Professional Documents
Culture Documents
Introduction
Pokok bahasan ini merupakan pokok bahasan yang menekankan pada proses pengadaan material/komponen dengan jenis, jumlah, dan saat yang tepat dalam upaya pengendalian persediaan. Perencanaan kebutuhan material ini diharapkan mampu mengendalikan persediaan dan meminimalkan biaya persediaan, sehingga menghasilkan efisiensi produksi.
Definisi Suatu prosedur logis berupa aturan keputusan dan teknik transaksi berbasis komputer yang dirancang untuk menterjemahkan jadwal induk produksi menjadi kebutuhan bersih untuk semua item. Tujuan Penjadwalan item pada saat dibutuhkan (tidak lebih awal dan tidak terlambat). Item dependen dan diskrit Produk kompleks Job shop Assemble to order
Lead time untuk seluruh item yang diketahui atau dapat diperkirakan. Setiap persediaan selalu dalam kontrol. Semua komponen untuk suatu perakitan harus tersedia pada saat suatu pesanan untuk perakitan tersebut dilakukan. Pengadaan dan pemakaian terhadap persediaan bersifat diskrit. Proses pembuatan suatu item dengan item yang lain bersifat idependen.
MPS menentukan prosedur MRP dengan jadwal pemenuhan produk jadi. MPS menunjukkan jumlah produksi bukan demand. MPS bisa merupakan kombinasi antara pesanan langsung konsumen dan peramalan demand. MPS menunjukkan jumlah yang harus diproduksi, bukan jumlah yang bisa diproduksi.
Lapboard Lapdesk
0 75
50 120
0 47
50 20
0 17
50 10
0 0
50 0
Pencil Case
125
125
125
125
125
125
125
125
Istilah lain dari Bill Of Material (BOM) adalah Struktur Produk. Struktur produk berisi informasi tentang hubungan antara komponen- komponen dalam suatu perakitan.
Catatan persediaan
Catatan keadaan persediaan menggambarkan status semua item yang ada dalam persediaan. Catatan persediaan untuk keperluan MRP harus akurat.
Penyimpanan yang baik. Bangun dan jalankan prosedur pengambilan inventori. Catat transaksi inventori. Hitung secara reguler jumlah fisik inventori. Cocokkan segera bila terjadi perbedaan antara catatan dan hasil perhitungan fisik.
Rencana pemesanan atau rencana produksi yang dibuat atas dasar lead time. Merupakan tindakan pengendalian persediaan dan penjadwalan produksi.
Netting Merupakan proses perhitungan kebutuhan bersih (net requirement) yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor (gross requirement) dengan jadwal penerimaan persediaan (schedule order receipt) dan persediaan awal yang tersedia (beginning inventory). Offsetting Merupakan proses yang bertujuan menentukan saat yang tepat untuk melakukan pemesanan dalam memenuhi kebutuhan bersih.
Lotting Merupakan suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan optimal untuk setiap item secara individual didasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan dari proses netting. Exploding/Eplotion Exploding merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk item pada level yang lebih bawah. Perhitungan ini didasarkan pada pemesanan item-item produk pada level yang lebih atas.
Contoh kasus:
Order 25 Persediaan: Lamps 3 Base assemblies 7 Shaft 4 Tubing 16 (setiap shaft membutuhkan 2 feet tubing)
Netting
Lamp Permintaan kotor Persediaan Permintaan bersih Base assembly Permintaan kotor Persediaan Permintaan bersih
25 -3 22 22 -7 15 15 -4 11
22
- 16 6
Offsetting
Lead time: Lamps Base assembly Shaft Tubing 2 1 2 3 minggu minggu minggu minggu
minggu
Lotting
Teknik yang dipergunakan dalam MRP untuk memperoleh ukuran Lot pengorderan yang paling ekonomis.
Teknik Lot Sizing: Lot For Lot (LFL) Least Unit Cost (LUC) Least Total Cost (LTC) Part Period Balancing (PPB) Period Order Quantity (POQ) Economic Order Quantity (EOQ) Fixed Periode Requirement (FPR) Fixed Order Quantity (FOQ)
Periode PD 1 25 2 15 3 120 4 0 5 60 6 0 7 15 8 0
Gross requirements Scheduled receipts Projected on hand Net requirements Planned order receipts Planned order releases 50
25
10
0 110 110
0 60 60 15
0 15 15
110
60
Periode PD 1 10 2 15 3 15 25 30 20 5 15 5 15 10 25 25 25 5 15 10 25 5 4 10 5 15 6 10 7 15 8 10
Gross requirements Scheduled receipts Projected on hand Net requirements Planned order receipts Planned order releases
Perbandingan Teknik Lotting (1) 1. Lot for Lot (L4L) Pesan sejumlah yang diperlukan (tidak ada on hand inventory). Mengasumsikan bahwa order dapat dilakukan untuk jumlah berapapun. Contoh kasus, jika lead time 2, ongkos set up $ 5.75, dan ongkos simpan $ 0.05, maka:
2
15 15 0
3
9
4
17
5
8
6
10
7
16
8
7
9
11
GR SR POH
PORec PORel
9
9 17 8
17
10
8
16
10
7
16
11
11
: 9 x $ 5.75 :
= $ 51.75 =0 + = $ 51.75
Perbandingan Teknik Lotting (3) 2. Least Unit Cost (LUC) Pilih ongkos per unit terkecil selama periode berurutan. Contoh kasus, jika lead time 2, ongkos set up $ 5.75, dan ongkos simpan $ 0.05, maka:
2
15
3
9
4
17
5
8
6
10
7
16
8
7
9
11
GR SR POH
PORec PORel
52
52
: 2 x $ 5.75 :
12
5.75
5.75
0.479
12
13 14 15 5 56 57 58 59
27
36 53 61 8 18 34 41 52
5.75
5.75 5.75 5.75 5.75 5.75 5.75 5.75 5.75
15 x 0.05 = 0.75
15 x 0.05 + 9 x 0.1 = 1.65 15 x 0.05 + 9 x 0.1 + 17 x 0.15 = 4.20 5.80 0 10 x 0.05 = 0.5 10 x 0.05 + 16 x 0.1 = 2.1 10 x 0.05 + 16 x 0.1 + 7 x 0.15 = 3.15 5.35
6.50
7.40 9.95 11.55 5.75 6.25 7.85 8.90 11.10
0.240
0.205 0.188 0.189 0.719 0.343 0.230 0.217 0.213
Perbandingan Teknik Lotting (6) 3. Least Total Cost (LTC) Pilih ongkos total minimum (menggabungkan kebutuhan sampai ongkos simpan mendekati ongkos pesan). Contoh kasus, jika lead time 2, ongkos set up $ 5.75, dan ongkos simpan $ 0.05, maka:
2
15
3
9
4
17
5
8
6
10
7
16
8
7
9
11
GR SR POH
PORec PORel
44
44
Perhitungan untuk penyelesaian LTC Periode 1 2 3 4 5 Unit 12 15 9 17 8 Periods Carried 0 1 2 3 4 Period Carrying Cost 12 x 0.05 x 0 = 0.00 15 x 0.05 x 1 = 0.75 9 x 0.05 x 2 = 0.90 17 x 0.05 x 3 = 2.55 8 x 0.05 x 4 = 1.60 Kumulatif 0.00 0.75 1.65 4.20 5.80
Jadi, kebutuhan untuk periode 2 sampai 5 harus dipesan pada periode 1 adalah 12 + 15 + 9 + 17 + 8 = 61. Perhitungan yang sama akan menghasilkan pemesanan pada periode 6 sebanyak 44.
Suatu variasi LTC. Konversi ongkos pesan menjadi equivalent part periods (EPP) EPP = s/k s = ongkos pesan k = ongkos simpan per unit per periode
EPP 5.75 115 part periods 0.05 part period
3
4 5 6
9
17 8 10
2
3 4 5
18
51 32 50
33
84 116 166
LT = 2
110
60
60
15
15
LT = 1
85
30
30
Merupakan perencanaan prioritas kapasitas yang berperan dalam pengembangan MPS. RCCP melakukan validasi terhadap MPS, guna menetapkan sumber-sumber spesifik tertentu khususnya yang diperkirakan akan menjadi hambatan potensial adalah cukup untuk melaksanakan MPS (Gaspersz, 2002).
Resources profile approach (RPA) Pendekatan metode ini terdapat perbedaan dengan kedua metode di atas yaitu terletak pada alokasi jam-jam produksi mingguan pada stasiun kerja individual. Load profile sebagai tampilan dari kebutuhan kapasitas mendatang berdasarkan pesanan-pesanan yang direncanakan dan dikeluarkan sepanjang suatu periode waktu tertentu. Perhitungan sumberdaya kritis adalah penggunaan jam mesin untuk membuat laporan kebutuhan kapasitas waktu dari proses produksi berdasarkan analisis RCCP untuk uji kelayakan jadwal induk produksi.
Proses penentuan jumlah tenaga kerja dan mesin yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan produksi. Suatu perincian membandingan kapasitas yang diperlukan oleh MRP oleh pemesanan sekarang dalam proses verifikasi yang mendasari dalam membuat suatu akhir penerimaan terhadap pengendali jadwal produksi (MPS) (Fogarty dkk, 1991).
Menunjukkan perbandingan antara beban yang ditetapkan pada pusatpusat kerja melalui pesanan kerja yang ada dan kapasitas dari setiap pusat kerja selama periode waktu tertentu (Garpezs, 1998).
Input CRP
Input untuk menjalankan CRP adalah Planned order releases : merupakan salah satu output dari MRP. CRP menerjemahkan Planned order releases menjadi jam kerja di setiap Work center dalam setiap periode. Informasi yang diperlukan untuk CRP adalah: operations number, operation, planned work center, possible alternate work center, standard setup time, standard run time per unit, tooling needed at each work center, dan lain-lain.
Output CRP
Laporan beban pusat kerja (Work center load report). Laporan ini menunjukkan hubungan antara kapasitas dan beban. Perbaikan Schedule of planned factory order releases. Perbaikan jadwal ini menggambarkan bahwa output dari MRP disesuaikan terhadap Specific release dates untuk factory orders berdasarkan perhitungan keterbatasan kapasitas.
Theoretical Capacity (Maximum Capacity) merupakan kapasitas maksimum yang mungkin dari sistem manufakturing yang didasarkan pada asumsi mengenai adanya kondisi ideal seperti: tiga shif per hari, tujuh hari per minggu, tidak ada downtime mesin dll. Theoretical capacity diukur berdasarkan pada jam kerja yang tersedia untuk melakukan pekerjaan, tanpa suatu kesempatan untuk berhenti atau istirahat, downtime mesin, atau alasan lainnya.
Demonstarted Capacity (Actual Capacity) merupakan tingkat output yang dapat diharapkan berdasarkan pada pengalaman, yang mengukur produksi secara aktual dari pusat kerja di waktu lalu, yang biasanya diukur menggunakan angka rata-rata berdasarkan beban kerja normal. Rated Capacity (Calculated Capacity) diukur berdasarkan penyesuaian kapasitas teoritis dengan faktor produktivitas yang telah ditentukan oleh Demonstrated Capacity. Dihitung melalui penggandaan waktu kerja yang tersedia dengan faktor utilisasi dan efisiensi.
Kesimpulan
1.
2.
3. 4.
MRP merupakan prosedur yang dirancang untuk menterjemahkan jadwal induk produksi menjadi kebutuhan bersih semua item. Input dari MRP adalah inventory record, bill of material, master production schedule. Output dari MRP adalah Planned order release. Kelancaran proses produksi (terkendalinya perencanaan kebutuhan material/komponen) tidak lepas dari terintegrasinya peran MRP, RCCP, dan CRP.