You are on page 1of 18

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Tumor otak adalah pertumbuhan abnormal dari perkembangan asal, primer metastasik yang terjadi didalam otak dan stuktur penyokong. Tumor otak merupakan salah satu bagian dari tumor pada sistem saraf, disamping tumor spinal dan tumor saraf perifer. Tumor ini dapat bersifat primer ataupun merupakan metastase dari tumor pada organ lainnya. Tumor otak memberikan permasalahan klinis yang berbeda dengan tumor lain karena efek yang ditimbulkannya dan keterbatasan terapi yang dapat dilakukan. Tumor otak yang menyebabkan kerusakan jaringan otak secara langsung akan menimbulkan gangguan fungsional dari sistem saraf pusat berupa gangguan motorik, gangguan sensorik, panca indera, bahkan kemampuan kognitif. Selain itu, efek massa yang ditimbulkan oleh tumor otak juga akan memberikan masalah serius mengingat tumor berada dalam rongga tengkorak yang pada orang dewasa merupakan suatu ruang tertutup dengan ukuran tetap. Tumor intrakranial atau tumor otak merupakan salah satu penyakit yang paling ditakuti karena otak merupakan organ sentral yang sangat penting. Diagnosis tumor intrakranial ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Dengan pemeriksaan klinis sulit menegakkan diagnosis tumor intrakranial dan membedakan benigna atau maligna, karena gejala klinis yang ditemukan tergantung dari lokasi tumor, kecepatan pertumbuhan masa tumor, dan cepatnya timbul gejala tekanan tinggi intrakranial serta efek dari masa tumor kejaringan otak yang dapat menyebabkan kompresi, infasi, dan destruksi dari jaringan otak. Walaupun demikian ada beberapa jenis tumor yang mempunyai predileksi lokasi sehingga memberikan gejala yang spesifik dari tumor intrakranial. Dengan pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi dapat dibedakan tumor benigna dan maligna.

I.2 Tujuan Penulisan 1. Memahami dan mampu mendiagnosis tumor otak secara tepat berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik. 2. Mengetahui Asuhan Keperawatan yang tepat terhadap kilian dengan tumor intracranial.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I.

Defenisi

Tumor otak intrakranial adalah sebuah lesi yang terletak pada intrakranial yang menempati ruang di dalam tengkorak dan selalu bertumbuh sebagai sebuah massa yang berbentuk bola tetapi juga dapat tumbuh menyebar, masuk ke dalam jaringan. II. III. Etiologi Riwayat trauma kepala Faktor genetik Paparan bahan kimia yang bersifat carsinogenik Virus tertentu Gejala Klinis Gejala klinis tumor intrakranial dibagi atas 3 kategori, yaitu gejala umum, gejala lokal dan gejala lokal yang tidak sesuai dengan lokasi tumor. a. Gejala Umum Gejala umum timbul akibat peningkatan tekanan intrakranial atau proses difus dari tumor tersebut. Tumor ganas menyebabkan gejala yang lebih progresif daripada tumor jinak. Tumor pada lobus temporal depan dan frontal dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat besar tanpa menyebabkan defisit neurologis dan pada mulanya hanya memberikan gejalagejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus parietal dan oksipital lebih sering memberikan gejala fokal dahulu baru kemudian memberikan gejala umum. Terdapat 4 gejala klinis umum yang berkaitan dengan tumor otak, yaitu perubahan status mental, nyeri kepala, muntah, dan kejang. Perubahan status mental Gejala dini dapat samar. Ketidakmampuan pelaksanaan tugas sehari-hari, lekas marah, emosi yang labil, inersia mental, gangguan konsentrasi, bahkan psikosis.3 Fungsi kognitif merupakan keluhan yang sering disampaikan oleh pasien kanker dengan berbagai bentuk, mulai dari disfungsi memori ringan dan kesulitan berkonsentrasi hinggga disorientasi, halusinasi, atau letargi.

Nyeri kepala Nyeri kepala merupakan gejala dini tumor intrakranial pada kira-kira 20% penderita. Sifat nyeri kepalanya berdenyut-denyut atau rasa penuh di kepala seolah-olah mau meledak.3 Awalnya nyeri dapat ringan, tumpul dan episodik, kemudian bertambah berat, tumpul atau tajam dan juga intermiten. Nyeri juga dapat disebabkan efek samping dari obat kemoterapi. Nyeri ini lebih hebat pada pagi hari dan dapat diperberat oleh batuk, mengejan, memiringkan kepala atau aktifitas fisik.7 Lokasi nyeri yang unilateral dapat sesuai dengan lokasi tumornya sendri. Tumor di fossa kranii posterior biasanya menyebabkan nyeri kepala retroaurikuler ipsilateral. Tumor di supratentorial

menyebabkan nyeri kepala pada sisi tumor, di frontal orbita, temporal atau parietal. Muntah Muntah ini juga sering timbul pada pagi hari dan tidak berhubungan dengan makanan. Dimana muntah ini khas yaitu proyektil dan tidak didahului oleh mual. Keadaan ini lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior. Kejang Kejang fokal merupakan manifestasi lain yang biasa ditemukan pada 14-15% penderita tumor otak.7 20-50% pasien tumor otak menunjukan gejala kejang. Kejang yang timbul pertama kali pada usia dewasa mengindikasikan adanya tumor di otak. Kejang berkaitan tumor otak ini awalnya berupa kejang fokal (menandakan adanya kerusakan fokal serebri) seperti pada meningioma, kemudian dapat menjadi kejang umum yang terutama merupakan manifestasi dari glioblastoma multiforme.3 Kejang biasanya paroxysmal, akibat defek neurologis pada korteks serebri. Kejang parsial akibat penekanan area fokal pada otak dan menifestasi pada lokal ekstrimitas tersebut, sedangkan kejang umum terjadi jika tumor luas pada kedua hemisfer serebri. b. Gejala lokal (localizing signs) 1. Tumor Kortikal Lobus frontalis Lobus frontal memiliki berbagai fungsi penting, termasuk fungsi motorik, bahasa, atensi, fungsi eksekutif, judgment, perencanaan (planning) dan pemecahan masalah (problem solving). Gejala lokal yang sering timbul akibat tumor di lobus frontalis adalah sakit kepala yang merupakan gejala dini dan muntah timbul pada tahap lanjut.1 Tumor di lobus

frontalis daerah prefrontal bisa memberikan gejala gangguan mental sebelum munculnya gejala lainnya, berupa perubahan perasaan, kepribadian dan tingkah laku serta penderita merasakan perasaan selalu senang (euforia); jadi menyerupai gejala psikiatris. Makin besar tumomya, gejala gangguan mental ini semakin nyata dan kompleks. Afasia motorik (gangguan bicara bahasa berupa hilangnya kemampuan mengutarakan maksud) bisa terjadi bila tumor mengenai daerah area Broca yang terletak di belahan kiri belakang. Reflck memegang (grasp reflex) juga khas untuk tumor di lobus frontalis ini. Pada stadium yang lebih lanjut bisa terjadi gangguan pembauan (anosmia), gangguan visual, gangguan keseimbangan dalam berjalan, gangguan bola mata karena kelumpuhan sarafnya serta edema papil. Tumor di daerah presentral bisa menimbulkan gejala kejang fokal pada sisi kontralateral. Kelumpuhan motorik timbul bila terjadi destruksi atau penekanan oleh tumor terhadap jalur kortikospinal.8

Lobus temporalis Tumor lobus temporalis bila berada di daerah unkus akan menimbulkan gejala halusinasi pembauan dan pengecapan (uncinate fits) disertai gerakan gerakan bibir dan lidah (mengecapngecap). Bila lesinya destruktif akan menimbulkan gangguan pembauan dan pengecapan walau tidak sampai total. Tumor di lobus temporal bagian media bisa menimbulkan gejala "seperti pernah mengalami kejadian semacam ini sebelumnya" (deja vu). Bisa juga terjadi gangguan kesadaran sesaat (misalnya selagi penderita berjalan kaki) tapi tidak sampai terjatuh. Gangguan emosi berupa rasa takut/panik bisa juga muncul. Berkurangnya pendengaran bisa terjadi pada tumor yang mengenai korteks di bagian belakang lobus temporal. Tumor di hemisfer dominan bagian belakang (area Wcrnicke) menimbulkan gejala afasia sensoris, yaitu kehilangan kemampuan memahami maksud pembicaraan orang lain. Tumor yang berkembang lebih lanjut akan melibatkan jalur kortikospinal sehingga menyebabkan kelumpuhan anggota badan sisi kontralateral. Bisa juga terjadi herniasi dan menekan batang otak sehingga menyebabkan gangguan pada beberapa saraf kranial, misalnya terjadi dilatasi pupil sesisi yang menetap atau menghilangkan reflek kornea.

Lobus parietalis Tumor di lobus parietalis pada umumnya akan memberikan gejala gangguan sensoris. Lesi iritatif bisa menimbulkan gejala parestesi (rasa tebal, kesemutan atau seperti terkena aliran listrik) di satu lokasi, yang kemudian bisa menyebar ke lokasi lainnya. Lesi destruktif akan menyebabkan hilangnya berbagai bentuk sensasi, tapi jarang anestesi total. Gangguan diskriminasi terhadap rangsang taktil, astereognosis (tak bisa mengenali bentuk benda yang ditaruh di tangan) merupakan bentuk-bentuk gejala yang sering timbul. Tumor yang tumbuh ke arah lebih dalam bisa menimbulkan gejala hiperestesi, seperti merasakan rangsang yang berlebih padahal rangsang yang sebenarnya terjadi hanya ringan. Atau bisa juga mengenai jalur optik (radiatio optica) sehingga timbul gangguan penglihatan sebagian. Tumor pada girus angularis kiri bisa menimbulkan gejala yang disebut aleksia (kehilangan kemampuan memahami katakata tertulis). Sedang pada yang kanan menyebabkan gejala berupa gangguan dalam menyadari adanya sisi sebelah dari tubuh. Setengah kasus pasien dengan tumor parietal mengalami kejang, yang

umumnya berupa tipe motorik atau sensorik sederhana.

Lobus oksipital Tumor di lobus oksipitalis memberikan gejala awal terutama nyeri kepala Tumor lobus oksipital memberikan gejala gangguan visual. Defek lapangan pandang yang paling sering adalah hemianopsia homonim kongruen yang melibatkan makula. Kejang oksipital fokal umumnya ditandai oleh adanya episode penglihatan kilatan cahaya, warna-warni, atau bentuk-bentuk pola geometris secara kontralateral. Adanya gangguan visuospatial terhadap benda bergerak menuju hemiperimeter yang berlawanan menunjukan adanya kerterlibatan pada pusat penatapan oksipital (occipital gaze center). Kadang kadang dapat pula terjadi metamorphosia (distorsi pada bentuk gambaran visual). Lesi di hemisfer dominan bisa menimbulkan gejala tidak mengenal benda yang dilihat (visual object agnosia) dan kadang-kadang tidak mengenal warna (agnosia warna), juga tidak mengenal wajah orang lain (prosopagnosia).

Tumor Pada Ventrikel Ketiga dan Daerah Pineal Tumor yang terletak di dalam atau berdekatan ventrikel ketiga seringkali mengobstruksi ventrikel atau akuaduktus, sehingga terjadi hidrosefalus. Perubahan posisi dapat secara mendadak akan meningkatkan tekanan ventrikuler dan dapat menyebabkan nyeri kepala frontal atau verteks, muntah-muntah, atau bahkan sampai terjadi sinkop. Tumor pada regio ventrikel ketiga juga dapat menyebabkan gangguan memori, diabetes insipidus, amenorhea, galaktorhea, dan gangguan satiasi (rasa kenyang) atau termoregulasi. Tumor daerah pineal dapat menyebabkan hidrosefalus bila mengobstruksi bagian posterior ventrikel ketiga. Sindroma Parinaud (disosiasi refleks akomodasi-cahaya pupil dan gangguan pada vertical gaze) disebabkan oleh adanya tekanan pada tektum dari otak-tengah dan komisura posterior. Pubertas prekoks dapat terjadi pada anak laki-laki dengan tumor daerah pineal.

a. Tumor Pada Batang Otak Midbrain Tumor di daerah mesensefalon sering menekan jalur supra nuklear dari nukleus n. III & IV sehingga menimbulkan gangguan konyugasi bola mata. Juga terjadi dilatasi pupil sebelah mata (anisokori) yang bereaksi negatif terhadap rangsang cahaya. Tremor, nistagmus dan ataksia bisa terjadi bila jalur ke serebelum ikut terlibat, dcmikian juga spastisitas anggota badan karena terlibatnya jalur kortikospinal. Penekanan terhadap jalur aliran likuor menimbulkan hidrosefalus sehingga nycri kepala kemudian edema papil timbul.

Pons Neuropati kranial, disfungsi batang otak lebih khas untuk tumor serebelopontin, nervus-nervus kranial, serebelum, meningen, dan basis kranialis.

Medula oblongata Lebih banyak pada anak-anak. Gambaran awal palsi abdusen, hemiparesis kontralateral dan ketidak seimbangan pola jalan. Nistagmus vertikal atau horizontal. Kompresi ventrikel keempat dapat menimbulkan gejala hidrosefalus obstruktif.

b. Tumor Serebelum Tumor di serebellum biasanya menyerang anak-anak. Gejala yang menonjol pada fase awal berupa kenaikan tekanan intrakranial akibat penekanan jalan likuor sehingga terjadi hidrosefalus. Biasanya terjadi pula gangguan keseimbangan dalam berdiri dan berjalan. Ini bisa diperiksa dengan menyuruh penderita berdiri sambil menutup mata, penderita akan goyang (test Romberg). Tumor serebelum di daerah lateral (hemisfer) lebih menonjolkan gejala nistagmus yang nyata ke arah sisi lesi, sedang bila tumor di daerah median tidak menunjukkan nistagmus yang jelas. Muntah-muntah yang bersiklus dan nyeri kepala oksipital menunjukan gejala umum tumor serebelum. Nyeri kepala umumnya bilateral dan menjalar ke dalam daerah retroorbital atau temporal, serta leher dan bahu. Kekakuan dan keterbatasan gerak leher dan angkat kepala. Vertigo serta nistagmus horisontal dan rotational. Ataksia apendikuler atau trunkat. Palsi N kranialis dan kortikospinal dapat muncul belakangan.

AIN TUMO
Gambar 1. Tampak lateral, defisit neurologis akibat tumor di berbagai tempat

Gambar 2. Tampak Medial, defisit neurologis akibat tumor di berbagai tempat

c. Gejala lokal yang tidak sesuai dengan lokasi tumor (False localizing signs) Suatu tumor intrakranial dapat menimbulkan manifestasi yang tidak sesuai dengan fungsi tempat yang didudukinya. Keadaan ini sering sebagai akibat dari peningkatan tekanan intrakranial. Saat tekanan meningkat pada beberapa kompartemen di otak, tumor mulai memencarkan jaringan, namun pemencaran ini juga terjadi di tempat yang jauh dari tumor, keadaan inilah yang memberikan gambaran false localizing signs, yaitu:

Kelumpuhan nervus kranialis, yang sering terkena adalah nervus 6, sebab nervus ini merupakan nervus yang paling panjang di intrakranial. Hal ini juga terjadi akibat penekanan ligamentum petrosal akibat peningkatan TIK.

Invasi tumor difus pada lobus frontal atau korpus kalosum menyebabkan ataksia pada pola jalan (frontal ataxia) yang sukar dibedakan dengan gejala ataxia serebelar. Dismetria pada anggota gerak yang mengalami kelemahan dan disartria kortikal dapat pula salah didiagnosis sebagai penyakit serebelar. Nistagmus jarang ditemukan pada tumor frontal atau kalosal, dan tidak adanya nistagmus pada lesi supratentorial dapat merupakan titik yang penting untuk membedakannya.

Kompresi pada pedunkulus serebri oleh tepi bebas tentorium serebeli yang sifatnya kontralateral terhadap hemisfer serebri yang mengalami herniasi (sindroma Kernohans notch) dapat menyebabkan hemiparesis terlokalisir palsu yang bersifat ipsilateral lesi.

Kompresi atau invasi dan status hiperkoagulabilitas yang berhubungan dengan sifat keganasan atau terapinya dapat menyebabkan infark atau perdarahan yang jauh dari lokasi tumor. Sebagai contohnya, infark korteks oksipital yang dapat terjadi akibat kompresi arteri serebral posterior selama herniasi transtentorial.

IV.

Patofisiologi Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara sangat cepat pada daerah central nervous system (CNS). Sel ini akan terus berkembang mendesak jaringan otak yang sehat di sekitarnya, mengakibatkan terjadi gangguan neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial).

Tumor otak

Oedema otak

Peningkatan massa otak

Obstruksi cairan cerebrospinal

Perubahan suplai Darah ke otak

Hidrosefalus Kompensasi 1. Vasokontriksi pemb.drh otak 2. Mempercepat absorpsi Cairan serebrospinalis

Nekrosis jaringan

Kehilangan fungsi secara akut Kejang Perubahan perfusi jaringan otak

Gagal

Peningkatan TIK

Nyeri

a. b. c. d. e.

Nyeri kepala Mual muntah proyektil Hipertensi Bradikardi Kesadaran menurun

V.

Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan fisik dan neurologis 2. Pemeriksaan lapang pandang 3. MRI 4. Pemeriksaan sinar X kepala 5. Fungsi Lumbal 6. EEG 7. Echoencepalografi 8. CT Scan

9. Angiografi cerebral

VI.

Komplikasi Yang Mungkin Muncul Herniasi Peningkatan Tekanan Darah Kejang Defisit Neurologis Peningkatan TK Perubahan fungsi pernafasan Perubahan dalam kesadaran perubahan kepribadian

VII.

Penatalaksanaan

Tumor otak yang tidak diobati menunjukkan arah kematian, salah satu akibat dari peningkatan TIK atau kerusakan otak yang disebabkan tumor. Pasien tumor otak harus dievaluasi dan diobati segera bila memungkinkan sebelum kerusakan neurologis. Tujuannya adalah mengangkat dan memusnahkan semua tumor, salah satu variasi pengobatan dapat digunakan pendekatan spesifik bergantung pada tipe tumor, lokasi dan kemungkinan untuk dicapai dengan mudah. Kombinasi ini dapat digunakan sebagai modal 1. Pendekatan Pembedahan Konvensional ( Kraniotomi) Pendekatan ini digunakan untuk mengobati pasien meningioma, neuroma akustik, astrositoma kistik pada serebelum, kista koloid pada ventrikel ketiga, tumor konginetal (kista dermoit, glanuloma). Untuk pasien psien dengan glioma maligna, pengangkatan tumor secara menyeluruh, dan pengobatan tidak mungkin, tetapi dapat masuk akal dengan tindakan yang mencakup pengurangan TIK, mengangkat jaringan nekrotik, dan mengurangi bagian yang besar dari tumor. 2. Pendekatan Stereotaktik. Dapat digunakan Laser dan radiasi, radioisotop (131I) dapat ditempelkan langsung kedalam tumor untuk menghasilkan dosis tinggi pada radiasi tumor (brakhiterapi) sambil meminimalkan pengaruh pada jaringan otak disekitarnya.

3. Penggunaan Pisau Gamma U/ bedah Radio. Untuk tumor yang tidak dapat dimasukkan obat, tindakan tersebut sering dilakukan sendiri. Keuntungan metode ini : tidak membutuhkan insisi pembedahan, kerugiannya : waktu lambat diantara pengobatan dan hasil yang diharapkan. 4. Kemoterapi dan Radiasi Eksternal. Hal ini bisa digunakan dengan satu model atau kombinasi. Terapi radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga menurunkan timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap.

ASUHAN KEPERAWATAN

I.

Pengkajian a. Identitas a) Nama Umur Jenis kelamin Status perkawinan b) Diagnosa medis : Tn. H : 35 th : laki-laki : menikah : Tumor pada intrakranial

: b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien tidak sadar selama 1 hari, salah satu ekstremitas menjadi lemah, bicaranya menjadi pelo. c. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien sering merasa pusing dalam 3 bulan terakhir, pasien suka merokok. d. Pemeriksaan Fisik 1. Identifikasi faktor resiko paparan dengan radiasi atau bahan bahan kimia yang bersifat carcinogenik. 2. Identifikasi tanda dan gejala yang dialami: sakit kepala, muntah dan penurunan penglihatan atau penglihatan double. 3. Identifikasi adanya perubahan perilaku klien. 4. Observasi adanya hemiparase atau hemiplegi. 5. Perubahan pada sensasi: hyperesthesia, paresthesia. 6. Observasi tingkat kesadran dan tanda vital. 7. Observasi keadaan keseimbangan cairan dan elektrolit. 8. Brain terdapat lesi multiple, terdapat edema disekitar lobus frontalis kanan dan kiri disertai dengan herniasi subfalcin, penurunan kesadaran. 9. Bone adanya reflek babinsky pada ekstremitas kanan. 10. Adanya perubahan sensori: asteregnosis (tidak mampu merasakan benda tajam), agnosia (tidak mampu mengenal objek pada umumnya), apraxia (tidak mampu menggunakan alat dengan baik), agraphia (tidak mampu menulis).

11. Psikososial: perubahan kepribadian dan perilaku, kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.

II.

Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan otak b/d kerusakan sirkulasi akibat penekanan oleh tumor 2. Nyeri b/d peningkatan tekanan intrakranial 3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b/d ketidakmampuan mengenal informasi III. Intervensi a. Perubahan perfusi jaringan otak b/d kerusakan sirkulasi akibat penekanan oleh tumor. Data penunjang: perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan respon sensorik/motorik, gelisah, perubahan tanda vital. Kriteria hasil: Tingkat kesadaran stabil atau ada perbaikan, tidak adanya tanda tanda peningkatan Tekanan Intra Kranial. Intervensi & Rasional 1. Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar. R/ Mengkaji adanya perubahan pada tingkat kesadran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan okasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP. 2. Pantau tanda vital tiap 4 jam. R/ Normalnya autoregulasi mempertahankan aliran darah ke otak yang stabil. Kehilangan autoregulasi dapat mengikuti kerusakan vaskularisasi serebral lokal dan menyeluruh. 3. Pertahankan posisi netral atau posisi tengah, tinggikan kepala 200-300. R/ Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah vena yang selanjutnya akan meningkatkan TIK. 4. Pantau ketat pemasukan dan pengeluaran cairan, turgor kulit dan keadaan membran mukosa.

R/ Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. 5. Bantu pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah, pengeluaran feses yang dipaksakan/mengejan. R/ Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intra toraks dan intra abdomen yang dapat meningkatkan TIK. 6. Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan dan tingkah laku yang tidak sesuai lainnya. R/ Petunjuk non verbal ini mengindikasikan adanya penekanan TIK atau menandakan adanya nyeri ketika pasien tidak dapat mengungkapkan keluhannya secara verbal. b. Nyeri b/d peningkatan tekanan intrakranial. Data penunjang: klien mengatakan nyeri, pucat pada wajah, gelisah, perilaku tidak terarah/hati hati, insomnia, perubahan pola tidur. Kriteria hasil: Klien melaporkan nyeri berkurang/terkontrol, klien menunjukkan perilaku untuk mengurangi kekambuhan. Intervensi & Rasional 1. Teliti keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang memperburuk dan meredakan. R/ Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan. 2. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah, gelisah, menangis/meringis, perubahan tanda vital. R/ Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami. 3. Instruksikan pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri timbul. R/ Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat mengurangi beratnya serangan.

4. Berikan kompres dingin pada kepala. R/ Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi. c. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b/d ketidakmampuan mengenal informasi. Data penunjang: Klien dan keluarga meminta informasi, ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku yang tidak tepat. Kriteria hasil: Klien/keluarga mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan pengobatan, memulai perubahan perilaku yang tepat. Intervensi & Rasional 1. Diskusikan etiologi individual dari sakit kepala bila diketahui. R/ Mempengaruhi pemilihan terhadap penanganan dan berkembnag ke arah proses penyembuhan. 2. Bantu pasien dalam mengidentifikasikan kemungkinan faktor predisposisi. R/ Menghindari/membatasi faktor-faktor yang sering kali dapat mencegah berulangnya serangan. 3. Diskusikan mengenai pentingnya posisi/letak tubuh yang normal. R/ Menurunkan regangan pada otot daerah leher dan lengan dan dapat menghilangkan ketegangan dari tubuh dengan sangat berarti. 4. Diskusikan tentang obat dan efek sampingnya. R/ Pasien mungkin menjadi sangat ketergantungan terhadap obat dan tidak mengenali bentuk terapi yang lain.

You might also like