You are on page 1of 3

Arti Seorang Sahabat

Cerita ini ku persembahkan untuk seorang sahabatku. Yang sedang dirundung sakit hati mendalam. Karena kecintaanku padanya dan harapanku, aku ingin degan crepenku ini ia akan segera sembuh dari lukanya. Sebut saja dia, Ana. Seorang gadis periang dan enerjik. Sepertinya tiada hari tanpa senyum ceria dan celotehnya. Meskipun terkesan urakan dan berlebihan, tapi bagiku ia adalah seseorang yang hebat. Ia selalu mampu memberikan senyum terbaiknya setiap hari. Meskipun jauh dalam batinya ada banyak masalah yang singgah silih berganti. Dan mungkin belum terselesaikan hingga kini. Ia tetap tersenyum. Candanya yang lugas, sering membuatku kangen jika liburan datang dan ujian telah berakhir. Tapi entah mengapa, akhir-akhir ini senyum dan candanya tidak seperti dulu. Ia berubah. Dan aku tidak tahu apa yang menyebabkan ia berubah seeprti sekarang ini. Apakah ia memiliki masalah yang cukup berat hingga tak ada sedikitpun daya untuk tersenyum. Akupun berusaha memahami Ana. Mungkin ia butuh waktu untuk menyesaikan masalahnya, pikirku singkat. Dan aku tak begitu memikirkan katakatanya yang sedikit kasar untuk kudengar. Sapanya tak seperti biasanya. Matanyapun memancarkan kehampaan padaku. Ah, Ana. Kamu kenapasih! tanyaku membantin. Akhirnya rasa penasaranku tak tertahan lagi. Aku beranikan untuk bertanya padanya. kamu kenapa sih, Na? tanyaku membuka pembicaran, yang sejak tadi bungkam seribu bahasa. kayaknya ada masalah gitu? cerita dong, jangan dipendam sendiri. Mungkin aku bisa bantu. Kataku tak memperdulikan raut wajahnya tetap manyun. gak apa kok. jawabnya singkat tanpa menatapku sedikitpun. ya udah kalo g mau crita, aku g maksa kamu. Tapi kalo kamu butuh aku, aku siap kok. Jawabku sedikit sedih Kurasa Ana menyembunyikan sesuatu dariku. Apa aku punya salah padanya. Dan ia enggan untuk mengutarakannya padaku.Aagrhh.... Ada kesal yang mendera batinku. Apa Ana sudah tak percaya lagi padaku. Hingga ia lebih memilih diam daripada berbagi cerita denganku??? Semoga saja Ana bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Meskipun dalam hati, kau ingin sekali membantunya. *** Hari-hari yang kulalui memang sudah tak biasa lagi. Hampir tiga minggu aku dan Ana tak seakrab dulu. Hanya pertanyaan dan jawaban singkat yang mewarnai hari-hari kami. Senyum, itu terlalu mahal untuk Ana. Sepertinya, aku baru mengenal Ana. Ia benar-benar berubah... Lagi-lagi aku mencoba untuk menghibur hatiku sendiri. Aku coba bertahan dengan memberikan waktu untuk Ana. Sampai ia bener-benar kembali seperti dulu. Aku juga tidak berusaha mencari tahu tentang penyebab Ana berubah. Aku menghargai privacinya. Suatu hari ada rasa yang mendorongku untuk mencari tahu sebab Ana berubah. Beberapa teman akrab Ana aku tanyai. Tapi tak satupun yang mengetahui, mengapa sikap Ana seperti itu. Salah seorang teman berkata kepadaku, Erny.

sebenarnya dia cemburu sama kamu, Sis katanya menyelipkan pertanyaan baru di hatiku. maksudnya apa? Apa karena aku dekat dekat dengan mas Aris? tanyaku sedikit emosi bukan karena seseorang. Aku g bisa kasih penjelasan lebih. Karana Ana melarangku untuk mengatakannya padamu. Dia kehilangan kamu yang dulu. Jelasnya aku bener-bener g ngerti, Er masih bertanya mungkin karena kamu tidak lagi pergi kuliah tambahan, Sis. Dan kamu memilih untuk menghabiskan waktumu sendiri di kos. Aku merenung sejenak. Kata-kata Erny benar-benar aku resapi. Aku menilik sejenak dalam diriku. Apa benar aku seperti itu. Aku rasa memang ada benarnya. Akhir-akhir ini akau memang memilih fokus belajar untuk SPMB tahun ini. Karena aku ingin melanjutkan kuliahku. Dan konsekuensinya aku harus meninggalkan kuliah tambahan. mungkin benar, Er. Aku telah meninggalkannya sendiri. Kataku masih tertunduk. tak hanya itu, Sis. Itu karena kamu punya laptop baru. apa?! jawabku kaget kenapa bisa begitu? Dan apa hubungannya dengan perubahan sikapkan?tanya kembali emosi aku juga g abis pikir sama Ana. Kenapa dia begitu? bukannya apa-apa, Er. Laptop itu memang sengaja dibelikan ortuku agar aku tak ikut kuliah tambahan lagi. Mereka kasihan jika aku haru pulang malam-malam, hanya untuk ikut kuliah tambahan. Dan sama sekali aku tak ada niat untuk meninggalkan atau mengabaikan Ana. Jelasku panjang lebar. okey, aku tahu sekarang. Aku janji tidak akan bilang pada Ana, jika kamu yang menceritakan masalah ini padaku, Er aku akan memberi penjelas pada Ana. Mungkin dengan penjelasanya dia akan sadar. aku berterima kasih padamu, Er Akhirnya aku dan Erni berpisah. Hari ini aku menyimpulkan bahwa Ana berubah karena aku. Besok aku akan menjelas semuanya pada Ana, bantinku. *** Malam ini aku benar-benar menyesalkan sikap Ana yang terlalu itu. Sebegitukah ia menilai persahabatan. Aku mulai berpikir untuk menulis surat untuknya. Bukan karena aku tak berani bertatap muka, tetapi agar tak ada sebuah keributan yang mungkin akan mempermalukan kita. Ku tahu benar siapa Ana.

To : Ana Di kost Assalamualaikum. Wr. Wb Sebelumnya aku minta maaf jika aku tak berbicara langsung. Aku tak ingin ada keributan karena masalah yang sepele ini. Na, aku sadar bahwa kita berubah. Sejak aku tak lagi bisa menemanimu kuliah tambahan.

Atau mungkin karena aku punya laptop. Jujur kukatakan bahwa aku tidak ada niat sedikitpun utuk meninggalakanmu atau mengabaikanmu sedikitpun. Kamu juga tahu bahwa aku sedang serius belajar untuk SPMB tahun ini. Jadi aku pikir untuk tidak lagi ikut kuliah malam bersamamu. Mungkin hal ini yang menyebabkan kamu kehilangan aku. Na, aku selalu siap membantumu jika kamu ada masalah. Tolong jangan berpikiran buruk seperti itu. Aku tetap seperti Siska yang dulu. Tidak akan berubah meskipun kita memikili nasib dan kehidupan yang berbeda. Sekali lagi aku minta maaf, Na. sahabat yang baik adalah sahabat yang mampu membuatmu Senang dan Sedih. Senang karena selalu berbagi kebahagiaan, sedih karena selau mengingatkan ketika kita salah ataupun lupa. Aku akan selalu berusaha menjadi sahabatmu yang baik, Ana.... Wassalam, Sahabatmu yang khilaf Siska

Ada titik bening yang mengalir di ujung mataku. Buru-buru ku hapus sambil melipat surat itu. Besok pagi akan ku selipkan di pintu kos-kosannya. *** Pagi-pagi, aku cepat-cepat menuju kosan Ana. Ku tahu bahwa Ana tidak bisa bangun pagi. Dan tidak seperti bisa aku berangkat kuliah sendiri. Tanpa menjemput Ana. Aku ingin Ana sadar dan kembali seperti semula. Ceria dan energik seperti dulu. Ternyata aku memang hanya bisa berharap. Ana bukanya berubah, ia malah seolah makin membenciku. Ia tetap saja jutek dan tak ramah lagi. Aku tak habis pikir padanya. Apalagi yang harus kulakukan pada Ana?? Mungkin aku harus terus bersikap baik padanya. Atau pershabatan ini harus berakhir hanya karena sebuah rasa cermburu?? Mungkin aku harus bersabar menghadapi Ana dengn segala ke-jutekannya. Dengan demikian, ia akan luluh. Meski harus menunggu lama, aku yakin Ana pasti akan sadar atas prasangkanya selama ini. Semoga saja.... *) keburukan tidaklah harus dibalas dengan keburukan pula. Seperti karang di lautan, dengan hempasan omabak berkali-kali maka ia akan berlubang juga. Semoga hati Ana akan luluh dengan kebaikan dan ketulusanku....

You might also like