You are on page 1of 45

Asuhan Keperawatan Gangguan Pernapasan pada Bronkitis Aku

Bronkitis Akut
Pengertian Bronkitis akut adalah peradangan akut pada bronkus dan cabang-cabangnya, yang mengakibatkan terjadinya edema dan pembentukan mukus. Walaupun diagnosis bronkitis sering merupakan diagnosis yang sering dibuat, pada anak keadaan ini agaknya bukan merupakan suatu penyakit tersendiri tetapi merupakan akibat dari beberapa keadaan lain pada saluran napas atas dan bawah. Manifefstasi klinis biasanya terjadi akut mengikuti suatu infeksi saluran napas atas. Etiologi Bronkitis berhubungan dengan infeksi virus, bakteri sekunder, polusi udara, alergi, aspirasi kronis, refluks gastroesophageal, dan infeksi jamur. Virus merupakan penyebab tersering bronkitis (90%), sedangkan sisanya (10%) oleh bakteri. Virus penyebab yang sering yaitu yaitu virus Influenza A dan B, Parainfluenza, Respiratory Syncitial Virus (RSV), Rinovirus, adenovirus dan corona virus. Bronkitis akut karena bakteri biasanya dikaitkan denganMycoplasma pneumoniae, Mycobacterium tuberculosis, Bordatella pertusis,Corynebacterium diphteriae, Clamidia pneumonia, Streptococcus pneumonia, Moraxella catarrhalis, H. influenza, Penyebab lain agen kimia ataupun pengaruh fisik. Manifestasi klinis Anamnesis dapat ditemui adanya demam, nyeri kepala, nyeri otot selama 3-4 hari diikuti dengan batuk. Pada awalnya batuk bersifat kering dan keras, kemudioan berkembang menjadi batuk yang produktif, dahak bisa jernih atau pululen. Batuk biasanya berlangsung 7-10 hari, tetapi dapat juga berlangsung samnpai 3 minggu. Pada anakj Cecil,usa untuk emnegluarkan dahak yang lengket dan kental dapat merangsang muntah, pada anak ayang lebih tua keluhan utama dapat berupa batuyk produktif,, nyeri dada pada keadaan yang lebih berat. Pada umumnya gejala akan menghilang dalam 10-14 hari. Bila gejala dan tanda klinis menetap sampai 2-3 minggu,perla dicurigai adanya proses kronis atau terjadi infeksi bakteri sekunder. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak khas. Dapat ditemukan adanya demam, gejala rinitis sebagai manifestasi pengiring, atau faring hiperemis.Sejalan dengan perkembangan serta progresivitas batuk, pada auskultasi dada dapat terdengar ronki, wheezing, ekspirium diperpanjang atau tanda obstruksi lainnya. Bila lendir banyak dan tidak terlalu lengket akan terdengar ronki basah. Pemeriksaan penunjang Tidak ada pemeriksaan penunjang yang memberikan hasil definitif untuk diagnosis bronkitis. Pemeriksaan kultur dahak diperlukan bila etiologi bronkitis harus ditemukan untuk kepentingan

terapi. Hal ini biasanya diperlukan pada bronkitis kronis. Pada bronkitis akut pemeriksaan ini tidak berarti banyak karena sebagian besar penyebabnya adalah virus. Pemeriksaan radiologis biasanya normal atau tampak corakan bronkial meningkat. Pada beberapa penderita menunjukkan adanya penurunan ringan uji fungsi paru. Akan tetapi uji ini tidak perlu dilakukan pada penderita yang sebelumnya sehat. Jika dicurigai adanya asma sebagai penyakit yang mendasari, uji fungsi paru perlu dipertimbangkan untuk dilakukan. Terapi Penderita tidak perlu dirawat inap kecuali ada indikasi seperti dehidrasi atau penyempitan bronkus yang berat. Medikamentosa Antibiotik tidak direkomendasikan secara rutin pada bronkitis akut, bahkan pemberian antibiotik dengan indikasi untuk pencegahan superinfeksi saluran napas bawah tidak memberikan keuntungan. Bronkodilator agonis 2 seperti salbutamol dapat memberikan manfaat untuk mengatasi batuk, utamanya pada keadaan yang disertai dengan tanda-tanda bronkokontriksi. Pemberian salbutamol dengan dosis 0,1 mg/kgBB/kali.akan mengurangi batuk dalam 7 hari, lebih baik dibandingkan pemberian antibiotik, Analgesik & antipiretik bila diperlukan dapat diberikan. Pemberian antitusif tidak direkomendasikan, mukolitik, dan ekspektoran,walau belum cukup bukti klinis yang kuat, dapat dipertimbangkan diberikan bila batuknya efektif dan pada anak diatas 2 tahun. Suportif Terapi bronkitis akut sebagian besar bersifat suportif. Diperlukan istirahat dan asupan makanan yang cukup, kelembaban udara yang cukup serta masukan cairan ditingkatkan. Pemantauan Anak-anak dengan bronkitis akut berulang harus dinilai secara seksama untuk menemukan kemungkinan adanya anomali-anomali pada saluran napas, benda asing, bronkiektasis, imunodefisiensi, tuberkulosis, alergi, sinusitis, tonsilitis, adenoiditis, serta fibrosis kistik.
Patofisiologi Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronchus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil kecil sedemikian rupa sampai bronchiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi tersebut dapat memperlambat aktifitas silia dan pagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah. Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel sel penghasil mukus di bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan perubahan pada sel sel penghasil mukus dan sel sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang

sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Keluhan Batuk, mulai dengan batuk batuk pagi hari, dan makin lama batuk makin berat, timbul siang hari maupun malam hari, penderita terganggu tidurnya. Dahak, sputum putih/mukoid. Bila ada infeksi, sputum menjadi purulen atau mukopuruen dan kental. Sesak bila timbul infeksi, sesak napas akan bertambah, kadang kadang disertai tanda tanda payah jantung kanan, lama kelamaan timbul kor pulmonal yang menetap.

Pemeriksaan diagnostik 1. Pemeriksaan radiologis Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel, keluar dari hilus menuju apeks paru. bayangan tersebut adalah bayangan bronchus yang menebal. Corak paru bertambah 2. Pemeriksaan fungsi paru VEP1 (Volume ekspirasi paksa 1 detik) : menurun. KV (kapasitas vital) : menurun (normal 3,1 liter, 4,8 liter). VR (volume residu) : bertambah (normal 1,1 liter, 1,2 liter). KTP (kapasitas total paru) : normal (normal 4,2 liter, 6,0 liter). KRF (kapasitas residu fungsional) : sedikit naik atau normal (normal 1,8 liter, 2,2 liter). 3. Analisa gas darah Pa O2 : rendah (normal 25 100 mmHg) Pa CO2 : tinggi (normal 36 44 mmHg). Saturasi hemoglobin menurun. Eritropoesis bertambah. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pengkajian. Data dasar pengkajian pada pasien dengan bronchitis : Aktivitas/istirahat Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari hari. Ketidakmampuan untuk tidur. Dispnoe pada saat istirahat. Tanda : Keletihan Gelisah, insomnia. Kelemahan umum/kehilangan massa otot. Sirkulasi Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah. Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat. Distensi vena leher.

Edema dependent Bunyi jantung redup. Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis Pucat, dapat menunjukkan anemi. Integritas Ego Gejala : Peningkatan faktor resiko Perubahan pola hidup Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang. Makanan/cairan Gejala : Mual/muntah. Nafsu makan buruk/anoreksia Ketidakmampuan untuk makan Penurunan berat badan, peningkatan berat badan Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat. Penurunan berat badan, palpitasi abdomen Hygiene Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan Tanda : Kebersihan buruk, bau badan. Pernafasan Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3 bulan berturut turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Episode batuk hilang timbul. Tanda : Pernafasan biasa cepat. Penggunaan otot bantu pernafasan Bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal. Bunyi nafas ronchi Perkusi hyperresonan pada area paru. Warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu abu keseluruhan. Keamanan Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan. Adanya/berulangnya infeksi. Seksualitas Gejala : Penurunan libido Interaksi sosial Gejala : Hubungan ketergantungan Kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orang dekat Penyakit lama/ketidakmampuan membaik. Tanda : Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress pernafasan Keterbatasan mobilitas fisik. Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain. Pemeriksaan diagnostik : Sinar x dada : Dapat menyatakan hiperinflasi paru paru, mendatarnya diafragma, peningkatan

area udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi. Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi. TLC : Meningkat Volume residu : Meningkat. FEV1/FVC : Rasio volume meningkat. GDA : PaO2 dan PaCO2 menurun, pH Normal. Bronchogram : Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi, pembesaran duktus mukosa. Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen. EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF. Diagnosa keperawatan Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis. Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan dirumah. Perencanaan Keperawatan Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret. Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten. Rencana Tindakan: Auskultasi bunyi nafas Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas. Kaji/pantau frekuensi pernafasan. Rasional : Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama / adanya proses infeksi akut. Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir Rasional : Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan udara. Observasi karakteristik batuk Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, penyakit akut atau kelemahan Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran.

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus. Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan. Rencana Tindakan: Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit. Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam. Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas. Auskultasi bunyi nafas. Rasional : Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi Awasi tanda vital dan irama jantung Rasional : Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung. Awasi GDA Rasional : PaCO2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil. Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus. Tujuan : perbaikan dalam pola nafas. Rencana Tindakan: Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat Rasional : memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan. Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah. Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan. Rencana Tindakan: Kaji kebiasaan diet. Rasional : Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi sputum. Auskultasi bunyi usus Rasional : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster. Berikan perawatan oral Rasional : Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat mual dan

muntah. Timbang berat badan sesuai indikasi. Rasional : Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi. Konsul ahli gizi Rasional : Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan nutrisi maksimal. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis. Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi Rencana Tindakan: Awasi suhu. Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi. Observasi warna, bau sputum. Rasional : Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum. Rasional : mencegah penyebaran patogen. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat. Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan darah terhadap infeksi. Berikan anti mikroba sesuai indikasi Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur. Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi. Tujuan : Menunjukkan perbaikan dengan aktivitas intoleran Rencana tindakan: Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan exercise, berjalan perlahan atau latihan yang sesuai. Rasional : Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak O2. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan Tujuan : pasien akan mengalami penurunan rasa ketakutan dan ansietas. Rencana tindakan: Kaji tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat). Rasional : Dengan mengetahui tingkat kecemasan klien, sehingga memudahkan tindakan selanjutnya. Berikan dorongan emosional. Rasional : Dukungan yang baik memberikan semangat tinggi untuk menerima keadaan penyakit yang dialami. Beri dorongan mengungkapkan ketakutan/masalah Rasional : Mengungkapkan masalah yang dirasakan akan mengurangi beban pikiran yang dirasakan Jelaskan jenis prosedur dari pengobatan Rasional : Penjelasan yang tepat dan memahami penyakitnya sehingga mau bekerjasama dalam tindakan perawatan dan pengobatan.

Beri dorongan spiritual Rasional : Diharapkan kesabaran yang tinggi untuk menjalani perawatan dan menyerahkan pada TYME atas kesembuhannya. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan di rumah Tujuan : Mengatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan. Intervensi : Jelaskan proses penyakit individu Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan partisipasi pada rencana pengobatan. Instruksikan untuk latihan afas, batuk efektif dan latihan kondisi umum. Rasional : Nafas bibir dan nafas abdominal membantu meminimalkan kolaps jalan nafas dan meningkatkan toleransi aktivitas Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi misalnya udara, serbuk, asap tembakau. Rasional : Faktor lingkungan dapat menimbulkan iritasi bronchial dan peningkatan produksi sekret jalan nafas. Impelementasi Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan) Evaluasi. Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai, Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya. (Keliat Budi Anna, 1994, Proses Keperawatan)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN LANSIA DENGAN MASALAH SISTEM PERNAFASAN


KEPERAWATAN GERONTIK

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN LANSIA DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN

Kelompok 3:
1. 2. 3. 4.

Binur Tuasikal Citra Arthana Rindi Ajeng Putrie Ulya Nuraini


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIKES JAYAKARTA PKP DKI JAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Keperawatan Gerontik ini dengan judul Asuhan Keperawatan Klien Lansia Dengan Gangguan Pernafasan.

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Makalah ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi salah satu syarat penilaian Mata Ajar Keperawatan Gerontik di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jayakarta di Jakarta, penulis berharap semoga Makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat : Ibu Teti Rahmawati, S.Kp selaku koordinator Mata Ajar Keperawatan Gerontik. Ibu Eddy Rosfiati, Skp selaku pembimbing dalam penulisan Makalah ini. Rekan-rekan satu tim, yang telah bekerja sama guna terwujud dan terselesaikannya penulisan Makalah ini. Kedua orang tua, yang tak henti-hentinya memberikan semangat, doa dan bantuan baik moril dan materil. Seluruh teman-teman yang ikut memberikan saran dan kritikan sehingga dapat menjadi pertimbangan dan pembahasan. Serta pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam pembuatan Makalah ini. Penulis masih menyadari bahwa Makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun bahasanya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi menyempurnakan Makalah ini dimasa yang akan datang. Akhirnya penulis mengharapkan semoga Makalah ini dapat membawa manfaat bagi penulis sendiri dan para pembaca sekalian. Jakarta, 29 Oktober 2011

Penulis DAFTAR ISI COVER .................................................................................................................. KATA PENGANTAR ................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................................. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................................. Tujuan Penulisan................................................................................................ Tujuan Umum ................................................................................................ Tujuan Khusus ...............................................................................................

A. B. 1. 2.

C. Ruang Lingkup Penulisan .................................................................................. D. Metode Penulisan .............................................................................................. E. Sistematika Penulisan ........................................................................................ BAB II TINJAUAN TEORI Konsep Dasar Proses Penuaan Pada Sistem Pernafasan Pengertian Proses Penuaan .............................................................................. Fungsi Normal Sistem Pernafasan .................................................................... Perubahan Fungsi Dan Struktur Sistem Pernafasan Yang Terjadi Pada Lansia .................................................................................................................. Perubahan Psikososial Dan Spiritual Yang Dialami Lansia Akibat Adanya Perubahan

A. 1. 2. 3. 4.

Fungsi dan Struktur Tubuh .............................................................. B. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian .......................................................................................................... 2. Etiologi ............................................................................................................... 3. Tanda Dan Gejala .............................................................................................. 4. Manifestasi Klinis ............................................................................................... 5. Komplikasi .......................................................................................................... 6. Penatalaksanaan Medis ..................................................................................... BAB III TINJAUAN KASUS Pengkajian ......................................................................................................... Diagnosa Keperawatan....................................................................................... Perencanaan ...................................................................................................... Implementasi Keperawatan ................................................................................ Evaluasi Keperawatan .......................................................................................

A. B. C. D. E.

BAB IV PENUTUP A. Simpulan ............................................................................................................ B. Saran .................................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN F. Latar Belakang Apabila taraf hidup masyarakat meningkat, ditambah dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, maka dapat memberikan dampak yang sangat luas bagi masyarakat. Dampak yang timbul antara lain angka kejangkitan dan kematian penyakit-penyakit infeksi menurun, sedangkan insidensi penyakit lain (misalnya kardiovaskuler) meningkat. Dampak lainnya ialah usaha harapan hidup menjadi lebih meninggi dan jumlah anggota masyarakat yang berusia lanjut lebih banyak (Mangunegoro, 1992 www.sampoerna.blogspot.com). Dengan pertambahan umur, ditambah dengan adanya faktor-faktorlingkungan yang lain, terjadilah perubahan anatomik-fisiologik tubuh. Pada tingkat awal perubahan itu mungkin merupakan homeostasismartial,kemudian bisa timbul homeostasis abnormal atau reaksi adaptasi danpaling akhir terjadi kematian sel (Kumar et al, 1992www.sulandraamensambas.blogspot.com). Salah satu organ tubuh yang mengalami perubahan anatomik-fisiologik akibat bertambahnya usia seseorang adalah sistem pernafasan. Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan. Menua(menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memeperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantindes, 1994www.sampoerna.blogspot.com). Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat timbul pula penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Umumnya, penyakit-penyakit yang diderita

kelompok usia lanjut merupakan kelanjutan penyakit yang diderita sejak umur muda, akibat dari gejala sisa penyakit yang pernah diderita sebelumnya, penyakit akibat kebiasaan- kebiasaan tertentu di masa lalu (misalnya kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya danpenyakit-penyakit yang mudah terjadi akibat usia lanjut. Penyakit-penyakit paru yang diderita kelompok usia lanjut juga mengikuti pola penyebab atau kejadian tersebut (Mangunegoro, 1992www.sampoerna.blogspot.com). Menurut data yang ada, infeksi saluran napas bagian bawah akut dan tuberkulosis paru masih menduduki lima penyakit terbanyak yang diderita oleh masyarakat (BoedhiDarmojo, 1992; DepKes RI/SKRT tahun 1980, 1986, 1992). Roesdi tahun 1980 meneliti secara retrospektif terhadap 31.275 orang penderita yang dirawat di RS Dr. Kariadi selama satu tahun (1980), ditemukan 226 orang penderita usia lanjut. Di antara 226 orang penderita tersebut 67 orang (29,4%) menderita penyakit paru dalam berbagai jenis. Pada tahun 1981 Pranarka , mengadakan survey kesehatan kelompok usia lanjut di daerah pegunungan di Jawa Tengah (berpenduduk 3.247 jiwa) menemukan sebanyak 274 orang (8,4%) penduduk usia diatas 50 tahun, sebanyak 56 orang (1,7%) menderita penyakit paru, dan 29 orang (0,9%) diantaranya menderita tuberkulosis paru. Sutanegara di Bali (1987) memeriksa sebanyak 196 orang kelompok pensiunan (usia lanjut) dikota Denpasar Bali, menemukan 24,5% diantaranya dengan kelainan/penyakit paru. Sidharto di Semarang (1987) mengadakan studi retrospektif terhadap penderitapenderita usia lanjut yang diawatdi RS Dr. Kariadi Semarang yang menderita penyakit infeksi, menemukan sebanyak 614 penderita usia lanjut menderita penyakit infeksi dan 61,9% diantaranya menderita infeksi saluran napas. Rahmatullah pada tahun 1993 mengadakan studi retospektif terhadap 55.655 orang penderita yang dirawat di RS Dr. Kariadi menemukan sebanyak 522 orang usia lanjut menderita penyakit paru dengan rincian ISPA/pneumoni 16,6%, tuberkulosis paru 25,2%, PPOM 5,6% dan karsinoma paru 4,5%. Berdasarkan data diatas terkait masalah perubahan sistem pernapasan pada lansia maka kelompok tertarik untuk membahas mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada lansia dengan gangguan sistem pernapasan khususnya untuk masalah penyakit TB Paru.

G. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu untuk memahami perubahan sistem pernafasan dan dampaknya pada lansia serta asuhan keperawatan yang dapat dilakukan. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini antara lain, yaitu untuk memahami: a. Pengertian lansia. b. Pengertian proses penuaan (proces ageing). c. Fungsi normal dari sistem pernafasan pada manusia. d. Perubahan struktur dan fungsi sistem pernafasan yang terjadi pada lansia. e. Perubahan psikososial dan spiritual yang dialami lansia akibat adanya perubahan struktur dan fungsi sistem pernafasan. f. Konsep dasar dari penyakit TBC yang mencakup mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala, komplikasi dan penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan. g. Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada lansia dengan masalah perubahan sistem pernafasan khususnya dengan penyakit TBC. H. Ruang Lingkup Penulisan Penyusunan makalah ini hanya membahas tentang perubahan struktur dan fungsi sistem pernafasan pada lansia, konsep dasar dari penyakit pada sistem pernafasan yang terjadi pada lansia (penyakit TBC) dan asuhan keperawatan yang dapat dilakukan. I. Metode Penulisan Penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif yaitu dengan menggambarkan dan menjelaskan perubahan struktur dan fungsi pada sistem pernafasan, konsep dasar dari penyakit sistem pernafasan (penyakit TBC) dan asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada lansia dengan gangguan sistem pernafasan. Penulisan makalah ini bersifat kepustakaan untuk mendapatkan informasi dan data yang diperlukan dalam menyusun makalah ini. Adapun teknik yang penulis gunakan adalah studi pustaka dan pencariaan informasi dari internet. Hasilnya digunakan untuk membantu penulisan makalah ini serta untuk mendapatkan data-data sebagai sumber resensi penulis dan juga hasil dari diskusi kelompok yang dapat disajikan dalam bentuk makalah.

J.

Sistematika Penulisan Pembahasan dalam penulisan ini terdiri dari empat bab dengan sistematika sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penulisan Tujuan Umum Tujuan Khusus Ruang Lingkup Penulisan Metode Penulisan Sistematika Penulisan

A. B. 1. 2. C. D. E.

BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar Proses Penuaan Pada Sistem Pernafasan 1. Pengertian Proses Penuaan 2. Fungsi Normal Sistem Pernafasan 3. Perubahan Fungsi Dan Struktur Sistem Pernafasan Yang Terjadi Pada Lansia 4. Perubahan Psikososial Dan Spiritual Yang Dialami Lansia Akibat Adanya Perubahan Fungsi dan Struktur Tubuh B. Konsep Dasar Penyakit 7. Pengertian 8. Etiologi 9. Tanda Dan Gejala 10. Manifestasi Klinis 11. Komplikasi 12. Penatalaksanaan Medis BAB III TINJAUAN KASUS F. Pengkajian G. Diagnosa Keperawatan H. Perencanaan I. Implementasi Keperawatan J. Evaluasi Keperawatan BAB IV PENUTUP

A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar Proses Penuaan Pada Sistem Pernafasan 1. Pengertian Proses Penuaan Lanjut usia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Sedangkan menurut (Prayitno dalam Aryo (2002) dalam bukuKeperawatan Gerontik edisi 2) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok kehidupannya sehari-hari. Pada Lansia, menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki dari atau mengganti dan

1. 2.

3. 4.

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di derita (Nugroho, 2000 dalam buku Keperawatan Gerontik edisi 2) Pada orang orang sehat, perubahan anatomik fisiologik tersebutmerupakan bagian dari proses menua, Usia Ianjut bukanlah merupakanpenyakit, tetapi merupakan tahap lanjut dari suatu kehidupan yangditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh untuk beradaptasiterhadap stres atau pengaruh lingkungan. Proses menua melandasiberbagai kondisi yang terjadi pada usia lanjut (Kumar et al, 1992. Di dalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999) Untuk dapat mengatakan bahwa suatu kemunduran fungsi tubuhadalah disebabkan oleh proses menua dan bukan disebabkan olehpenyakit yang menyertai proses menua, ada 4 kriteria yang harusdipenuhi (Widjayakusumah, 1992. R Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999): Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifatuniversal, artinya umum terjadi pada setiap orang. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berartiperubahan fungsi sel dan jaringan disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi di dalam sel dan bukan oleh faktor luar. Proses menua terjadi secara progresif, berkelanjutan, berangsurIambat dan tidak dapat berbalik lagi. Proses menua bersifat proses kemunduran atau kerusakan(injury).

2. Fungsi Normal Sistem Pernafasan

Pernafasan (respirasi) merupakan peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2 (oksigen) kedalam tubuh serta menghembuskan CO2 (karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Adapun guna pernafasan banyak sekali diantaranya: mengambil O2 yang kemudian dibawa keseluruh tubuh untuk mengadakan pembakaran, mengelurakan CO2 sebagai sisa dari pembakaran karena tidak digunakan lagi oleh tubuh dan menghangatkan dan melembabkan udara. Saluran pernafasan mulai dari atas secara berturut-turut adalah: a) Hidung (Nasal) Merupakan saluran udara yang pertama, yang terdiri dari 2 kavum nasi, dipisah kan oleh septum nasi. Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran. Bagia luar terdiri dari kulit, lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, ke atas rongga hidung berhubungan dengan sinus para nasalis. Adapun fungsi dari nasal ini

b)

c)

d)

e)

f)

sebagai saluran udara pernafasan, penyaring udara pernafasan yang dilakukan bulubulu hidung, dapat menghangatkan udara oleh mukosa serta membunuh kuman yang masuk bersamaan dengan udara pernapasan oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir (mukosa) atau hidung. Faring Merupakan tempat persimpangan antara jalan nafas dan pencernaan. Terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Ke atas berhubungan dengan rongga hidung dengan perantaraan lubang (koana), kedepan berhubungan dengan rongga mulut. Rongga faring terbagi atas tiga bagian: nasofaring, orofaring dan laringofaring. Laring Laring merupakan lanjutan dari pharing yang terletak didepan oesophagus. Bentuknya seperti kotak segi tiga dengan sebelah samping mendatar dan didepan menonjol. Laring ini dibentuk oleh tulang rawan yang dihubungkan oleh jaringan ikat, pada laring terdapat selaput pita suara. Trachea Trachea merupakan lanjutan dari laring, dibentuk oleh cincin tulang rawan yang berbentuk huruf C. Diantara tulang rawan dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot polos yang panjangnya 11,2 cm, lebarnya 2cm. Mulai dari bawah laring segitiga vertebra thorakalis V dan akan bercabang menjadi bronchus kiri dan kanan. Trachea juga dilapisi oleh selaput lendir (mukosa) yang mempunyai epitel torak yang berbulu getar. Permukaan mukosa ini selalu basah oleh karena adanya kelenjar mukosa. Trachea berfungsi untuk menyaring debu-debu yang halus dari udara pernafasan. Otot polos pada dinding trachea dapat berkontraksi sehingga saluran akan menyempit sehingga timbul sesak nafas. Bronchus Bronchus merupakan cabang trachea sehingga vertebra thorakalis V yaitu terdiri dari bronchus kiri dan brochus kanan. Bronchus ini dibentuk oleh cincin tulang rawan yang ukurannya lebih kecil dari trachea yang dilapisi oleh selaput lendir. Perbedaan bronchus kiri dan bronchus kanan adalah: bronchus kiri lebih kecil, horizontal dan lebih panjang sedangkan bronchus kanan lebih besar, vertikal dan lebih pendek. Bronchiolus Bronchiolus merupakan cabang dari bronchus yang mana struktur sama dengan brochus hanya saja ukuran dan letaknya berbeda. Bronchiolus sudah memasuki lobus paru-paru sedangkan bronchus masih di luar paru-paru. Bronchiolus akan bercabang lagi menjadi bronchiolus terminalis yang strukturnya sama dengan Bronchiolus dan

letaknya lebih dalam di jaringan paru-paru. Diujungnya baru terdapat rongga udara yaitu alveolus dan dinding dari alveolus merupakan jaringan paru-paru. g) Paru-paru Paru-paru (pulmo) terletak dalam rongga dada yang terdiri dari paru kiri dan kanan, diantara paru kiri dan kanan terdapat jantung, pembuluh darah besar trachea, bronchus dan esophagus. Di sebelah depan, belakang dan lateral paru-paru berkontak dengan dinding dada, sebelah bawah berkontak dengan diafragma dan sebelah medial adalah tempat masuk bronchus kiri, kanan dan tempat masuk pembuluh darah arteri dan vena pulmonalis. Bentuk dari paru ini seperti kubah (segitiga) yang puncaknya disebut apek pulmonum dan alasnya disebut basis pulmonal. Jaringan paru-paru ini bersifat elastis sehingga dapat mengembang dan mengempis pada waktu bernafas. Didalam paru-paru terdapat kantong-kantong udara (alveolus), alveolus ini mempunyai dinding yang tipis sekali dan pada dindingnya terdapat kapiler-kalpiler pembuluh darah yang halus sekali dimana terjadi difusi oksigen dan CO2. Jumlah alveolus ini 700 juta banyaknya dengan diameter 100 micron. Luasnya permukaan dari seluruh membran respirasi ini kalau direntang adalah 90 m2atau 100 kali luas tubuh, akan tetapi hanya 70 m 2 yang dipergunakan untuk pernafasan selebihnya tidak mengembang. Setiap paru-paru dilapisi oleh membran serosa rangkap dua yaitu pleura. Selaput ini merupakan jaringan ikat yang terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseral yang langsung melengket pada dinding paru-paru, masuk kedalam fisura dan memisahkan lobus satu dengan yang lainnya, membran ini kemudian dilipat kembali sebelah tampuk paru-paru dan membentuk pleura parietalis dan melapisi bagian dalam dinding dada. Pleura yang melapisi iga-iga adalah pleura kostalis, bagian yang menutupi diafragmatika dan bagian yang terletak dileher adalah pleura servicalis. Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat yang disebut dengan membran supra renalis (fasia gison) dan diatas membran ini terletak arteri subklavia. Diantara kedua lapisan pleura ini terdapat eksudat untuk melicinkan permukaannya dan menghindari gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu bernafas. Dalam keadaan normal kedua lapisan ini satu dengan yang lain erat bersentuhan. Ruang atau rongga pleura itu hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan tidak normal udara atau cairan akan memisahlkan kedua pleura dan ruangan diantaranya akan menjadi lebih jelas. Pernafasan paru-paru merupakan pertukaran oksigen dengan karbon dioksida yang terjadi pada paru-paru. Adapun tujuan pernafasan adalah memenuhi kebutuhan

jaringan terhadap oksigen dan mengeluarkan sisa pembakaran berupa karbondioksida dari jaringan. Pernafasan menyangkut dua proses : 1. Pernafasan luar (eksternal) adalah: Absorbsi O2 dari luar masuk kedalam paru-paru dan pembuangan CO2 dari paru-paru keluar. 2. Pernafasan dalam (insternal) ialah: Proses transport O2 dari paru-paru ke jaringan dan transport CO2 dari jaringan ke paru-paru. Pernafasan melalui paru-paru (internal), oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada saat pernafasan dimana oksingen masuk melalui trachea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membran diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan keseluruh tubuh. Sementara itu karbondioksida sebagai sisa metabolisme dalam tubuh akan dipisahkan dari pembuluh darah yang telah mengumpulkan karbondioksida itu dari seluruh tubuh kedalam saluran nafas. 3. Perubahan Fungsi Dan Struktur Sistem Pernafasan Yang Terjadi Pada Lansia 3.1 Perubahan Anatomik sistem pernafasan Adapun bagian yang mengalami perubahan adalah: 1. Dinding dada: tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulang-tulang rawan mengalami osifikasi. 2. Otot-otot pernafasan: mengalami kelemahan akibat atrofi. 3. Saluran nafas: akibat kelemahan otot berkurangnya jaringan elastis bronkus dan alveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil, cincin-cincin tulang rawan bronkus mengalami pengapuran. 4. Struktur jaringan parenkim paru: bronkiolus, duktus alveolaris dan alveolus membesar secara progeseif terjadi emfisema senilis. 3.2 Perubahan-perubahan fisilogik sistem pernafasan 1. Gerak pernafasan: adanya perubahan bentuk, ukuran dada, maupun rongga dada akan merubah mekanika pernafasan,amplitudo pernafasan menjadi dangkal sehingga akan timbul keluhan sesak bernafas. 2. Distribusi gas: perubahan struktur anatomik saluran gas akan menimbulkan penumpukan udara dalam alveolus (air traping) ataupun gangguan pendistribusian oksigen. 3. Volume dan kapasitas paru menurun. 4. Gangguan transport gas: pada usia lanjut terjadi penurunan PaO 2 secara bertahap, yang penyebabnya terutama disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan ventilasi-

5.

A.

a) b) c) d) e) f) g) h) i) j)

perfusi. Selain itu diketahui bahwa pengambilan O2 dalam darah dari alveoli (difusi) dan transport O2 kejaringan-jaringan berkurang, terutama saat melakukan olahraga. Gangguan perubahan ventilasi paru: akibat adanya penurunan kepekaan kemoreseptor perifer, kemoreseptor sentral ataupun pusat-pusat pernafasan pada medulla oblongata dan pons. Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang mengenai hampir seluruh susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan atau organ. Perubahan Anatomik Sistem Pernafasan Menurut Stanley, 2006 dalam buku Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, mengatakan bahwa perubahan anatomi yang terjadi pada sistem respiratory akibat penuaan sebagai berikut: Paru-paru kecil dan kendur. Hilangnya recoil elastic. Pembesaran alveoli. Penurunan kapasitas vital: penurunan PaO2 dan residu. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi. Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan. Hilangnya tonus otot thoraks, kelemahan kenaikan dasar paru. Kelenjar mucus kurang produktif. Penurunan sensitivitas sfingter esophagus. Penurunan sensitivitas kemoreseptor.

B. Perubahan Fisiologis Sistem Pernafasan Proses penuaan menyebabkan beberapa perubahan struktural dan fungsional pada thoraks dan paru-paru. Kita ketahui bahwa tujuan pernapasan adalah untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida antara lingkungan eksternal dan darah. Pada lansia ditemukan alveoli menjadi kurang elastis dan lebih berserabut serta berisi kapilerkapiler yang kurang berfungsi, sehingga kapasitas penggunaan menurun karena kapasitas difusi paru-paru untuk oksigen tidak dapat memenuhi permintaan tubuh. Daya pegas paru-paru berkurang, sehingga secara normal menahan thoraks sedikit pada posisi terkontraksi disertai dengan penurunan kekuatan otot rangka pada toraks dan diafragma. Karena dinding toraks lebih kaku dan otot pernapasan menjadi lemah, maka menyebabkan kemampuan lansia untuk batuk efektif menurun. Dekalsifikasi iga dan peningkatan kalsifikasi dari kartilago kostal juga terjadi. Membran mukosa lebih kering, sehingga menghalangi pembuangan sekret dan menciptakan resiko tinggi terhadap infeksi pernapasan. (Maryam, 2008 www.JrPatrickGaskinsBlogger.com).

Sedangkan menurut Stokslager, 2003 dalam buku Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit perubahan fisiologis pada sistem pernapasan sebagai berikut: a. Pembesaran hidung akibat pertumbuhan kartilago yang terus-menerus. b. Atrofi umum tonsil. c. Deviasi trakea akibat perubahan di tulang belakang yang menua. d. Peningkatan diameter dada anteropsterior sebagai akibat perubahan metabolisme kalsium dan kartilago iga. e. Kekakuan paru: penurunan jumlah dan ukuran alveolus. f. Kiposis. g. Degenerasi atau atrofi otot pernapasan. h. Penurunan kapasitas difusi. i. Penurunan kekuatan otot inspirasi dan ekspirasi: penurunan kapasitas vital. j. Degenerasi jaringan paru, yang menyebabkan penurunan kemampuan recoil elastis paru dan peningkatan kapasitas residual. k. Ventilasi buruk pada area basal (akibat tertutupnya jalan napas) yang mengakibatkan penurunan area permukaan untuk pertukaran gas dan pertukaran tekanan oksigen. l. Penurunan saturasi oksigen sebesar 5%. m. Penurunan cairan respiratorik sekitar 30%, peninggian resiko infeksi paru dan sumbat mukus. n. Toleransi rendah terhadap oksigen. C. Perubahan Fisik Sistem Pernafasan Pada Lansia a) Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal. b) Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial terjadi penumpukan sekret. c) Penurunan aktivitas paru (mengembang dan mengempisnya) sehingga jumlah udara pernafasan yang masuk ke paru mengalami penurunan, jika pada pernafasan yang tenang kira-kira 500 ml. d) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas permukaan normal 50 m), menyebabkan terganggunya proses difusi. e) Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu proses oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua ke jaringan. f) CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga menurun yang lama-kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.

g) Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret dan corpus alium dari saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.
4. Perubahan Psikososial Dan Spiritual Yang Dialami Lansia Akibat Adanya Perubahan

Fungsi dan Struktur Tubuh 4.1 Perubahan-perubahan Psikososial a) Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain : a. Kehilangan finansial (income berkurang). b. Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya). c. Kehilangan teman atau kenalan atau relasi. d. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan. b) Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality). c) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit. d) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation). e) Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit danbertambahnya biaya pengobatan. f) Penyakit kronis dan ketidakmampuan. g) Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian. h) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan family. i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran diri dan perubahan konsep diri. 4.2 Pengaruh Proses Penuaan Pada Fungsi Psikososial a. Perubahan fisik, sosial mengakibatkan timbulnya penurunan fungsi, kemunduran orientasi, penglihatan, pendengaran mengakibatkan kurangnya percaya diri pada fungsi mereka. b. Mundurnya daya ingat, penurunan degenerasi sel-sel otak. c. Gangguan halusinasi. d. Lebih mengambil jarak dalam berinteraksi. e. Fungsi psikososial, seperti kemampuan berfikir dan gambaran diri. 4.3 Perubahan Spritual a. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan (Maslow, 1970www.sulandraamensambas.blogspot.com).

b. Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970www.sulandraamensambas.blogspot.com). c. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978), Universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai keadilan. B. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang dan nodus limfe (Brunner & Suddarth, 2002 hal.584). Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang di sebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberkulosis), sebagian besar kuman menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (www.infeksi.com). Tuberkulosis paru adalah Penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosis, yakni kuman aerob yang dapat menyerang semua sistem tubuh, yang mengenai paru (Dr. Med. Ahmad Ramali, Dkk, 1992 :306 www.erfansyah.blogspot.com). TB Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikobakterium tuberkulosa tipe humanus (jarang oleh tipe M. Bovinus).TB paru merupakan penyakit infeksi penting saluran napas bagian bawah. Basil mikobakterium tuberculosa tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infeksion) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer. Selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks atau ranke (Muhammad Amin, Ilmu penyakit paru). TB paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. 2. Etiologi Penyebabnya adalah kuman mycobacterium tuberculosa. Sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 /mm dan tebal 0,3-0,6 /mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid ini adalah yang membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat bertahan dalam lemari es). Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mikron dengan tebal 0,3-0,6 mikron.

Kuman ini lebih tahan terhadap asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman ini lebih tahan terhadap terhadap asam, gangguan kimia dan fisik. 2.1 Yang tergolong yang tergolong dalam kuman mycobacterium tuberculosae complex adalah: 1. M. Tuberculosae 2. Varian Asian 3. Varian African I 4. Varian African II 5. M. Bovis Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi. 2.2 Kelompok kuman Mycobacterium tuberculosae dan Mycobacteria Other Than TB (MOTT) atypical adalah: 1. M. Kansaii 2. M. Avium 3. M. intra cellulare 4. M. Scrofulaceum 5. M. Malmacerse 6. M. Xenopi 3. Tanda Dan Gejala Adapun tanda dan gejala yang ditimbulkan dari penyakit TB Paru, antara lain: a) Batuk disertai dahak lebih dari 3 minggu. b) Sesak napas dan nyeri dada. c) Badan lemah, kurang enak badan. d) Berkeringat pada malam hari walau tanpa kegiatan berat badan menurun. (Penyakit infeksi TB paru dan ekstra paru, Misnadiarly). 3.1 Tanda dan gejala pada klien secara obyektif adalah: 1. Keadaan postur tubuh klien yang tampak terangkat kedua bahunya. 2. BB klien biasanya menurun: agak kurus. 3. Demam, dengan suhu tubuh bisa mencapai 40 - 41 C. 4. Batuk lama, > 1 bulan atau adanya batuk kronis. 5. Batuk yang kadang disertai hemaptoe. 6. Sesak nafas.

7. Nyeri dada. 8. Malaise, (anorexia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, berkeringat pada malam hari). 4. Manifestasi Klinik Sebagian besar tuberkulosis paru didiagnosa berdasarkan adanya keluhan penderita yang merasakan kurang enak badan. Biasaya keluhan yang dirasakan penderita tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan sama sekali. Adapun keluhan yang tersering terjadi adalah : a. Demam (panas) Demam ini mungkin hanya sedikit peningkatan suhu tubuh pada malam hari. Biasanya subfebris menyerupai demam influenza, tapi kadang-kadang panas dapat mencapai 40-41 0C. Serangan demam ini sifatnya hilang timbul yang berlangsung terus-menerus sehingga penderita tidak pernah merasa terbebas dari demam ini. Hal ini juga tergantung dari daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis. b. Batuk dan sputum Gejala batuk ini banyak ditemukan. Hal ini terjadi karena adanya iritasi pada bronchus yang diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Batuk ini timbul setelah penyakit telah berkembang dalam jaringan paru setelah bermingguminggu atau berbulan-bulan peradangan bermual. Sifat batuk ini dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum) keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi batuk darah (hemaptoe) karena terdapatnya pembuluh darah yang pecah. c. Sesak nafas Sesak nafas yang terjadi pada tuberkulosis berkaitan dengan penyakit yang sudah terjadi infiltrasi yang luas di dalam paru atau telah terjadi komplikasi beripa efusi pleura. Sesak nafas akan akan ditemukan pada penyakit tuberkulosis yang sudah lanjut. d. Nyeri dada Nyeri dada merupakan keluhan yang jarang dijumpai pada penderita tuberkulosis. Bila dijumpai kadang bersifat nyeri tumpul dan rasa nyeri kadang dirasakan berat pada waktu mengambil nafas (inspirasi), rasa nyeri ini juga berkaitan dengan tegangnya otot pada saat penderita batuk nyeri ini juga timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. e. Malaise Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun, Gejala malaise sering ditemukan berupa: anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan menurun, sakit

kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul. Beberapa gambaran klinis yang telah disebutkan diatas merupakan gejala-gejala yang mengarah ke diagnosis tuberkulosis. Akan tetapi gejala itu tidak jelas. Satusatunya cara untuk memastikannya yaitu dengan pengujian sputum untuk mencari kuman tuberkulosis pada individu yang menderita batuk (DR. Dr. Soeparman, 1994:715, www.ebookyuflihulkhair.blogspot.com). Tuberkulosis juga dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia dan penurunan berat badan. (Brunner & Suddarth-2002 hal. 585). 5. Komplikasi Penyakit tuberculosis paru jika tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi di bagi atas 2 yaitu: 5.1 Komplikasi dini 1. Pleurtis 2. Efusi pleura 3. Empiema 4. Laringitis 5. Menjalar ke organ lain yaitu usus 5.2 Komplikasi lanjut 1. Obstruksi jalan nafas-SOPT (Syndrome Obstruksi Pasca Tuberkulosis) 2. Kerusakan parenkim berat-fibrosis paru, kor pulmonal 3. Amioloidosis 4. Karsinoma paru 5. Syndrom gagal nafas dewasa (ARDS) (Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jili II, 2003 hal.829) 6. Penatalaksanaan Medis Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu: 1. Fase Intensif (2-3 bulan). 2. Fase Lanjutan (4-7 bulan).

Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kulnolon, Makvolide, dan Amoksilin ditambah dengan asam klavulanat, derivat rifampisin atau INH. Tuberculosis paru diobati karena agens kemotherapi (agen anti tuberkulosis) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH), rifampicin (RIF), streptomisin (SM), etambutol (EMB), dan pirazinamid (PZA). Kapreomisin, kanamisin, etionamid, natirum para-aminosalisilat, amikasin dan siklisin merupakan obat-obat baris kedua. Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap obat-obatan terus menjadi isu berkembang di seluruh dunia. Meski TB yang resisten terhadap obat telah teridentifikasi sejak tahun 1950, insiden dari resisten banyak obat telah menciptakan tantangan baru. Beberapa jenis resisten obat harus dipertimbangkan ketika merencanakan terapi efektif: a. Resisten obat primer adalah resisten terhadap satu agens tuberculosis garis depan pada individu yang sebelumnya belum mendapatkan pengobatan. b. Resiten obat didapat atau sekunder adalah resisten terhadap satu atau lebih agens anti tuberculosis pada pasien yang sedang menjalani terapi. c. Resisten banyak obat adalah resisten terhadap dua agens, sebut saja, INH dan RIF Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberculosis yang baru didiagnosa adalah regimen pengobatan beragam termasuk INH, RIF dan PZA selama 4 bulan, dengan INH dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan (totalnya 6 bulan). Sekarang ini, setiap agens di buat dalam pil terpisah. Pil anti tuberculosis baru three in-one yang terdiri atas INH, RIF dan PZA telah dikembangkan, yang akan memberikan dampak besar dalam meningkatkan kepatuhan terhadap regimen pengobatan. Pada awalnya etambutol dan streptomycin disertakan dalam terapi awal sampai sampai pemeriksaan resisten obat didapatkan. Regimen pengobatan, bagaimanapun tetap dilanjutkan selama 12 bulan. Individu akan dipertimbangkan non infeksius setelah menjalani 2 sampai 3 minggu terapi obat kontinu. Isoniasid (INH) mungkin digunakan sebagai tindakan preventif bagi mereka yang diketahui beresiko terhadap penyakit signifikan, sebagai contoh, anggota keluarga dari pasien yang berpenyakit aktif. Regimen pengobatan profilaktik ini mencakup penggunaan dosis harian INH selama 6 sampai 12 bulan. Untuk meminimalkan efek samping, dapat diberikan piridoksin (vitamin B6).

Enzim-enzim hepar, nitrogen urea darah (BUN), dan kreatinin di pantau setiap bulan (Brunner & Suddarth, 2002 hal. 586-587). Panduan OAT di Indonesia WHO dan IULTD (Intrenational Union Against Tubercolosis and Lung Diase) merekomendasikan panduan OAT standar, yaitu: 1. Kategori-1 Tahap intensif terdiri dari Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E). Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yag terdiri dari Inosiasid (H) dan Rifampicin (R), diberikan dalam tiga kali dalam seminggu selama empat bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk: Penderita baru TBC Paru BTA Positif Penderita TBC Paru BTA negative, Rontgen Positif yang sakit berat Penderita TBC Ekstra Paru berat 2. Kategori-2 Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari di UPK. Dilanjutkan 1 bulan dengan Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk: Penderita kambuh (relaps) Penderita gagal (failure) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default) 3. Kategori-3 Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk: Penderita paru BTA negative dan rontgen positif sakit ringan. Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal. OAT sisipan (HRZE) Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan. 6.1 Efek samping dari obat-obatan TBC:

1.

2. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 3.

4.

Nama obat dan Efek samping Rifampisin Sindrom flu: demam, muntah, mual, diare, kulit gatal dan merah SGOT/SGPT meningkat (gangguan hati). INH Nyeri syaraf Hepatitis (radang hati) Alergi, demam, ruam kulit Pyrazinamid: muntah, mual, diare Kulit merah dan gatal Kadar asam urat meningkat Gangguan fungsi hati Streptomisin Alergi, demam, ruam kulit, kerusakan vestibuler, vertigo (pusing) dan kerusakan pendengaran. Ethambutol Gangguan syaraf mata.

6.2 Pembedahan pada TB paru Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkurang. Indikasi pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi relative. 6.2.1 Indikasi mutlak pembedahan adalah: 1. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap positif. 2. Pasien batuk darah pasien tidak dapat diatasi dengan cara konservatif. 3. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi dengan secara konservatif. 6.2.2 1. 2. 3. Indikasi relative pembedahan, yaitu: Pasien dengan sputum negatif dan batuk-batuk darah berulang. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan. Sisa kavitas yang menetap. (Kapita selekta kedokteran jilid II, 2001 hal. 474)

6.3 Pemeriksaan Penunjang 1. Kultur sputum: positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.

2. Ziehl Neelsen: (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil asam cepat. 3. Test kulit: (PPD, Mantoux, potongan vollmer), reaksi positif (area durasi 10 mm) terjadi 48 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda. 4. Elisa / Western Blot: dapat menyatakan adanya HIV. 5. Foto thorax: dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa. 6. Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster: urine dan cairan serebrospinal, biopsi kulit) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis. 7. Biopsi jarum pada jarinagn paru: positif untuk granula TB, adanya sel raksasa menunjukan nekrosis. 8. Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi, ex: Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru. 9. Pemeriksaan fungsi pada paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim atau fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas). 6.4 Penatalaksanaan Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian: 1. Jangka Pendek Dengan tata cara pengobatan: setiap hari dengan jangka waktu 1-3 bulan. o Streptomisin inj 750 mg. o Pas 10 mg. o Ethambutol 1000 mg. o Isoniazid 400 mg. Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah setiap 2x seminggu, selama 13-18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis: o INH. o Rifampicin.

Ethambutol. Dengan fase selama 2x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan. 2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat: o Rifampicin. o Isoniazid (INH). o Ethambutol. o Pyridoxin (B6).
o

BAB III TINJAUAN KASUS Kasus Tn. A (62 th), datang ke rumah sakit dengan mengeluh kepada perawat bahwa sudah 3 minggu mengalami batuk disertai dahak dan darah, sesak napas dan nyeri dada. Klien juga mengatakan bahwa setiap malam klien selalu berkeringat walaupun klien tidak melakukan kegiatan yang berat dan mengalami demam. Klien mengatakan tidak nafsu makan sehingga klien mengalami penurunan berat badan dari 57 kg menjadi 47 kg. Klien terlihat lemah, lemas dan keadaan postur tubuh klien yang tampak terangkat kedua bahunya. Klien terlihat agak kurus. Saat dilakukan pengkajian didapatkan TD: 110/60 mmHg, Suhu 39 C, RR : 27 x/menit, N : 107 x/menit. Saat di auskultasi terdengar suara Ronchi (+), BB : 46 kg, TB : 157 cm, konjungtiva klien terlihat pucat, mukosa bibir telihat pucat, Leukosit : 11.000 mg/dL. Klien bertanya

kepada perawat mengapa keluhan-keluhan yang ia rasakan tidak kunjung menghilang dan apa yang menyebabkan klien seperti itu. A. Pengkajian Proses keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk memecahkan masalah klien secara bertanggung jawab dan berkesinambungan dengan didasari atas prinsip-prinsip ilmiah yang memandang klien secara menusia yang utuh (holistik) yaitu Bio, Psiko, Sosial, dan Spritual. Penerapan proses keperawatan terhadap klien ini terdiri dari empat langkah yaitu: pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Pada klien dengan TB paru data yang dapat dikumpulkan meliputi: 1. Riwayat kesehatan keperawatan 2. Riwayat kesehatan dahulu Kemungkinan klien sebelumnya pernah menderita sakit seperti ini atau pernah kontak dengan penderita tuberkulosis, tidak dapat imunisasi BCG dan mempunyai riwayat status gizi yang kurang baik.

3. Riwayat kesehatan sekarang Biasanya klien mengalami batuk disertai dengan demam, sesak nafas, sakit didaerah sekitar dada, lelah, tidak nafsu makan, penurunan berat badan serta sering berkeringat pada malam hari. 4. Riwayat kesehatan keluarga Karena penyakit ini merupakan salah satu penyakit menular yang dapat ditularkan melalui inhalasi, kemungkinan salah seorang dari keluarga pernah menderita penyakit TB paru. Pengkajian perawatan pada klien dengan tuberculosis paru antara lain difokuskan pada: 1. Aktifitas dan istirahat Gejala: Kelelahan umum dan kelemahan. Nafas pendek karena bekerja. Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat.

Mimpi buruk. Tanda : Takhikardi, takipneu atau dispneu pada kerja. Kelelahan otot, nyeri dan sesak (pada tahap lanjut). 2. Integritas Ego Gejala : Adanya faktor stres lama. Masalah keuangan, rumah. Perasaan tak berdaya atau tak ada harapan. Populasi budaya. Tanda : Menyangkal (khususnya selama tahap dini). Anxietas, ketakutan dan mudah tersinggung.

3. Makanan dan cairan Gejala : Anorexia. Tidak dapat mencerna makanan. Penurunan BB. Tanda : Turgor kulit buruk. Kehilangan lemak subkutan pada otot.

4. Pernafasan Gejala : Batuk produktif atau tidak produktif. Nafas pendek. Riwayat tuberkulosis atau terpajan pada individu yang terinfeksi. Tanda : Peningkatan frekuensi nafas. Pengembangan pernafasan tak simetris.

Perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara bilateral atau unilateral (efusi pleura atau pneumothorax) bunyi nafas tubuler atau bisikan pektoral diatas lesi luas, krekels tercatat diatas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels-posttusic). Karakteristik sputum: hijau purulen, mukoid kuning atau bercampur darah. Deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik). Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata dan perubahan mental (tahap lanjut).

5. Nyeri dan kenyamanan Gejala: Nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Tanda: Berhati-hati pada area yang sakit. Perilaku distraksi dan gelisah.

6. Keamanan Gejala: Adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV positif (+) Tanda: Demam rendah atau sakit panas akut.

7. Interaksi sosial Gejala: Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular. Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran. 8. Penyuluhan atau pembelajaran Gejala: Riwayat keluarga TB. Ketidakmampuan umum atau status kesehatan buruk.

Gagal untuk membaik atau kambuhnya TB. Tidak berpartisipasi dalam terapi.

Pengkajian Psikososial Adapun pengkajian psikososial yang dapat dilakukan, yaitu: 1. Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara signifikan berpengaruh terhadap fungsi respirasi. Beberapa kondisi respiratory timbul akibat stres. 2. Penyakit pernafasan kronik dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan hubungan dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan atau ketidakmampuan. 3. Dengan mendiskusikan mekanisme koping, perawat dapat mengkaji reaksi klien terhadap masalah stres psikososial dan mencari jalan keluarnya.

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GERONTIK A. Data Biografi Nama Jenis kelamin Tempat dan tanggal lahir Pendidikan terakhir Agama Status perkawinan Tinggi badan atau berat badan Penampilan umum Alamat Orang yang mudah dihubungi Hubungan dengan klien Alamat dan telepon Diagnosa medis

: Tn. A : Laki-laki : Surabaya, 21 Januari 1949 : SD : Islam : Duda : 157 cm, 46 kg : Cukup baik, tubuh kurus, lemah : Jl. Makmur Penganten Ali Jakarta Timur : Ibu R : Anak : Jl. Makmur Penganten Ali Jakarta Timur 08567891204 : TB Paru

B. Riwayat Keluarga

Genogram:

Ket: : Laki-laki

: Perempuan : Klien

: Meninggal

C. Riwayat Pekerjaan Pekerjaan saat ini Pekerjaan sebelumnya Sumber-sumber pendapatan Kecukupan terhadap kebutuhan

: Pensiun : Pekerja pabrik asbes : Dari hasil pemberian anak : Cukup terpenuhi

D. Riwayat Lingkungan Hidup Klien tinggal di rumah pribadi anaknya bersama anaknya, menantunya dan juga 3 orang cucunya. Jumlah kamar dalam rumah tersebut berjumlah 4 kamar, kondisi kamar cukup baik, peralatan tertata rapi, kondisi tempat tidur cukup baik. Namun pertukaran udara dan cahaya matahari dalam kamar Tn.A kurang. Tingkat kenyamanan dan privacy klien cukup terjamin. Tetangga Tn.A yang terdekat dari rumahnya ialah Ibu S E. Riwayat Rekreasi Klien memiliki hobi membaca koran dan membuat kaligrafi. Klien mengatakan pernah menjadi anggota pengurus RT dan masjid di dekat rumahnya. Klien juga mengatakan ia dan keluarganya sering melakukan perjalanan rekreasi ke daerah pegunungan dan pantai. Klien mengatakan sangat senang ketika dirinya berekreasi bersama keluarga karena denga begitu klien merasa masih diperhatikan dan dihargai oleh keluarganya. F. Sistem Pendukung Di dekat rumah klien terdapat seorang dokter yang memang kenal dengan keluarga klien. Terkadang keluarga klien meminta tolong kepada dokter tersebut untuk memeriksa kondisi Tn.A. adapun jarak rumah dokter tersebut dengan rumah klien hanya berjarak 5 km. Rumah klien tidak jauh dr R.S Pasar Rebo yang berjarak sekitar 500 km dari rumahnya. Selain itu juga terdapat klinik Sejahtera di dekat rumah klien yang berjarak sekitar 50 km. Keluarga masih kurang memperhatikan kondisi klien dikarenakan kesibukan mereka bekerja di luar rumah. Namun keluarga tetap membantu mengawasi kesehatan klien. G. Diskripsi Kekhususan Biasanya klien melaksanakan kewajibannya sebagai hamba Allah yang beragama islam, klien melaksanakan sholat lima waktu secara rutin dan mengaji atau terkadang muhasabah diri untuk menghilangkan pikiran-pikiran negatifnya dan untuk membantu

menenangkan dirinya akibat dari respon stres yang ditimbulkan karena penyakit yang klien derita. H. Status Kesehatan Klien mengatakan pernafasannya mulai mengalami penurunan dan gangguangangguan kurang lebih 3 tahun yang lalu. Klien mengatakan tidak menderita penyakit lain, klien merasa dirinya sehat-sehat saja. Namun klien mengalami sedikit gangguan pada pernafasannya, klien merasakan batuk yang tak kunjung reda dan pula sesak nafas serta nyeri dada yang dirasakan sangat mengganggu aktivitasnya. Provokative/Paliative : Batuk disertai dahak dan terkadang juga darah, serta sesak nafas dan nyeri dada. Quality/Quantity : Batuk, sesak nafas dan nyeri dada dirasakan sangat mengganggu aktivitasnya, dan sudah cukup lama klien mengalami keluhan-keluhan tersebut. Region : Nyeri dada yang klien rasakan menyebar disekitar dada, nyeri tersebut dirasakan setelah klien batuk-batuk dan juga disertai dengan sesak nafas. Severity scale : Bila batuk, sesak nafas dan nyeri dada itu timbul klien mengatakan sulit tidur. Timming : ketika ada rangasan yang mempengaruhi pernafasan klien atau setelah klien melakukan pekerjaan yang cukup berat danwaktu yang lama. Obat-obatan : Dokter memberikan resep obat berupa obat batuk dan juga obat untuk membantu mengurangi sesak dan nyeri dada serta memberikan expectorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir atau dahak klien yang diminum 3xsehari. Status imunisasi : lengkap Alergi (obat-obatan/makanan/faktor lingkungan) seperti debu dan cuaca yang tidak menentu. Penyakit yang diderita : TB Paru I. Aktivitas Hidup Sehari-hari (berdasarkan Indeks Katz, disimpulkan skore) 0 1 2 3 Aktifitas Mandi Berpakaian

Melakukan eliminasi Pergerakan Kontrol terhadap eliminasi Makan

Kemampuan perawatan diri: Skor: 0 = mandiri, 1 = dibantu sebagian, 2 = perlu bantuan orang lain, 3 = perlu bantuan orang lain dan alat, 4 = tergantung/ tidak mampu. Bathing (mandi/personal hygiene) : Mandiri Bantuan hanya satu bagian mandi (seperti punggung atau ekstremitas yang tidak mampu) atau mandi sendiri sepenuhnya. Dressing (berpakaian) : Mandiri Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, mengancing atau mengikat pakaian. Toileting (melakukan eliminasi) : Mandiri Masuk dan keluar dari kamar kecil, membersihkan genitalia sendiri. Transfering (pergerakan) : Mandiri Berpindah ked an dari tempat tidur untuk duduk, bangkit dari kursi sendiri. Continence (kontrol terhadap eliminasi) : Mandiri Berkemih dan defekasi seluruhnya dikontrol sendiri. Feeding (makan) : Mandiri Mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri. Psikologis Persepsi klien terhadap penyakit cukup baik, karena klien merasa wajar karena umurnya sudah tua. Konsep diri klien baik, karena klien mampu memandang dirinya secara positif dan mau bekerja sama dengan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan yang klien alami. Emosi cukup baik (stabil).

Kemampuan adaptasi klien adaptasi klien cukup baik karena klien masih suka berkumpul dengan teman-teman sebayanya disekitar rumah klien. Mekanisme pertahanan diri : klien mengatakan senang tinggal di rumah anaknya dibanding klien harus tinggal di panti, karena dengan tinggal di rumah anaknya tersebut klien merasa masih diperhatikan, dihargai dan dicintai oleh keluarganya. Apabila ada masalah klien melakukannya dengan cara pemecahan masalah yang sebelumnya dibicarakan dengan keluarga klien.

J. 1. 2. 3. 4. 5.

Pemeriksaan Fisik (Tinjauan Sistem) Keadaan umum : Kurang baik TB : 157 cm BB : 46 kg Tingkat kesadaran : cukup baik (compos mentis) Skala koma gaslow : baik (15) Tanda-tanda vital TD : TD : 110/60 mmHg N : 107 x/menit RR : 27 x/menit S : 39 C Sistem kardiovaskuler : Inspeksi : keadaan umum terlihat baik. Palpasi : tidak ada pelebaran pembuluh darah dan pembesaran jantung. Perkusi : tidak ada suara redup, pekak atau suara abnormal lain. Auskultasi : tekanan darah klien mengalami penurunan (hipotensi), nadi klien cepat. 6. Sistem pernafasan : Inspeksi : dada kanan dan kiri terlihat simetris, pergerakan otot dada (+) Palpasi : tidak ada perbesaran abnormal. Perkusi : suara paru kanan dan kiri sama dan seimbang Auskultasi : frekuensi nafas cepat, irama nafas cepat, bunyi nafas tidak normal saat di auskultasi terdengar suara Ronchi (+). 7. Sistem integument : warna kulit normal, turgor kulit baik, (lecet, bercak, bengkak) pada kulit tidak ada. 8. Sistem perkemihan : tidak ada masalah dalam sistem perkemihan, klien mengatakan biasa BAK di kamarb mandi dengan frekuensi 3-4 x/hari dan ngompol (-).

9. Sistem muskuloskeletal : range of Motion : penuh, keseimbangan : stabil, menggenggam (tangan kanan dan kiri) : lemah, kekuatan otot (kanan, kiri) : lemah, dan tidak ada kelainan tulang. 10. Sistem endokrin : tidak ada masalah dalam sistem endokrin, klien mengatakan tidak menderita kencing manis dan saat dilakukan palpasi tidak ada pembesaran kelenjar. 11. Sistem immune : tidak ada masalah dalam sistem immune, klien mengatakan klien di imunisasi lengkap. 12. Sistem gastrointestinal : peristaltik usus ada tapi kurang terdengar atau kurang terdeteksi. Klien mengatakan tidak nafsu makan sehingga klien mengalami penurunan berat badan dari 57 kg menjadi 47 kg. 13. Sistem reproduksi : tidak ada masalah dalam sistem reproduksi. 14. Sistem persyarafan : tidak masalah dalam sistem persyarafan. Klien mengatakan status mental klien baik, emosi klien stabil dan respon klien terhadap pembicaraan (+) dengan bicara yang normal dan jelas serta interpretasi klien terhadap lawan bicara cukup baik. Keadaan mata klien normal dan kemampuan pendengaran klien cukup baik. K. Pemeriksaan Status Kognitif atau Afektif atau Sosial 1. Status kognitif atau afektif : Short potable mental status questionaire (SPMSQ) : didapatkan skore 10, fungsi intelektual klien utuh. Mini mental state exam (MMSE) : didapatkan skore 25, aspek kognitif dari fungsi mental klien dalam keadaan baik. Inventaris depresi beck : didapatkan skore 3, pada keragu-raguan, kesulitan kerja dan keletihan. Jadi tidak ada tanda-tanda depresi pada klien. 2. Status sosial : Apgar keluarga : didapatkan skore 8, dimana fungsi sosial klie dalam keadaan normal. L. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium : melakukan pemeriksaan darah lengkap khususnya leukosit klien meningkat. Radiologi : melakukan pemeriksaan rontgen dada untuk melihat perkijuan yang ada pada paru-paru klien EKG :USG :-

CT-Scan

:Analisa Data

No. 1.

Data Ds : Klien mengeluh kepada perawat bahwa sudah 3 minggu mengalami batuk disertai dahak dan darah, sesak napas dan nyeri dada. Do : TD : 110/60 mmHg Suhu 39 C RR : 27 x/menit N : 107 x/menit. Saat di auskultasi terdengar suara Ronchi (+). Ds : Klien mengeluh kepada perawat bahwa sudah 3 minggu mengalami batuk disertai dahak dan darah, sesak napas dan nyeri dada. Do : Klien terlihat lemah, lemas dan keadaan postur tubuh klien yang tampak terangkat kedua bahunya. TD : 110/60 mmHg Suhu 39 C RR : 27 x/menit N : 107 x/menit. Saat di auskultasi terdengar suara Ronchi (+). Dt : Nilai AGD Tanda-tanda sianosis Ds : Klien mengatakan tidak nafsu makan sehingga klien mengalami penurunan berat badan dari 57 kg menjadi 47 kg. Klien mengeluh kepada perawat bahwa sudah 3 minggu mengalami batuk disertai dahak dan darah, sesak napas dan nyeri dada. Do : TD : 110/60 mmHg Klien terlihat lemah. Klien tampak lemas. Klien terlihat agak kurus. Konjungtiva klien terlihat pucat,.

Masalah Bersihan jalan napas tidak efektif.

Penyebab Penumpukan sekret kental atau sekret darah.

2.

Gangguan atau Kerusakan pertukaran gas.

Kerusakan membran alveolar-kapile

3.

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Sering batuk atau produksi sputum meningkat.

Mukosa bibir telihat pucat. BB : 47 kg TB : 157 cm Nilai Hb Bising usus Pemeriksaan Serum Albumin IMT LLA Resiko tinggi terjadinya infeksi dan penyebaran infeksi. Penurunan imunitas, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.

Dt :

4.

Ds : Klien juga mengatakan bahwa setiap malam klien selalu berkeringat walaupun klien tidak melakukan kegiatan yang berat. Klien mengatakan mengalami demam. Do :

TD : 110/60 mmHg Suhu 39 C RR : 27 x/menit N : 107 x/menit. Leukosit : 11.000 mg/dL Tanda-tanda infeksi Pemeriksaan rontgen dada Ada tidaknya perkijuan pada paru Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan serta pengobatan.

Dt :

5.

Ds :

Klien bertanya kepada perawat mengapa keluhankeluhan yang ia rasakan tidak kunjung menghilang. Klien mengatakan apa yag menyebabkan klien seperti itu. Do : -

Tidak akurat dan tidak lengkap informasi yang ada.

B. Diagnosa Keperawatan Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, antara lain: 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret kental atau sekret darah. 2. Gangguan atau Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler. 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sering batuk atau produksi sputum meningkat. 4. Resiko tinggi terjadinya infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.

5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan serta pengobatan berhubungan dengan tidak akurat dan tidak lengkap informasi yang ada.
Diposkan oleh Ulya Nuraini Pecinta Sayyiduna Muhammad saw di 03.54 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Label: ulyanuraini_askep gerontik

Tidak ada komentar:

You might also like