup. Atau cara lain dengan memperbaiki katup yaitu menghilangkan kalsium berlebih yang terdapat pada daerah sekitar katup.

2.7 Komplikasi 1. 2. 3. 4. Gagal jantung Hipertensi sisitemik Nyeri dada (angina pectoris) Sesak nafas

2.8 Prognosis Survival rate 10 tahun penderita pasca operasi ganti katup aorta adalah sekitar 60% dan rata rata 30% katup artifisial bioprotese mengalami gangguan setelah 10 tahun dan memerlukan operasi ulang.Katup Metal artificial harus dilindungi dengan antikoagulan untuk mencegah trombus dan embolisasi.Sebanyak 30% penderita ini akan mengalami komplikasi perdarahan ringan-berat akibat dari terapi tersebut.Valvuloplasti aorta perkutan dengan balon dapat dilakukan pada anak atau anak muda dengan stenosis aorta congenital non-kalsifikasi.Pada orang dewasa dengan kalsifikasi,tindakan ini menimbulkan restenosis yang tinggi

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN

3.1

Pengkajian 1. Anamnesa 1. Identitas

Nama Pasien Umur

: Ny. R : 41 tahun

Suku/Bangsa Agama Pendidikan Alamat

: Jawa/Indonesia : Islam : SMA : Banyu Urip, Surabaya

Penanggung jawab biaya Nama Alamat : Tn. F : Banyu Urip, Surabaya :

1. Keluhan Utama

Klien dengan stenosis aorta akan mendapatkan nyeri dada (angina), pingsan (syncope) dan sesak napas yang disebabkan oleh gagal jantung. Pada 4% pada pasien dengan stenosis aorta, gejala pertama adalah kematian mendadak, biasanya sewaktu pengerahan tenaga yang berat. 1. Riwayat Penyakit Sekarang :

2 minggu yang lalu klien marasa nyeri dada dan disertai dengan sesak nafas, hingga akhirnya klien mengalami sinkope, kemudian Suaminya membawanya ke RSUD Dr. Soetomo 1. Riwayat Kesehatan Masa Lalu :

Klien pernah dirawat di RS dengan diagnosa typus. 1. Riwayat Penyakit Keluarga :

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab stenosis aorta.

1. Observasi 1. Keadaan umum


Suhu Nadi Tekanan Darah RR

: 364oC : 24 x/menit : 120/80 : 87 x/menit

1. Pemeriksaan Persistem 2. B1 (Breathing)

Terjadi perubahan pernapasan, takipnoe, pernapasan dangkal. 1. B2 (Blood) Ada perubahan denyut nadi, takikardia. 1. B3 (Brain) Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. Klien nampak gelisah. 1. B4 (Bladder) Retensi urine 1. B5 (Bowel) Normal 1. B6 (Bone) Normal

3.2

Diagnosa keperawatan 1. Nyeri dada behubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah ke miokardium akibat sekunder dari aliran darah yang menurun pada arteri koroner. 2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstitial akibat sekunder dari edema paru. 3. Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan cardiac output sekunder. 4. Resiko tinggi terhadap ketidakseimbangan volume cairan (kelebihan) berhubungan dengan peningkatan retensi cairan dan natrium oleh ginjal. 5. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidaksimbangan supplay oksigen dan kebutuhan oksigen jaringan. 6. Ansietas berhubungan dengan prognosa penyakit jantung.

3.3

Intervensi 1. Nyeri dada yang berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen ke miokardium

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan dan terdapat penurunan respons nyeri dada Kriteria evaluasi : Secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada, secara objektif didapatkan tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi penurunan perfusi perifer, urine >600ml/ hari. Rasional

Intervensi Mandiri 1. Catat karakteristik nyeri, lokasi, lamanya, dan penyebaran

1. Anjurkan pada klien untuk melaporkan nyerinya dengan segera

1. Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian 2. Lokasi nyeri perikarditis pada bagian substansial menjalar ke leher dan punggung. Tetapi beda dengan nyeri iskemi miokard/ infark, nyeri tersebut akan bertambah pada saat inspirasi dalam, perubahan posisi, dan berkurang pada saat duduk/ bersandar ke depan. Nyeri berat dapat ,menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak pada kematian mendadak.

1. Lakukan manajemen nyeri keperawatan: 1. Atur posisi fisiologis

1. Istirahatkan klien

1. Posisi fisiologis akan meningkatkan suplai oksigen ke jaringan yang mengalami iskemi 2. Istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer sehingga akan menurunkan kebutuhan miokardium dan akan meningkatkan suplai darah dan oksigen ke miokardium yang membutuhkan untuk menurunkan iskemik. 3. Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan

1. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal atau masker sesuai dengan indikasi

1. Manajemen lingkungan: Lingkungan tenang dan batasi pengunjung

akibat sekunder dari iskemik. 4. Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang akan berada di ruangan. 5. Meningkatkan suplai oksigen sehingga akan menurunkan nyeri akibat sekunder dan iskemik jaringan otak. 6. Distraksi (pengalihan perhatian) dappat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi enddorfin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri. 7. Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri dan menurunkan sensasi nyeri.

1. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam Obat- obat antiangina bertujuan untuk meningkatkan aliran darah baik dengan menambah suplai oksigen atau dengan mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen. Nitrat berguna untuk 1. Ajarkan teknik distraksi pada kontrol nyeri dengan efek vasodilator koroner saat nyeri

1. Lakukan manajemen sentuhan

Kolaborasi Pemberian terapi farmakologi antiangina (nitrogliserin)

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstitial akibat sekunder dari edema paru.

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas. Kriteria hasil : Klien tidak sesak napas, RR dalam batas normal (16- 20x/ menit), respons batuk berkurang. Rasional

Intervensi Mandiri 1. Auskultasi bunyi napas (crackles)

1. Ukur intake dan output cairan

1. Indikasi adanya edema paru; sekunder akibat dekompensasi jantung 2. Penurunan curah jantung mengakibatkan tidak efektifnya perfusi ginjal, retensi natrium/ cairan, dan penurunan output

urine. 3. Perubahan tiba- tiba dari berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan. 4. Memenuhi kenutuhan cairan tubuh orang dewasa, tetapi memerlukan pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung. 1. Timbang berat badan

1. Pertahankan pemasukan total cairan 2000ml/ 24 jam dalam toleransi kardiovaskuler

Kolaborasi 1. Berikan diet tanpa garam

1. Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan meningkatkan kebutuhan miokardium. 2. Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko terjadinya edema paru. 3. Hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi.

1. Berikan diuretik, contoh: Furosemide, sprinolakton, hidronolakton

1. Pantau data laboratorium elektrolit kalium

1. Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan cardiac output sekunder

Data Penunjang : Mengeluh sesak nafas, badan panas, cepat lelah, pusing, mual, nyeri dada, palpitasiO : BP menurun, MAP abnormal, tachichardi, denyut lemah, Dyspnea, dysritmia, pulsus paradoks, JVP > 3 cm H2O, Cyanosis Kriteria Hasil: Keluhan hilang, ABG normal, pola EKG, isoelektrik, Vital sign dan cardiac isoenzim dalam batas normal , tanda pulsus paradoks hilang, cyanosis hilang Rasional

Intervensi Mandiri

1. Resiko tinggi terhadap 1. Evaluasi vital sign 1. Indikasi menunjukkan adanya ketidakseimbang 2. Evaluasi bunyi jantung, tanda- tanda penyakit timbul pericardial friction rub, CVP. kembali, missal: RR meningkat/ an volume cairan (kelebihan) 3. Observasi tanda dan gejala menurun, TD render atau berhubungan yang mungkin merupakan tinggi,dan lain- lain. dengan indikasi berkembangnya 2. Indikasi menunjukkan adanya kegagalan. bunyi jantung yang tidak normal peningkatan retensi cairan dan 4. Observasi tanda tanda yang bias menandakan adnya natrium oleh toxicitas digitales kelainan. 5. Pertahankan patensi jalur IV 3. Mencegah penyakit memburuk. ginjal. 1. Bila muncul tanda 4. Jika ditemukan tanda- tanda Data tanda tamponade, tixicitas, segera dihentikan Penunjang : maka letakkan klien pengobatan digitalis tersebut Berat badan dalam posisi fowler agar tidak memperparah meningkat, dan observasi tanda penyakit. Adanya Edema vital sign secara ketat 5. Kebutuhan cairan pasien Kriteria 2. Kolaborasi dengan terpenuhi, tidak dehidrasi. Hasil : team medis untuk 6. Posisi semifowler bias Keseimbangan tindakan : memudahkan klien untuk output dan input mendapatkan oksigen untuk cairan, berat bernapas. Oksigenasi konsentrasi 24 % badan stabil, 25 % dengan kecepatan aliran 2 3 liter permenit Membantu klien untuk memenuhi tanda vital dalam rentang normal, oksigenasinya. dan tidak ada Digitalis, diuretic, anti edema disritmia Obat- obat ini dapat mencegah memprburuk keadaan klien. Antibiotik per parenteral Pericardiocentesis

Intervensi

Rasional

1. Pantau masukan dan pengeluaran, catat keseimbangan cairan, timbang berat badan tiap hari. 2. Auskultasi bunyi nafas dan jantung 3. Kaji adanya distensi vena jugularis 4. Pantau Tekanan Darah 5. Catat laporan dyspnea, ortopnea, Evaluasi adanya edema 6. Jelaskan tujuan pembatasan cairan 7. Tindakan Kolaborasi : Berikan diuretik 8. Pantau elektrolit serum khususnya kalium 9. Berikan cairan IV melalui alat control 10. Berikan cairan sesuai indikasi 11. Berikan batasan diet natrium sesuai indikasi

1. Kehilangan berat badan bisa mengindikasi adanya klien kekurangan cairan. 2. Memantau ada atau tidaknya suara jantung abnormal. 3. Distensi vena jugularis mengindikasi adanya gagal jantung kanan. 4. Tekanan darah harus diukur pada waktu yang telah ditentukan untuk menetukan klien syok atau melemahnya kerja jantung. 5. Edema menunjukkan ketidakseimbangan cairan. 6. Pembatasan cairan bertujuan agar tidak terjadi retensi cairan. 1. Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko terjadinya edema paru.

1. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidaksimbangan supplay oksigen dan kebutuhan oksigen jaringan.

Data Penunjang : Laporan verbal kelemahan atau fatigue Kecepatan jantung abnormal atau TD tidak berespon terhadap aktivitas Ketidaknyamanan kerja atau dyspnea Rasional

Intervensi 1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan parameter berikut : Nadi 20 per menit diatas frekuensi istirahat, catat peningkatan TD, Nyeri dada, kelelahan berat, berkeringat, pusing dan pingsan 2. Kaji kesiapan pasien untuk meningkatkan aktivitas

3. Dorong memajukan aktivitas 4. Berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi 1. Dorong pasien untuk partisipasi dalam memilih periode 2. Jika tidak sesuai parameter, klien dikaji ulang untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. 3. Persiapkan dan dukung klien untuk melakukan aktivitas jika sudah mampu. 4. Agar klien termotivasi untuk melakukan aktivitas sehingga terpacu untuk sembuh. 5. Memudahkan klien ntuk beraktivitas tapi tidak memanjakan. 1. Klien termotivasi untuk sembuh. 1. Ansietas berhubungan dengan prognosa penyakit jantung

Data Penunjang : Rangsang simpatis, eksitasi, kardiovaskuler, gelisah, insomnia Peningkatan tegangan, ketakutan Peningkatan ketidakberdayaan ; Takut konsekuensi yang tak khusus Ketidakpastian ; Fokus pada diri sendiri Rasional 1. Mengetahui klien dalam keadaan normal atau tidak. 2. Dengan kenyamanan, bias mengurangi kecemasan klien yang berhubungan dengan penyakitnya. 3. Dengan memanajemen waktu dengan baik, kondisi klien bisa fit saat beraktivitas. 4. Sharing atau saling cerita mengenai apa yang dirasakan tentang penyakitnya pada perawat agar perawat bisa memantau kondisi psikologis klien. 5. Mengetahui klien dalam keadaan

Intervensi 1. Pantau respon fisik ; contoh palpitasi ; takikardi ; gerakan berulang 2. Berikan tindakan kenyamanan 3. Koordinasikan waktu istirahat dan aktivitas saat senggang tepat untuk kondisi 4. Dorong ventilasi perasaan tentang penyakit efeknya terhadap pola hidup dan status kesehatan akan datang 5. Anjurkan pasien melakukan teknik relaksasi 6. Kaji ketidakefektifan koping dengan stresor

stress atau tidak agar koping klien efektif. DOWNLOAD : WOC ASKEP STENOSIS AORTA BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Aortic stenosis adalah penyempitan abnormal dari klep (katup) aorta (aortic valve). Sejumlah dari kondisi-kondisi menyebabkan penyakit yang berakibat pada penyempitan dari klep aorta. Ketika derajat dari penyempitan menjadi cukup signifikan untuk menghalangi aliran darah dari bilik kiri ke arteri-arteri, yang mengakibatkan persoalan-persoalan jantung berkembang. Penyebab atau etiologi dari stenosisi ini bisa bermacam-macam. Namun yang paling sering adalah RHD (Rheumatic Heeart Disease) atau yang biasa kita kenal dengan demam rematik.

Daftar pustaka Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika. Anonymousa. 2010 .http://www.infokedokteran.com/article/Stenosis-aorta.html. diakses tanggal 22, Nopember 2010. Anonymousb. 2010. http://aslikoe.blogspot.com/2009/09/stenosis-katup-aorta.html. diakses tanggal 22, Nopember 2010. Anonymousc. 2010. http://askep-anak-stenosis-katup-aorta-aortic_25.html. diakses tanggal 22, Nopember 2010.

You might also like