You are on page 1of 20

BAB I PENDAHULUAN Urin merupakan cairan sisa yang disekresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari

dalam tubuh melalui proses urinasi. Ekskresi urin diperlukan untuk membuang molekul- molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Pembentukan urin melalui 3 tahap: Penyaringan Penyaringan ini merupakan proses yang pasif, karena penyarigan ini pada dasarnya menginginkan plasma darah tanpa protein. Sedangkan protein dan sel darah keduanya terlalu besar untuk dapat melewati membrane penyaringan, dan bila keduanya ada dalam urin berarti ada masalah dengan filtrat glomerulus. Hal inilah yang menjadi masalah bagi glomerulus. Namun sejauh tekanan darah masih dalam batas normal maka filtrat masih dapat terbentuk. Tapi bila tekanan di arterial menurun, tekanan glomerula idak akan cukup untuk mendorong substan keluar dari darah, maka pembentuk filtrat akan terhenti. Kelainan penurunan volume urin disebut oliguria, jika volume urin di antara 100- 400 ml/ hari. Dan disebut anuria jika volume urin kurang dari 100- 400 ml/ hari.penurunan volume ini selalu diidentifikasikan bahwa tekanan darah di glomerula sangat rendah, namun anuria juga dapat disebabkan oleh adanya tranfusi dan peradangan lokal atau luka yang terjadi pada ginjal. Reabsorpsi ( penyerapan kembali ) Selain sisa metabolisme dan kelebihan ion yang harus dikeluarkan dari darah, filtrat juga masih mengandung beberapa substan yang masih berguna untuk tubuh ( termasuk air, glukosa, asam amino, dan beberapa ion ), yang harus dikembalikan dalam darah. Reabsorpsi di tubulus dimulai ketika filtrat tiba di proksimal convolutd tubule. Sel tubulus inilah yang akan mengambil kembali substrat yang masih dapat

digunakan, mengeluarkannya dari tubulus, dan melepaskan kembali ke dalam kapiler darah. Beberapa reabsorpsi telah selesai, namun beberapa substrat yang harus diabsorpsi dengan menggunakan membran semi permiabel yang selektif. Di sini tersedia banyak sekali pembawa untuk subtrat yang berguna bagi tubuh. Tapi tidak ada satu pun pembawa untuk subtrat yang tidak berguna sehingga subtrat yang masih bermanfaat dapat dipisahkan dari filtrat. Kadang-kadang ada beberapa subtrat yang masih berguna bagi tubuh ikut keluar bersama urin. Keadaan ini bertujuan untuk menjaga pH dan komposisi elektrolit dalam darah. Selain proximal convoluted tubules, distal convoluted tubule juga berperan dalam reabsorpsi. Sekresi (pembuangan ) Sekresi pada dasarnya merupakan kebalikan dari reabsorpsi beberapa substan seperti ion hidrogen (H+), ion kalium (K+), keratin dan amoniak keluar dari darah di kapiler peritubular sampai ke sel tubulus atau dari sel tubulus sendiri ke dalam filtran untuk pembentukan urin. Proses ini sangat penting untuk membersikan tubuh dari subtrat yang tidak berguna (seperti obat), selain itu juga untuk menjaga pH. Ekskresi Nitrogen dalam urin : Urea, asam urat dan keratin adalah kandunagn dalam darah yang sudah tidak berguna lagi. Urea dibentuk oleh hati ketiak asam amino digunakan untuk memproduksi energi, yang merupakan hasil akhir dari pemecah protein. Asam urat dibentuk ketika terjadi metabolisme asam nukleat, dan keratin dibentuk dari metabolisme keratin di jaringan otot. Karena sel tubulus hanya memberikan sedikit membran carrier untuk mereabsorpsi substan ini maka substan ini akan ada dalam jumlah yang cukup besar dalam urin.

Glukosa dalam Urin : Kadar glukosa pada urin orang sehat tidak pernah melebihi 10 mg per 100 ml atau antara 0 sampai 250 mg dalam 24 jam. Kadar yang serendah itu umumnya tidak dapat terperiksa dengan cara-cara pemeriksaan yang biasa. Kadar glukosa dalam urin yang lebih dari 10 mg per 100 ml disebut glukosuria. Pada ginjal yang sehat rata-rata tidak didapatkan glukosarian sampai kadar glukosa dalam darah mencapai 180 mg per 100 ml. Glukosaria baru terjadi jika kadar glukosa darah lebih tinggi dari 180 mg per 100 ml. Glukosa yang difiltrasi di glomeruli akan segera direabsorpsi oleh tubuli proximalis dan kembali ke dalam darah. Pada orang sehat dengan ginjal yang normal hampir seluruh glukosa yang difiltrasi di glomeruli direabsorpsi kembali pada tubuli proximalis, sehingga tidak terjadi glukosaria. Nilai 180 mg per 100 ml disebut nilai ambang ginjal terhadap glikosa. Nilai ini ditentukan oleh kesempurnaan fungsi filtrasi glomeruli atau glumerular filtration rate (GFR) dan kesempurnaan fungsi reabsorpsi tubuli atau tubular maximal reabsorption (Tm). Pada orang tua lanjut sering terjadi penurunan filtrasi glomeruli yang disebabkan oleh glomerulosklerosis; keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan nilai ambang ginjal terhadap glukosa atau glukosaria tidak terjadi walaupun glukosa meningkat lebih tinggi dari 180 mg per 100 ml. Sebaliknya gangguan reabsorpsi oleh tubuli proximalis karena kelainan bawaan (penyakit Wilson, pielonefritis), akan menyebabkan penurunan nilai ambang ginjal dan glukosaria terjadi walaupun kadar glukosa darah masih di bawah 180 mg per100 ml; kadaan ini disebut renal glycosuria. Renal glycosuria dapat terjadi juga karena peningkatan GFR, misalnya pada kehamilan atau penderita diabetes ringan pada orang muda. Perlu ditambahkan disini bahwa kadang-kadang infeksi saluran kemih bagian bawah oleh bacteria tertentu dapat mengurangi atau melenyapkan sama sekali glukosa yang sudah ada dalam urin.

Metode Fehling : Larutan Fehling I Larutan Fehling II CuSO4 (kristal) Aquadestilata ad KNa Tartrat NaOH Aquadestilata ad Teknik pemeriksaaan : Membuat campuran larutan fehling I dan II dengan perbandingan 1 : 1. campuran harus dibuat baru. Ditambahkan urin bagian dari jumlah campuran. Dikocok dan kemudian di panaskan sampai mendidih. Bila terdapat glukosa dalam urin, akan terjadi pengendapan cuprohidroksida dan cupruoksida yang berwarna kuning sampai merah. Pada pemanasan yang terlalu lama, kreatinin, asam urat dan senyawa salisil akan turut mereduksi. Metode Benedict : Metode Benedict mengurangi kelemahan-kelemahan yang ada pada metode fehling. Di sini hanya ada satu pereksi yang cukup stabil dalam penyimpanan yaitu campuran CuSO5, Na-sitrat, dan Na-karbonat (Na-sitrat, dan Na-karbonat mengganti KNa Tartrat dan NaOH pada pereaksi fehling) Pereaksi benedict sedikit lebih peka disbanding pereaksi fehling untuk glukosa dalam urin (tidak untuk larutan murni glukosa). Hal ini disebabkan terjadinya presipitat keratinin dan asam urat dengan ion cupro pada pereaksi benedict, yang larut pada reaksi yang lebih alkalis dengan pereaksi fehling. Metoda benedict mempunyai kepekaan sekitar 50mg per 100 ml. 35 gram 1000 ml 173 gram 50-60 gram 1000 ml

Pembuatan pereaksi benedict : 17,3 gram CuSO4.5H2O dilarutkan pada kira-kira 100 ml aquadestilata dengan dipanaskan. Ditempat lain dilarutkan juga 173 gram Na-sitrat dan 100 gram Na 2CO3 anhidrid dalam kira-kira 800 ml aquadestilata dengan bantuan pemanasan. Bila kedua larutan dingin, larutan kedua dituang perlahan-lahan sambil diaduk kedalam larutan pertama dan kemudian ditambah aquadestilata sampai dengan 100 ml. campuran larutan ini stabil pada suhu ruangan. Teknik pemeriksaan : Tuangkan ke dalam tabung reaksi 5 ml pereaksi benedict Tambahkan 8 tetes urin. Panaskan sampai mendidih (100oC) pada nyala api selama 2 menit lalu letakkan tabung dalam air mendidih selama 3 menit. Lihat perubahan yang terjadi segera setelah pemanasan.

Jumlah / volume urin: Pada orang dewasa normal, volume urin yang dihasilkan tiap harinya berkisar antara 600 ml 2500 ml. volume urin ini dipengaruhi beberapa faktor antara lain : banyaknya air yang diminum, suhu lingkungan, umur, berat badan, jenis kelamin, suhu badan, iklim, diet, keadaan fisik, dan mental. Kopi, teh dan minuman beralkohol mempunyai efek di uretik. Keadaan dimana saat volume urin 24 jam lebih dari 2000 ml disebut poliuria. Bila volume urin selama 24 jam berkisar antara 300-750 ml disebut oliguria. Sedangkan saat volume urin selama 24 jam kurang dari 300 ml atau tidak keluar sama sekali disebut anuria.

Warna urin : Warna urin tergantung dari konsentrasi dan sifat bahan yang larut dalam urin. Warna normal urin adalah kuning muda sampai kuning tua, terutama oleh karena urochrom. Warna urin dapat berubah oleh karena non-patologis (obat-obatan atau makanan) dan patalogis (penyakit yang diderita). Non-patalogis : Merah Kuning Hijau Coklat : wortel, mercurochrome, protonsil, phenolphthalein, selenium. : karoten, santonin, atebrine, riboflavin, pyridium. : acriflavin. : argyrols

Biru-hijau : methylen biru, tembaga sulfat

Patalogis : Kuning coklat Merah coklat : bilirubin : urobilin, porphyrin

Merah dengan kabut coklat : darah dengan pigmen-pigmen darah. Coklat hitam Hitam : melanin : homogenetisic acid

Putih (seperti susu) : pus, bakteri (gonococcus), lemak, chyle (limfe)

Buih urin : Normal : buih berwarna putihpleh karena protein diaminopyridin. Kekurangan urin : Normal : Urin yang baru adalah jernih. Kekurangan dapat terjadi oleh karena ; Kristal fosfat amorf : warna putih, hilang bila diberi asam Abnormal : buih berwarna kuning, yang disebabkan bilirubin dan phenylazo-

Kristal urat amorf

: Pada urin asam warna kuning coklat, hilang pada pemanasan

Darah Nanah Kuman

: merah sampai coklat : seperti susu, jernih setelah disaring : keruh merata, bila disaring tetap keruh

Bau Urin : Normal : urin baru, bau tidak keras Urin lama : bau amoniak oleh karena pemecah ureum Bila urin baru, tetapi berbau amoniak / busuk maka hal ini oleh karena : cystitis dan retensi urin Bau manis : pada diabetes mellitus, oleh karena aceton pada coma diabeticum. Derajat keasaman (pH) Urin : Urine umumnya bersifat asam, dengna pH sekitar 6.ketika asupan protein tinggi,urin menjadi bersifat asam karena terjadi kelebihan fosfat dan sulfat yang merupakan hasil katabolisme protein. Keasaman juga meninggkat pada kondisi acidosis dan demam. Urin manjadi basah karena perubahan urea menjadi amonia hal ini juga bisa terjadi pada kondisi alkalosis. Urobilinogen : Merupakan bahan yang tidak berwarna Timbul bila conjugated bilirubin direduksi oleh enzim-enzim bakteri usus Selanjutnya pada bagian akhir usus besar, urobilinogen ini diexidir menjadi urobilin yang memberi warna pada feses yaitu coklat keemasan Sebagian kecil urobilinogen yang diserap melalui entero hepatic circulation akan lepas dan diekskresi melalaui ginjal. Normal = urin memberi tes urobilin (+) lemah atau negatif.

Bilirubin normal terdapat dalam urin, tetapi kadarnya sangat rendah sehingga pada tes yang dipergunakan tak dapat ditunjukkan adanya bilirubin Di klinik pemeriksaan urobilin urin cukup penting terutama untuk membuat diferensial diagnosa dari macam-macam penyakit hepar, misalnya : o Pada hemolytic icterus dan Parenchymateus icterus, kadar urobilin dalam urin meningkat o Pada Tetal obstructive icterus urobilin dalam urin (-) o Pada partial obstructive icterus urobilin-urin (+) lemah.

Diekskresi dalam urine sampai 4 mg / hari Terdapat pada Hemolyitic anemia dan Parenchymal liver disease.

Proteinuria dapat terjadi oleh karena : GFR yang meningkat Kelainan basal membran glomerulus Kelainan tubulus Perubahan protein sehingga mudah difiltrasi, missal : Multiple myeloma, dll.

Pembagian proteinuria berdasarkan penyebabnya : Fungsional proteinuria, terdapat pada : o Otot-otot yang kerja keras o Ekspose dengna udara yang sangat dingin o Orthostatic / postural proteinuria, terjadi setelah lama berdiri dan dapat menghilang setelah istirahat / tidur. o Kehamilan, oleh karena terdapat renal congesti Organik proteinuria o Pre renal proteinuria Dekompensasi cordis dengan passive congestion dari ginjal

Febris dengan toxaemia yang berat Ascites / tumor intra abdominal Keracunan obat-obat : Hg, Pb, Bi, Salisilat, dll o Renal proteinuria Keradangan : nefritis Proses degenerasi dari ginjal : nefrosis TBC, carcinoma, infrak dari ginjal dll False proteinuria dapat terjadi pada : Urin tidak dapat diputar Cystitis Pyelitis Sekret dari vagina

Protein Bence Jones Adalah : suatau protease yang mengendap pada temperatur 40-60oC Terutama terjadi pada Multiple Myeloma Kadang-kadang terjadi pada : o Tumor tulang o Leukemia o Nefritis kronis dengan hipertensi o Hyperparathyroidi o Empyema Penyakit Penyakit degenerasi tubuler Infeksi berat Vascular disease Malignant hipertensi Sesudah pemberian Human albumin Proteinuria >>7 g / 24 jam 2-5 g / 24 jam 0,5-4 g / 24 jam 10-15 g / 24 jam 20 g / 24 jam (I.V.)

Percobaan Heller : Larutan protein ditambah HNO3 pekat. Pada perbatasan terdapat cicin tak berwarna dari protein yang mengendap. Jika larutan protein terlampau pekat harus diencerkan dahulu. Percobaan Heller adalah sangat sensitif dan banyak dipakai dalam menentukan protein dalam urine. Jika terlihat cicin coklat disebabkan bereaksi dengan asam urat, maka hal ini bukan penentuan protein.

BAB II TUJUAN PERCOBAAN A. Pemeriksaan fisik Tujuan : mengamati sifat fisik urin B. Pemeriksaan kimiawi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Uji Rothera Tujuan : membuktikan adanya badan keton di dalam urin Percobaan kreathinin urin Tujuan : menentukan kreathinin urin sebatas kualitatif Pemeriksaan urobilinogen Reaksi Heller Tujuan : mengetahui kandungan protein di dalam urin Uji Koagulasi Tujuan : mengetahui kandungan protein di dalam urin Uji Gehardt Tujuan : mengetahui adanya asam asetoasetat dalam urin Derajat keasaman ( pH ) Uji Benedict semikuantitatif Tujuan : menentukan kadar glukosa urin secara semikuantitatif

BAB III BAHAN DAN CARA A. Pemeriksaan Fisik Reagen dan bahan : Urin Prosedur : 1. jumlah ( volume ) tentukan jumlah / volume urin yang diproduksi selama 24 jam dengan mengalikan jumlah satu kali buang air kecil dengan berapa kali buang air kecil tiap hari. 2. warna dilakukan pemeriksaan warna urin untuk menentukan normal atau tidak ( non patologis ). 3. buih masukkan beberapa ml urin dalam tabung reaksi kemudian kocok, amati apa yang terjadi. 4. kekeruhan amati urin yang ditampung apakah keruh atau tidak. Tentukan penyebab kekeruhan. 5. bau

segera setelah diambil, tentukan bau urin. Jangan dibiarkan lama karena akan mempengaruhi hasil.

B. Pemeriksaan Kimiawi 1. Derajat keasaman Reagen dan bahan : urin kertas lakmus atau indicator universal

Prosedur : Tentukan pH urin menggunakan kertas lakmus atau indicator universal 2. Uji benedict semikuantitatif Reagen dan bahan : Urin normal Larutan glukosa 0,3% Larutan glukosa 1% Larutan glukosa 5% Pereaksi benedict

Prosedur : Pipetkan ke dalam tabung reaksi : Larutan Pereaksi Blanko 2,5 ml Standar 1 2,5 ml Standar 2 2,5 ml Uji 1 2,5 ml

benedict Urin Larutan glukosa 0,3% Larutan glukosa 1% Larutan

4 tetes -

4 tetes -

4 tetes -

4 tetes

glukosa 5% Panaskan dalam penangas air mendidih selama 5 menit atau didihkan di atas api kecil selama 1 menit. Biarkan menjadi dingin perlahan-lahan. Endapan berwarna kuning, hijau, atau merah menandakan reaksi positif, sedangkan perubahan warna larutan saja tidak berarti positif. 3. Reaksi Heller Reagen dan bahan : Asam nitrat pekat Urin

Prosedur : Masukkan 5 ml asam nitrat pekat Miringkan tabung reaksi dan tambahkan berlahan- lahan 5 ml urin ke dalam tabung reaksi Amati yang terjadi, hasil positif ditandai oleh terbentuknya cincin putih di atas lapisan HNO3 pekat Lakukan hal yang sama menggunakan sampel yang disediakan 4. Uji koagulasi Reagen dan bahan : Urin jernih Asam asetat 2%

Prosedur : Masukkan 5 ml urin jernih, bila perlu disaring terlebih dahulu Didihkan, endapan yang terbentuk adlah protein atau fosfat Tambahkan asam asetat 2% sebanyak 5 tetes Amati yang terjadi. Bila endapan tetap ada menandakan ada protein Lakukan hal yang sama menggunakan sampel yang disediakan 5. Uji Gerhardt Reagen dan bahan : Urin segar FeCI3

Prosedur : Masukkan 5 ml urin segar ke dalam tabung reaksi Tambahkan FeCI3 10%, saring Tambahkan beberapa tetes FeCI3 pada filtrate Reaksi akan positif bila timbul warna merah 6. Uji Rothera Reagen dan bahan : Urin Kristal ammonium sulfat Na nitroprusid 5% Ammonium hidroksida pekat

Prosedur : Masukkan urin sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi Tambahkan kristal ammonium sulfat sampai jenuh Tambahkan Na nitroprusid 5% 2-3 tetes Tambahan ammonium hidroksida pekat 1-2 tetes Campur, diamkan 30 menit. Hasil positif ditandai oleh warna ungu Lakukan hal yang sama menggunakan sampel yang disediakan 7. Percobaan kreatinin urin Reagen dan bahan : Urin Asam pikrat NaOH 10%

Prosedur: Masukkan 5 ml urin dalam tabung Tambahkan 1 ml asam pikrat dan 1 ml NaOH 10% Amati warna yang timbul 8. Pemeriksaan urobilinogen Reagen dan bahan: Urin Larutan para dimetil aminobenzaldehid

Prosedur:

5 ml urin yang masih baru ditambahkan 10- 12 tetes larutan para dimetil aminobenzaldehid. Campur dan tunggu selama 5 menit. Amati perubahan warna.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pemeriksaan fisik Jenis Pemeriksaan Volume Warna Buih Kekeruhan Bau Pembahasan : B. Pemeriksaan kimiawi 1. Derajat keasaman Hasil 6 Keterangan Asam Jenis Pemeriksaan Derajat keasaman ( pH ) Pembahasan : Urin normal cenderung bersifat asam ( pH < 7 ). Namun urin dapat menjadi lebih asam apabila asupan protein bertambah. Hasil 75 ml Kuning kecoklatan Ada sedikit Tidak keruh / jernih pesing Keterangan 75 ml x 8 = 600 ml

Pada percobaan kami, urin praktikan bersifat asam. pH 6. Hal ini masih dikatakan normal.

2. Tabung 1. 2. 3. 4. Keterangan : Tabung 1 : Blanko

Uji benedict semikuantitatif Warna Biru jernih hijau kebiruan ( + ) Biru jernih hijau ( + ) Biru jernih jingga ( +++ ) Biru jernih merah ( ++++ )

Pereaksi benedict 2,5 ml + urin Tabung 2 : Standar 1 Pereaksi benedict 2,5 ml + 4 tetes larutan glukosa 0,3% Tabung 3 : Standar 2 Pereaksi benedict 2,5 ml + 4 tetes larutan glukosa 1% Tabung 4 : Uji 1 Pereaksi benedict 2,5 ml + 4 tetes larutan glukosa 5 % Pembahasan :

Hasil beberapa percobaan 3. Reaksi Heller 4. Uji koagulasi 5. Uji gerhardt 6. Uji rothera 7. Percobaan serum Pembahasan : 8. Pemeriksaan urobilinogen Jenis pemeriksaan Uji fehling Hasil (+) Keterangan Warna biru hijau Kekuningan tanpa endapan ada sedikit glukosa Percobaan rebus Reaksi Heller : Tabung 1 (-) (+) (-) (+) Warna urin coklat (-) Cincin coklat tidak ada protein Cincin putih ada protein Tidak ada endapan tidak ada protein - Tabung 2 Uji Gerhardt : Tabung 1 Endapan ada protein Tidak ada asam asetoasetat - Tabung 2 Uji koagulasi : Tabung 1 Urin praktikan Cincin coklat ( - ) Tidak ada endapan Warna urin coklat ( - ) Cincin warna coklat ( - ) Merah mengendap Urin sampel Cincin putih ( + ) Ada endapan -

kreatinin

Uji badan keton / rothera : Tabung 1 Cincin warna orange ( - ) Merah mengendap Kuning coklat Lapisan atas : kuning coklat Lapisan bawah : kuning jernih Tidak ada badan keton

Uji kreatinin serum : Pemeriksaan urobilinogen

You might also like