You are on page 1of 5

Penanganan pertama dilakukan untuk menilai airway.

Hipoksemia merupakan pembunuh utama penderita gawat darurat dan paling cepat disebabkan oleh sumbatan jalan napas, sehingga penilaian dan pengelolaan jalan napas harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Oleh karena itu pencegahan hipoksemia merupakan prioritas utama dengan jalan napas dipertahankan terbuka, ventilasi adekuat, dan pemberian oksigen. Pasien A pada skenario ini mengalami penyumbatan jalan napas dengan penurunan kesadaran. Sumbatan jalan napas dapat diakibatkan oleh adanya massa padat atau cair yang menutupi jalan napas, antara lain gurgling yang dapat disebabkan oleh adanya cairan dalam jalan nafas, snooring akibat terjadi relaksasi otot-otot, termasuk otot lidah yang membuat pangkal lidah jatuh ke posterior menutupi orofaring bila posisi pasien terlentang, stridor akibat edema laring yang disebabkan menghirup udara panas. Dalam keadaan snooring, pembebasan jalan napas awal dapat dilakukan tanpa alat yaitu dengan melakukan chin lift atau jaw thrust manuver karena dianggap lebih aman dilakukan pada penderita dengan dugaan cedera tulang leher (cervical). Pemasangan collar brace dilakukan untuk imobilisasi kepala dan leher pasien. Pembebasan jalan napas bila terjadi gurgling dengan dilakukan suction. Sementara itu, untuk pembebasan jalan napas pada stridor dilakukan alat definitif, seperti intubasi endotrakeal. Tujuannya adalah untuk mempertahankan jalan napas, memberikan ventilasi, oksigenasi, dan mencegah terjadinya aspirasi. Breathing atau pernapasan merupakan salah satu tanda vital kehidupan. Frekuensi pernapasan normal pada dewasa adalah 12-20 kali per menit. Pernapasan dikatakan abnormal jika frekuensinya telah melebihi dari 30 kali per menit atau jika kurang dari 10 kali menit. Abnormalitas dari pernapasan ini dapat diakibatkan oleh berbagai macam penyebab, antara lain adalah gangguan pada ventilasi dan gangguan dari jalan nafas pasien. Pada skenario, pernapasan pasien A sudah mengalami abnormalitas karena telah mencapai 35 kali per menit. Kemungkinan besar, abnormalitas ini akibat adanya gangguan ventilasi pada pasien. Pada thorax terdapat jejas ekskoriasi pada hemithorax sinistra. Hal ini perlu diperhatikan karena kemungkinan luka yang terjadi tidak hanya pada permukaan dari dinding dada saja, tetapi dapat juga mencederai organ vital di dalamnya, yaitu paru-paru. Pemeriksaan foto thorax diperlukan untuk mengetahui secara pasti adanya fraktur pada costa ataupun memastikan adanya hematothorax pada pasien ini. Jenis cedera thoraks yang berpengaruh pada breathing, yaitu tension pneumothoraks, pneumothoraks terbuka, dan flail chest. Tension pneumothoraks berkembang ketika terjadi one-way-valve, kebocoran udara yang berasal dari paru-paru atau dari luar melalui dinding

dada, masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi. Hal tersebut mengakibatkan tekanan di intrapleural akan semakin meninggi, paru-paru menjadi kolaps, mediastinum terdorong ke sisi yang berlawanan dan menghambat pengembalian darah vena ke jantung, serta akan menekan paru kontralateral. Penatalaksanaan pada tension pneumothoraks dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Toraksosentesis jarum (needle decompression) o Identifikasi toraks penderita dan status respirasi o Berikan oksigen dengan aliran tinggi dan ventilasi sesuai kebutuhan o Identifikasi sela iga II, di linea midclavicula di sisi tension pneumothorax o Asepsis dan antisepsis di dada o Anestesi lokal jika penderita sadar atau keadaan mengijinkan o Posisikan penderita dalam keadaan tegak jika kemungkinan fraktur servikal dapat disingkirkan o insersi jarum kateter(panjang 3-6 cm) ke kulit langsung tepat di atas iga ke dalam sela iga o Tusuk pleura parietal o Pindahkan mandrain dari kateter dan dengar keluarnya udara ketika jarum memasuki pleura parietal, ini menandakan tension pneumothoraks telah diatasi o Pindahkan jarum. Tinggalkan kateter plastik ditempatnya dan ditutup dengan plester atau kain kecil o Siapkan chest tube, jika perlu chest tube harus dipasang setinggi puting susu anterior linea midaksilaris pada hemithoraks yang terkena o Hubungkan chest tube ke WSD atau katup tipe flutter dan cabut kateter yang digunakan untuk dekompresi tension pneumothoraks o Lakukan rongen thoraks

2. Insersi chest tube o Resusitasi cairan melalui paling sedikit satu kateter intravena kaliber besar dan monitor tanda vital harus dilakukan o Tentukan tempat insersi, biasanya setinggi puting (sela iga V) anterior linea mid aksilaris pada area yang terkena o Siapkan pembedahan dan tempat insersi ditutup dengan kain o Anestesi lokal kulit dan periosteum iga o Insisi transversal (horizontal) 2-3 cm pada tempat yang telah di tentukan dan diseksi tumpul melalui jaringan sub kutan tepat diatas iga o Tusuk pleura parietal dengan ujung klem dan masukan jari ke dalam tempat insisi untuk mencegah melukai organ lain dan melepaskan perlekatan, bekuan darah dll. o Klem ujung proksimal tube toraksostomi dan dorong tube ke dalam rongga pleura sesuai panjang yang diinginkan o Cari adanya fogging pada chest tube pada saat ekspirasi atau dengar aliran udara o Sambung ujung tube toraksostomi ke WSD o Jahit tube di tempatnya o Tutup dengan kain/kassa dan plester o Buat foto rongen thoraks o Pemeriksaan analisa gas darah sesuai kebutuhan

Pneumothoraks terbuka adalah defek atau luka pada dinding dada. Tekanan di dalam rongga pleura akan segera mejadi sama dengan tekanan atmosfer. Jika defek pada dinding dada lebih besar dari 2/3 diameter ttrakea, maka udara akan cenderung mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang yang kurang dibandingkan trakea sehingga ventilasi terganggu dan terjadi hipoksia dan hiperkapnia. Penatalaksaan awal adalah menutup luka dengan kasa oklusif steril yang di plester hanya pada tiga sisi. Penutupan tersebut diharapkan akan terjadi efek katup dimana saat inspirasi, kasa akan menutup luka dan menjadi kebocoran udara dari dalam. Saat ekspirasi, kasa terbuka, untuk menyingkirkan udara keluar. Kemudian pasang selang dada berjauhan dari luka primer. Setelah terpasang, selang dada, lakukan penjahitan luka primer.

Flail chest Flail chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak mempunyai lagi kontuinitas dengan keseluruhan dinding dada yang dapt disebabkan fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih gratis fraktur. Flail chest menyebabkan gangguan pergerakan dinding dada. Bila flail chest menyebabkan kerusakan parenkim paru di bawahnya akan menyebabkan hipoksia yang serius. Flail chest bisa saja tidak dapat terlihat pada awalnya sebab splinting pada dinding dada. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan

thoraks bergerak asimetris serta tidak terkoordinasi. Pada pemeriksaan palpasi didapatkan gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan. Terapi awal yang dapat dilakukan dengan memberikan ventilasi yang adekuat, oksigen yang dilembabkan serta resusitasi cairan. Bila tidak ada syok maka pemberian kristaloid harus hatihati mencegah kelebihan pemberian cairan. Terapi definitif dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan paru-paru dan oksigenasi yang cukup serta pemeberian cairan juga analgesia untuk memperbaiki ventilasi.

You might also like