You are on page 1of 13

PENENTUAN hidrosianida (hcn) Kualitatif dan kuantitatif

a. Tanggal Praktikum 5 Juni 2012

b. Tujuan Kualitatif Untuk mengetahui ada tidaknya HCN pada bahan pangan Kuantitatif Umum Untuk mengetahui kadar HCN dalam bahan pangan Khusus Untuk mengetahui kadar HCN secara kuantitatif pada singkong Untuk menganalisa kandungan HCN pada singkong

c. Prinsip HCN diekstraksi dalam Aquadest, kemudian di destilasi. Destilat yang mengandung HCN di ikat oleh AgNO3 dalam suasana asam. Kelebihan AgNO3 dititrasi dalam KSCN.

d. Reaksi CN + AgNO3 AgCN AgNO3 + KCNS AgCNS putih keruh + NO3 putih + KNO3

Fe + 3 KCNS Fe ( CNS )3 + 3 K Larutan merah

e. Tinjauan Pustaka Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India, dan Tiongkok. Ubi kayu berkembang di negara negara yang terkenal dengan wilayah pertaniannya ( Purwono, 2009 : 58 ).

Penyebaran tanaman ubi kayu di Nusantara, terjadi pada sekitar tahun 1914 1918, yaitu saat terjadi kekurangan atau sulit pangan. Tanaman ubi kayu dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki ketinggian sampai dengan 2.500 m dari permukaan laut. Demikian pesatnya tanaman ubi kayu berkembang di daerah tropis, sehingga ubi kayu dijadikan sebagai bahan makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung. Pada daerah yang kekurangan pangan tanaman ini merupakan makanan pengganti ( subtitusi ) serta dapat pula dijadikan sebagai sumber kabohidrat utama. Adapun sentra produksi ubi kayu di Nusantara adalah Jawa, Lampung, dan NTT 6( Sunarto, 2002 : 7 ). Umumnya tanaman ini dibudidayakan oleh manusia terutama adalah untuk diambil umbinya, sehingga segala upaya yang selama ini dilakukan adalah untuk mempertinggi hasil umbinya. Bagian tubuh tanaman singkong terdiri atas batang, daun, bunga, umbi, dan kulit umbi. a. Batang Batang tanaman singkong berkayu, beruas ruas, dengan ketinggian mencapai lebih dari 3 m. Warna batang bervariasi, ketika masih muda umumnya berwarna hijau dan setelah tua menjadi keputih putihan, kelabu, atau hijau kelabu. Batang berlubang, berisi empulur berwarna putih, lunak, dengan struktur seperti gabus. b. Daun Susunan daun singkong berurat, menjari dengan cangap 5 9 helai. Daun singkong, terutama yang masih muda mengandung racun sianida, namun demikian dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dan dapat menetralisir rasa pahit sayuran lain, misalnya daun papaya dan kenikir. c. Bunga Bunga tanaman singkong berumah satu dengan penyerbukan silang sehingga jarang berbuah. d. Umbi Umbi yang terbentuk merupakan akar yang menggelembung dan berfungsi sebagai tempat penampung makanan cadangan. Bentuk umbi biasanya bulat memanjang, terdiri atas kulit luar tipis 8( ari ) berwarna kecoklat coklatan ( kering ), kulit dalam agak tebal berwarna keputih putihan ( basah ), dan daging berwarna putih atau kuning ( tergantung varietasnya ) yang mengandung sianida dengan kadar yang berbeda ( Suprapti Lies, 2005 : 13 ). e. Kulit Umbi

Kulit umbi ini menutupi umbi secara keseluruhan. Karena kulit umbi mempunyai susunan sel serta mempunyai lapisan tertentu sehingga kulit umbi dapat dengan mudah dipisahkan dari bagian umbinya.

Pengaruh Umur Panen Ubi Kayu Terhadap Kandungan HCN : a. Varietas Adira 1 Umur panen : 7 10 bulan Kadar HCN : 27,5 mg / kg ubi kayu b. Varietas Adira 2 Umur panen : 9 10 bulan Kadar HCN : 124 mg / kg ubi kayu c. Varietas Basiorao Umur panen : 8 10 bulan Kadar HCN : lebih dari 80 mg / kg ubi kayu d. Varietas Bogor ( Karet ) Umur panen : 7 - 9 bulan Kadar HCN : lebih dari 100 mg / kg ubi kayu.9 e. Varietas Mangi Umur panen : 8 9 bulan Kadar HCN : 30 mg / kg ubi kayu ( Lizalightz. Blogspot.com / 2010 / 10 ). Berdasarkan deskripsi varietas singkong, maka penggolongan jenisnya dapat dibedakan menjadi 2 macam : a. Jenis ubi kayu manis, yaitu jenis ubi kayu yang dapat dikonsumsi langsung. Contoh varietasnya : gading, adira 1, mangi, betawi, mentega, randu, lanting, dan kaliki. b. Jenis ubi kayu pahit, yaitu jenis ubi kayu untuk diolah atau bila akan dikonsumsi harus melalui proses. Contoh varietasnya : karet, bogor, SPP, dan adira 2 ( Rukmana, Rahmat, 1997 ). Bila rasa ubi kayu semakin pahit maka kandungan sianidanya tinggi ( Winarno, F. G, 2001 ).

Asam sianida disebut juga hidrogen sianida (HCN), biasanya terdapat dalam bentuk gas atau larutan dan terdapat pula garam garam alkali seperti potassium sianida yang dipakai untuk membersihkan logam. 1. Sifat sifat HCN

Hidrogen sianida murni mempunyai sifat tidak berwarna, mudah menguap pada suhu kamar, dan mempunyai bau yang khas. Hidrogen sianida mempunyai berat molekul yang ringan, sukar terionisasi, mudah berdifusi dan cepat diserap melalui paru paru, saluran cerna, dan kulit ( Dep Kes RI, 1989 : 37 ). 2. Toksisitas HCN

Yang dimaksud dengan toksis ( racun ) dari suatu zat pada dasarnya merupakan kemampuan zat yang dapat menyebabkan kerusakan atau kerugian pada organisme hidup. Zat beracun alami yang terdapat pada bahan pangan nabati disebut toksitan nabati. Toksitan nabati pada tanaman berfungsi untuk membantu dan mengatur metabolisme serta melindungi tanaman terhadap serangan hama.

Pelepasan HCN tergantung dari adanya enzim glikosidase serta adanya air. Senyawa HCN mudah menguap pada proses perebusan, pengukusan, dan proses memasak lainnya. Glikosida sianogenik artinya suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan racun biru / HCN yang bersifat sangat toksik. Zat glikosida dinamakan linamarin. Linamarin oleh enzim glikosidase akan diuraikan menjadi HCN, benzaldehid, dan glukosa. ( Achmad, 1998 : 17 ). Sifat sifat murni HCN, yaitu mempunyai sifat tidak berwarna, mudah menguap pada suhu kamar dan mempunyai bau khas. HCN mempunyai berat molekul yang ringan, sukar terionisasi, mudah berdifusi 12 dan cepat diserap melalui paru paru, saluran cerna dan kulit ( Dep Kes RI, 1987 : 37 ). Dosis HCN yang dapat mengakibatkan kematian adalah 0,5 3,5 mg HCN per kg berat badan. Gejala yang timbul mati rasa pada seluruh tubuh dan pusing pusing. Hal ini diikuti oleh kekacauan mental dan pingsan, kejang kejang dan akhirnya koma ( pingsan lama ). Dosis yang lebih rendah dapat mengakibatkan sakit kepala, sesak pada tenggorokan dan dada berdebar debar serta kelemahan pada otot otot. HCN dapat menyebabkan tekanan pada sistem pernafasan saraf pusat sehingga akan terjadi kelumpuhan dan kegagalan pernafasan, jika tidak segera ditolong akan menyebabkan kematian.

HCN dalam bentuk gas maupun cairan sangat beracun dan dikenal sebagai racun yang mematikan. HCN akan menyerang langsung serta menghambat sistem antar ruang sel, yaitu menghambat sistem sitokrom oksidase dalam sel sel, hal ini menyebabkan zat pembakaran ( oksigen ) tidak dapat beredar ke tiap tiap jaringan sel sel dalam tubuh.

Dengan sistem keracunan itu maka menimbulkan tekanan sistem pernafasan saraf pusat sehingga terjadilah kelumpuhan dari alat alat pernafasan yang menyebabkan kegagalan pernafasan, menghentikan pernafasan dan jika tidak tertolong akan menyebabkan kematian. Dosis HCN yang dapat menyebabkan kematian adalah 0,5 3,5 mg HCN / kg berat badan ( Winarno, F.G. 1986 : 230 ).13

Analisis HCN dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu Metode Spektrofotometri dan Metode Argentometri. 1. Analisis HCN Metode Spektrofotometri Prinsip kerja metode ini adalah cianida dalam contoh diubah menjadi cianogen chloride (CNCl) karena bereaksi dengan chloramin T pada pH kurang dari 8 terhidrolisa menjadi cianat. Setelah bereaksi secara sempurna, CNCl membentuk warna merah biru dengan asam barbiturat dalam piridin dan warna yang terjadi dibaca pada panjang gelombang 578 nanometer. 2. Analisis HCN Metode Argentometri Argentometri adalah suatu proses titrimetri dengan menggunakan larutan standar sekunder perak nitrat. Sebelum digunakan sebagai titran, larutan ini harus dibakukan dulu dengan larutan standar primer. Selain itu juga diperlukan suatu indikator untuk melihat parubahan pada titik akhir titrasi. Ada beberapa macam metode Argentometri : 1. Metode Argentometri Mohr 2. Metode Argentometri Volhard 3. Metode Argentometri Fajans 4. Metode Argentometri Liebig15

1. Cara Mohr Digunakan untuk menetapkan kadar garam garam halogenida dengan prinsip

pengendapan bertingkat dengan menggunakan indikator K2CrO4. Titik akhir titrasi terbentuk endapan yang berwarna merah coklat. 2. Cara Volhard Digunakan untuk titrasi perak dengan adanya asam nitrat dengan larutan standar KCNS atau NH4CNS. Indikatornya adalah larutan besi (III) nitrit atau larutan besi (III) ammonium sulfat. Prinsip dari cara ini adalah pembentukan senyawa yang larut.

Larutan perak nitrat standar berlebih, kelebihannya ditritasi dengan larutan thiosianat standar.

Perhitungan kadar HCN dalam ubi kayu jenis karet digunakan rumus : Kadar HCN = ( ml blanko ml titrasi ) x N x 27 x 100 gram sampel x 1000 Reaksi : CN + AgNO3 AgCN AgNO3 + KCNS AgCNS putih keruh + NO3 putih + KNO3 x 10.000

Fe + 3 KCNS Fe ( CNS )3 + 3 K Larutan merah 3. Cara Fajans Digunakan untuk menetapkan garam garam halogenida dengan indikator absorbsi, misalnya flouresin dan eosin. Suatu kelemahan dari indikator absorbsi adalah bahwa perak halida 16 Kadar HCN terpekakan terhadap aksi cahaya oleh suatu lapisan zat utama yang terabsorbsi. 4. Cara Liebig Digunakan untuk menetapkan garam halogenida, misalnya garamnya dengan kekeruhan. Bila suatu larutan perak nitrat ditambahkan kepada suatu larutan yang mengandung ion sianida, terbentuklah endapan putih ketika kedua cairan berkontak satu sama lain. Tetapi setelah diaduk, endapan melarut kembali disebabkan oleh terbentuknya suatu sianida kompleks yang stabil.

Asam sianida seperti halida hidrogen, adalah zat molekular yang kovalen, namun mampu terdisosiasi dalam larutan air, merupakan gas yang sangat beracun (meskipun kurang beracun dari H2S), tidak bewarna dan terbentuk bila sianida direaksikan dengan sianida. Dalam larutan air, HCN adalah asam yang sangat lemah, pK25= 9,21 dan larutan sianida yang larut terhidrolisis tidak terbatas namun cairan murninya adalah asam yang kuat. Asam bebas HCN mudah menguap dan sangat berbahaya, sehingga semua eksperimen, dimana kemungkinan asam sianida akan dilepas atau dipanaskan, harus dilakukan didalam lemari asam (Vogel, 1990). Asam sianida cepat terserap oleh alat pencernaan dan masuk kedalam aliran darah lalu bergabung dengan hemoglobin di dalam sel darah merah. Keadaan ini menyebabkan

oksigen tidak dapat diedarkan dalam sistem badan. Sehingga dapat menyebabkan sakit atau kematian dengan dosis mematikan 0,5-3,5 mg HCN/kg berat badan. Glikosida sianogenetik merupakan senyawa yang terdapat dalam bahan makanan nabati dan secara potensial sangat beracun karena dapat terurai dan mengeluarkan hidrogen sianida. Asam sianida dikeluarkan dari glikosida sianogenetik pada saat komoditi dihaluskan, mengalami pengirisan atau mengalami kerusakan. Senyawa glikosida sianogenetik terdapat pada berbagai jenis tanaman dengan nama senyawa berbeda-beda, seperti amigladin pada biji almond, apricot, dan apel, dhurin pada biji shorgun dan linimarin pada kara dan singkong. Nama kimia amigladin adalah glukosida benzaldehida sianohidrin, dhurin adalah glukosida p-hidroksi-benzaldehida sianohidrin dan linamarin glikosida aseton sianohidrin (Winarno, 2002). Bagian yang dimakan dari tumbuhan singkong atau cassava ialah umbi akarnya dan daunnya. Baik daun maupun umbinya, mengandung suatu glikosida cyanogenik, artinya suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan racun biru atau HCN (cyanida) yang bersifat sangat toksik. Zat glikosida ini diberi nama Linamarin. Penyebab keracunan singkong adalah asam cyanida yang terkandung didalamnya. Bergantung pada jenis singkong kadar asam cyanida berbeda-beda. Namun tidak semua orang yang makan singkong menderita keracunan. Hal ini disebabkan selain kadar asam cyanida yang terdapat dalam singkong itu sendiri, juga dipengaruhi oleh cara pengoahannya sampai di makan. Diketahui bahwa dengan merendam singkong terlebih dahulu di dalam air dalam jangka waktu tertentu, kadar asam cyanida (HCN) dalam singkong akan berkurang oleh karena HCN akan larut dalam air. HCN adalah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Asam ini akan mengganggu oksidasi (pengakutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzym sitokrom oksidasi. Oleh karena adanya ikatan ini, 02 tidak dapat digunakan oleh jaringan sehingga organ yang sensitif terhadap kekurangan 02 akan sangat menderita terutama jaringan otak. Akibatnya akan terlihat pada permukaan suatu tingkat stimulasi daripada susunan saraf pusat yang disusul oleh tingkat depresi dan akhirnya timbul kejang oleh hypoxia dan kematian oleh kegagalan pernafasan. Kadang-kadang dapat timbul detak jantung yang ireguler.

f. Alat dan Bahan Kualitatif Alat 1. Gelas ukur 2. Spatula 3. Gelas arloji 4. Pisau 5. Kertas saring 6. Corong saring 7. Kayu penyangga 8. Penangas 9. Neraca analitik 10. Erlenmeyer 11. Pipet

Bahan 1. Singkong 2. Asam Tartat 3. H2O

Kuantitatif Alat 1. Gelas ukur 2. Spatula 3. Gelas kimia 4. Gelas arloji 5. Destilator 6. Pisau 7. Gooch Crusible 8. Kertas saring 9. Kayu penyangga 10. Neraca analitik 11. Erlenmeyer 12. Pipet 13. Pipet volumetric 20 ml 14. Buret, statif, dan klem 15. Red ball

Bahan 1. Singkong 2. Larutan AgNO3 0.02 N 3. Larutan KSCN 0.02 N

g. Prosedur Kualitatif 1. Timbang 25 gram bahan dengan teliti , masukkan ke dalam erlemeyer 2. Tambahkan 10 ml asam tatat 3. Tambahkan 50 ml H2O 4. Buat kertas saring 1 x 7 cm, celupkan kedalam asam tartat, kibas hingga kering 5. Setelah keing celupkan ke Na2CO3, kibas kembali hingga kering 6. Gantungkan kertas saring tersebut pada Erlenmeyer, jangan sampai terkena permukaan bahan dalam Erlenmeyer 7. Panaskan selama 15 menit 8. Amati hasil pemanasan tersebut, positif mengandung HCN bila kertas saring berwarna merah bata

Kuantitatif 1. Timbang 20 gram bahan yang sudah diparut halus dengan teliti , masukkan ke dalam erlemeyer 2. Tambahkan 100 ml aquadest dan didiamkan selama 30 menit 3. Kemudian tambahkan lagi 100 ml aquadest dan didetilasi dengan uap (Steam Destilation) 4. Destilat ditampung dalam Erlenmeyer yang sudah di isi dengan 20 ml tepat AgNO3 0.02 N dan 1 ml HNO3 5. Destilasi dihentikan setelah destilat mencapai volume 150 ml 6. Saring residu / endapan disaring dengan Gooch Crussible, endapan yang ada di cuci dengan air 7. Kelebihan AgNO3 dalam destilat di titrasi dengan KSCN dengan indicator 1 ml Fe Allum 8. Titik akhir titrasi adalah merah bata endapan putih

Blanko 1. Pipet 20 ml AgNO3, masukkan dalam erlemeyer 2. Tambahkan 1 ml HNO3 3. Tambahkan 1 ml Fe Allum 4. Titrasi dengan KSCN

5. Titik akhir titrasi adalah merah bata endapan putih 6. Titik akhir titrasi adalah merah bata endapan putih

h. Hasil dan Perhitungan Kualitatif Bahan 25.0057 gr

Kuantitatif Bahan 20.0303 gr KSCN 9.4 ml

Blanko KSCN 22.6 ml

Perhitungan = = 22.6 9.4 x = 13.2 x 1 x 10.8 = 142.56 x 20 x 0.54

x fp x 0.54

i. Pembahasan Penyebab keracunan singkong adalah asam cyanida yang terkandung didalamnya. Bergantung pada jenis singkong kadar asam cyanida berbeda-beda. Namun tidak semua orang yang makan singkong menderita keracunan. Hal ini disebabkan selain kadar asam cyanida yang terdapat dalam singkong itu sendiri, juga dipengaruhi oleh cara pengoahannya sampai di makan. Diketahui bahwa dengan merendam singkong terlebih dahulu di dalam air dalam jangka waktu tertentu, kadar asam cyanida (HCN) dalam singkong akan berkurang oleh karena HCN akan larut dalam air. Pada praktikum kali ini penentuan kadar HCN pada bahan pangan yaitu singkong. Pertama singkong diparut, ini

dimaksudkan untuk memperluas permukaanya dan supaya HCN yang terkandung dalam daging singkong mudah larut. Pertama singkong di analisis kualitatif agar diketahui bahwa singkong ini mengandung asam sianida (HCN) atau tidak. Biasanya singkong yg mengandung HCN yg tinggi bila singkong tersebut sudah lama dan terdapat bintik-bintik biru. Sampel ditimbang sebanyak 25.0057 gram. Lalu ditambah 10 ml asam tartat dan 50 ml H2O. Kertas saring yg sudah dipotong berukuran sekitae 1 x 7 cm, dicelupkan ke dalam asam sitrat dan setelah kering dimasukkan ke dalam larutan NaCO3, lalu di gantungkan pada Erlenmeyer namun tidak sampai mengenai permukan sampel. Karena yang akan diamati dari hasil penguapan yang mengubah warna kertas saring tersebut yang asalnya berwqarna kuning menjadi warna merah bata ataupun tidak berubah warna. Hasil positif singkong mengandung asam sianida bila kertas saring berwarna merah bata. Hasil yang diperoleh pada sampel singkong ini positif mengandung asam sianida karena warna kertas saring berubah menjadi sedikit merah bata, berarti kandungan HCNnya tidak terlalu banyak di bandingkan dengan analisis kualitatif sampel daun singkong yang warna kertas saringya berubah warna menjadi merah bata pekat. Setelah analilis kualitatif sampel singkong, praktik selanjutnya menganalisis kuantitatif kadar HCN pada sampel 20.0303 singkong. gram. Sampel Sampel ditimbang dimasukkan sebanyak kedalam

Erlenmeyer dan ditambahkan 100 ml aquadest dan didiamkan selama 30 menit. Ini dimaksudkan agar HCN larut dalam air. Lalu ditambahkan air lagi 100 ml dan di di destilasi dengan uap (Steam Destilation). Destilat ditampung dalam Erlenmeyer yang sudah di isi dengan 20 ml AgNO3 0.02 N dan 1 ml HNO3. Hasil dari destilat merupakan uap mengandung HCN dari sampel yang dikeluarkan dan siap untuk diketahui kadar HCNnya. Destilasi dihentikan setelah destilat mencapai volume 150 ml. saring residu / endapan disaring dengan Gooch Crussible, endapan yang ada dicuci dengan air. Ini dimaksudkan untuk menyaring larutan sampel. Kelebihan

dari penambahan AgNO3 yang ditambahkan tadi dalam destilat, dititrasi dengan KSCN dengan ditambahkan 1ml Fe Allum sebagai indikator. Titik akhir titrasi yaitu larutannya berwarna merah bata dan terdapat enpatan yang berwarna putih. Volume KSCN yang diperoleh untuk menitrasi adalah sebanyak 9.4 ml. Setelah itu dibuat pula blanko untuk dimasukkan ke dalam perhitungan agar diperoleh kadar HCN. Pada saat membuat blanko tidak menggunakan sampel karena blanko hanya untuk membandingkan kadar HCN yang terkandung dalam singkong dengan yang murni tanpa sampel. Volume KSCN blanko yang diperoleh untuk menitrasi adalah sebanyak 22.6 ml. Setelah d idapati volume KSCN sampel dan volume KSCN blanko dimasukkan dalam rumus kadar HCN. Hasil perhitungan kadar HCN pada daging singkong yang diperoleh adalah sebesar 142.56%. Factor kesalahan yang terjadi saat menentukan kadar HCN pada singkong adalah alat-alat yang digunakan belum bersih pencuciannya dan kemungkinan

terkontaminasi dengan zat-zat yang masih menempel pada alat tersebut, saat mendiamkan sampel yang telah ditambahkan aquades 100 ml seharusnya 2 jam namun pada praktikum ini hanya 30 menit dan menjadi tidak maksimal proses mendiamkannya, dan saat mentitrasi ragu untuk mengucurkan larutan KSCN sampai titk akhir titrasi warna merah bata endapan putih hingga kelebihan atau kekurangan larutan KSCN yang mempengaruhi hasil perhitungan kadar HCN pada singkong tersebut.

j. Kesimpulan Singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Asam sianida disebut juga hidrogen sianida (HCN), biasanya terdapat dalam bentuk gas atau larutan dan terdapat pula garam garam alkali seperti potassium sianida yang dipakai untuk membersihkan logam. HCN mudah menguap pada proses perebusan, pengukusan, dan proses memasak lainnya. Glikosida sianogenik artinya suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan racun biru / HCN yang bersifat sangat toksik. HCN dalam bentuk gas maupun cairan sangat beracun dan dikenal sebagai racun yang mematikan. HCN akan menyerang langsung serta menghambat sistem antar ruang sel, yaitu menghambat sistem sitokrom oksidase dalam sel sel, hal ini menyebabkan zat pembakaran ( oksigen ) tidak

dapat beredar ke tiap tiap jaringan sel sel dalam tubuh. HCN larut dalam air. Berdasarkan uji analisis kualitatif penentuan HCN pada sampel daging singkong ini positif mengandung HCN karena warna kertas saring berubah warna menjadi merah bata. Pada uji kuantitatif penentuan HCN pada sampel daging singkong ini didapatkan volume KSCN sampel sebanyak 9.4 ml dan Volume KSCN blanko sebanyak 22.6 ml. Jadi hasil perhitungan kadar HCN pada daging singkong yang diperoleh adalah sebesar 142.56%.

k. Daftar Pustaka Sediaoetama Achrnad Djaeni Prof.Dr, 1989. Ilmu gizi, Jilid II. Dian Rakyat : Jakarta. Cooper Lenna F,B.S.,M.A,M.H.E,Sc.D, dkk. Nutrition in Health and Disease. Thirteenth Edition. Anonim. 2010. http://rapeacemaker.blogspot.com/2010/05/asam-sianida-hcn.html Anonim. 2010. http://www.scribd.com/doc/49759945/ANALISIS-HCN-DANFORMALIN-PADA-MAKANAN http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/125/jtptunimus-gdl-ervinarizk-6201-2-babii.pdf http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/124/jtptunimus-gdl-arumprimas-6196-3-bab3.pdf

l. Penanggungjawab

Winny Endriana (P17331111051)

You might also like