You are on page 1of 3

Petani Rumput Laut: Bertahan di Tengah Perubahan Iklim

Oleh: I Gst. Agung Ayu Widiastuti

Foto: Kalimajari

Dari yang Menjanjikan Menjadi Terpuruk Rumput laut adalah salah satu komoditas andalan Indonesia dari sektor nonmigas dan juga penyumbang devisa cukup besar. Bali adalah salah satu sentra produksi andalan selain Makassar (Sulawesi Selatan), NTT, dan NTB. Sebelumnya, masyarakat Nusa Penida hanya membuat garam tradisional dan menjadi nelayan. Dengan rumput laut masyarakat mampu memperbaiki penghidupannya, sejak diperkenalkannya budi daya rumput laut di Bali tahun 1983. Pendapatan kotor yang diperoleh rata-rata antara Rp 1,52 juta per panen (4045 hari) per petani. Tak heran, para petani mampu memiliki rumah bahkan menyekolahkan anak cucu hingga sarjana ke luar Bali. Nusa Penida adalah ikon rumput laut untuk Bali. Keterpurukan rumput laut di Bali dimulai sekitar Desember 2006 dengan mewabahnya penyakit busuk batang, atau yang biasa disebut ice-ice. Sebenarnya ice-ice adalah siklus penyakit yang tidak dapat dihindari. Penyakit ini muncul akibat kondisi ekstrem, misalnya perubahan kadar garam atau kandungan nutrisi dalam air secara tiba-tiba. Kondisi ekstrem tersebut dikarenakan pergantian cuaca sangat drastis antara musim hujan dan kemarau. Ini yang paling dirasakan dari fenomena pemanasan global. Musim kemarau yang lebih panjang dari tahuntahun sebelumnya menyebabkan peningkatan suhu air laut. Pengukuran suhu di beberapa pantai di Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan, yang dilakukan AgustusNovember 2007, menunjukkan angka 31320C. Padahal suhu normal untuk pertumbuhan rumput laut adalah maksimal 300C. Rumput laut otomatis sangat terpengaruh dengan perubahan ekstrem ini. Hidupnya bergantung pada faktor-faktor fisika, kimia, dan pergerakan air laut, serta nutrisi dari lingkungannya. Berdasarkan kalender Bali yang menjadi pegangan petani, ice-ice biasanya muncul pada peralihan musim kemarau ke musim hujan, dan sebaliknya. Umumnya ice-ice terjadi hanya 23 bulan dalam setahun, pada sasih kelima (November) sampai sasih kesanga (Maret). Pada sasih kedasa (April) kembali pulih dan berkembang normal. Namun, sejak tahun 2006 sampai pertengahan 2008, ice-ice melanda lebih dari setahun. Akhir tahun 2006, 2007, dan 2008 adalah masa terburuk untuk petani rumput laut. Hitungan kalender Bali tidak tepat lagi. Petani tidak lagi memiliki panduan terhadap musim dalam budi daya rumput laut.

Lahan budi daya rumput laut di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali.

ir laut terasa lebih panas dari biasanya, Bu. Kalau sudah begini penyakit busuk batang tidak bisa dihindari. Pernyataan ini mengalir dari I Ketut Mudiana, seorang petani rumput laut di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali. Ketut sudah menggeluti aktivitas ini kurang lebih sepuluh tahun. Tidak hanya Ketut Mudiana yang merasakan keterpurukan ini. Ratusan petani rumput laut di Nusa Penida tengah dilanda persoalan serupa. Pergantian musim yang ekstrem, penyakit busuk batang, gagal panen adalah realita dan mimpi buruk yang dihadapi petani rumput laut di Bali saat ini. Pernyataan Ketut Mudiana ini muncul ketika ditanya tentang pemanasan global. Pemanasan global atau global warming merupakan rangkaian kata yang asing di telinga petani. Akan tetapi, dampak buruknya nyata dan dekat sekali dirasakan petani. Selama ini petani menggantungkan biaya sekolah, kesehatan, dan perekonomian keluarga dari budi daya rumput laut.

26 januari 2009

19

Ice-ice menurunkan produksi 60 sampai 70 persen. Bahkan, di area kronis sampai gagal panen. Berdasarkan data Unit Pelayanan Pengembangan Tri Merta Segara Kabupaten Klungkung (unit koordinasi budi daya), gagal Pengaruh Fenomena Alam Lainnya Selain memburuknya ice-ice, terjadi pula perubahan parameter air yang menambah terpuruknya pertumbuhan rumput laut di Bali. Gerakan dan pertemuan arus yang berlawanan arah yang terjadi di Selat Lombok menyebabkan suhu air yang masuk ke Nusa Penida berubah kontras. Ini berpengaruh pada ketahanan hidup ikan, kerang, dan termasuk rumput laut. Perubahan suhu yang ekstrem mengurangi kemampuan rumput laut menyerap nutrisi, dan akhirnya menurunkan ketahanan hidupnya. Kondisi rumput laut yang telah rentan akibat ice-ice (bagian batang telah rusak) dalam masa yang panjang, diperburuk lagi dengan hantaman ombak. Akibatnya rumput laut pun rontok. Meskipun sampai saat ini belum ada penelitian tentang keterkaitan gerakan arus ini dengan perubahan iklim, dampak yang ditimbulkan menambah parah kerusakan rumput laut yang telah dilanda ice-ice. Proses pemulihan rumput laut menjadi lebih berat dan lama.

panen di Nusa Penida menurunkan produksi dari 500 ton (tahun 2007) menjadi 200 ton (tahun 2008). Penurunan ini membuat volume ekspor rumput laut Indonesia anjlok sebesar 97,8 persen tahun 2007. Menata Kembali Penghidupan Bali adalah salah satu sentra rumput laut yang menderita akibat fenomena perubahan iklim, selain Makassar, NTB, dan NTT. Dampak perubahan iklim sangat luar biasa memukul perekonomian petani rumput laut selama 20072008. Namun, petani tetap berupaya keras memperbaiki kondisi rumput lautnya. Upaya mereka mendapat dukungan Kalimajari, sebuah lembaga swadaya masyarakat. Untuk menekan kerugian saat serangan ice-ice, petani mengurangi jumlah tali ris/tali bentang rumput laut. Petani juga melakukan panen cepat untuk mempertahankan bibit. Mereka memanen secara selektif, sehingga bibit masih bisa diselamatkan serta dikembangkan lagi. Memperluas/pindah lokasi dapat mencegah ice-ice, seperti yang dilakukan petani di Desa Serangan, Denpasar. Tujuannya adalah memutar lokasi agar ketersediaan nutrisi terpenuhi. Pindah lokasi harus segera dilakukan jika iceice membuat produksi semakin menurun. Ini adalah tanda

26 januari 2009

Foto: Kalimajari

Petani sedang memanen rumput laut.

20

Dampak Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir Prof Kenneth Sherman dari US Department of Commerce, NOAA, menjadi pembicara kunci di konferensi internasional Laut Cina Selatan. Pada acara yang berlangsung pada 2529 November 2008 di Kuantan, Malaysia, dia menyatakan bahwa perubahan iklim dan pemanasan global berpengaruh pada ekosistem laut di Laut Cina Selatan, Laut Sulu dan Sulawesi, Indonesia, dan Teluk Thailand. Ini ditandai dengan sedang terjadinya gangguan ekologi seperti kehilangan/rusaknya habitat pantai (seperti rumput laut, mangrove, dan terumbu karang) dan keragaman hayati. Juga meningkatnya polusi dan kerawanan terhadap perubahan iklim. Yang pada akhirnya akan menambah wilayah deplesi (menurunnya) oksigen, sehingga menjadikan daerah tidak subur, berkembangnya ganggang beracun, dan matinya ikan. hilangnya kemampuan rumput laut menyerap nutrisi. Namun, perlu dicatat bahwa ketersediaan lahan di wilayah kepulauan untuk pengembangan area, terutama dengan metoda tanam dasar, sangat terbatas. Hal lain yang dapat dilakukan adalah membangun kebun bibit dengan metode longline. Metode ini tidak memiliki ketergantungan tinggi terhadap pasang surut air laut. Metode ini berbeda dengan metoda lepas dasar/ tanam dasar, sehingga perawatan intensif dapat dilakukan. Pilihan terakhir adalah mengganti bibit Eucheuma cottonii dengan Eucheuma spinosum. Sebenarnya solusi ini sangat tidak direkomendasi karena E. spinosum menyerap nutrisi sangat tinggi. Jika dua varietas tersebut ditanam berdampingan, E. cottonii tidak mampu tumbuh maksimal. Apalagi harga E. spinosum sangat fluktuatif, dan jauh lebih murah. Namun, terkadang petani tidak punya pilihan lain karena harus memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Tukar-menukar bibit dan mencoba jenis bibit baru antarpetani dan antarwilayah dilakukan untuk tetap meneruskan budi daya. Kalimajari juga memfasilitasi petani untuk mendapatkan informasi akurat. Caranya dengan membangun komunikasi intensif dengan pakar rumput laut dan pihak lain yang intensif melakukan penelitian. Cara lain adalah menggugah para pihak yang peduli terhadap penyelamatan rumput laut untuk meneliti ice-ice dan mencari solusi tepat bagi petani. Pembelajaran Penting Penyakit ice-ice yang memburuk dalam tiga tahun terakhir ini menunjukkan bahwa betapa pun terpuruknya petani, mereka tetap berupaya keras memperbaiki penghidupannya. Petani gigih menanam kembali bibit kembali atau mendatangkan bibit baru dari tempat lain. Seperti disampaikan Nyoman Landep, petani di Nusa

Penida: Saya rugi hingga Rp 2 juta untuk membeli bibit baru. Akhirnya sia-sia juga. Namun, semangat kami besar untuk tetap berbudidaya dan mencoba memikirkan cara/ metode lain. Ini satu-satunya harapan kami. Nyoman Landep mencoba memadukan metode longline dengan tanam dasar untuk sekadar mempertahankan bibit. Solidaritas antar petani menjadi semakin tinggi. Para petani di Nusa Penida (Kabupaten Klungkung), Serangan (Kotamadya Denpasar), Kutuh (Kabupaten Badung), serta Buleleng saling membantu, antara lain saling memberi dan berbagi bibit. Kegiatan positif ini tidak hanya dilakukan antarpetani dalam satu wilayah, tetapi juga antarwilayah. Upaya beradaptasi terhadap perubahan juga meningkatkan inisiatif petani mencoba hal baru untuk beradaptasi dengan alam. Salah satunya adalah ekspansi lokasi ke area-area yang masih tersisa dan potensial untuk budi daya rumput laut. Meskipun penelitian ilmiah dan intensif tentang kaitan antara perubahan iklim dan ice-ice belum dilakukan, tetapi pengalaman petani dan Kalimajari menunjukkan bahwa petani rumput laut telah merasakan dampaknya. Pemanasan global dan perubahan iklim telah berdampak pada kelangsungan hidup petani miskin di sepanjang 81.000 km garis pantai di Indonesia. Harapan untuk mengembalikan kejayaan rumput laut, haruslah menjadi kenyataan.

I Gst. Agung Ayu Widiastuti Direktur Yayasan Kalimajari Jl. Kedondong No. 24 Denpasar, Bali Telp: 0361- 242202 E-mail: k5jari@indosat.net.id

Daftar Pustaka - Sprintall, J., J.C. Chong, F. Syamsudin, W. Morawitz, S. Hautala, N. Bray, and S. Wijffels. (1999). Dynamics of the South Java Current in the Indo-Australian Basin, Journal of Geophysical Research Letters, vol. 26. p. 2493-2496. - Jana T. Anggadiredja, dkk, Rumput Laut-Seri Agribisnis, Penebar Swadaya, 2002 - Mitnik, L., W. Alpers, and L. Hock. Thermal Plumes and Internal Solitary Waves Generated in the Lombok Strait Studied by ERS SAR, submitted to JGR, October 2003. - http://www.inilah.com (inovasi portal berita), Selasa 2 Desember 2008

26 januari 2009

21

You might also like