You are on page 1of 22

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang memiliki jumlah penduduk terpadat ke 4 di dunia. Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 200 juta jiwa pada tahun 2000, 7,5% atau 15 juta jiwa adalah penduduk lansia. Berdasarkan proyeksi Biro Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2005-2010 jumlah penduduk lanjut usia akan sama dengan jumlah balita, yaitu 8,5% dari jumlah penduduk atau sekitar 19 juta jiwa. Secara umum, tingkat kesehatan masyarakat Indonesia terkait erat dengan meningkatnya usia harapan hidup (UHH). Pada tahun 2004, UHH penduduk Indonesia adalah 66,2 tahun, kemudian meningkat menjadi 71 tahun pada tahun 2010. UHH pada provinsi Kalimantan Selatan sendiri adalah 63,81 tahun pada tahun 2010. Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah lansia akan mencapai 29 juta atau 11% dari total populasi.1,2 Lanjut usia (lansia) adalah orang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas yang mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (UU RI No 13 tahun 1998). Menurut WHO (World Health Organization) membagi masa usia lanjut sebagai berikut a. Usia 45-60 tahun, disebut middle age (setengah baya atau A-Teda madya) b. Usia 60-75 tahun, disebut elderly (usia lanjut atau werda utama) c. Usia 75-90 tahun, disebut old (tua atau werda prawasana) d. Usia diatas 90 tahun, disebut very old (tua sekali atau werda wasana).3

Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatan kualitas hidup manusia termasuk lansia. Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1993, arahan PJPT II antara lain adalah mengenai perlunya diberikan perhatian pada penduduk lansia, mengingat kelompok penduduk lansia memiliki pengalaman luas, kearifan, dan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk

pembangunan. Pada Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, manusia usia lanjut diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kemampuannya agar tetap sehat dan produktif.3 Penyakit atau gangguan yang menonjol pada lansia meliputi 4 : 1. 2. 3. 4. Gangguan pembuluh darah : dari hipertensi sampai stroke Gangguan metabolik : DM Gangguan persendian Gangguan sosial : kurang penyesuain diri dan merasa tidak punya fungsi lagi. Pada lansia morbiditas dan disabilitas terbesar adalah masalah pada kardiovaskular yang merupakan salah satu faktor resiko terjadinya stroke. Stroke adalah penyebab pertama kecacatan berat di seluruh dunia pada usia di atas 60 tahun dan biaya perawatan stroke sangatlah besar, pada tahun 2004 diperkirakan mencapai 53,6 miliar dolar Amerika.5 Di Indonesia walaupun data epidemiologik yang lengkap dan akurat belum ada, dengan meningkatnya umur harapan hidup bangsa Indonesia, dijumpai tendensi penderita stroke akan meningkat pada masa yang akan datang. Dari hasil survei Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia dilaporkan bahwa stroke di rumah

sakit antara tahun 1985 sampai dengan tahun 1986 meningkat yaitu 0,72 per 100 penderita pada tahun 1984 dan naik menjadi 0,89 per 100 penderita pada tahun 1985 dan 0,96 per 100 penderita pada tahun 1986. Dilaporkan pula bahwa prevalensi stroke adalah 35,6 per 100.000 penduduk pada tahun 1986, sedangkan di Yogyakarta morbiditas stroke di rumah sakit pada tahun 1991 menunjukkan kecenderungan meningkat dibandingkan laporan penelitian sebelumnya pada tahun 1989. Menurut studi populasi di daerah Bogor dan sekitarnya tahun 2001, Misbach dkk. mendapatkan estimasi insidens stroke 234/100.000 di mana insidens di daerah rural lebih rendah daripada daerah metropolitan.5 Penatalaksanaan stroke yang utama adalah segera bawa kerumah sakit dan diutamakan rumah sakit yang mempunyai dokter spesialis saraf dan fasilitas unit stroke. Waktu dalam penatalaksanaan stroke sangatlah penting. Waktu pemulihan alairan darah ke otak hanyalah sekitar 3 jam. Sehingga perlunya pasien dibawa ke rumah sakit secara dini.5 Karena penatalaksanaan stroke memerlukan pertolongan yang cepat dan akurat sehingga penting penatalaksanaan sebelum pasien masuk ke rumah sakit. Perlunya masyarakat khususnya lansia dapat mendeteksi serta melakukan pencegahan dan pertolongan pertama saat terjadi stroke. Dengan harapan dapat menurunkan efek samping dari stroke.5

I.2. Permasalahan Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka timbul suatu permasalahan bagaimana upaya yang dapat dilakukan agar masyarakat pada umumnya dan usia lanjut pada khususnya dapat mendeteksi serta melakukan pencegahan dan pengendalian stroke?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lansia Lansia adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindarkan. Umur manusia sebagai makhluk hidup terbatas oleh suatu peraturan alam, maksimal 6 (enam) kali masa bayi sampai dewasa atau 6x20 tahun, sama dengan 120 tahun. Proses menjadi tua disebabkan oleh faktor biologic yang terdiri dari 3 fase yaitu fase progresif, stabil, dan regresif. Dalam fase regresif mekanisme lebih kea rah kemunduran yang dimulai dalam sel, komponen terkecil dari tubuh manusia. selsel menjadi aus karena lama berfungsi sehingga mengakibatkan kemunduran yang dominan dibandingkan terjadinya pemuliha. Didalam struktur anatomik, proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran didalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah, terus menerus dan berkesinambungan yang selanjutnya akan mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokemis pada jaringan tubuh dan akhirnya akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan.6 2.1.2 Definisi Lanjut usia (lansia) adalah orang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas yang mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (UU RI No 13 tahun 1998). Menurut WHO (World Health Organization) membagi masa usia lanjut sebagai berikut a. Usia 45-60 tahun, disebut middle age (setengah baya atau A-Teda madya) b. Usia 60-75 tahun,

disebut elderly (usia lanjut atau werda utama) c. Usia 75-90 tahun, disebut old (tua atau werda prawasana) d. Usia diatas 90 tahun, disebut very old (tua sekali atau werda wasana).3 2.1.3 Epidemiologi Di Asia Tenggara, jumlah penduduk lansia wanita umumnya lebih banyak dibanding pria. Hal ini dapat dilihat dari persentase pria dan wanita serta rasio jenis kelamin dari penduduk lansia pria dan wanita. Dari profil data kesehatan Indonesia tahun 2011 didapatkan hasil estimasi jumlah penduduk Indonesia yang berumur 45+ tahun 2011 untuk jumlah total mencapai 51 juta jiwa atau sekitar 25% dari seluruh penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta jiwa. Untuk jenis kelamin, wanita yang berusia 45+ mencapai 26 juta jiwa sedangkan lakilaki yang berusia 45+ hanya mencapai 25 juta jiwa. Untuk Provinsi Kalimantan Selatan sendiri, untuk estimasi jumlah penduduk yang berusia produktif (15-64 tahun) mencapai 1. 260.125 ribu jiwa untuk laki-laki dan 1.227.330 ribu jiwa. Untuk jumlah penduduk yang non produktif (65+ tahun) mencapai 56.450 ribu jiwa untuk laki-laki dan 77.281 ribu jiwa untuk perempuan. 1,7 2.1.4. Karakteristik Lansia Sehat Usia lanjut sehat adalah usia lanjut yang dapat mempertahankan kondisi fisik dan mental yang optimal serta tetap melakukan aktivitas sosial dan produktif. Adapun ciri usia lanjut sehat adalah sebagai berikut 8: Memiliki tingkat kepuasan hidup yang relatif tinggi karena merasa hidupnya bermakna, mampu menerima kegagalan yang dialaminya

sebagai bagian dari hidupnya yang tidak perlu disesali dan justru mengandung hikmah yang berguna bagi hidupnya. Memiliki integritas pribadi yang baik, berupa konsep diri yang tepat dan terdorong untuk terus memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Mampu mempertahankan sistem dukungan sosial yang berarti, berada di antara orang-orang yang memiliki kedekatan emosi dengannya, yang memberi perhatian dan kasih sayang yang membuat dirinya masih diperlukan dan dicintai. Memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik, didukung oleh kemampuan melakukan kebiasaan dan gaya hidup yang sehat. Memiliki keamanan finansial, yang memungkinkan hidup mandiri, tidak menjadi beban orang lain, minimal untuk memenuhi kebutuhan seharihari. Pengendalian pribadi atas kehidupan sendiri, sehingga dapat menentukan nasibnya sendiri, tidak tergantung pada orang lain. Hal ini dapat menjaga kestabilan harga dirinya.

2.1.5 Masalah Kesehatan Lansia Masalah kesehatan lansia cukup luas dan bervariasi. Selain masalah penyakit kehidupan lansia tidak dapat melepaskan diri dari perubahan pada proses menua dan masalah psikologis. Dengan usia lanjut dan sisa kehidupan yang ada, kehidupan lansia terisi dengan 40% masalah kesehatan.4 Penyakit atau gangguan yang menonjol pada lansia meliputi 4:

5. Gangguan pembuluh darah : dari hipertensi sampai stroke 6. Gangguan metabolik : DM 7. Gangguan persendian 8. Gangguan sosial : kurang penyesuaian diri dan merasa tidak

punya fungsi lagi. Dari uraian pada latarbelakang di ketahui bahwa pada umur diatas 55 tahun morbiditas dan disabilitas terbesar adalah masalah pada kardiovaskular. Dimana terdapat salah satunya adalah stroke.

2.2. Stroke 2.2.1 Definisi dan Etiologi Menurut WHO stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.5 Stroke terbagi menjadi dua bagian besar yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Etiologi dari stroke iskemik terbagi menjadi 3 bagian, yaitu 9: Vaskuler: aterosklerosis, displasi fibromuskuler, inflamasi, diseksi arteri, sindrom moyamoya, dll Kelainan jantung: thrombus mural, aritmia jantung, endokarditis, penyakit jantung rematik, penggunaan katup jantung prostetik, dll

Kelainan darah: trombositosis, polisitemia, anemia sel sabit, leukositosis, dll

Etiologi dari stroke hemoragik dapat berasal dari pecahnya pembuluh darah dalam parenkim otak maupun karena pecahnya aneurisma dan AVM. 2.2.2 Epidemiologi Stroke merupakan salah satu sumber penyebab gangguan otak pada usia masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab kematian sesudah penyakit jantung pada sebahagian besar negara di dunia, sedangkan di negara Barat yang telah maju, stroke menempati urutan ketiga sebagai penyebab kematian sesudah penyakit jantung dan kanker. 5 Stroke adalah penyebab pertama kecacatan berat di seluruh dunia pada usia di atas 60 tahun dan biaya perawatan stroke sangatlah besar, pada tahun 2004 diperkirakan 53,6 miliar dolar Amerika. 5 Diperkirakan insidens stroke di Amerika Serikat kira-kira lebih 700.000 tiap tahun dan meninggal lebih 160.000 per tahunnya dengan kira-kira 4,8 juta penderita stroke yang hidup saat ini. Dikatakan bahwa setiap menit ada 1 orang menderita stroke dan hampir 20 orang akan meninggal tiap jam. 5 Untuk setiap 100 yang selamat, 10 mampu kembali bekerja tanpa kecacatan, 30 mengalami kecacatan residual yang ringan, 50 mengalami kecacatan yang lebih berat yang membutuhkan perawatan khusus di rumah dan 10 membutuhkan perawatan institusional yang permanen. 5 Di Indonesia walaupun data epidemiologik yang lengkap dan akurat belum

ada, dengan meningkatnya umur harapan hidup bangsa Indonesia, dijumpai tendensi penderita stroke akan meningkat pada masa yang akan datang. Dari hasil survei Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia dilaporkan bahwa stroke di rumah sakit antara tahun 1985 sampai dengan tahun 1986 meningkat yaitu 0,72 per 100 penderita pada tahun 1984 dan naik menjadi 0,89 per 100 penderita pada tahun 1985 dan 0,96 per 100 penderita pada tahun 1986. Dilaporkan pula bahwa prevalensi stroke adalah 35,6 per 100.000 penduduk pada tahun 1986, sedangkan di Yogyakarta morbiditas stroke di rumah sakit pada tahun 1991 menunjukkan kecenderungan meningkat dibandingkan laporan penelitian sebelumnya pada tahun 1989. Menurut studi populasi di daerah Bogor dan sekitarnya tahun 2001, Misbach dkk. mendapatkan estimasi insidens stroke 234/100.000 di mana insidens di daerah rural lebih rendah daripada daerah metropolitan. 5 2.2.3 Faktor Resiko dan Pencegahan Pada pencegahan primer stroke harus diperhatikan 5 faktor 5: 1. faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, 2. faktor risiko yang dapat dimodifikasi, 3. pencegahan medik, 4. pencegahan operatif, 5. strategi kesehatan masyarakat. Penelitian prospektif stroke telah mengidentifikasi berbagai faktor-faktor yang dipertimbangkan sebagai risiko yang kuat terhadap timbulnya stroke. Banyak faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, tetapi banyak juga faktorfaktor risiko lainnya secara potensial dapat dimodifikasi dan memerlukan

10

identifikasi dan penatalaksanaan segera. Pemahaman yang baik terhadap efek modifikasi faktor risiko dapat bermanfaat dalam mengurangi angka morbiditas dan mortalitas stroke di masyarakat. 5 Faktor risiko timbulnya stroke 5: I. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi: 1. umur, 2. jenis kelamin, 3. ras dan suku bangsa, 4. faktor turunan, 5. berat badan lahir rendah. Umur merupakan salah satu faktor risiko utama stroke, insiden stroke meningkat dengan umur, hampir 2 kali lipat tiap dekade setelah umur 55 tahun dan kebanyakan stroke terjadi pada umur di atas 65 tahun. Insidens stroke lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita dengan rata-rata 25% - 30% lebih tinggi pada laki-laki, sedangkan di Swedia sampai 66% lebih tinggi pada laki-laki. Tetapi pada jenis stroke berbeda insidens stroke pada laki-laki dan wanita, pada infark serebri laki-laki lebih tinggi daripada wanita, pada perdarahan intraserebral sama dan pada perdarahan subarakhnoidal lebih tinggi pada wanita. Meskipun risiko terkena stroke lebih tinggi pada laki-laki, risiko kematian stroke lebih tinggi pada wanita, kemungkinan karena wanita berusia lebih tua dibanding laki- laki pada saat onset stroke. Pada umumnya insidens stroke lebih tinggi pada kelompok kulit hitam daripada kulit putih, di Indonesia belum ada

11

penelitian yang komprehensif mengenai suku mana yang paling tinggi insidens strokenya. Faktor turunan pada saat ini belum ada penelitian yang sempurna, tetapi berbedanya insidens stroke pada kelompok ras menyokong dugaan adanya komponen genetik. Rendahnya berat badan lahir juga disebut-sebut sebagai faktor risiko stroke di mana ada laporan bahwa orang dengan berat badan lahir < 2.500 gr, lebih 2 kali lipat kemungkinan menderita stroke dibandingkan dengan berat badan lahir = atau > 4.000 gr, tetapi penelitian ini belum pasti dan belum didukung secara statistik. II. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi: 1. perilaku: merokok, diet tidak sehat: lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, kurang buah, alkoholik, obat-obatan: narkoba (kokain), anti koagulansia, anti platelet, amfetamin, pil kontrasepsi, kurang gerak badan. 2. fisiologis: penyakit hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, infeksi/lues, arteritis, traumatik, AIDS, lupus, gangguan ginjal,

12

kegemukan (obesitas), polisitemia, viskositas darah meninggi dan penyakit perdarahan, kelainan anomali pembuluh darah, stenosis karotis asimtomatik. Faktor risiko mayor: 1. hipertensi, 2. merokok, 3. diabetes mellitus, 4. kelainan jantung, 5. kolesterol. Besarnya penurunan morbiditas dan mortalitas stroke kemungkinan besar akibat identifikasi dan kontrol faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada kelompok individu yang mudah kena stroke. Hipertensi Hipertensi adalah faktor risiko utama stroke yang paling kuat dan modifiable, baik untuk stroke iskemik maupun hemoragik, baik laki-laki maupun perempuan, pada semua usia. Risiko stroke meningkat secara proporsional dengan meningginya tekanan darah, baik sistol maupun diastol. Secara tradisionil dulu dianggap bahwa tekanan darah diastoliklebih penting dari tekanan darah sistolik, tetapi ini tidak didukung oleh bukti yang cukup, walaupun memang kebanyakan uji klinik pengobatan hipertensi dikelompokkan berdasarkan tekanan darah diastol. Dan menurut petunjuk dari The Seventh Report of the Joint National Committee on

13

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure pada orang dengan usia di atas 50 tahun, tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg adalah lebih penting daripada tekanan darah diastolic sebagai faktor risiko

penyakit kardiovaskuler. Penurunan tekanan darah baik sistol maupun diastol pada penderita hipertensi jelas menurunkan risiko stroke. Penelitian prospektif dan clinical trial menunjukkan secara konsisten penurunan risiko stroke dengan pengobatan hipertensi ringan, sedang dan berat pada semua kelompok usia. Untuk penanganan hipertensi The National Stroke Association di USA

merekomendasikan 3 strategi untuk mengurangi risiko stroke pada orang orang dengan hipertensi: (1) TD harus dikontrol pada penderita hipertensi yang kemungkinan besar mendapat stroke (2) dokter harus memeriksa TD semua pasiennya pada setiap kunjungan (3) pasien dengan hipertensi harus diperiksa TDnya di rumah. Pedoman dari AHA (American Heart Association) menganjurkan pemberian anti hipertensi pada orang dengan TD awal 180/100 mmHg atau TD tetap lebih dari 140/90 mmHg setelah 3 bulan dicoba dengan modifikasi gaya hidup. Walaupun modifikasi gaya hidup mendapat tempat dalam pengobatan hipertensi, tetapi kurang efektif dibandingkan obat anti hipertensi baik dalam penurunan TD maupun dalam pencegahan stroke. Obat-obat anti hipertensi yang telah digunakan pada clinical trial adalah diuretika, beta-blockers, calcium antagonist dan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor ternyata hasilnya secara signifikan menurunkan insidens stroke dibanding placebo, di samping itu muncul lagi anti hipertensi yang baru yang memberi harapan yaitu golongan

14

sartan, namun berdasarkan suatu penelitian besar golongan diuretika tetap unggul dalam pengobatan hipertensi. Saat ini dalam dunia kedokteran baik pengobatan maupun pencegahan selalu berdasarkan bukti klinis atau yang kita kenal dengan Evidence Based Medicine yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang valid, jadi rekomendasi dibagi atas kelas dan level bukti klinisnya, yang tertinggi adalah Class I dengan Level of Evidence A. Menurut AHA (American Heart Association)/ASA (American Stroke Association) manfaat pengobatan hipertensi pada pencegahan stroke primer adalah jelas dan terbukti. Merokok Rekomendasi AHA/ASA adalah tidak merokok dan berhenti merokok dengan Class I, Level of Evidence B, untuk mencegah timbulnya stroke, serta menghindari lingkungan merokok juga dianjurkan (Class IIa, Level of Evidence C). Diabetes Mellitus Studi epidemiologik prospektif menunjukkan suatu efek independen dari diabetes pada stroke iskemik, di mana peningkatan RR dari 1.8 kali sampai Strategi Pencegahan Stroke Primer mendekati 6 kali. Rekomendasi AHA/ASA pada penderita diabetes TD harus dikontrol dengan ketat sampai < 130/80 mmHg (Class I, Level of Evidence A). Kelainan Jantung Atrium fibrilasi merupakan faktor risiko stroke yang kuat dan dapat diobati. Penderita atrium fibrilasi dengan penyakit katup jantung dianjurkan pemberian

15

antikoagulansia (Class I, Level of Evidence A), sedangkan yang tanpa penyakit katup dianjurkan anti-thrombotik atau aspirin. Kolesterol Secara umum kenaikan kadar kolesterol diikuti dengan kenaikan risiko stroke, tetapi kaitan yang pasti masih dalam klarifikasi. Dianjurkan bagi pasien dengan penyakit jantung koroner dan hipertensi risiko tinggi, walaupun dengan LDL kolesterol normal untuk merubah gaya hidup dan mendapat statin (Class I, Level of Evidence A). Pemberian Aspirin Aspirin tidak dianjurkan untuk diberikan pada pencegahan stroke primer, berbeda dengan pencegahan stroke sekunder.

Secara singkat keseluruhan faktor risiko yang dapat dikendalikan antara lain adalah:

Tabel 1. Faktor resiko stroke serta pencegahannya.5 2.2.4. Manifestasi Klinis Ada suatu penilaian sederhana yang dikenal dengan singkatan FAST (Face, Arms drive, Speech, dan Three of sign) dari CINNINATI, berikut tanda dari FAST 10: 16

F = Face (Wajah) Wajah tampak mencong sebelah dan tidak simetris. Sebelah sudut mulut tertarik ke bawah dan lekukan antara hidung ke sudut mulut atas tampak mendatar.

A = Arms Drive (Gerakan Lengan) Angkat tangan lurus sejajar kedepan (90o) dengan telapak tangan terbuka keatas selama 30 detik. Apabila terdapat kelumpuhan lengan yang ringan dtidak disadari oleh penderita, maka lengan yang lumpuh tersebut akan turun (menjadi tidak sejajar lagi). Pada kelumpuhan yang berat, lengan yang lumpuh tersebut sudah tidak bisa diangkat lagi bahkan sampai tidak bisa digerakkan sama sekali.

S = Speech (Bicara) Bicara menajdi pelo (artikulasi terganggu) atau tidak bisa berkata-kata (gagu) atau bisa bicara akan tetapi tidak mengerti pertanyaan orang sehingga komunikasi verbal tidak nyambung.

T = Three of signs (Ketiga Tanda diatas) Ada tiga gejala yaitu perubahan wajah, kelumpuhan dan bicara

Selain tanda diatas masih ada gejala tanda lainnya, yaitu 10: Orang tiba-tiba terlihat mengantuk berat atau kehilangan kesadaran / pingsan Nyeri kepala dan mual muntah Kesemutan atau rasa tebal pada satu sisi tubuh Gangguan penglihatan 17

2.2.5 Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan klinis,

pemeriksaan laboratorium, dan pencitraan radiologis. Berikut adalah perbandingan diagnose antara stroke hemoragik dan stroke iskemik
9,11

: Gejala

Perdarahan Infark Permulaan Sangat akut Subakut Waktu serangan aktif Bangun pagi Peringatan sebelumnya ++ Nyeri/sakit kepala ++ Muntah ++ Kejang ++ Kesadaran menurun ++ +/Bradikardi ++ Perdarahan retina ++ Papil edem ++ Kaku kuduk, kernig, Brudzinsky ++ Ptosis ++ Liquor Berdarah Jernih Lokasi subkortikal kortikal/subkortikal Tabel 2. Diagnosa banding stroke hemoragik dan stroke iskemik 9,11 2.2.6 Penatalaksanaan Penatalaksanaan stroke yang utama adalah segera bawa kerumah sakit dan diutamakan rumah sakit yang mempunyai dokter spesialis saraf dan fasilitas unit stroke. 10 Waktu adalah penyelamatan otak. Waktu pemulihan aliran darah ke otak yang terganggu sangat pendek yaitu hanya sekitar tiga (3) jam dimulai sejak tanda awal stroke terjadi. Pertolongan yang akurat dan cepat harus segera dilakukan untuk menghindari kematian atau kecacatan yang menetap. Setiap menit keterlambatan pertolongan agar otak tidak kekurangan darah berarti 1,9 juta sel otak dan serabut otak sepanjang 10 kilometer akan mati.
10

18

Diusahakan juga selama proses pengantaran pasien ke rumah sakit tetap dijaga jalan nafas pasien, serta agar pasien tidak terlalu banyak digerakkan. 10

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN Masalah lansia semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk lansia di Indonesia, dimana menyebebkan pergeseran pola penyakit

19

kearah penyakit degeneratif, dimana penyakit kardiovaskuler telah menjadi penyebab kematian nomor satu, sedangkan penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu faktor resiko menjadi stroke. Stroke adalah penyebab pertama kecacatan berat di seluruh dunia pada usia di atas 60 tahun. Waktu dalam penatalaksanaan stroke sangatlah penting. Waktu pemulihan aliran darah ke otak hanyalah sekitar 3 jam. Karena itu penatalaksanaan stroke memerlukan pertolongan yang cepat dan akurat sehingga pentingnya penatalaksanaan sebelum pasien masuk ke rumah sakit. Perlunya masyarakat khususnya lansia dapat mendeteksi serta melakukan pencegahan dan pertolongan pertama saat terjadi stroke. Dengan harapan dapat menurunkan efek samping dari stroke

BAB IV DAFTAR PUSTAKA 1. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012

2. Wahyuna Adam Wisudiyanto. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Posyandu Lansia Terhadap Pengetahuan dan Sikap Kader dalam Pemberian Pelayanan Di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas

20

Kauman Ngawi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2008

3. Rusfita A, Wibowo B A, Rasyid B, Eka Y D B, Setyo B, K Erwi D, et al. Posyandu Lanjut Usia (Lansia). Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo. 2008

4. Bustan, MN. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular; PT Rieneka Cipta. Jakarta 2000

5. Nasution Darulkutni. Repository. 2007

Strategi

Pencegahan

Stroke

Primer.

USU

6. Departemen Kesehatan RI. Modul Pelatihan Konseling Kesehatan dan Gizi Bagi Usia Lanjut untuk Petugas Kesehatan.Jakarta. 2000

7. Budisetio Muljadi. Pencegahan dan Pengobatan Hipertensi pada Penderita Usia Dewasa. J kedokter Trisakti. 2001; 20(2): 101-07

8. Henniwati, Faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan posyandu lanjut usia di wilayah kerja puskesmas kabupaten aceh timur, Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara (online) URL:www.USUdigitallibrary.com. Diakses tanggal 13 Agustus 2012

9. Dewanto G, Suwono J W, Riyanto B, Turana Y. Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf; EGC. Jakarta 2009

10. Mengenal Gejala dan Kiat Mencegah Stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Yayasan Stroke Indonesia

21

11. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 2000

22

You might also like