You are on page 1of 6

Biofarmasi 2 (2): 69-74, Agustus 2004, ISSN: 1693-2242

 2004 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Pengaruh Variasi Konsentrasi Asam Naftalen Asetat terhadap


Pertumbuhan dan Kandungan Flavonoid Kalus Daun Dewa
[Gynura procumbens (Lour) Merr.]

The effect of varied NAA concentration agains growth and flavonoid content
of Gynura procumbens (Lour) Merr. callus

ARIF HARDIYANTO, SOLICHATUN♥, WIDYA MUDYANTINI


Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126.

Korespondensi: Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126. Tel. & Fax.: +62-271-663375. e-mail: olich@mipa.uns.ac.id.

Diterima: 23 Pebruari 2004. Disetujui: 28 Juli 2004.

Abstract. The aim of this research is to study the influence of naftalene acetic acid (NAA) concentration variation
on the callus growth and flavonoid content of daun dewa [Gynura procumbens (Lour) Merr.]. The research
framework relied on the benefit of daun dewa as anti cancer drug. This matter enabled by its compound cytotoxic
from compound flavonoid contained. Culture in vitro technique serve the purpose of medium to produce the
secondary metabolism. Addition of NAA as treatment for the induction of callus will promote cell enlargment and the
growth of callus so that callus which later will be analysed by its flavonoid content. This research was conducted
with two phase. First phase represented the phase of antecedent attempt in the form of callus induction to get the
good callus. Addition of NAA and kinetin conducted to promote the cell proliferation. The parameter of this phase is
texture, colour, and moment of callus appearance. Second phase is the form of NAA concentration variation
treatment phase. At this research, it conducted with the random device complete with one factor that is 5
concentration NAA is 0 mg/L; 0,5 mg/L; 1,0 mg/L; 1,5 mg/L and 2,0 mg/L. The parameter of this phase is wet
weight of the callus, dry weight of the callus, texture of the callus, colour of the callus, and flavonoid content. The
result of this research indicated that the addition NAA do not influence on callus growth and the flavonoid content of
callus daun dewa.

Keywords: naftalene acetic acid, callus growth, flavonoid, Gynura procumbens (Lour) Merr.

PENDAHULUAN Pertumbuhan kalus sebagai penghasil metabolit


sekunder dapat dipacu dengan pemberian zat
Daun dewa [Gynura procumbens (Lour) Merr.] pengatur tumbuh. (Hendaryono dan Wijayani,
merupakan salah satu tanaman obat dari familia 1994; Suryowinoto, 1996).
Compositae yang potensial untuk dikembangkan. Auksin dapat diberikan secara tunggal maupun
Menurut Subianto dalam Mudjahid (1998) daun dikombinasikan dengan sitokinin untuk
dewa dapat dimanfaatkan sebagai obat anti menginduksi kalus. Menurut Chang et al. dalam
kanker (kanker rahim, kanker payudara, maupun Suryowinoto (1996) penggunaan asam naftalen
kanker darah). Khasiat daun dewa sebagai obat asetat atau naftalene acetic acid (NAA) untuk
anti kanker dimungkinkan karena adanya induksi kalus pada eksplan yang nantinya akan
senyawa sitotoksik yaitu senyawa flavonoid dianalisis kandungan flavonoidnya memberikan
(Sudarto, 1990). Senyawa flavonoid merupakan efek yang lebih baik dibanding dengan auksin
salah satu produk dari proses metabolit sekunder sintetik jenis lain. Hal ini disebabkan karena NAA
tanaman. Metabolit sekunder adalah senyawa tidak menimbulkan mutasi genetik yang dapat
kimia yang dihasilkan suatu sel atau organ suatu menyebabkan tidak konstannya produksi
organisme tetapi tidak dimanfaatkan secara metabolit sekunder. Menurut Hrazdina (1992)
langsung sebagai sumber energi sel atau organ NAA yang ditambahkan ke dalam media akan
yang membuatnya. Menurut Kyte dan Kleyn merangsang pembelahan sel dan sintesis protein
(1996) metabolit sekunder dapat diproduksi sehingga akan memacu pertumbuhan kalus yang
secara in vitro melalui kultur kalus. nantinya akan mempengaruhi produksi flavonoid.
Teknik kultur in vitro untuk mendapatkan Salah satu contohnya adalah penelitian kultur
metabolit sekunder dari kalus mempunyai in vitro pule pandak yang dilakukan oleh Sandra
keuntungan diantaranya menghemat waktu, dkk. (2002) dengan menggunakan media
tenaga, dapat diproduksi dalam jumlah yang Murashige dan Skoog (MS) + NAA 0,5 mg/l dan
cukup banyak dengan kondisi yang terkontrol dan benzil amino purin (BAP) 2 mg/l dapat
dapat diproduksi sesuai dengan kebutuhan. menghasilkan alkaloid sebesar 0,29% per bobot
70 Biofarmasi Vol. 2, No. 2, Agustus 2004, hal. 69-74

kering. Penggunaan daun dewa sebagai ramuan pembentukan kalus diamati saat muncul kalus,
anti kanker selama ini masih bersifat tradisional. tekstur dan warna kalus (4 minggu setelah
Masyarakat kurang tahu tentang senyawa yang penanaman eksplan).
terkandung di dalamnya dan metode yang dapat Perlakuan. Kalus yang dihasilkan dari proses
digunakan untuk memproduksi senyawa tersebut percobaan pendahuluan kemudian ditanam dalam
(Maryani dan Suharmiati, 2003). Kultur in vitro media produksi sesuai dengan perlakuan. Tahap
dengan penambahan NAA dapat digunakan untuk pertumbuhan kalus pada media perlakuan
menjembatani masalah tersebut. Kalus hasil diamati tekstur dan warna kalus (4 minggu
perlakuan diharapkan dapat meningkatkan setelah perlakuan), berat basah kalus, berat
senyawa flavonoid. kering kalus, dan laju pertumbuhan kalus.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (i) Analisis kandungan flavonoid. Analisis
konsentrasi optimum NAA dalam meningkatkan kandungan flavonoid dilakukan dengan 2 cara
pertumbuhan dan kandungan flavonoid kalus yaitu uji pendahuluan dengan pereaksi amoniak
daun dewa, (ii) senyawa yang terkandung dalam untuk mengetahui ada tidaknya flavonoid dan uji
daun dewa, dan (iii) penggunaan kultur in vitro lanjutan dengan analisis kuantitatif KLT. Fase
untuk mendapatkan senyawa tersebut. diam yang digunakan yaitu lempeng silika gel
GF254 dan fase geraknya toluen: etil asetat
(80:20) kemudian analisis kuantitatifnya dengan
BAHAN DAN METODE dengan menggunakan spektrodensitometer yaitu
C 5 930 Scanner (Shimadzu, Japan) (Wagner dan
Waktu dan tempat penelitian Bladt, 1996). Hasil yang didapatkan berupa luas
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober area serapan yang menunjukkan besarnya
2002 - Maret 2003 di Sub Lab. Biologi, Lab. Pusat kepekatan flavonoid antara perlakuan satu
MIPA UNS Surakarta dan analisis kandungan dengan perlaku-an yang lain. Kadar flavonoid
flavonoid dilakukan di Pusat Penelitian Obat disini tidak dapat dihitung/ditentukan karena
Tradisional, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. tidak tersedianya larutan standart.

Bahan dan alat Analisis data


Bahan yang digunakan meliputi bahan tanam- Data berat basah kalus, berat kering kalus,
an sebagai sumber eksplan (daun ketiga dari laju pertumbuhan kalus, dan kandungan flavonoid
pucuk), bahan kimia untuk sterilisasi (akuades, dianalisis dengan Anava dan dilanjutkan dengan
deterjen cair, alkohol 70%, klorok 30% dan 20%, uji DMRT pada taraf 5%, selanjutnya dianalisis
fungisida (Dithane), dan alkohol absolut), media korelasi. Sedangkan saat muncul kalus, warna
dasar Murashige dan Skoog, bahan perlakuan ( kalus dan tekstur kalus dianalisis secara
NAA dengan konsentrasi 0 mg/l; 0,5 mg/l; 1 deskriptif.
mg/l; 1,5 mg/l; 2 mg/l), media induksi kalus (0,5
mg/l NAA + 0,5 mg/l kinetin untuk media A, dan
1 mg/l NAA + 0,5 mg/l kinetin untuk media B),
dan bahan untuk analisis flavonoid (amoniak, HASIL DAN PEMBAHASAN
toluen, etil asetat, dan metanol).
Induksi Pembentukan Kalus
Cara kerja Saat muncul kalus
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Tahap induksi kalus pada penelitian ini
Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu digunakan untuk mendapatkan kalus dari eksplan
konsentrasi asam naftalen asetat dengan 5 daun. Kalus yang terbentuk nantinya akan
variasi konsentrasi yaitu: N0: 0 mg/l sebagai digunakan sebagai bahan perlakuan.
kontrol, N1: 0,5 mg/l, N2: 1 mg/l, N3: 1,5 mg/l, dan
N4: 2,0 mg/l masing-masing dengan 5 ulangan.
Prosedur percobaan ini dibagi menjadi 3 tahap Tabel 1. Waktu yang diperlukan eksplan daun G.
yaitu: (1) percobaan pendahuluan, (2) perlakuan, procumbens untuk membentuk kalus (HSI= Hari
dan (3) analisis kandungan flavonoid. Setelah Inokulasi), beserta tekstur dan warnanya.
Percobaan pendahuluan. Percobaan ini
Saat muncul
dilakukan untuk menghasilkan kalus yang akan Media
kalus
Tekstur Warna
digunakan dalam media perlakuan. Tahapan A 16,8 a Remah Hijau, putih
dalam percobaan pendahuluan adalah sterilisasi kekuningan
eksplan (dengan fungisida 50% 5 menit, alkohol B 10,6 b
Remah Hijau, putih
70% 2 menit, klorok 20% 3 menit, dan klorok kecoklatan
30% 5 menit dan dibilas dengan akuades steril
sebanyak 3 kali), proses penanaman (dalam Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada
laminar air flow dengan ukuran eksplan 1 × 1 cm) satu kolom berarti tidak berbeda nyata dengan DMRT
taraf 5%. A Media MS + 0,5 mg/l NAA + 0,5 mg/l
dan proses pemeliharaan (disemprot dengan
kinetin B. Media MS + 1 mg/l NAA + 0,5 mg/l kinetin.
alkohol 70% tiap 3 hari sekali). Tahap
HARDIYANTO dkk. – Pengaruh NAA terhadap Gynura procumbens 71

Munculnya kalus ditandai Tabel 2. Tekstur dan warna kalus G. procumbens pada awal dan akhir
dengan membengkaknya eksplan perlakuan.
dan munculnya bercak-bercak
putih. Bagian eksplan yang Tekstur kalus Warna kalus
membentuk kalus, menurut Perlakuan
Awal Akhir Awal Akhir
Suryowinoto (1996) disebabkan
N0U1 remah kompak coklat coklat
karena sel-sel yang kontak
N0U2 remah kompak coklat coklat
dengan media terdorong untuk
menjadi meristematik dan N0U3 remah kompak coklat coklat
selanjutnya aktif mengadakan N0U4 remah kompak coklat coklat tua
pembelahan seperti jaringan N0U5 remah kompak coklat coklat tua
penutup luka. N1U1 remah remah coklat muda coklat muda
Media A kalus muncul pada N1U2 remah remah coklat muda coklat
16,8 HSI (Hari Setelah N1U3 remah remah coklat muda coklat muda
Inokulasi), sedangkan pada N1U4 remah remah coklat muda coklat muda
media B kalus muncul pada 10,6
N1U5 remah kompak coklat muda coklat
HSI (Tabel 1). Penambahan
N2U1 remah kompak coklat muda coklat muda
kombinasi NAA dan kinetin yang
tepat menyebabkan kalus N2U2 remah remah coklat muda coklat muda
muncul lebih cepat pada media N2U3 remah remah coklat muda coklat
B. NAA pada konsentrasi 1 mg/l N2U4 remah remah coklat muda coklat muda
dan kinetin 0,5 mg/l mampu N2U5 remah remah coklat coklat tua
merangsang pembelahan sel N3U1 remah remah coklat muda coklat muda
eksplan dan melakukan proses N3U2 remah kompak coklat muda coklat muda
dediferensiasi untuk membentuk N3U3 remah kompak coklat muda coklat
kalus lebih cepat. Hal ini sesuai
N3U4 remah remah coklat muda coklat tua
dengan yang dikemukakan oleh
N3U5 remah remah coklat muda coklat muda
Toruan dalam Drajat (1999),
NAA yang dikombinasikan N4U1 remah remah coklat muda coklat muda
dengan kinetin berkonsentrasi N4U2 remah remah coklat muda coklat muda
rendah pada kultur kalus N4U3 remah kompak coklat muda coklat
tembakau lebih efektif N4U4 remah remah coklat muda coklat muda
membentuk kalus daripada N4U5 remah remah coklat muda coklat muda
menggunakan kinetin Keterangan: N: konsentrasi NAA. N0: 0 mg/l, N1: 0,5 mg/l, N2: 1 mg/l,
berkonsentrasi tinggi. N3: 1,5 mg/l, N4: 2,0 mg/l. U1-U5: ulangan 1-5.

Tekstur dan warna kalus berikatan longgar. Menurut Steves dan Sussex
Media A dan B menghasilkan kalus yang (1994) sel-sel yang menyusun kalus cenderung
bertekstur remah. Kalus yang remah (freeable) berbentuk tidak teratur, relatif kecil-kecil
dapat diperoleh dengan melakukan sub kultur ukurannya, inti selnya besar, dan sitoplasma
berulang-ulang, melakukan manipulasi media yang masih kental.
misalnya dengan mengatur macam dan Tekstur kalus yang tampak pada perlakuan N0
perbandingan zat pengatur tumbuh dan dengan (tanpa hormon) terlihat adanya perubahan dari
penggojogan (Wattimena, 1992). remah menjadi kompak. Hal ini disebabkan sel-
Warna yang dihasilkan pada media A putih sel yang semula membelah mengalami
kekuningan sedangkan media B putih kecoklatan penurunan aktivitas proliferasinya. Aktivitas ini
(Tabel 1.). Warna hijau masih terdapat pada dipengaruhi auksin alami yang terdapat pada
kalus hasil induksi kalus. Hal ini disebabkan kalus eksplan asal (Santosa dan Nursandi, 2002).
masih membawa sifat asli eksplan. Perubahan Menurut Street (1993) kalus yang kompak
warna dari eksplan yang berwarna hijau menjadi merupakan susunan sel-sel yang rapat dan sulit
putih kecoklatan atau putih kekuningan dipisah-pisahkan.
disebabkan adanya proses degradasi klorofil Kalus pada awal perlakuan berwarna coklat
(Santosa dan Nursandi, 2002). Adapun tekstur muda sedangkan pada akhir perlakuan berwarna
dan warna kalus G. procumbens pada awal dan coklat, coklat muda dan coklat tua. Perubahan
akhir perlakuan disajikan pada Tabel 2. warna yang terjadi disebabkan adanya browning
(pencoklatan). Hal ini tampak sekali pada
Pertumbuhan kalus pada media perlakuan perlakuan 0 mg/l. Pencoklatan ini disebabkan
Tekstur dan warna kalus adanya reaksi enzimatik yang mengarah pada
Kalus pada media perlakuan mempunyai pembentukan senyawa fenol (Santosa dan
tekstur remah. Hal ini disebabkan terjadinya Nursandi, 2002).
proses pertumbuhan yang mengarah pada
pembentukan sel-sel yang berukuran kecil dan
72 Biofarmasi Vol. 2, No. 2, Agustus 2004, hal. 69-74

Tabel 3. Rata-rata berat basah kalus G. procumbens 5 minggu setelah perlakuan.

Perlakuan N0 N1 N2 N3 N4
Berat basah (mg) 216 1.026 1.294 854 1.631
Berat kering (mg) 27 64 95 68 93
Laju pertumbuhan (mg/hari) 0,0061 0,0292 0,0369 0,0243 0,046
Luas area serapan flavonoid 40.816,1 49.406,0 55.809,9 53.790,8 74.163,4

Keterangan: N: konsentrasi NAA. N0: 0 mg/l, N1: 0,5 mg/l, N2: 1 mg/l, N3: 1,5 mg/l, N4: 2,0 mg/l.

Berat basah kalus


Pengaruh penambahan NAA terhadap berat

berat kering kalus (mg)


100
basah kalus tidak beda nyata antar perlakuan,
80
namun pada grafik hubungan konsentrasi NAA
terhadap berat basah (Tabel 3 dan Gambar 1) 60
terlihat kecenderungan naiknya berat basah 40
seiring dengan penambahan konsentrasi NAA,
20
walaupun pada penambahan 1,5 mg/l NAA terjadi
penurunan. Hal ini disebabkan kemampuan 0
masing-masing sel untuk menyerap air dan untuk N0 N1 N2 N3 N4
membentuk dinding sel yang baru berbeda konsentrasi NAA (m g/l)
meskipun sama-sama berasal dari eksplan daun
yang ketiga.
Penurunan berat basah kalus pada N3 mungkin
disebabkan tingkat juvenilitas sel yang berbeda. Gambar 2. Hubungan konsentrasi NAA terhadap berat
kering kalus G. procumbens 5 minggu setelah
Sel yang lebih muda cenderung lebih mudah
perlakuan. Keterangan: N: konsentrasi NAA. N0: 0 mg/l,
menyerap air daripada sel yang lebih tua N1: 0,5 mg/l, N2: 1 mg/l, N3: 1,5 mg/l, N4: 2,0 mg/l.
(Lakitan, 1996). Penambahan NAA sebesar 2
mg/l menghasilkan kalus seberat 1,631 mg. Hal
ini disebabkan pada kadar tersebut NAA dapat
meningkatkan permeabilitas sel terhadap air, dan Perlakuan N0 (kontrol) terlihat rata-rata berat
pelonggaran dinding sel yang diikuti penurunan basah kalus yang rendah. Hal ini menunjukkan
tekanan dinding sel, sehingga air dapat masuk ke bahwa tanpa penambahan NAA kalus dapat
dalam sel yang disertai dengan kenaikan volume muncul. Terjadinya pertumbuhan kalus tanpa
sel (Hendaryono dan Wijayani, 1994). penambahan zat pengatur tumbuh dimungkinkan
karena terdapatnya auksin endogen (Santosa dan
Nursandi, 2002).

1750 Berat kering kalus


1500 Pengaruh penambahan NAA terhadap berat
kering kalus tidak beda nyata antar perlakuan.
Berat basah kalus

1250
1000 Hubungan antara konsentrasi NAA terhadap berat
750 kering kalus disajikan dalam Tabel 3 dan Gambar
(mg)

500 2.
250 Pemberian 1 mg/l NAA dan 2 mg/l NAA
0 menunjukkan hasil yang hampir sama tinggi
N0 N1 N2 N3 N4 dalam memproduksi biomassa yang ditunjukkan
Konsentrasi NAA (m g/l) dengan berat kering kalus seberat 95 mg dan 93
mg. Hal ini disebabkan pada konsentrasi tersebut
NAA mampu menghasilkan biomassa yang tinggi
akibat sel-selnya mampu membelah diri dan
Gambar 1. Hubungan konsentrasi NAA terhadap berat memperbanyak diri yang dilanjutkan dengan
basah kalus G. procumbens 5 minggu setelah pembesaran kalus yang lebih cepat dibandingkan
perlakuan. Keterangan: N: konsentrasi NAA. N0: 0 mg/l, dengan perlakuan yang lain. Menurut Hendaryono
N1: 0,5 mg/l, N2: 1 mg/l, N3: 1,5 mg/l, N4: 2,0 mg/l. dan Wijayani (1994) NAA akan membantu
menurunkan tekanan turgor sel sehingga air
mudah masuk ke dalam sel. Hasil yang hampir
HARDIYANTO dkk. – Pengaruh NAA terhadap Gynura procumbens 73

sama diperoleh Dwari dan Chand Tabel 4. Nilai korelasi berat basah, berat kering, laju pertumbuhan
(1999) yaitu penambahan 0,5 mg/l, kalus, dan luas area serapan flavonoid G. procumbens 5 minggu
1 mg/l, dan 1,5 mg 2 mg NAA + 0,5 setelah perlakuan.
benzil amino purin (BAP)
menghasilkan berat kering kalus Luas area
Berat Berat Laju
yang tidak berbeda nyata setelah 3 serapan
basah kering pertumbuhan
flavonoid
minggu perlakuan.
Gambar 2 menunjukkan adanya Berat basah 1,000 0,638 1,000 0,393
korelasi antara berat basah kalus Berat kering 0,638 1,000 0,647 0,248
dengan berat kering kalus. Selama Laju pertumbuhan 1,000 0,647 1,000 0,388
masa pengeringan dapat Luas area serapan 0,393 0,248 0,388 1,000
diasumsikan bahwa kalus akan flavonoid
mengalami proses evaporasi yang
sama maka akan didapatkan pola
grafik berat kering kalus yang serupa
dengan pola grafik berat basah kalus (Gambar 1) kuantitatif. Hasil pemeriksaan kualitatif adanya
(Goldsworthy dan Fisher, 1992). Perbedaan flavonoid ditunjukkan dengan warna kuning pada
terjadi pada penambahan 2 mg/l NAA yang berat deteksi visible, warna redam pada λ 254, dan
keringnya lebih rendah dibandingkan dengan warna jingga pada λ 365 (Wagner dan Bladt,
penambahan 1 mg/l NAA. Hal ini mungkin 1996). Pemeriksaan kuantitatif didapatkan suatu
disebabkan berat basah yang dihasilkan luas area kandungan flavonoid pada masing-
kandungan airnya lebih tinggi sehingga pada saat masing perlakuan. Luas area tersebut hanya
proses pengeringan, kandungan airnya lebih dapat diketahui seberapa besar perubahan
banyak yang menguap sehingga didapatkan berat kepekatan flavonoid pada masing-masing
kering yang lebih rendah. perlakuan. Menurut Sudarto dkk. (1986) pada
Sonchus arvensis, L. (Compositae) belum
Laju pertumbuhan kalus terdeteksi adanya senyawa flavonoid yang
Pengaruh penambahan NAA terhadap laju spesifik sehingga hanya bisa diketahui senyawa
pertumbuhan kalus tidak beda nyata antar flavonoid secara umum. Flavonoid secara spesifik
perlakuan. Hasil ini sesuai dengan penelitian dapat diketahui dengan adanya larutan
Shimaru (1992) pada kultur Liquidambar pembanding atau larutan standart seperti rutin,
styraciflua pada penambahan 0,5 mg/l dan 2 quersetin, myrsetin dan lain-lain (Wagner dan
mg/l NAA menunjukkan laju pertumbuhan yang Bladt, 1996).
tidak berbeda nyata yang disebabkan Pengaruh penambahan NAA terhadap luas
penambahan NAA pada konsentrasi tersebut area serapan flavonoid tidak beda nyata antar
belum dapat memacu pertambahan berat basah perlakuan. Hal ini mungkin disebabkan
kalus yang signifikan (Tabel 3.). penambahan NAA masih digunakan untuk proses
Laju pertumbuhan kalus yang nilainya lebih pertumbuhan kalus sehingga luas area serapan
tinggi dimungkinkan karena adanya pengaktifan flavonoid yang terdeteksi tidak signifikan. Rata-
gen yang berarti terjadi proses penguatan rata perlakuan terlihat luas area maximum
terhadap aktivitas replikasi DNA dan transkripsi terdapat pada perlakuan N4. Hal ini menunjukkan
berulang DNA menjadi mRNA yang diikuti oleh bahwa pada perlakuan tersebut NAA yang
translasi mRNA menjadi protein. NAA menjadi ditambahkan dapat meningkatkan kerja enzim
pengendali pada beberapa titik dalam aliran fenilalanin amonia liase (FAL). NAA dalam sintesis
informasi genetik mulai dari replikasi sehingga flavonoid berfungsi untuk meningkatkan kerja
proses proliferasi sel dan morfogenesis dapat enzim fenilanalin amonia liase (FAL) yang
berjalan (Santosa dan Nursandi, 2002). menghasilkan sinamat dari fenilalanin. Tahapan
Lambatnya laju pertumbuhan kalus secara selanjutnya pembentukan flavonoid dari malonil
umum disebabkan kondisi internal eksplan yang CoA, sehingga apabila konsentrasi NAA maksimal
permukaannya dilindungi oleh lapisan kutikula. maka pembentukan flavonoid dimungkinkan juga
Selain itu juga permukaan eksplan secara maksimal (Hrazdina, 1992).
mikroskopis pada daunnya banyak terdapat Perlakuan yang lain menunjukkan rata-rata
rambut-rambut penutup berjumlah 4-5 sel yang hasil yang hampir seragam. Hal ini menunjukkan
dapat menghambat absorbsi zat hara dari media bahwa tanpa penambahan dan dengan
(Maryani dan Suharmiati, 2003). penambahan NAA sampai kadar 1,5 mg/l
flavonoid yang terdeteksi relatif rendah.
Analisis Kandungan Flavonoid Kalus Rendahnya luas area serapan flavonoid pada
Analisis kromatografi lapis tipis yang perlakuan tersebut dapat disebabkan NAA yang
digunakan untuk menganalisis kandungan ditambahkan masih digunakan untuk
flavonoid dari semua konsentrasi NAA ternyata meningkatkan pembentukan dan pertumbuhan
menunjukkan hasil yang positif (Tabel 3). Hal ini kalus (Santosa dan Nursandi, 2002).
ditunjukkan pada hasil pemeriksaan kualitatif dan
74 Biofarmasi Vol. 2, No. 2, Agustus 2004, hal. 69-74

Analisis korelasi berat basah, berat kering, laju DAFTAR PUSTAKA


pertumbuhan kalus dan luas area serapan
flavonoid Drajat, I. 1999. Produksi Nikotin Kalus Tembakau
Besarnya nilai korelasi antara berat basah (Nicotiana tobaccum) pada berbagai Konsentrasi
dengan laju pertumbuhan menunjukkan bahwa NAA dan Kinetin. [Skripsi]. Yogyakarta: UPN
Veteran.
berat basah kalus sangat berkaitan dengan laju
Dwari, M. and P.R. Chand 1999. Rapid plant
pertumbuhan kalus. Hal tersebut disebabkan laju regeneration from explants and callus cultures of the
pertumbuhan kalus dapat diketahui dengan three legumes Dalbergia lanceolaria, L. In Islam,
menggunakan parameter berat basah kalus pada A.S. (ed.). Plant Tissue Culture. New York: Science
awal dan berat basah kalus pada akhir Publisher Inc.
percobaan. Berat basah kalus sendiri didapatkan Gati, E. dan I. Mariska 1992. Pengaruh auksin dan
dari selisih antara berat basah kalus awal dengan sitokinin terhadap pertumbuhan kalus Mentha
berat basah kalus akhir percobaan. Pengikatan piperita. Linn. Bulletin Litri 3: 1-4.
Goldsworthy, P.R. and N.M. Fisher 1992. Fisiologi
NAA pada membran sel dapat menyebabkan sel
Tanaman Budidaya Tropik. Penerjemah: Tohari.
tersebut mengembang, sehingga secara Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
kuantitatif berat kalus meningkat. Peningkatan Hendaryono, D.P.S. dan A. Wijayani 1994. Teknik Kultur
berat basah akan mempengaruhi laju Jaringan. Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan
pertumbuhan kalus (Santosa dan Nursandi, Tanaman secara Vegetatif-Modern. Yogyakarta:
2002). Tabel 4 dapat diketahui bahwa masing- Penerbit Kanisius.
masing faktor berkorelasi positif. Hrazdina, G. 1992. Compartemetation in aromatic
Antara berat basah kalus dengan berat kering metabolism In Stafford,A.H. and K.R. Ibrahim
(Eds.). Phenolic Metabolism in Plant. New York:
kalus merupakan 2 faktor yang berkorelasi
Plenum Press.
positif. Hal ini berarti semakin tinggi berat basah Kyte, L. and J. Kleyn 1996. Plant from Test Tubes an
kalus maka berat kering kalus juga mengalami Introduction to Micropropagation. 3rd Edition.
kenaikan. Menurut Wetter dan Constabel (1991) Washington: Timber Press Inc
hubungan antara berat basah dan berat kering Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan
yang dikulturkan biasanya tetap linier jika berat Perkembangan Tanaman. Jakarta: P.T. Raja
basah di bawah 500 mg. Laju pertumbuhan kalus Grafindo Persada.
selain dipengaruhi oleh berat basah kalus juga Maryani, H. dan Suharmiati. 2003. Khasiat dan
Morfologi Daun Dewa dan Sambung Nyawa. Jakarta:
dipengaruhi berat kering kalus. Besarnya nilai
Agro Media Pustaka.
korelasi menunjukkan bahwa berat kering kalus Mudjahid, A. 1998. Pengaruh Daun Dewa terhadap
mempunyai hubungan yang berbanding lurus Perubahan Morfologi Sel serta Struktur Morfologi
dengan berat basah kalus. Lesi Jaringan Hepar Tikus. Skripsi. Surakarta:
Berat basah kalus, berat kering kalus, dan laju Fakultas Kedokteran UNS.
pertumbuhan kalus mempunyai nilai korelasi di Sandra, E., E.A.M. Zuhud, Y. Fitria, F. Yahya, dan T.
bawah 50% (Tabel 4). Hal ini berarti faktor-faktor Anwar, 2002. Kultur In Vitro Tumbuhan Obat Langka
tersebut kurang mempengaruhi luas area serapan Pule Pandak. Bogor: Forum Kultur Jaringan.
Santosa, U. dan Nursandi, F. 2002. Kultur Jaringan
flavonoid. Lindsay dan Yoenan dalam Gati dan
Tanaman. Malang: Penerbit UMM Press.
Mariska (1992) menyatakan bahwa kalus yang Steeves, T.A. and I.M. Sussex 1994. Pattersin Plant
pertumbuhannya cepat serta rapuh dapat Development. Second Edition. New York: Cambridge
menurunkan akumulasi senyawa metabolit University Press.
sekunder. Street, H.E. 1993. Plant Tisue and Cell Culture. Los
Angeles: University of California Press.
Sudarto, B. 1990. Studi Farmakognosi Tumbuhan
Gynura procumbens (Lour) Merr. Tesis.
Yogyakarta: Fakultas Pasca Sarjana UGM.
KESIMPULAN
Sudarto, B., C.J. Soegihardjo, dan S. Wahyono 1986.
Pemeriksaan flavonoid dalam daun Sonchus
Penambahan NAA sampai dengan konsentrasi arvensis, L. Dalam Mulyadi (ed.). Abstrak
2 mg/l tidak memberikan pengaruh yang nyata Pemeriksaan dan Publikasi Ilmiah. Yogyakarta:
terhadap pertumbuhan kalus baik pada berat Fakultas Farmasi UGM.
basah, berat kering, laju pertumbuhan kalus dan Suryowinoto, M. 1996. Pemuliaan Tanaman secara In
kandungan flavonoid kalus G. procumbens. Perlu Vitro. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas
dilakukan penelitian lebih lanjut tentang Bioteknologi UGM.
Wagner, H. and S. Bladt 1996. Plant Drug Analysis. A
pengaruh penambahan NAA dalam konsentrasi
Thin Layer Chromatogrphy Atlas. Second Edition.
yang lebih tinggi. Selain itu juga disarankan London: Springer.
untuk memperpanjang masa inkubasi kalus agar Wattimena, G.A. 1992. Bioteknologi Tanaman. Bogor:
dapat memberikan pengaruh yang signifikan Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor.
terhadap pertumbuhan dan kandungan flavonoid Wetter, L.R. and F. Constabel 1991. Metode Kultur
kalus G. procumbens. Jaringan Tanaman. Edisi ke 2. Penerjemah:
Mathilda. Bandung: Penerbit ITB.

You might also like