You are on page 1of 10

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERKULOSIS (TBC)

DISUSUN OLEH : SITI HAMIDAH

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN NGUDIA HUSADA MADURA 2012/2013

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAM KEPERAWATAN TUBERKULOSIS (TBC) 1. Pengertian Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis. Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut. 2. Etiologi Mycobacterium tuberkulosis (Amin, M.,1999). 3. Faktor resiko

Rasial/Etnik group : Penduduk asli Amerika, Eskimo, Negro, Imigran Klien dengan ketergantuangan alkhohol dan kimia lain yang Bayi dan anak di bawah 5 tahun. Klien dengan penurunan imunitas : HIV positip, terapi steroid &

dari Asia Tenggara.

menimbulkan penurunan status kesehatan.


kemoterapi kanker. 4. Patofisiologi Port de entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis

terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paruparu, atau di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah harihari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi mcajadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari. 5. Manifestasi Klinis 1) Demam (subfebris, kadang-kadang 40 - 41 C, seperti demam influensa. 2) Batuk (kering, produktif, kadang-kadang hemoptoe (pecahnya pembuluh darah). 3) Sesak napas, jika infiltrasi sudah setengah bagian paru. 4) Nyeri dada, jika infiltrasi sudah ke pleura. 5) Malaise , anoreksia, badan kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.

7. Proses Asuhan Keperawatan A. Pengkajian 1. 2. 3. 4. 5. Aktivitas /Istirahat Kelemahan umum dan kelelahan. Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga. Sulit tidur dgn. Demam/kerungat malam. Mimpi buruk. Takikardia, takipnea/dispnea. Kelemahan otot, nyeri dan kaku. Integritas Ego : Perasaan tak berdaya/putus asa. Faktor stress : baru/lama. Perasaan butuh pertolongan Denial. Cemas, iritable. Makanan/Cairan : Kehilangan napsu makan. Ketidaksanggupan mencerna. Kehilangan BB. Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis. Nyaman/nyeri : Nyeri dada saat batuk. Memegang area yang sakit. Perilaku distraksi. Pernapasan : Batuk (produktif/non produktif) Napas pendek. Riwayat tuberkulosis Peningkatan jumlah pernapasan. Gerakan pernapasan asimetri. Perkusi : Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan). Suara napas : Ronkhi Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink.

6. 7. -

Kemanan/Keselamatan : Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip. Demam pada kondisi akut. Interaksi Sosial : Perasaan terisolasi/ditolak.

B. Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah. 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler. 3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia 4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi. 5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat. C. Intervensi 1) Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah. Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif. Kriteria hasil :

Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan Mendemontrasikan batuk efektif. Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.

pertukaran udara.

Rencana Tindakan : 1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan. R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. 2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.

R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi. 3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin. R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas. 4. Lakukan pernapasan diafragma. R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5. Tahan napas selama 3 - 5

detik kemudian secara perlahan-lahan,

keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat. R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret. 6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk. R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien. 7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi. R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis. 8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk. R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut. 9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi. Pemberian expectoran. Pemberian antibiotika. Konsul photo toraks. R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

2) Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler. Tujuan : Pertukaran gas efektif. Kriteria hasil :

Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab. Rencana tindakan : 1. Berikan posisi yang mungkin. R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit. 2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital. R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia. 3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan. R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. 4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru. R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. 5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam. R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas. nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak

6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi. Pemberian antibiotika. Pemeriksaan sputum dan kultur sputum. Konsul photo toraks. R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya. 3) Diagnosa Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat Kriteria hasil :

Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori Menu makanan yang disajikan habis Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema Rencana tindakan 1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual. R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik. 2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan. R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan. 3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan). R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan kapasitas. 4. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan. R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan. 5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk memakannya. R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori adekuat. 6. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut

a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang). b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging). c. Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges). d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar). R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar. 7. Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup. R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau makanan per sonde.

Daftar Pustaka Amin, M., (1999). Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :Airlangga Univerciti Press Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta : EGC (2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC Doengoes, (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan. Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.

You might also like