You are on page 1of 36

Flu Burung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N1 pada unggas dikonfirmasikan telah terjadi di Republik Korea, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, China, Indonesia dan Pakistan. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi unggas yang terinfeksi. Pada Januari 2004, di beberapa propinsi di Indonesia terutama Bali, Botabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Barat dilaporkan adanya kasus kematian ayam ternak yang luar biasa. Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh karena virus new castle, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung (Avian influenza (AI)). Jumlah unggas yang mati akibat wabah penyakit flu burung di 10 propinsi di Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275 ekor (4,77%) dan yang paling tinggi jumlah kematiannya adalah propinsi Jawa Barat (1.541.427 ekor ). Kehebohan itu bertambah ketika wabah tersebut menyebabkan sejumlah manusia juga meninggal. Pada tanggal 19 Januari 2004, pejabat WHO mengkonfirmasikan lima warga Vietnam tewas akibat flu burung. Sementara itu di negara Thailand sudah enam orang tewas akibat terserang flu burung, seorang remaja berusia 6 tahun dipastikan menjadi orang Thailand pertama yang dikonfirmasi tewas akibat wabah tersebut. Seorang Epidemiologis dari Pusat Pengawasan Penyakit Dr. Danuta Skowronski, mengatakan bahwa 80% kasus flu burung menyerang anak-anak dan remaja. Tingkat kematian akibat flu burung sangat tinggi. Berdasarkan hasil penelitian atas 10 orang yang terinfeksi virus flu burung di Vietnam, WHO menemukan bahwa dari 10 orang yang terinfeksi 8 orang yang meninggal, seorang sembuh dan seorang lagi dalam kondisi kritis. Bila kita bandingkan dengan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) Penyakit flu burung ini lebih sedikit kasusnya hanya 25 kasus di seluruh dunia dan yang meninggal mencapai 19 orang (CFR=76%). Sedangkan pada penyakit SARS dari 8098 kasus yang meninggal hanya 774 orang (CFR = 9,6%). Berdasarkan hasil penelitian sementara (serosurvei) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan Dirjen P2MPLP, Depkes RI pada tanggal 1-3 Februari di sejumlah wilayah Indonesia ( di Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten dan Kabupaten Tabanan & Karang Asem Bali) belum ditemukan adanya kasus flu burung pada manusia. Melihat kenyataan ini seyogyanya masyarakat tidak perlu panik dengan adanya kasus flu burung di Indonesia, tetapi harus tetap waspada, terutama bagi kelompok yang beresiko karena kita tidak bisa memungkiri bahwa virus ini di negara lain telah menginfeksi manusia. B. Rumusan Masalah Permasalahan yang diangkat yaitu: Definisi Penyakit Flu Burung, Epidemiologi Penyakit Flu Burung, Etiologi Penyakit Flu Burung,

Patofisiologi Penyakit Flu Burung, dan Pencegahan Penyakit Flu Burung C. Tujuan. Penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui tentang: Definisi Penyakit Flu Burung, Epidemiologi Penyakit Flu Burung, Etiologi Penyakit Flu Burung, Patofisiologi Penyakit Flu Burung, dan Pencegahan Penyakit Flu Burung

BAB II PEMBAHASAN A. Definisi. Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. B. Epidemiologi Penyebaran Penyebaran flu burung di berbagai belahan dunia antara lain: . Ayam dan manusia di Hongkong. Selama wabah tersebut Pada tahun 1997 Avian Influenza A (H5N1) telah menginfeksi berlangsung 18 orang telah dirawat di rumah sakit dan 6 diantaranya meninggal dunia. Untuk mencegah penyebaran tersebut pemerintah setempat memusnahkan 1,5 juta ayam yang terinfeksi flu burung. Pada tahun 1999, di Hongkong dilaporkan adanya kasus Avian Influenza A (H9N2) pada 2 orang anak tanpa menimbulkan kematian. Pada tahun 2003, di Hongkong ditemukan lagi dua kasus Avian Influenza A(H5N1) dan satu orang meninggal.. Pada tahun 2003, di Belanda ditemukan 80 kasus Avian Influenza A (H7N7) dan satu diantaranya meninggal. Pada tahun 2004 terjadi lagi 25 kasus Avian Influenza A (H5N1) di Vietnam (19) dan Thailand (6) yang menyebabkan 19 orang meninggal (5 di Thailand , 14 di Vietnam ) 29 Agustus 2003: Muncul penyakit yang mematikan di peternakan ayam di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Setelah itu menyebar di sejumlah kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur. 23 Oktober 2003: Deptan mengonfirmasi wabah itu sebagai virus tetelo dengan jenis vilogenik viserotropik berdasarkan pengujian beberapa lembaga dan laboratorium. 28 Oktober 2003: Otoritas Agrifood and Veterinary Authority (AVA) Singapura telah melarang sementara impor burung dan unggas lainnya dari Indonesia karena adanya informasi wabah penyakit flu burung di beberapa daerah. 19 November 2003: Dua sumber independen yang layak dipercaya di Indonesia telah mengirim informasi adanya wabah flu burung ke International Society for Infectious Diseases (ISID). Mereka mengabarkan, wabah tersebut telah terjadi di Jawa Barat dan Sumatera. 22 Desember 2003: Pusat Informasi Unggas Indonesia (Pinsar) menyebutkan adanya keikutsertaan flu burung dalam wabah tetelo yang terjadi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Virus

tersebut tidak hanya diisolasi, tetapi sudah diidentifikasi melalui berbagai metode diagnostik. Pinsar menyarankan virus flu burung yang ditemukan sebaiknya dikirim ke laboratorium rujukan internasional di Australia, Inggris, Jerman, atau Amerika Serikat. 15 Januari 2004: Sebuah tim yang terdiri atas Kepala Badan Karantina dan Direktur Kesehatan Hewan pergi ke Cina sekitar enam hari untuk mempelajari kasus flu burung, termasuk pengadaan vaksin. 21 Januari 2004: Dirjen Bina Produksi Peternakan menginformasikan bahwa pemerintah menunjuk PT Bio Farma untuk mengimpor vaksin flu burung dengan jenis patogenitas rendah. 24 Januari 2004: Ketua I Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) CA Nidom mengumumkan, dari identifikasi DNA dengan sampel 100 ayam yang diambil dari daerah wabah diketahui positif telah berjangkit flu burung. 25 Januari 2004: Deptan mengumumkan secara resmi kasus avian influenza terjadi di Indonesia, namun belum ditemukan korban manusia akibat wabah tersebut. C. Etiologi Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A . Virus influenza termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Berdasarkan sub tipenya terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N) . Kedua huruf ini digunakan sebagai identifika si kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya. Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N98. Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22 C dan lebih dari 30 hari pada 0 C. Virus akan mati pada pemanasan 60 C selama 30 menit atau 56 C selama 3 jam dan dengan detergent, desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodin. D. Patofisiologi Gejala Gejala flu burung dapat dibedakan pada unggas dan manusia. 1. Gejala pada unggas Jengger berwarna biru Borok di kaki Kematian mendadak 2. Gejala pada manusia Demam (suhu badan diatas 38 C) Batuk dan nyeri tenggorokan Radang saluran pernapasan atas Pneumonia Infeksi mata Nyeri otot Masa Inkubasi 1. Pada Unggas : 1 minggu 2. Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala. Pada anak sampai 21 hari . Penularan Flu burung menular dari unggas ke unggas, dan dari unggas kemanusia , melalui air liur, lendir

dari hidung dan feces. Penyakit ini dapat menular melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran atau sekreta burung/unggas yang menderita flu burung. Penularan dari unggas ke manusia juga dapat terjadi jika bersinggungan langsung dengan unggas yang terinfeksi flu burung. Contohnya: pekerja di peternakan ayam , pemotong ayam dan penjamah produk unggas lainnya. Media penularan ini dapat terjadi akibat transmisi (perpindahan) unggas yang terkena virus H5N1 dari daerah yang sudah terkena ke daerah yang belum terkena. Selain itu, terpaparnya manusia dengan penyakit ini, selain karena kontaminasi langsung dengan unggas, daya tahan tubuh juga memegang peranan penting. Semakin baik daya tahan tubuh seseorang, semakin kecil kemungkinan terkena penyakit ini, begitu pula sebaliknya. Selain daya tahan tubuh, pola makan dan pola hidup yang bersih dan sehat juga mendukung dalam pencegahan keterpaparan penyakit ini meskipun dari data resmi menunjukkan, tak ada produk olahan dari daging ayam yang masuk dari Vietnam dan Thailand sebagai wilayah yang paling parah terkena dampak flu burung yang menunjukkan tidak adanya pengaruh pola makan. Bibit penyakit flu burung yang ditemukan di Jatim dan beberapa daerah di Indonesia itu akan berbahaya apabila menempel atau melakukan assortan kepada bebek dan babi. Di daerah Mijosari, Kabupaten Mojokerto, Jatim, telah ditemukan beberapa kematian pada bebek akibat terserang penyakit flu burung. Saat ini tim dokter hewan Unair sedang meneliti dengan mengambil sampel lima bebek yang mati itu. Penyakit flu burung memiliki mata rantai penularan dari ayam, bebek, ke babi, baru kemudian menular kepada manusia. Penularannya kepada manusia lebih cepat apabila melalui babi karena ketika penyakit itu masuk ke tubuh babi, virus bisa berubah menjadi ganas atau melemah. Pencegahan 1. Pada Unggas: Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung. Vaksinasi pada unggas yang sehat 2. Pada Manusia : Kelompok berisiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang) Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja. Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung. Menggunakan alat pelindung diri. (contoh : masker dan pakaian kerja). Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja. Membersihkan kotoran unggas setiap hari. Imunisasi. Masyarakat umum Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi & istirahat cukup. Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu : Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit padatubuhnya) Memasak daging ayam sampai dengan suhu 800 C selama 1 menit dan pada telur sampai dengan suhu 640 C selama 4,5 menit. F. Pengobatan Pengobatan bagi penderita flu burung adalah. 1. Oksigenasi bila terdapat sesak napas. 2. Hidrasi dengan pemberian cairan parenteral (infus). 3. Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama 7 hari. 4. Amantadin diberikan pada awal infeksi, sedapat mungkin dalam waktu 48 jam pertama selama

3-5 hari dengan dosis 5 mg/kg BB perhari dibagi dalam 2 dosis . Bila berat badan lebih dari 45 kg diberikan 100 mg 2 kali sehari. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Penyebab flu burung di Indonesia adalah virus influenza tipe A subtipe H5N1. 2. Tingkat kematian flu burung tinggi (CFR 76%) tetapi di Indonesia belum ditemukan adanya kasus pada manusia. 3. Perlu kewaspadaan pada kelompok berisiko tinggi (pekerja di peternakan ayam , pemotong ayam dan penjamah produk unggas lainnya), dengan memperhatikan cara pencegahan. Gejala flu burung dapat dibedakan pada unggas dan manusia. Gejala pada unggas Jengger berwarna biru, Borok di kaki, dan Kematian mendadak Gejala pada manusia Demam (suhu badan diatas 38 C), Batuk dan nyeri tenggorokan, Radang saluran pernapasan atas, Pneumonia, Infeksi mata, dan Nyeri otot Untuk pencegahan, Pada Unggas dilakukan: Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung, dan Vaksinasi pada unggas yang sehat; Pada Manusia : Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja, Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung, Menggunakan alat pelindung diri. (contoh: masker dan pakaian kerja), Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja, Membersihkan kotoran unggas setiap hari, Imunisasi, Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi & istirahat cukup, dan Mengolah unggas dengan cara yang benar. B. Saran Perlu adanya penyuluhan/promosi kepada masyarakat tentang penyakit flu burung agar masyarakat tidak panik dan takut untuk mengkonsumsi produk unggas namun harus tetap waspada

ASKEP FLU BURUNG


Label: Askep medikal bedah PENGERTIAN Penyakit flu burung atau flu unggas adalah suatu penyakit menular yg disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. PENYEBAB Virus influenza tipe A

Termasuk famili orthomyxoviridae Dapat berubah ubah bentuk Terdiri dari hemaglutinin (H) Neuramidase (N). Kedua huruf digunakan sbg identifikasi kodesubtipe flu burung yang banyak jenisnya Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H3N3, H5N1, H9N2, H7N7,sedangkan pada binatang H1H5 dan N1N9 Strain yg sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dr sub tipe A H5N1 Virus tsb dpt bertahan di air sampai 4 hari pada suhu 22C dan lebih dari 30 hari pd 0C Virus akan mati pd pemanasan 60C selama 30 menit atau 56C selama 3 jam dan dgn ditergent,desinfektan misal formalin cairan yang mengandung iodine TANDA & GEJALA 1. Pada Unggas Jengger berwarna biru Borok dikaki Kematian mendadak 2. Pada manusia Demam (suhu > 38C) Batuk & nyeri tenggorokan Radang saluran pernapasan atas Pneumonia Infeksi mata Nyeri otot Masa inkubasi 1. Pada unggas I minggu 2. Pada manusia 1-3 hari Masa infeksi 1 hari sblm sampai 3-5 hr sesudah timbul gejala Pada anak 21 hari PENULARAN 1. Unggas ke unggas, unggas ke manusia 2. Melalui udara yg tercemar virus H5N1 yg berasal dari : Kotoran / sekreta burung / unggas yg menderita flu burung Penularan dr unggas kemanusia jg tjd jika manusia tlh menghirup udara yg mengandung virus flu brng atau kontak langsung dgn unggas yg terinfeksi flu brngh Penularan dari manusia kemanusia belum ada bukti PENCEGAHAN Pada unggas :

1. Pemusnahan unggas / burung yg terinfeksi 2. Vaksinasi pd unggas yg sehat Pada manusia : 1. Kelompok berisiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang) Mencuci tgn dgn desinfektan dan mandi sehabis bekerja Hindari kontak langsung dgn ayam /unggas yg terinfeksi flu burung Menggunakan alat pelindung diri (ex: masker dan pakaian krja) Meninggalkan pakaian kerja di tempat krja Membersihkan kotoran unggas setiap hari imunisasi 2. Masyarakat umum Menjaga daya tahan tbh dgn memakan makanan bergizi & istirahat cukup Mengolah unggas dgn cara yg benar yaitu : Pilih unggas yg sehat Memasak daging unggas dengan suhu 80C selama 1 mnt dan pd telur sampai dgn suhu 64C selama 4,5 mnt PENGOBATAN PADA PASIEN FLU BURUNG Oksigenasi bila trdpt sesak napas Hindari dgn pemberian cairan parenteral (infus) Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama 7 hr Amantadin diberikan pd awal infeksi,sedapat mungkin dlm waktu 48 jam I selama 3-5 hr dgn dosis 5 mg/kgBB/hr dlm 2 dosis.bila BB > 45 kg diberikan 100 mg 2 x sehari Tindakan depkes Melakukan infestigasi pd pekerja, penjual dan penjamah produk ayam di bbrp daerah KLP flu burung pd ayam di indonesia ( utk mengetahui infeksi flu burung pd manusia) Melakukan monitoring sec. ketat thd org2 yg pernah kontak dgn org yg diduga terkena flu burung hingga terlewati 2x masa inkubasi yaitu 14 hr Menyipakan 44 RS diseluruh indonesia utk menyiapkan ruangan observasi thdp px yg di curigai mengidap avian influienza Memberlakukan kesiapsiagaan di daerah yang mempunyai resiko yaitu prov. Jabar, DKI Jakarta dan banten serts membentuk Posko di Ditjen PP & pl DENGAN Telp/ fax : ( 021 ) 4257125 Menginstruksikan kepada gebernur pemerintah propinsi untuk menibgkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap kemungkinan terjangkitnya flu burung di wilayah masing- masing Menigkatkan upaya penkes masyarakat dan membangun jejaring kerja ddengan berbagai pihak untuk edukasi terhadap masyarakat agar masyarakat waspada dan tidak panic Meningkatkan koordinasi dan kerja sama denagn departemen pertanian dan pemda dalam upaya penanggulangan flu burung Mengupayakan informasi yang meliputi aspek lingkungan dan faktor resiko untuk mencari

kemungkinan sumber penularan oleh tim investigasi yang terdiri dari depkes , deptan, dan WHO DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan Bersihan jalan napas, berihubungan dengan peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental akibat influenza. Intervensi: Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, misal mengi, krekels, ronki Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, misal penyebaran, krekels basah (bronkitis); bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya bunyi napas (asma berat). Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi. Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi. Catat adanya/derajat dispnea, mis., keluhan lapar udara, gelisah, ansietas, distres pernapasan, penggunaan otot bantu. Rasional : Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis., infeksi, reaksi alergi. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada. Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu. Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir. Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara. 2. Diagnosa Keperawatan: Pertukaran gas, kerusakan dapat dihubungkan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi). Intervensi: Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, ketidakmampuan

bicara/berbincang. Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan/toleransi individu. Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa. Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia. Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila diindikasikan. Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif. Palpasi fremitus Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak. Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan. Rasional : Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. GDA memburuk disertai bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan dengan hipoksemia. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur/istirahat di kursi selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu. Rasional : Selama distres pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi aktivitas perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun, program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat.

3. Diagnosa Keperawatan: Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh dapat dihubungkan dengan dispnea. Intervensi: Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh. Rasional : Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat. Auskultasi bunyi usus Rasional : Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk,

penurunan aktivitas, dan hipoksemia. Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu. Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap napsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas. Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering. Rasional : Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat. Rasional : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea.

Hindari makanan yang sangat pedas atau sangat dingin. Rasional : Suhu ekstrim dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk. Timbang berat badan sesuai indikasi. Rasional : Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi. Catatan: Penurunan berat badan dapat berlanjut, meskipun masukan adekuat sesuai teratasinya edema.

DAFTAR PUSTAKA Capernito,Linda juall.2001.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta.EGC Corwin,Ellizabetz,2001.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta.EGC Doengoes,1999.Perencanaan Asuhan Keperawatan.Jakartan.EGC BPhttp://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=15HI setempat. Marwansyah,S.Kep,Ns.materi mata kuliah keperawatan medical bedah II.progsus tapin

A. TINJAUAN MEDIS a. Definisi Flu Burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza yang menyerang burung / unggas dan manusia. Salah satu tipe yan diwaspadai adalah yang

disebabakan oleh influenza dengan kode genetik H5N1 ( H: Haemagglutinin, N: Neuramidase ). (WHO = Avian Influenza, 2004) Flu Babi adalah penyakit saluran perapasan akut pada babi yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Penyakit ini sangat cepat menyebar kedalam kelompok ternak dalam waktu 1 minggu, pada umumnya penyakit ini dapat sembuh dengan cepat kecuali bila terjadi komplikasi dengan bronchopneumonia, akan berakibat pada kematian. ( FENNER et al.,1987) b. Etiologi Penyebab Flu Burung adalah : Virus influenza tipe A Termasuk famili orthomyxoviridae Dapat berubah-ubah bentuk Terdiri dari hemaglutinin (H) Neuramidase (N). Kedua huruf digunakan sebagai identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya. Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H3N3, H5N1, H9N2, H7N7, sedangkan pada binatang H1H5 dan N1N9. Strain yang sangat virulen / ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A H5N1 Virus tersebut dapat bertahan di air sampai 4 hari pada suhu 22 C dan lebih dari 30 hari pada 0 C Virus akan mati pada pemanasan 60 C selama 30 menit / 56 C selama 3 jam dan dengan detergen, desinfektan missal formalin cairan yang mengandung iodine. Penyebab Flu Babi adalah : Virus-virus influenza ( tipe A, B, C) adalah virus RNA berselubung dengan genome bersegmen, ini artinya kode genetik RNA virus tidak merupakan untai tunggal RNA tetapi terdapat sebagai delapan segmen RNA yang berbeda pada virus-virus influenza. Virus influenza manusia / burung dapat menginfeksi sel saluran pernapasan babi pada saat yang sama dengan virus influenza babi; beberapa untai RNA yang bereplikasi dari virus manusia dapat terjadi kesalahan dan memasuki selubung virus flu babi. Babi memainkan peran yang unik sebagai suatu host intermediet bagi tipe flu baru karena sel-sel saluran pernapasan babi dapat terinfeksi secara langsung virus flu burung, manusia, dan mamalia lain. Selanjutnya, sel-sel pernapasan babi dapat terinfeksi banyak tipe flu dan dapat berfungsi sebagai wadah penyempurnaan untuk segmen-segmen RNA flu. Virus flu burung, yang biasanya menginfeksi sel saluran pencernaan pada banyak spesies burung keluar bersama kotoran burung.

Babi dapat memperoleh virus ini dari lingkungan & tampaknya ini merupakan cara utama segmen RNA virus flu burung masuk ke dalam populasi virus flu mamalia. a. Pathway

a. Pemeriksaan Diagnostik

No Pemeriksaan Diagnostik 1 Pemeriksaan Apusan

Temuan Ditemukan virus / bakteri yang menyebabkan flu burung Pemeriksaan toraks dapat dilihat yaitu bagi penderita H5N1 dan H1N1 terdapat pneumonia (radang membrane paru) akibat eksudat pada rongga pleura yang berlebihan Leukosit Pada pasien H5N1 dan H1N1 ditemukan leukosit meningkat.

Normal Tidak ditemukan virus / bakteri yang menyebabkan flu burung Paru-paru bersih (tidak ditemukan pneumonia)

Rontgen

Pemeriksaan darah rutin

Leukosit normal baik laki-laki maupun perempuan yaitu 5 10.000 Hb Hb normal laki-laki yaitu 13,5 18 g/dl Hb normal wanita yaitu 11,5 16 g/dl Tidak ditemukan virus influenza

Pemeriksaan Lab.virologi

PCR Pemeriksaan dapat mendeteksi adanya virus influenza Memeberikan gambaran khas yang terletak di pons dan thalamus. Kelainan yang khas yang terletak di pons dan thalamus yang tampak dalam CT otak adalah gambaran densitas rendah simetris di thalamus, pons dan batang otak. Pada pemeriksaan MRI dengan kontras didapatkan gambaran kelainan berbentuk outcome ensefalitis/ensefalopati berhubungan dg usia penderita & temuan CT / MRI.

CT-Scan dan MRI

Tidak ditemukan gambaran khas kelainan otak pada thalamus, pons, dan batang otak.

a. Tanda dan Gejala a. Tanda dan gejala flu burung adalah : Gejala pada unggas :

Jengger berwarna biru Borok di kaki Kematian mendadak b. Gejala pada manusia : Demam ( suhu badan di atas 38 C) Batuk dan nyeri tenggorokan Radang saluran pernapasan atas Pneumonia Infeksi mata Nyeri sendi dan otot ( Badan Penelitian & Pengembangan Kes.Depkes RI)

Tanda dan gejala flu babi yaitu umumnya mirip dengan kebanyakan infeksi influenza

Demam (38 C atau lebih ) Batuk Sekresi hidung berlebihan Keletihan Sakit kepala Mual Muntah Diare Nyeri otot dan tulang Sakit tenggorokan Menggigil dan lemas Tidak nafsu makan Bersin bersin Tanda dan gejala lain pada anak-anak : Nafas terengah-engah

Kulit menjadi kehitaman / keabuan Malas minum Muntah-muntah Tidak bisa bangun dan berinteraksi dengan baik Tidak mau disentuh Terkadang gejala hilang tetapi demam & batuk masih ada a. Komlikasi Meningitis Encephalitis Myocarditis Paralisis akut flaksid (Capernito, Linda juall, 2001)

b. Prognosa Diagnosis sementara terhadap penyakit flu babi didasarkan pada gejala klinis dan perubahan patologi. Diagnosis labolatorium dapat berdasarkan isolasi virus pada alantosis telur ayam berembrio dan dilihat hemaglutinasi pada cairan alantois. Spesimen yang paling baik untuk isolasi virus pada influenza babi adalah cairan hidung yang diambil sedini mungkin / organ paru yang diperoleh dari bedah bangkai dan tonsils. Mendiagnosis flu babi dengan metode imunohistokimia sudah dilaporkan. Kualitas pengujian dengan antibodi monoklonal tersebut lebih konsisten, karena latar belakang pewarnaan yang rendah dan tidak terbatasnya penyediaan antibodi. Pada kasus penyakit flu babi dan flu burung yang kronis, diagnosis dapat dilakukan secara serologi dengan memperlihatkan peningkatan antibodi pada serum ganda ( paired sera) yang diambil dengan selang waktu 3-4 minggu. Untuk memeriksa antibody terhadap virus influenza dapat digunakan uji haemagglutination inhibition (HI) (BLOOD dan RADOSTITS, 1989). Imunodifusi single radial dan virus netralisasi. Kenaikan titer 4 x lipatnya sudah dianggap adanya infeksi. Pada uji serologi digunakan kedua antigen H1N1 dan H3N2. (OLSEN et al., 2002) Jadi, dapat disimpulkan prognosa ini baik.

a. Penatalaksanaan Medis

1. Terapi a. Pasien dengan flu babi akan dievaluasi apakah termasuk kelompok dengan gejala klinis ringan, sedang / berat. b. Kelompok dengan gejala klinis ringan dipulangkan dengan diberi obat simptomatis dan KIE untuk waktu istirahat dirumah. c. Kelompok gejala klinis sedang, dirawat di ruang isolasi dan mendapat oseltamivir 2 x 75 mg.

d. Untuk kelompok dengan gejala klinis berat dirawat di ICU. e. f. Pemeriksaan laboratorium sesuai jadwal yang sudah ditentukan. Di ruang rawat inap : dilakukan evaluasi keadaan umum, kesadaran umum, tanda vital, pantau saturasi oksigen. g. Terapi suportif. Penatalaksanaan medis pasien flu burung terutama bersifat suportif. Semua kasus suspek masuk ke rumah sakit melalui triage. Pada waktu di triage pasien diharuskan memakai masker dan petugas juga sudah mengenakan Alat Pelindung Perorangan berupa masker dan sarung tangan. Setelah di lakukan assessment & diklarifikasikan oleh dokter Tim KLB / dokter jaga, dilakukan pemeriksaan laboratorium hematologi rutin, foto toraks, serta dilakukan rapid test untuk influenza A/B. Bila perlu dilakukan pemeriksaan analisa gas darah untuk menilai beratnya penyakit. Bila memang memenuhi kriteria suspek dan perlu diinvestigasi maka pasien dirawat diruang isolasi. Pada saat awal tersebut bila masuk indikasi maka dapat diberikan obat antiviral oseltamivir.

a. Daftar Pustaka BROWN I.H., S.H. DONE, Y.I. SPENCER,W.A.COOLEY, P.A. HARRIS, and D.J. ALEXANDER, 1993. Pathogenicity of a swine influenza H1N1 virus antigenically distinguisable from classical and European strains. Vet. Record 132, 24: 598-602. HAMPSON A. 1996. Influenza-Dealing with a continually emerging disease. In Communicable Diseases Intelligence. (20) 9: 212-216. KARASIN A.I., I.H. BROWN, S. CARMAN and C.W. OLSEN 2000. Isolation and Characterization of H4N6 Avian Influenza Viruses from Pigs with Pneumonia in Canada. J. of Vir. (74) 19: 9322-9327.

LANDOLT G.A., A.I. KARASIN, L.PHILLIPS and C.W.OLSEN, 2003. Comparison of the Pathogenesis of Two Genetically Different H3N2 Influenza Virus in Pigs. J. of Clin.Microb . (41) 5: 1936-19041 LANZA I., I.H. BROWN, and D.J. PATON, 1992. Pathogenicity of concurrent infection of pigs with porcine respiratory corona virus and swine influenza virus. Res. in Vet. Science 53: 309314. Capernito,Linda juall.2001.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta.EGC Corwin,Ellizabetz,2001.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta.EGC Doengoes,1999.Perencanaan Asuhan Keperawatan.Jakartan.EGC

A. ASUHAN KEPERAWATAN a. Pengkajian Umum Data tergantung pada tahap penyakit dan darajat yang terkena AKTIVITAS / ISTIRAHAT Gejala : Kelelahan umum & kelemahan Nafas pendek saat bekerja Kesulitan tidur pada malam / demam malam hari, mengigil dan berkeringat Mimpi buruk Tanda : Dipsnea pada saat kerja Kelelahan otot, nyeri, dan sesak ( tahap lanjut) INTEGRITAS EGO Gejala : Adanya / faktor stress Masalah keuangan Perasaan tak berdaya Tanda : Menyangkal ( khususnya selama tahap dini) Ansietas, ketakutan, mudah terangsang MAKANAN / CAIRAN Gejala : Kehilangan nafsu makan Anoreksia Tak dapat mencerna Penurunan berat badan Tanda : Turgor kulit buruk, kering / kulit berisisik Kehilangan otot / hilang lemak subkutan NYERI / KENYAMANAN Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit

Perilaku distraksi, gelisah PERNAPASAN Gejala : Batuk produktif / tak produktif Napas pendek Riwayat H5N1 & H1N1 / terpajan pada individu terinfeksi Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan Perkusi pekak dan penurunan fremitus. Bunyi napas: menurun / tak ada secara bilateral /unilateral. Bunyi napas tubuler. Karakteristik sputum : hijau / purulen, mukoid kuning. Tak perhatian, mudah terangsang, dan perubahan mental ( tahap lanjut) KENYAMANAN Gejala : Adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker Tes HIV positif Tanda : Demam tinggi / sakit panas akut INTERAKSI SOSIAL Gejala : Perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab / perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran. PENYULUHAN / PEMBELAJARAN Gejala : Riwayat keluarga H5N1 / H1N1 Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk Gagal untuk membaik / kambuhnya penyakit Tidak berpartisipasi dalam terapi ( Marlyn E. Dongoes ( 2001) )

a. Diagnosa Keperawatan Analisa Data No 1 Symptom Ds: Klien mengeluh batuk, napas pendek saat kerja, sesak(wheezing), nyeri dada karna batuk berulang. Do: Frek.napas meningkat, eksudat pada bronkus, dipsneu, sekresi Etiologi Penumpukan sekret Problem Bersihan jalan napas tidak efektif Masalah Keperawatan Bersihan jalan napas tidak efektif

Diagnosa Keperawatan Bersihan jalan napas tidak efektif b/d penumpukan sekret Resiko pola napas tidak efektif b/d penurunan suplai oksigen

Penurunan suplai oksigen

Pola napas tdk efektif Pola napas tdk efektif

hidung meningkat, napas terengah2, ronkhi.

Ds: Klien mengeluh mual, muntah, klien mengatakan tidak nafsu makan, sakit kepala, sakit tenggorokan. Do: Frek.BAB lebih dari 3x sehari, feses encer, bibir kering, mata cekung, kulit kering, tek.darah menurun (>110/65 mmHg) Ds: Klien mengeluh mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri tenggorokan, anoreksia, lemah, lemas, tidak dapat beristirahat pada malam hari.

Output cairan berlebihan

Gg. Keseimbangan cairan

Gg. Keseimbangan cairan

Gg. Keseimbangan cairan b/d output cairan berlebihan Resiko syok hipovolemik b/d kekurangan cairan

Kekurangan cairan

Resiko syok hipovolemik

Resiko syok hipovolemik

Absorbsi nutrisi tidak adekuat

Gg.keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Gg.keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Gg.keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Absorbsi nutrisi tidak adekuat

Do: Berat badan menurun, tonsil bengkak. Ds: Klien mengeluh suhu tubuh tinggi, menggigil pada malam hari.

Perubahan regulasi temperatur

Hipertermi

Hipertermi

Hipertermi b/d Perubahan regulasi temperature

Do: Suhu tubuh > 38 C Mata cekung, bibir pucat Ds: Klien mengeluh Nyeri lemah, lemas, nyeri pada sendi, otot, dan tulang,prilaku distraksi,tidak bisa

Intoleransi aktivitas

Intoleransi aktivitas

Intoleransi aktivitas b/d nyeri

bangun. Do: Gelisah, tidak bisa bangun dan berinteraksi dg baik, tidak mau disentuh, sensitive, berhatihati pada area yang sakit, myalgia, kelelahan otot,hasil lab. menunjukan adanya infeksi oleh virus pada sendi dan tulang. b. Nyeri Inflamasi virus pada persendian Nyeri Nyeri b/d inflamasi virus

Prioritas Masalah Bersihan jalan napas tidak efektif Pola napas tidak efektif Gg.keseimbangan cairan Gg.keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Nyeri sendi Hipertermi Intoleransi aktivitas Resiko syok hipovolemik

a. Intervensi No Dx. Keperawatan 1 Bersihan jalan napas tidak efektif b/d penumpukan sekret

Tujuan & KH Dalam waktu 1x 30 menit, jalan napas kembali efektif. KH : sesak berkurang, bunyi weezing pd nafas berkurang, nyeri dada berkurang, sekresi hidung berkurang, frek.nafas mulai optimal.

Intervensi Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengarkan suara nafas (adanya ronchi).

Rasional Ronchi menunjukkan adanya gangguan pernafasan akibat atas cairan atau sekret yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga perlu dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan nafas. Secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga pernafasan sehingga proses respiransi tetap berjalan lancar dengan

Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi.

menyingkirkan pembuntuan jalan nafas. Bersihkan saluran nafas dari sekret dan lendir Tindakan bantuan untuk mengeluarkan sekret, sehingga mempermudah proses respirasi Bunyi napas sering menurun pada dasar paru berhubungan dengan terjadinya atelektasis. Bunyi tambahan seperti crackels/ronchi dapat menunjukkan akumulasi cairan atau obstruksi jalan napas parsial Merangsang fungsi pernapasan atau ekspansi paru, efektif pada pencegahan dan kongesti paru

Pola napas tdk efektif b/d penurunan suplai oksigen

Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x 30 menit, pola napas kembali efektif. KH : Sesak berkurang, frek. Napas mulai optimal (1620x /mnt).

Auskultasi bunyi napas, catat area yang menurun, ada tidaknya bunyi napas, dan adanya bunyi tambahan

Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan posisi duduk semi fowler, bantu peningkatan waktu tidur Evaluasi frekuensi pernapasan, catat upaya pernapasan, catat adanya dispnea

Catat respon pada pelatihan napas dalam atau pengobatan pernapasan lain, catat bunyi napas sebelum atau sesudah pengobatan Kolaborasi Kaji ulang laporan foto dada dan pemeriksaan laboratorium setelah indikasi

Kecepatan upaya mungkin meningkatkan nyeri, takut, demam, menurunkan volume respirasi, akumulasi secret dan hipoksia, penurunan kecepatan dapat terjadi dari penggunaan analgesic berlebihan Catat keefektifan terapi atas kebutuhan untuk pemilihan intervensi lebih agresif

Gg.keseimbangan cairan b/d output cairan berlebihan

Dalam waktu 1x 30 menit, kebutuhan cairan tubuh pasien terpenuhi. KH : Nafsu makan bertambah, pasien tampak segar, sakit kepala berkurang, sakit tenggorokan berkurang, frek. BAB dalam batas normal (2/3 x sehari), feses tidak encer, bibir tampak lembab, turgor kulit baik, kulit lembab, mata tdk cekung.

Rencanakan target pemberian asupan cairan

Melihat kemajuan kondisi tubuh klien Mempermudah memantauan kondisi klien

Kaji pemahaman klien tentang alasan mempertahankan hidrasi yg adekuat Catat intake dan output cairan

Pemahaman tentang alasan tersebut membantu klien dalam mengatasi gangguan Untuk mengetahui perkembangan status cairan klien Untuk mengontrol intake cairan klien

Pantau intake per oral

Pantau output cairan Untuk mengetahui perkembangan status cairan klien

Gg.keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d absorbsi nutrisi tak adekuat

Dalam waktu 1x 30 menit, kebutuhan nutrisi terpenuhi. KH : Pasien tampak segar, ada nafsu makan, mual dan muntah berkurang, anoreksia hilang, dapat mencerna dan menelan makanan, berat badan bertambah.

Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai

Mengidentifikasi defisiensi, sehingga mempermudah melaksanakan intervensi Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral, menurunkan pertumbuhan bakteri,

Observasi dan catat masukan makanan pasien

Berikan makan sedikit dan frekuensi sering dan/atau makan di antara waktu makan Berikan dan bantu higiene mulut yang baik; sebelum dan sesudah

makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut Kolaborasi Konsul pada ahli gizi

meminimalkan kemampuan infeksi

Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual Meningkatkan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan Mempengaruhi pilihan / pengawasan keefektifan intevensi.

Nyeri b/d inflamasi virus

Dalam waktu 1 x 24 jam, nyeri berkurang. KH : Klien mengatakan nyeri sendi dan tulang berkurang, kelelahan otot berkurang, dapat beristirahat dg tenang. Ekspresi wajah rileks, keluhan nyeri berkurang, skala nyeri berkurang (skala 2), dapat beraktivitas dan berinteraksi dg baik.

Pantau pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Hct, BUN, Albumin, Protein, Transferin, Besi Serim, B12, Asam Folat, TIBC, Elektrolit Serum Evaluasi keluhan nyeri, pertahankan lokasi dan karakteristik nyeri termasuk intervensi (skala 0-10) pertahankan nyeri, non verbal .

Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan nyeri. Berikan alternatif tindakan kenyamanan (massage) Selidiki adanya keluhan nyeri yang tiba-tiba / buruk tidak hilang dengan analgetik Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Membantu menghilangkan ansietas.

Menurunkan area tek.lokal & kelelahan otot

Dapat menandakan terjadinya komplikasi( cth: infeksi, iskemik jaringan)

Mempertahankan kadar analgesic darah yg adekuat.

Hipertermi b/d perubahan pada

Dalam waktu 1x 60 menit, suhu tubuh dalam batas

Observasi tanda-tanda vital terutama suhu

Menentukan langkah intervensi selanjutnya

regulasi temperature

normal. KH : demam hilang/berkurang, dapat beristirahat pd malam hari, wajah tampak segar, mata tidak cekung, bibir lembab.

tubuh Pantau suhu lingkungan Suhu ruangan harus di ubah untuk mempertahankan suhu normal

Pantau intake dan output Cairan

Jelaskan kepada klien pentingnya mempertahankan intake cairan adekuat

Pemahaman tentang alasan tersebut membantu klien dalam mengatasi gangguan Untuk mengetahui perkembangan status cairan klien

Kolaborasi Berikan antipireutik seperti aspirin atau asetaminoven

Intoleransi aktivitas b/d nyeri

Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x 24 jam, pasien dapat melakukan akivitas maksimal sesuai kemampuan. KH : Nyeri berkurang pd saat bergerak, pasien dapat beristirahat dg nyaman, pasien sudah mulai dapat berinteraksi dg baik.

Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh: penurunan kelemahan/ kelelahan, TD stabil, frekuensi nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas normal, catat laporan kelelahan, keletihan, dan

Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksisentralnya pada hipotalamus meskipun demam dapat bergun untuk mengatasi pertumbuhan organisme dan meningkatkan autoimun dari sel-selyang terinfeksi Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan

Meningkatkan istirahat untuk menurunkan

kesulitan menyelesaikan tugas Rencanakan kemampuan aktivitas dengan pasien, termasuk aktivitas yang pasien pandang perlu. Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan. Pantau dan batasi pengunjung, telepon, dan gangguan berulang tindakan yang tak direncanakan Berikan bantuan dalam aktivitas bila perlu, memungkinkan pasien untuk melakukannya sebanyak mungkin Anjurkan klien menggunakan teknik penghematan energy

kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru

Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbaiki stamina tanpa kelemahan

Mempertahankan tingkat energi dan meningkatkan regangan pada sistem jantung dan pernapasan

Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu sendiri Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, napas pendek, kelemahan, atau pusing terjadi

Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energi dan mencegah kelemahan Regangan/stres kardiopulmonal berlebihan/stres dapat menimbulkan

dekompensasi /kegagalan 8 Resiko syok hipovolemik b/d kekurangan cairan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x 60 cairan tubuh pasien terpenuhi. KH: Pasien tampak segar, turgor kulit baik, mata tidak cekung, kulit lembab, tanda2 vital stabil. Kaji turgor kulit, membrane mukosa & rasa haus Pantau tanda-tanda vital, termasuk CVP bila terpasang, catat hipertensi, termasuk perubahan postural Pantau pemasukan oral & memasukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari Ukur haluran & berat jenis urine

Timbang berat badan

Berikan cairan / elektrolit

Catat peningkatan suhu dan durasi demam. Berikan kompres hangat sesuai indikasi. Pertahankan kenyamanan suhu lingkungan Berikan obat-obatan sesuai indikasi : Antiemetik. mis.prokloperazin maleat (compazine);

trimetobenzamid (Tigan); metaklopramid (Reglan).

ASUHAN KEPERAWATAN FLU BURUNG


I. DEFINISI DAN ETIOLOGI Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian influenza) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N1. Flu Burung merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat membunuh seluruh ternak unggas di areal usaha peternakan. Flu Burung merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat menyebar dengan cepat ke areal peternakan lain dan di seluruh tanah air. Flu Burung berbahaya karena banyak jenis Flu Burung dapat menyebabkan manusia sakit dan meninggal. (FAO, Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner). Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A. Virus influenza termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Virus influenza tipe A terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N), kedua huruf ini digunakan sebagai identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya. Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N9. Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 220 C dan lebih dari 30 hari pada 00 C. Virus akan mati pada pemanasan 600 C selama 30 menit atau 560 C selama 3 jam dan dengan detergent, desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodine. II. EPIDEMIOLOGI Di Indonesia pada bulan Januari 2004 di laporkan adanya kasus kematian ayam ternak yang luar biasa (terutama di Bali, Botabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Barat). Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh karena virus new castle, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung (Avian influenza (AI)). Jumlah unggas yang mati akibat wabah penyakit flu burung di 10 propinsi di Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275 ekor (4,77%) dan yang paling tinggi jumlah kematiannya adalah propinsi Jawa Barat (1.541.427 ekor). Berdasarkan data KEMENKES RI, jumlah kasus Flu Burung di Indonesia sejak tahun 2005 sampai dengan Juni 2010 adalah 166 kasus dengan 137 kematian.

III. PATOFISIOLOGI Virus influenza merupakan virus RNA termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Asam nukleat virus ini beruntai tunggal, terdiri dari 8 segmen gen yang mengkode sekitar 11 jenis protein. Virus influenza mempunyai selubung/simpai yang terdiri dari kompleks protein dan karbohidrat. Virus ini mempunyai tonjolan (spikes) yang digunakan untuk menempel pada reseptor yang spesifik pada sel-sel hospesnya pada saat menginfeksi sel. Terdapat 2 jenis spikes yaitu yang mengandung hemaglutinin (HA) dan yang mengandung neuraminidase (NA), yang terletak dibagian terluar dari virion. Virus influenza mempunyai 4 jenis antigen yang terdiri dari (i)

protein nukleokapsid (NP) (ii). Hemaglutinin (HA), (iii). Neuraminidase (NA), dan protein matriks (MP). Berdasarkan jenis antigen NP dan MP, virus influenza digolongkan dalam virus influenza A, B, dan C. Virus Influenza A sangat penting dalam bidang kesehatan karena sangat patogen baik bagi manusia, dan binatang, yang menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi, di seluruh dunia. Virus influenza A ini dapat menyebabkan pandemi karena mudahnya mereka bermutasi, baik berupa antigenic drift ataupun antigenic shift sehingga membentuk varian-varian baru yang lebih patotegen. Di dalam virus influenza tipe A dapat terjadi perubahan besar pada komposisi antigeniknya yang disebut antigenic shift atau terjadi perubahan kecil komposisi antigenik yang disebut antigenic drift. Perubahan perubahan inilah yang bisa menyebabkan epidemi atau bahkan pandemi. ). Virus influenza B adalah jenis virus yang hanya menyerang manusia, sedangkan virus influenza C, jarang ditemukan walaupun dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan binatang. Jenis virus influenza B dan C jarang sekali atau tidak menyebabkan wabah pandemis. Terdapat 15 jenis subtipe HA dan 9 jenis subtipe NA. Dari berbagai penelitan seroprevalensi secara epidemiologis menunjukkan bahwa beberapa subtipe virus influenza A telah menyebabkan wabah pandemi antara lain H7N7 (1977), H3N2 (1968), H2N2 (1957), H1N1 (1918), H3N8 (1900), dan H2N2 (1889). Infeksi virus H5N1 dimulai ketika virus memasuki sel hospes setelah terjadi penempelan spikes virion dengan reseptor spesifik yang ada di permukaan sel hospesnya. Virion akan menyusup ke sitoplasma sel dan akan mengintegrasikan materi genetiknya di dalam inti sel hospesnya, dan dengan menggunakan mesin genetik dari sel hospesnya, virus dapat bereplikasi membentuk virion-virion baru, dan virion-virion ini dapat menginfeksi kembali sel-sel disekitarnya. Dari beberapa hasil pemeriksaan terhadap spesimen klinik yang diambil dari penderita ternyata avian influenza H5N1 dapat bereplikasi di dalam sel nasofaring dan di dalam sel gastrointestinal .Virus H5N1 juga dapat dideteksi di dalam darah, cairan serebrospinal, dan tinja pasien (WHO,2005). Fase penempelan (attachment) adalah fase yang paling menentukan apakah virus bisa masuk atau tidak ke dalam sel hospesnya untuk melanjutkan replikasinya. Virus influenza A melalui spikes hemaglutinin (HA) akan berikatan dengan reseptor yang mengandung sialic acid (SA) yang ada pada permukaan sel hospesnya. Ada perbedaan penting antara molekul reseptor yang ada pada manusia dengan reseptor yang ada pada unggas atau binatang. Pada virus flu burung, mereka dapat mengenali dan terikat pada reseptor yang hanya terdapat pada jenis unggas yang terdiri dari oligosakharida yang -2,3Gal),-2,3-galactose (SA mengandung N-acethylneuraminic acid dimana molekul ini berbeda dengan reseptor yang ada pada manusia. - 2,6-galactoseReseptor yang ada pada permukaan sel manusia adalah SA -2,6-Gal), sehingga secara teoritis virus flu burung tidak bisa(SA menginfeksi manusia karena perbedaan reseptor spesifiknya. Namun demikian, dengan perubahan hanya 1 asam amino saja konfigurasi reseptor tersebut dapat dirubah sehingga reseptor pada manusia dikenali oleh HPAI-H5N1. Potensi virus H5N1 untuk melakukan mutasi inilah yang dikhawatirkan sehingga virus dapat membuat varian-varian baru dari HPAI-H5N1 yang dapat menular antar manusia ke manusia . Flu burung dapat menular melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran unggas yang sakit. Penularan juga bisa terjadi melalui air minum dan pasokan makanan yang telah terkontaminasi oleh kotoran yang terinfeksi flu burung. Di peternakan unggas, penularan dapat terjadi secara mekanis melalui peralatan, kandang, pakaian ataupun sepatu yang telah terpapar pada virus flu burung (H5N1) juga pekerja peternakan itu sendiri. Jalur penularan antar unggas di peternakan, secara berurutan dari yang kurang berisiko sampai yang paling berisiko

adalah melalui pergerakan unggas yang terinfeksi ,kontak langsung selama perjalanan unggas ke tempat pemotongan ,lingkungan sekitar (tetangga) dalam radius 1 km, kereta/lori yang ,digunakan untuk mengangkut makanan, minuman unggas dan lain-lain ,kontak tidak langsung saat pertukaran pekerja dan alat-alat . Penularan virus flu burung dari unggas ke manusia dapat terjadi ketika manusia kontak dengan kotoran unggas yang terinfeksi flu burung, atau dengan permukaan atau benda-benda yang terkontaminasi oleh kotoran unggas sakit yang mengandung virus H5N1. Orang yang berisiko tinggi tertular flu burung adalah pekerja di peternakan ayam ,pemotong ayam ,orang yang kontak dengan unggas hidup yang sakit atau terinfeksi flu burung orang yang menyentuh produk unggas yang terinfeksi flu burung ,populasi dalam radius 1 km dari lokasi terjadinya kematian unggas akibat flu burung. Pada dasarnya sampai saat ini, H5N1 tidak mudah untuk menginfeksi manusia dan apabila seseorang terinfeksi, akan sulit virus itu menulari orang lain. Pada kenyataannya, penularan manusia ke manusia, terbatas, tidak efisien dan tidak berkelanjutan. (Radji, 2006) Penyakit dimulai dari infeksi virus pada sel epitel saluran napas. Virus ini kemudian bereplikasi sangat cepat hingga menyebabkan lisis sel epitel & terjadi deskuamasi lapisan epitel saluran napas.Pada tahap infeksi awal, respons imun innate akan menghambat replikasi virus. Apabila kemudian terjadi re-eksposure, respons imun adaptif yang bersifat antigen spesific mengembangkan memori imunologis yang akan memberikan respons yang lebih cepat. Replikasi virus akan merangsang pembentukan proinflammatory cytokine termasuk IL-1, IL-6 dan TNFAlfa yang kemudian masuk ke sirkulasi sistemik & pada gilirannya menyebabkan gejala sistemik seperti demam, malaise, myalgia dll. Pada umumnya influenza merupakan penyakit yang self limiting & virus terbatas pada saluran napas. Pada keadaan tertentu seperti kondisi sistem imun yang menurun virus dapat lolos masuk sirkulasi darah & ke organ tubuh lain. Bila strain/subtipe virus baru yang menginfeksi maka situasi akan berbeda.Imunitas terhadap virus subtipe baru yang sama sekali belum terbentuk dapat menyebabkan keadaan klinis yang lebih berat. Sistem imunitas belum memiliki immunological memory terhadap virus baru. Apalagi bila virus subtipe baru ini memiliki tingkat virulensi atau patogenisitas yang sangat tinggi seperti virus H5N1. Tipe virus yang berbeda akan menyebabkan respons imun & gejala klinis yang mungkin berbeda. Diketahui bahwa pada infeksi oleh virus influenza A H5N1 terjadi pembentukan sitokin yang berlebihan (cytokine storm) untuk menekan replikasi virus, tetapi justru hal ini yang menyebabkan kerusakan jaringan paru yang luas & berat. Terjadi pneumonia virus berupa pneumonitis intertitial. Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi & edema intraalveolar, mobilisasi sel sel radang dan juga eritrosit dari kapiler sekitar, pembentukan membran hyalin dan juga fibroblast. Sel radang akan memproduksi banyak sel mediator peradangan. Secara klinis keadaan ini dikenal dengan ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). Difusi oksigen terganggu, terjadi hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain. Proses ini biasanya terjadi secara cepat & penderita dapat meninggal dalam waktu singkat karena proses yang ireversibel.(Emedicine,2009)

IV. KLASIFIKASI Penderita Konfirm H5N1 dapat dibagi dalam 4 kategori sesuai beratnya penyakit (MOPH Thailand, 2005) Derajat I : Penderita tanpa Pneumonia Derajat II : Penderita dengan Pneumonia Derajat Sedang dan tanpa Gagal Nafas

Derajat III : Penderita dengan Pneumonia Berat dan dengan Gagal Nafas Derajat IV : Pasien dengan Pneumonia Berat dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) atau dengan Multiple Organ Failure (MOF) V. TANDA DAN GEJALA Tanda dan gejala A. Gejala pada unggas. - Jengger berwarna biru - Borok dikaki - Kematian mendadak B. Gejala pada manusia. - Demam (suhu badan diatas 38o C) - Batuk dan nyeri tenggorokan - Radang saluran pernapasan atas - Pneumonia - Infeksi mata - Nyeri otot manifestasi klinis avian influenza pada manusia terutama terjadi di system respiratorik mulai dari yang ringan sampai yang berat. Manifestasi klinis avian influenza secara umum sam dengan gejala ILI (influenza like illness), yaitu batuk, pilek, dan demam. Gejala lain berupa sefalgia, nyeri tenggorokan, mialgia, dan malaise. Adapun keluhan gastrointestinal berupa diare dan keluhan lain berupa konjungtivitis. Spektrum klinis bisa sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik, flu ringan hingga berat, pneumonia, dan banyak yang berakhir dengan ARDS (acute respiratory distress syndrome). kelainan laboratorium hematologi yang hampir selalu dijumpai adalah lekopenia, limfopenia dan trombositopenia. Kelainan foto thoraks bisa berupa infiltrate bilateral luas infiltrate difus, multilokal atau tersebar (Pathcy) atau terdapat kolaps lobar. VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti di atas dianjurkan untuk sesegera mungkin dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin (Hb, Leukosit, Trombosit, Hitung Jenis Leukosit), spesimen serum, aspirasi nasofaringeal. Diagnosis flu burung dibuktikan dengan : Uji RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction) untuk H5. Biakan dan identifikasi virus Influenza A subtipe H5N1. Uji Serologi : 1. Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut ( diambil <7 hari setelah awitan gejala penyakit), dan titer antibodi netralisasi konvalesen harus pula >1/80. 2. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum yang diambil pada hari ke >14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda >1/160 atau western blot spesifik H5 positif. 3. Uji penapisan Rapid test untuk mendeteksi Influensa A.

ELISA untuk mendeteksi H5N1. 2. Pemeriksaan Hematologi Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni dan trombositopeni. 3. Pemeriksaan Kimia darah Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah dapat normal atau abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditemukan. 4. Pemeriksaan Radiologik Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu burung. Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia. Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT Scan untuk kasus dengan gejala klinik flu burung tetapi hasil foto toraks normal sebagai langkah diagnostik dini. 5. Pemeriksaan Post Mortem Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan, dianjurkan untuk mengambil sediaan postmortem dengan jalan biopsi pada mayat (necropsi), specimen dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi dan PCR. VII. PENATALAKSANAAN Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah istirahat, peningkataan daya tahan tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotic, perawatan respirasi, anti inflamasi, imunomodulators. Untuk penatalaksanaan umum dapat dilakukan pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan dan di rumah sakit rujukan flu burung. 1. Untuk pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan flu burung diantaranya adalah : Pasien suspek flu burung langsung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg (jika anak, sesuai dengan berat badan) lalu dirujuk ke RS rujukan flu burung. Untuk puskesmas yang terpencil pasien diberi pengobatan oseltamivir sesuai skoring di bawah ini, sementara pada puskesmas yang tidak terpencil pasien langsung dirujuk ke RS rujukan. Kriteria pemberian oseltamivir dengan sistem skoring, dimodifikasi dari hasil pertemuan workshop Case Management & pengembangan laboratorium regional Avian Influenza, Bandung 20 23 April 2006 Skor Gejala 1 2 Demam < 380C > 380C RR N > N Ronki Tidak ada Ada Leukopenia Tidak ada Ada Kontak Tidak ada Ada Jumlah Skor : 6 7 = evaluasi ketat, apabila meningkat (>7) diberikan oseltamivir

> 7 = diberi oseltamivir. Batasan Frekuensi Napas : < 2bl = > 60x/menit 2bl - <12 bl = > 50x/menit >1 th - <5 th = > 40x/menit 5 th - 12 th = > 30x/menit >13 = > 20x/menit Pada fasilitas yang tidak ada pemeriksaan leukosit maka pasien dianggap sebagai leukopeni (skor = 2) 2. Pelayanan di Rumah Sakit Rujukan Pasien Suspek H5N1, probabel, dan konfirmasi dirawat di ruang isolasi. Petugas triase memakai APD, kemudian segera mengirim pasien ke ruang pemeriksaan. Petugas yang masuk ke ruang pemeriksaan tetap mengunakan APD dan melakukan kewaspadaan standar. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik. Setelah pemeriksaan awal, pemeriksaan rutin (hematologi dan kimia) diulang setiap hari sedangkan HI diulang pada hari kelima dan pada waktu pasien pulang. Pemeriksaan PCR dilakukan pada hari pertama, kedua, dan ketiga perawatan. Pemeriksaan serologi dilakukan pada hari pertama dan diulang setiap lima hari. Penatalaksanaan di ruang rawat inap Klinis 1. Perhatikan : - Keadaan umum - Kesadaran - Tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi napas, suhu). - Bila fasilitas tersedia, pantau saturasi oksigen dengan alat pulse oxymetry. 2. Terapi suportif : terapi oksigen, terapi cairan, dll. Mengenai antiviral maka antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni pada 48 jam pertama. Adapun pilihan obat : 1. Penghambat M2 : a. Amantadin (symadine), b. Rimantidin (flu madine). Dengan dosis 2x/hari 100 mg atau 5 mg/kgBB selama 3-5 hari. 2. Penghambatan neuramidase (WHO) : a. Zanamivir (relenza), b. Oseltamivir (tami flu). Dengan dosis 2x75 mg selama 1 minggu. Departemen Kesehatan RI dalam pedomannya memberikan petunjuk sebagai berikut : Pada kasus suspek flu burung diberikan Oseltamivir 2x75 mg 5 hari, simptomatik dan antibiotik jika ada indikasi. Pada kasus probable flu burung diberikan Oseltamivir 2x75 mg selama 5 hari, antibiotic spectrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid jika perlu seperti pada kasus pneumonia berat, ARDS. Respiratory care di ICU sesuai indikasi. Sebagai profilaksis, bagi mereka yang beresiko tinggi, digunakan Oseltamivir dengan dosis 75 mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari (hingga 6 minggu).

VIII. PENCEGAHAN Pengendalian adalah aspek yang sangat penting dalam pencegahan transmisi walaupun belum ada bukti sahih adanya penularan dari manusia ke manusia yang berkelanjutan. Pencegahan transmisi dilakukan dengan melakukan perawatan isolasi dan perawatan pengendalian infeksi secara ketat menggunakan alat perlindungan personal dan metode kewaspadaan isolasi yang baik. Selain kewaspadaan standar (cuci tangan, sarung tangan, penggunaan bahan dekontaminan/desinfektan) perlu dilakukan pula kewaspadaan berdasar transmisi sesuai cara penularan (kontak, droplet & airborne). Penanganan limbah juga bagian yang sangat penting untuk pencegahan penularan. Adapun pencegahannya baik pada hewan ataupun pada manuasia :

a. Pada Unggas 1. Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung 2. Vaksinasi pada unggas yang sehat b. Pada Manusia : 1. Kelompok berisiko tinggi ( pekerja peternakan dan pedagang) a. Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja. b. Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinsfeksi flu burung. c. Menggunakan alat pelindung diri. (contoh : masker dan pakaian kerja). d. Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja. e. Membersihkan kotoran unggas setiap hari. 2. Masyarakat umum a. Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi & istirahat cukup. b. Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu : - Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit pada tubuhnya) - Memasak daging ayam sampai dengan suhu 800C selama 1 menit dan pada telur sampai dengan suhu 640C selama 4,5 menit.

IX. PENGKAJIAN 1. Identitas Pasien Meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan, pendidikan, jenis kelamin dan penanggung jawab. 2. Riwayat kesehatan sekarang Data yang mungkin ditemukan demam (suhu> 37oC), sesak napas, sakit tenggorokan, batuk, pilek, diare 3. Riwayat kesehatan masa lalu Apakah ada riwayat sakit paru-paru atau tidak. 4. Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama. 5. Riwayat perjalanan Dalam waktu 7 hari sebelumnya apakah melakukan kunjungan ke daerah atau bertempat tinggal di wilayah yang terjangkit flu burung, mengkonsumsi unggas sakit, kontak dengan unggas / orang yang positif flu burung.

6. Kondisi lingkungan rumah Dekat dengan pemeliharaan unggas dan memelihara unggas. 7. Pola fungsi keperawatan Aktivitas istirahat: lelah, tidak bertenaga. Sirkulasi: sirkulasi O2 < 95%, sianosis, Eliminasi: diare, bising usus hiperaktif, karakteristik feces encer, defekasi > 3x/hari. Nyeri atau ketidaknyamanan: nyeri otot, sakit pada mata, konjungtivitis. Respirasi: sesak napas, ronchi, penggunaan otot bantu napas, takipnea, RR > 20x/menit, batuk berdahak. Kulit: tidak terjadi infeksi pada sistem integument. Psikososial: gelisah, cemas.

X. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas ditandai dengan dispnea, saat diaskultasi terdengar ronci, klien mengeluh batuk berdahak. 2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan peningkatan suhu tubuh 37,50C, akral teraba panas, takipnea. 3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan takipnea, kilen tampak menggunakan otot bantu pernafasan ,RR> 20 x /menit. 4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolar ditandai dengan dispnea, pemeriksaaan AGD abnormal, saturasi oksigen <95%. 5. Diare berhubungan dengan proses infeksi ditandai dengan bising usus hiperaktif, karakteristik feces encer, defekasi > 3kali perhari. 6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan klien mengeluh nyeri otot(myalgia), takipnea. 7. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan iritasi virus ditandai dengan konjungtivitis, klien mengeluh sakit mata. 8. Resiko cedera berhubungan dengan fungsi regulatori terganggu 9. Kelelahan berhubungan dengan stadium penyakit ditandai dengan klien tampak lelah, klien tampak tidak bertenaga. 10. Ansietas berhubungan dengan terpapar lingkungan ditandai dengan pasien tampak gelisah dan tampak cemas 11. PK infeksi

DAFTAR PUSTAKA Emedicine.2009. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/2004014-manajemen-klinis-kasusflu-burung/#ixzz1RzrYHgri. I diakses pada 13 Juli 2011 Ester, Monica. 2011. NANDA internasional Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC Depkes, Litbang. 2008. Flu Burung. www.litbang.depkes.go.id/maskes/072005/flu_burung.pdf diakses : 13 juli 2011 Radji ,Maksum . 2006. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III, No.2, Agustus 2006, 55 65. Jakarta: UI Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi V.Jakarta : Interna Publishing WWW.CDC.COM (diakses pada tanggal : 13 juli 2011)

You might also like