You are on page 1of 3

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Abses Otak Otogenik


(Tinjauan 14 kasus)
Slamet Widodo, Edhie Samodra, Anton Christanto, Puspa Zulaika, Vimala Acala
SMF Telinga Hidung dan Tenggorok KL, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta, Indonesia

ABSTRAK Pendahuluan: Abses otak otogenik memerlukan penegakan diagnosis dini, penatalaksanaan cepat serta tepat dan mempunyai angka kematian tinggi. Tujuan: Menentukan karekteristik abses otak otogenik Metodologi: Penelitian ini bersifat deskriptif terhadap 14 kasus penderita terdiagnosis abses otak otogenik dan memiliki Head CT scan. Hasil: Pasien laki-laki 71,4%, 42,8% berusia 20-29 tahun. Keluhan utama: nyeri kepala dan vomitus-pireksia 100%, vertigo 71,4 %. Penyakit primer OMC maligna cholesteatoma 85,6% dan kuman penyebab Ps. aeruginosa 71,4% ; 51,7% abses terletak di lobus parietalis dan 86,5% abses tunggal. Pada semua pasien didapatkan AL dan LED meningkat, dan membaik setelah operasi dan terapi antibiotik. Simpulan: Abses otak otogenik paling banyak pada laki-laki, usia dekade kedua, dengan primer OMC maligna yang ditandai nyeri kepala, vomitus-pireksia, vertigo, AL dan LED meningkat. Cholesteatom dan pseudomonas aerugenosa merupakan peyebab terbanyak. Semua pasien membaik dengan kraniotomi dan mastoidektomi radikal disertai antibiotik ( ceftriaxon dan metronidazol ) Kata kunci: abses otak, OMC maligna, karakteristik

PENDAHULUAN Abses otak adalah proses supurasi fokal parenkim otak, di serebrum maupun serebelum1. Abses otak biasanya terjadi akibat infeksi fokal di bagian tubuh lain1,2. Abses otak otogenik merupakan salah satu komplikasi intrakranial yang sering pada otitis media supuratif kronik (OMSK) tipe bahaya (tipe maligna), memerlukan diagnosis sedini mungkin, penatalaksanaan yang cepat serta tepat untuk menghindari kematian. Diagnosis sering terlambat karena pada stadium dini gejalanya tidak khas mirip dengan gejala infeksi umumnya, gejala neurologis sering tidak tampak3,4. Pada stadium laten penderita tampak tenang, keluhan nyeri kepala berkurang, tampak lemah dan sedikit sensitif sehingga sering diduga sebagai mastoiditis kronis tanpa komplikasi Sekitar 20% fokus infeksi abses otak berasal dari infeksi telinga tengah, merupakan suatu komplikasi serius. Stuart (dikutip Fernandes) melaporkan bahwa 0,5% penderita dengan otitis media akut dan 3% penderita dengan otitis media kronik berpeluang komplikasi abses otak. Otitis media supuratif adalah penyakit yang berpotensi serius, terutama tipe maligna karena dapat menimbulkan komplikasi yang dapat mengancam jiwa. Menurut lokasinya komplikasi
C DK 1 8 5 / Vo l. 3 8 no. 4/M ei -Juni 2011

OMSK terdiri dari : 1) Komplikasi intrakranial : jaringan granulasi ekstradural dengan atau tanpa abses ekstradural, tromboflebitis sinus sigmoid, abses otak, otitis hidrosefalus, meningitis, abses subdural. 2) Komplikasi ekstrakranial: mastoiditis, petrositis, labirintitis, paralisis nervus fasialis.1,2 Abses otak otogenik hampir selalu terjadi di lobus temporalis atau serebelum sisi yang sama dengan telinga yang terinfeksi. Angka kejadian meningitis akibat komplikasi intrakranial adalah 34%, abses otak menempati urutan kedua 25% (15% di lobus temporal dan 10% di serebelum).2 Pemakaian antibiotika telah dapat menurunkan insidensi kesakitan secara dramatis, tetapi pada beberapa kasus mengubah gambaran klinis, sehingga diagnosis lebih sulit. Kematian abses otak pada masa praantibiotika sangat tinggi, di Indonesia pernah dilaporkan 5 dari 6 penderita abses otak meninggal5. Kemudian antara 1950-1960 dari 35 penderita abses otak otogenik angka kematian 6% ; pada tahun 1961-1971 dari 18 kasus abses otak otogenik angka kematian dapat ditekan menjadi 0%. Keberhasilan pengobatan ini antara lain disebabkan oleh diagnosis dini, pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, serta penatalaksanaan yang cepat dan tepat.

Dari 40 pasien OMSK dengan tanda komplikasi intrakranial di RSUPN-CM 1980-1986, didapatkan 13 kasus abses otak dengan kematian 70%6. Di bagian THT RSUPN-CM April 1986-Agustus 1987 ditemukan 11 kasus abses otak otogenik - 6 pria dan 5 wanita, 9 kasus di sereberum dan 2 kasus di serebellum; 50% pada usia dekade ke-2, dan angka kematian 45%7. Di RSUP Dr. Sardjito 19861988 ditemukan 19 kasus terdiri dari 11 kasus meningits, 5 kasus abses otak, 3 kasus ensefalitis; 7 kasus meninggal. Dalam kurun waktu lima tahun (1988-1992) terdapat 13 penderita otitis media kronik dengan komplikasi abses otak, 3 meninggal dunia (23,1 %) - 2 kasus abses serebri, 1 orang abses serebelum.9 Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya komplikasi intrakranial OMSK adalah virulensi kuman, terapi tidak adekuat, daya tahan tubuh, pneumatisasi yang kurang sempurna, dan otitis media yang sering residif. 4 Abses otak otogenik memerlukan penegakan diagnosis dini, penatalaksanaan cepat serta tepat karena angka kematiannya tinggi. Meskipun telah banyak kemajuan diagnostik khususnya CT Scan dan MRI, abses otak otogenik sering terlambat diketahui. Diperlukan pengetahuan karakteristik abses otak otogenik, agar para klinisi dapat mende-

267

HASIL PENELITIAN
teksi kemungkinan abses otak otogenik sedini mungkin, sehingga dapat melakukan penatalaksanaan yang cepat serta tepat untuk menghindari kematian. Pada penelitian ini dilakukan deskripsi karakteristik abses otogenik sederhana, peneliti tidak menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena dan karakteristik tersebut dapat terjadi. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional cross sectional B. Populasi Penelitian Populasi penelitian adalah semua pasien rawat inap di RS Dr. Sardjito yang datang selama jangka waktu penelitian yang di diagnosis abses otak otogenik. Kriteria Inklusi: penderita terdiagnosis dengan diagnosis abses otak otogenik dan memiliki Head CT scan. Kriteria eksklusi: memiliki catatan medis tidak lengkap. C. Sampel Semua pasien rawat inap di RS Dr. Sardjito yang datang selama jangka waktu penelitian, yang didiagnosis abses otak otogenik dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. D. Tempat dan Waktu Penelitian RS Dr. Sardjito dari bulan Januari 2000 s/d. Desember 2005. E. Cara Penelitian Pasien terdiagnosis abses otak otogenik dan menjalani rawat inap di RS Dr Sardjito dalam kurun waktu penelitian dicatat no MR, kemudian ditelusuri dan dicari statusnya di ruang MR. Catatan medis yang tidak lengkap dieksklusi. Variabel yang dinilai adalah: jenis kelamin, usia, keluhan utama, status telinga, lokasi abses, hasil kultur, terapi dan hasil terapi. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat perbedaan distribusi jenis kelamin dalam penelitian ini ( laki-laki 71,4 % dan wanita 28,6 % ), dan paling sering pada usia 20-29 tahun 42,8 %, (laki-laki dan wanita 3:1 (Tabel 1).
Tabel 1. Distribusi umur dan jenis kelamin penderita abses otak otogenik
No Kelompok Umur (thn) Jenis Kelamin Jumlah Pria % Wanita % %

1 2 3 4 5

10 - 19 20 - 29 30 - 39 40 - 59 > 59 Jumlah

2 14,3 6 42,8 0 0

2 0 0 2 0 4

14,3 0 0 14,3 0 28,6

4 6 0 4 0 0

28,6 42,8 0 28,6 0 100

2 14,3 0 0

10 71,4

Gambar 1. Cara Penelitian

Penderita abses otak otogenik


Kriteria inklusi dan eksklusi

Sampel Penelitian

Keluhan utama terbanyak adalah nyeri kepala dan vomitus-pireksia (100%), kemudian gangguan keseimbangan (vertigo) 71,4% ( Tabel 2 ). Hal ini sesuai dengan penemuan Bradley et al, bahwa gejala-gejala yang menonjol pada abses otak otogenik adalah nyeri kepala, vomituspireksia, papiledema, kaku kuduk, hemiparesis, disfagia, nistagmus, gangguan keseimbangan. Pada penelitian ini gangguan neurologis berupa kelumpuhan saraf kranialis, afasia, disfagia, paresis/hemiparesis rata-rata 14,3%, menandakan bahwa kelainan neurologis tidak bisa dijadikan dasar kecurigaan adanya abses otogenik (Bradley et al 11 , Shambugh dan Glasscock1 ).
Tabel 2. Distribusi keluhan/pada penderita abses otak otogenik
Keluhan Nyeri kepala Jumlah 14 14 6 0 2 2 4 4 2 2 0 2 2 2 10 2 % 100 100 42,8 0 14,3 14,3 28,6 28,6 14,3 14,3 0 14,3 14,3 14,3 71,4 14,3

Head CT Scan

Abses otak otogenik

Vomitus-pireksia Mengantuk/stupor/apatis Tanda meningitis /kaku kuduk Kejang Penurunan berat badan Papiledema

1. Jenis kelamin 2. Usia 3. Keluhan utama 4. Status Telinga 5. Lokasi abses otak 6. Hasil kultur 7. Terapi dan Hasil terapi

Brakikardi Kelumpuhan saraf kranialis Disfagia Gangguan lapangan pandang Aphasia Paresis/hemiparesis Nistagmus Gangguan keseimbangan Ataksia

268

C DK 185/V o l .38 no .4/Mei- Ju n i 2011

HASIL PENELITIAN
Semua penderita mengalami perforasi membran tympani dan masih dijumpai discharge di liang telinga, rata-rata sudah berlangsung lebih dari 4 tahun; masing-masing 2 pasien (14,3%) dengan granuloma telinga tengah dan fistel retroaurikular. OMC maligna dapat menyebabkan abses otak (Samuel et al). Pada penelitian ini komplikasi intrakranial/abses otak paling banyak oleh kolesteatoma, sedangkan pada penelitian Samuel et al paling sering karena granuloma.
Tabel 3. Distribusi status lokalis penderita Status lokalis Perforasi membran tympani Discharge Fistel Retroaurikuler Granuloma Cholesteatoma Jumlah Persentase 14 14 2 2 12 100 100 14,3 14,3 85,7 Tabel 5. Lokasi dan macam abses berdasarkan hasil CT Scan Lokasi dan macam abses Cerebrum Cerebellum Tunggal Multipel Jumlah Persentase 10 4 12 2 73.4 28,6 85,7 14,7 Tabel 8. Hasil terapi Hasil terapi Hidup Meninggal Jumlah 14 0 Persentase 100 0

Lama perawatan penderita di RS pasca operasi kebanyakan 10-20 hari (10 penderita - 71,4%). ( Tabel 6 ) Dua pasien dengan lama perawatan di RS lebih dari 30 hari karena pasca operasi memerlukan perawatan ICU.
Tabel 6. Lama perawatan pasca operasi Lama perawatan dalam hari < 10 10 - 20 20 - 30 > 30 Jumlah 0 10 2 2 Persentase 0 71,4 14,3 14,3

SIMPULAN Abses otak otogenik terjadi banyak pada lakilaki, usia dekade kedua, dengan primer OMC maligna yang ditandai nyeri kepala, vomituspireksia, vertigo, AL dan LED meningkat. Cholesteatom dan Ps.aeruginosa merupakan penyebab terbanyak Semua pasien membaik dengan kraniotomi dan mastoidektomi radikal disertai antibiotik (seftriakson dan metronidazol).
DAFTAR PUSTAKA
1. Shambough GE, Glasscock ME. Intracranial complication of otitis media. In : Shambough GE, Glasscock ME. Eds. Surgery of the Ear. 4th ed., Philadelphia : WB Saunders, 1980:249-75. 2. Ludman H. Complication of supurative otitis media In : Kern AG, Groves J Eds. Scott - Browns Otolaryngology, 51h ed London: Butterworth and Co, 1997: 264-91. 3. Jackler RK, Brockmann DE. Neurootology. St Louis, Missouri: Mosby Year Book Inc. 1994:911-2. 4. Ettinger MG. Brain Abscess. In: Baker AB, Baker LH. Clinical Neurology, vol 2 Philadelphia: Harper & Row Publ. 1985 :1-25. 5. Ballenger JJ. Complication of ear disease. In : Ballenger JJ 13th ed Philadelphia : Lea and Febiger ,1985 : 1170-76. 6. Djaafar ZA, Sosialisman. Helmi.H Otitis media supuratif kronis dengan abses intrakranial. Diagnosis dan Penatalaksanaan. Kumpulan Naskah Konas Perhati VI1I Ujung Pandang 1986:413-25. 7. Helmi, Djaafar ZA, Sosialisman. Otogenic Brain Abscess. ORL Indonesiana.1988;19:16-22. 8. Wispelwey B.,Dacey RG.,Scheld WM. Brain Abscess. In:Scheld WM,Whi11ey RJ,Durack.DT eds. Infection of the central nervous system. Raven Press,New York 1991:457-86. 9. Rosenblum ML,Hoff JT,Nourman D. Non Operative treatment of Brain Abscess in Selected High-risk Patients. J Neurosurgery 198o;S2:217-25. 10.Mawson SR.Disease of the Ear.3"ed, London: Edward Arnold Ltd. 1974.358-399. 11.Bradley PJ, Manning KP, Shaw MDM. Brain Abscess secondary to otitis media. J. Laryngol. Otol. 1984; 98:1185-91. 12.Brand B, Caparosn RJ, Lubic LG. Otorhrnological Brain Abscess Therapy. Post and Present. Laryngoscope. 1984; 94: 483-87. 13.Freeman J. Changing concepts in the management of otitic intracranial infection Use of Computerized axial tomography in early detection and monitoring of cerebritis. Laryngoscope. 1984;94:907-11. 14.Djaafar ZA, Widodo D. Terapi Medikamentosa dan Terapi Bedah Pada Abses Otak Otogenik. Otorhinolaryngology Indonesiana.2001;31:5-10. 15.Bluestone CD, Klein J. Intracranial suppurative complication of otitis media and mastoiditis. In Pediatric Otolaryngology. 3th ed. London.Philadelphia:WB Saunders Co., 1996. 16.Djaafar ZA, Sona. Pengobatan konservatif abses otak otogenik. Kumpulan Naskah PIT PERHATI, Malang, 1998; 280-89. 17.Djaafar ZA. Diagnosis dan penatalaksanaan abses otak otogenik. Kumpulan Naskah PIT PERHATI. Malang,1998; 4-14. 18.Samuel J, Fernandez C, Steinberg JL. Intracranial Otogenic Complications: A Persisting Problem. Laryngoscope 1996; 96: 272 -78. 19.Kangsaranak J, Navacharoem N, Fooanant S, Ruckphaopunt K. Intracranial Complications of Suppurative Otitis Media : 13 years experience. Am Otol 1995; 1995:16 : 104-9. 20.Mathews TJ, Marcus. Otogenic intradural complications. J. Laryngol.Otol. .1988;102:121-24. 21.Maurice-Williams,RS. Open evacuations of pus: a satisfactory surgical approach to the problem of brain abscess. J. Neurol. Neurosurg. Psychiatr. 46:697-703

Kultur sekret telinga mendapatkan kuman aerob terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa (71,4%), Psedomonas sp., Streptococus epidermidis dan Streptococcus alfa haemoliticus masing masing 14,3%. Pada penelitian ini dijumpai lebih dari satu kuman aerob pada satu sediaan yaitu Streptococcus epidermidis dan Streptococcus alfa haemoliticus.(Tabel 4) Pada beberapa penelitian yang sering ditemukan adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogeneus dan Pneumococcus. Kuman Gram negatif yang ditemukan Pseudomonas sp, Proteus sp, E. coli.3,4,5,7
Tabel 4. Distribusi kuman aerob pada pemeriksaan kultur dari penderita abses otak otogenik.
No 1 2 3 4 Jenis kuman Pseudomonas sp. Pseudomonas aerognosa Streptococcus epidermidis Streptococcus alfa haemoliticus Jumlah Persentase 2 10 2 2 14,3 71,4 14,3 14,3

Semua pasien abses otak otogenik (100%) mendapat terapi antibiotik seftriakson dan metronidazol, ada yang dikombinasi dengan kloramfenikol atau ampisilin. (Tabel 7).
Tabel 7. Jenis antibiotik Antibiotik Seftriakson Metronidazol Kloramfenikol Ampisilin Jumlah 14 14 4 4 Persentase 100 100 28,6 28,6

Setelah operasi dan terapi medikamentosa semua pasien membaik (tabel 8). Agar terapi abses otak otogenik dapat sedini mungkin, setiap kasus OMSK dengan nyeri kepala menetap atau hilang timbul, disertai demam dengan atau tanpa gejala lain seperti mual, muntah, kejang, hendaklah dirawat dan langsung diberi antibiotika dosis tinggi intravena, dikonsulkan ke bagian saraf, dan dilakukan pemeriksaan CT Scan otak. Untuk pasien tanpa CT Scan antibiotika diberikan 1-2 minggu dan bila keadaan umum membaik dilakukan operasi.

Pada 85,7% (12 pasien) merupakan abses tunggal (hasil CT Scan) dan 57,1% (10 pasien) terletak di cerebrum (Tabel 5), hal ini sesuai dengan Helmi et al7 yang melaporkan 11 kasus abses otak otogenik: 9 kasus di serebrum dan 2 kasus di serebelum.
C DK 1 8 5 / Vo l. 3 8 n o. 4/M ei -Juni 20 11

269

You might also like